Bab 8
by Yan Widjaya
21:32,Aug 22,2024
Para pembesar langit, baik dari golongan bun (sipil) dan bu (militer), juga para dewa, telah lengkap hadIr Setelah upacara pemberian selamat usai, tampillah Khu Hong-ce Cin-jin yang melaporkan bahwa di luar pendopo Thong-beng-thian telah tiba Tang-hay Liongong Auw Kong yang memohon menghadap.
"Silakan dia masuk,"
Titah Giok Tee.
Si Raja Naga dari Laut Timur segera dipanggil menghadap.
Sambil berlutut memberi hormat, Auw Kong menyerahkan surat pengaduannya.
Sian-tong (kacung dewa yang bersosok anak-anak) segera membeberkan surat pengaduan tersebut di atas meja, hingga Kaisar Kumala bisa membacanya dengan jelas.
Isi pengaduan itu tentang Sun Go-kong dari Gua Cui-liam-tong, Gunung Hoa-ko-san, yang telah mengacau Laut Timur.
Empat raja laut terpaksa tunduk kepadanya.
Oleh sebab itulah mereka memohon bantuan Thian-peng atau Perwira Langit untuk menaklukkan Si Siluman Kera agar empat laut di Bumi tak diganggunya lagi.
Setelah membaca dan memaklumi isinya, Giok Tee pun bersabda.
"Tim nanti akan mengirim satu perwira perang untuk menahan Siluman Kera yang nakal itu. " (Tim adalah sebutan untuk diri sendiri bagi seorang kaisar). Tang-hay Liong-ong menjura untuk menghaturkan terima kasih dan mengundurkan diri. Baru saja ia berlalu, berganti menghadap Kat Sian-ong Thiansu yang melaporkan kedatangan Beng-su Cin-kong-ong membawa surat pengaduan dari Ketua Akhirat, Yu Beng Kauwcu Tee-chongong Pou-sat. Dayang langit Toan-gan Giok-li segera menerima surat laporan itu dan membentangkannya di atas meja. Surat pengaduan ini melaporkan tentang perbuatan onar yang dilakukan Sun Go-kong dari Cui-liam-tong, Hoa-ko-san. Bagaimana ia mencorat-coret Kitab Daftar Hidup-Mati, bahkan merobeknya, menghajar setan-setan penghuni kota akhirat, serta memaksa Sipthian Giam-ong tunduk kepadanya. Dampaknya, banyak hewan jenis primata yang tak pasti lagi umurnya. Maka Tee-chong-ong Pou-sat mohon keadilan, agar Siluman Kera itu secepatnya ditangkap dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Giok Tee menerima pengaduan ini. Beliau berjanji akan membekuk Si Siluman Kera, dan menyilakan Cin-kong-ong kembali. Cin-kong-ong pun menghaturkan terima kasih dan mengundurkan diri. Sekarang Giok Tee beralih pada semua pejabat tinggi Langit yang hadir.
"Kapan lahirnya Siluman Kera itu? Bagaimana asal-usulnya?"
"Siluman Kera itu lahir pada tiga ratus empat puluh dua tahun yang lalu dari sebuah batu ajaib,"
Jawab Cian-li-gan yang didampingi Sun-hong-ji.
Meskipun begitu kedua malaikat yang bisa melihat dan mendengar jauh itu belum mengetahui, sejak kapan, di mana, atau dari siapa Si Kera Batu menguasai ilmu kesaktian sampai selihai sekarang.
Giok Tee mengangguk-angguk.
"Sekarang siapa yang bersedia turun ke Bumi untuk menaklukkan Siluman Kera nakal ini?"
Thay-pek Kim-che menyarankan.
"Siluman Kera itu dilahirkan oleh keajaiban alam, namun sosoknya tak berbeda dengan manusia, apalagi sekarang ia telah menguasai ilmu kesaktian tingkat tinggi. Sebaiknya ia dikasihani. Bagaimana kalau ia dipanggil saja untuk menghadap ke sini dengan dijanjikan akan diberi pangkat. Masalah rendah atau tinggi pangkatnya, tidak menjadi soal. Kalau ia bersedia mendengar titah, di kemudian hari boleh dinaikkan pangkatnya. Sebaliknya, kalau ia membangkang, barulah ditangkap. Dengan taktik ini, dua keuntungan sekaligus kita raih. Pertama, tak perlu mengerahkan tenaga besar. Kedua, kita menjalankan peraturan yang pantas dan terhormat. "
Giok Tee senang mendengar saran ini.
"Tim menerima baik usulan Keng ini,"
Sabdanya.
(Keng adalah sebutan dari seorang Kaisar terhadap seorang menteri atau abdinya).
Begitulah, Bun Kok-che ditugasi untuk menulis sebuah seng-ci atau firman.
Dan Thay-pek Kim-che sendiri yang mesti membawa firman Raja Langit tersebut ke Hoa-ko-san.
Thay-pek Kim-che menyatakan patuh, dan segera melayang turun dari Istana Langit ke Hoa-ko-san.
Saat dewa yang sosoknya mirip pertapa tua ini melayang turun ke depan Gua Cui-liam-tong, sejumlah kera yang sedang bermain menjadi gempar.
"Jangan takut, jangan panik, aku adalah Thian-su, utusan Langit,"
Ujarnya.
"Aku datang membawa seng-ci untuk mengundang rajamu ke langit. Jadi cepat kalian panggil Tay-ong-mu!"
Kebanyakan kera hanya terbengong-bengong bingung.
Hanya dua ekor kera hulubalang yang cerdas segera berlari masuk ke dalam gua.
Mendengar laporan kera hulubalangnya Sun Go-kong menjadi kegirangan.
"Selama dua hari belakangan ini aku memang sedang berpikir-pikir ingin berjalan-jalan meninjau Istana Langit,"
Ujarnya.
"Lekas kalian undang Thian-su itu masuk!"
Thay-pek Kim-che masuk ke dalam gua, lalu berdiri di tengah-tengah dan memperkenalkan dirinya.
"Aku adalah Say-hong Thay-pek Kim-che, mengemban titah Giok Tee untuk mengundangmu naik ke Langit untuk dianugerahi pangkat. "
Bi-kauw-ong tertawa riang.
"Terima kasih, mari kujamu dulu Thian-su..."
"Tidak usah,"
Sahut sang dewa sambil menggoyangkan tangannya.
"Saat menjalankan tugas, kami tidak diperkenankan minum arak, apalagi berdiam lama-lama. Biarlah pada kesempatan lain saja kuterima undanganmu. "
"Baiklah kalau begitu,"
Ujar Sun Go-kong tak memaksa, lalu ia meninggalkan pesan pada keempat kian-ciang untuk menjaga dengan sebaik-baiknya rakyat kera selama kepergiannya.
"Kita lihatlihat dulu keadaannya, siapa tahu kelak aku bisa mengajak kalian semua untuk kita tinggal bersama di langit?"
Bisiknya.
Keempat kian-ciang saking girangnya sampai tak mampu berkata-kata lagi.
Sun Go-kong sendiri langsung mengikuti Thay-pek Kim-che terbang ke langit… Sun Go-kong Bertanding Melawan Bocah Super Sakti Lo-cia LMU terbang atau berjalan melayang di udara Sun Go-kong berbeda dengan cara para dewa atau malaikat.
Maka tidak mengherankan kalau ia telah jauh mendahului Thay-pek Kim-che.
Selagi sang dewa tua masih asyik melayang jauh di belakang, Si Raja Kera dengan beberapa kali jumpalitan saja sudah tiba di pintu gerbang Istana Langit Selatan, yakni Lam-thian-bun.
Terpaksa di depan ger bang ini ia mesti menunggu kedatangan Sang Thian-su.
Komandan Penjaga Gerbang Langit, Ceng-tiang Thian-ong, yang memimpin seregu Tay-lek Thian-teng atau pengawal langit yang tangguh, yakni Bang, Lauw, Sun, Pit, Teng, Sien, Thio, dan To, tentu saja tak mengizinkan sembarangan insan menerobos masuk.
Sikap mereka sangat garang, apalagi masing-masing berbekal persenjataan lengkap dari tombak panjang, golok besar, sampai pedang yang berkilauan.
Wah, jangan-jangan aku kena tipu, batin Si Raja Kera.
Ini pasti tipu muslihat si tua bangka Thay-pek Kim-che yang licin!
Bukankah aku, si Sun Tua, adalah undangan Giok Tee?
Kenapa sekarang antek-anteknya ini mencegatku dengan menyiapkan banyak senjata begini?
Untunglah, sebelum Bi-kauw-ong kehabisan kesabarannya dan keburu mengumbar kemarahannya, terlihat Thay-pek Kim-che dengan santai melayang mendatangi.
Belum lagi sang dewa utusan datang cukup dekat, Sun Go-kong sudah menyambut dengan dampratannya.
"Hei, tua bangka, kenapa kau menipuku? Tadi kau bilang Giok Tee mengundangku untuk dianugerahi pangkat, lalu kenapa sekarang di gerbang Lamthian-bun aku dicegat dan dilarang masuk?"
"Aha, jangan gusar dulu, Tay-ong,"
Sahut Thay-pek Kim-che sambil tertawa.
"Ilmumu kelewat tinggi hingga meninggalkan aku jauh di belakang. Lalu kau sampai di sini sendirian saja, belum memperkenalkan diri, bagaimana mereka berani sembarangan mengizinkan kau masuk?! Tunggu saja sampai nanti kau sudah menghadap Thian-cun dan dianugerahi pangkat, maka untuk selanjutnya kau punya kartu pass untuk bebas keluar-masuk, tak akan ada yang melarangmu!"
"Kalau begitu, baiklah, sekarang aku tak mau masuk!"
Si Raja Kera mengambek.
"Eh, eh, jangan begitu, Tay-ong,"
Ujar Thay-pek Kim-che sembari menarik tangan Sun Go-kong.
"Ayo kita masuk bersama-sama saja!"
Lalu di depan pintu gerbang, si dewa tua berseru.
"Thian-ciang dan Thian-peng! Lekas bukakan pintu gerbang, aku tengah mengan tar calon dewa dari dunia yang diundang dengan firman Giok Tee!"
Mendengar seruan ini, Ceng-tiang Thian-ong segera menitahkan regu pengawal membukakan pintu gerbang dan menyilakan Thaypek Kim-che berdua masuk.
Melihat hal ini barulah Sun Go-kong juga percaya pada penjelasan Si Dewa Tua.
Sambil berjalan masuk di samping Thay-pek Kim-che yang berjalan perlahan-lahan, sepasang mata Si Raja Kera jelalatan mengawasi sekitarnya.
Timbullah kekagumannya melihat keindahan alam surgawi.
Pintu Langit terdiri dari kaca bening bertabur mustika dan kumala.
Meganya berwarna kuning keemasan.
Ternyata segala sesuatu di atas langit sama belaka dengan di muka Bumi, hanya lebih indah, lebih asri, lebih bersih, pokoknya segalanya lebih bagus.
Belasan goan-swe atau panglima yang berseragam gagah mentereng berdiri di kiri-kanan.
Seorang panglima besar berdiri di samping pilar kokoh dengan tangan memegang sebuah panji.
Belasan malaikat yang mengenakan rompi emas kim-kah berlatih di depannya dengan memegang senjata di tangan kanan dan panji di tangan kiri.
Di bagian dalam pendopo, tiang-tiang besar, kokoh kuat, dililit naga yang sisiknya keemasan dengan kumis-jenggot merah.
Di halaman berderet jambangan porselen berukir, menuju ke sebuah jembatan melengkung di atas telaga asri.
Di sini beterbangan beberapa ekor burung hong (phoenix) yang di dunia dipuja sebagai unggas nirwana.
Di sini, di dalam surga terdapat tiga puluh tiga Thian-kiong, Istana Langit, dengan tujuh puluh dua po-thian atau pendopo luas yang digunakan untuk tempat bermusyawarah, rapat, atau pertemuan para dewa.
Dalam setiap po-thian berdiri panggung siu-seng-tay yang dihiasi pot tanaman yang bunganya mekar indah kekal abadi selama ribuan tahun tak kunjung rontok.
Di ujung sebelah pojok sana terlihat lianyoh-lou, dapur untuk memasak obat dewa.
Di sekitarnya tumbuh rumput langit yang tetap hijau segar selama laksaan tahun.
Di atas loteng, tembok bersinar keemasan bersaing dengan bintangbintang yang berkelap-kelip tak hentinya.
Thay-pek Kim-che mengajak Sun Go-kong langsung memasuki Leng-siau Po-thian, tanpa melaporkan kedatangannya pada siapa pun lagi.
Ia menghadap Giok Tee dan menjalankan penghormatan sebagaimana mestinya.
Namun Bi-kauw-ong hanya berdiri diam di sampingnya, tanpa ikut memberikan hormatnya.
"Lapor, Dewa Siluman Kera sudah datang,"
Ujar Thay-pek Kimche.
"Mana dewa itu?"
Tanya Giok Tee.
"Lo-Sun berada di sini!"
Sahut Si Raja Kera yang baru sekarang menjura. Semua dewa dan malaikat yang hadir menjadi terperanjat melihat sikapnya yang terbilang kurang ajar ini.
"Betul-betul siluman monyet yang masih liar,"
Gerendeng seorang dewa yang merasa tersingung.
"Mestinya dihukum mati saja!"
Rupanya Giok Tee mendengar gerendengan ini, hingga sambil tersenyum simpul ia bersabda.
"Sun Go-kong adalah dewa siluman dari dunia. Ia baru mendapatkan raga manusia, maka belum terlalu mengenal adat istiadat dan sopan-santun kita. Perihal ini mesti dimaklumi dan boleh diampuni. "
"Kalau begitu, lekas kau menghaturkan terima kasih!"
Anjur dewa yang tersinggung tadi pada Si Raja Kera.
Rupanya kebijaksanaan dan perbawa Giok Tee terasa juga oleh Sun Go-kong, hingga ia bersikap patuh dan mau menghaturkan terima kasih.
Sambil tetap tersenyum ramah Giok Tee bertanya kepada para Menteri Langit.
"Di mana ada lowongan pekerjaan untuk Raja Kera ini?"
Bu-seng-kun yang memimpin bidang kemiliteran menjawab.
"Di tempat hamba semua pegawainya sudah lengkap, kecuali di Gi-makam yang belum ada pengurusnya. "
Giok Tee mengangguk.
"Kalau begitu, angkatlah dia menjadi pitma-un,"
Sabdanya. Bu-seng-kun menoleh ke arah Si Raja Kera.
"Ayo cepat haturkan terima kasih!"
Sekali lagi Sun Go-kong bersikap patuh, dan Giok Tee tersenyum senang, lalu menitahkan Bok-tek Seng-khoa untuk mengantar pegawai baru ini ke Gi-ma-kam untuk segera memangku jabatannya.
Sun Go-kong merasa sangat bangga.
Ia mengikuti Bok-tek Seng khoa mengundurkan diri dan langsung menuju tempat kerjanya.
Setelah Bok-tek Seng-khoa meninggalkannya, pit-ma-un pun menghimpun semua karyawan bawahannya untuk mengatur pekerjaan mereka.
Gi-ma-kam adalah istal atau kandang kuda langit.
Dalam istal-istal yang terawat rapi dan bersih dipelihara empat ribu ekor kuda sembrani jempolan.
Di sinilah sekarang Sun Go-kong mengatur orang-orangnya untuk merawat semua kuda sembrani itu.
Mengatur makan dan minumnya tidak boleh kurang sedikit pun, hingga dalam tempo singkat, semua binatang itu menjadi gemuk dan sangat bersih bulunya.
Setengah bulan kemudian, Sun Go-kong dijamu oleh semua bawahannya yang ingin memberinya perayaan selamat datang.
Di tengah acara makan-minum, sambil mengangkat cawannya Sun Go-kong pun bertanya.
"Aku dianugerahi pangkat pit-ma-un. Sejatinya aku masih bingung dan belum mengerti apa ini artinya?"
"Itu adalah nama jabatan di sini,"
Sahut seorang karyawan yang sok pintar.
"Sampai di mana tingkatan pangkat pit-ma-un ini?"
"Tidak ada tingkat-tingkatannya..."
"Wah, kalau tidak ada tingkatannya, berarti pangkat ini besar luar biasa?"
"Tidak, sebetulnya tidak besar. Inilah yang dibilang bi-jip-liu..."
"Apa artinya itu?"
"Itu berarti belum masuk hitungan, tingkatan yang paling rendah,"
Jelas si karyawan sok pintar dan sok tahu tadi.
"Pangkat pit-ma-un tidak berarti banyak, cuma sekadar abal-abal belaka. Kewajibannya hanya merawat kuda. Untungnya sejak memimpin para pekerja di sini, Tong-cun sangat rajin, sehingga semua kuda ter pelihara sampai menjadi gemuk-gemuk. Coba kalau Tong-cun alpa, tentu kau bakal ditegur dan dihukum..."
Mendengar sampai di sini, Sun Go-kong naik darah hingga menggertakkan giginya.
"Kurang ajar! Begini rupa aku, si Sun Tua dilecehkan?"
Serunya penasaran.
"Di Hoa-ko-san aku sudah menjadi raja yang dihormati laksaan rakyatku, kenapa aku dihina begini? Ditipu habis-habisan! Diundang cuma untuk menjadi belantik, tukang piara kuda! Ini derajat yang rendah sekali! Tidak bisa, aku tidak sudi lagi menjadi pit-ma-un! Lebih baik pergi saja dari sini!"
Saking murkanya, Sun Go-kong langsung membalikkan meja sampai terguling, lalu dari dalam telinganya ia mengeluarkan sebuah jarum.
Sekali goyang saja, jarum itu berubah menjadi toya emas Kim-ko-pang!
Dengan memutar toya wasiat itu, ia berlari keluar dari Gi-ma-kam, menuju ke Lam-thian-bun!
Semua pengawal pintu gerbang langit sekarang telah mengetahui bahwa Sun Go-kong telah diangkat menjadi pit-ma-un, maka tiada seorang pun yang melarangnya keluar-masuk.
Begitu keluar dari gerbang, ia langsung berjumpalitan dari mega ke mega!
Sekejap mata kemudian Bi-kauw-ong sudah tiba kembali di Hoa-kosan.
Begitu menjejakkan kakinya kembali ke kampung-halamannya, bukan main senangnya melihat Su-kian-ciang atau Empat Sekawan Panglima tengah tekun melatih pasukan kera.
"Hai, Anak-Anak, Rajamu telah kembali!"
Teriaknya dengan lantang.
Semua kera langsung bersorak sorai mengelu-elukannya.
Dengan langkah lebar Sun Go-kong masuk ke dalam Gua Cui-liamtong, lalu menjatuhkan diri ke atas singgasana batunya.
Beberapa ekor kera segera menyuguhkan arak dan bebuahan segar.
"Kionghi, selamat, Tay-ong telah naik ke langit,"
Puji Lo-kauw sambil menjura.
"Sudah belasan tahun Tay-ong meninggalkan kami, baru sekarang kembali, pasti Tay-ong telah mengenyam kesenangan dan kemuliaan di langit. "
"Belasan tahun apa? Orang aku hanya pergi selama sebulan, bagaimana kau bilang sampai selama itu?"
Tanya Si Raja sambil mengernyitkan keningnya.
"Tay-ong, kau yang tinggal di langit tentu tidak merasakan jalannya waktu,"
Ujar si sesepuh kera.
"Tapi memang dibilang oleh orang-orang pintar, satu hari di langit konon sama dengan setahun di dalam dunia. Tapi, eh, Tay-ong memangku pangkat apa di sana?"
Sun Go-kong menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sungguh memalukan. Betul-betul bikin sakit hati!"
Omelnya.
"Silakan dia masuk,"
Titah Giok Tee.
Si Raja Naga dari Laut Timur segera dipanggil menghadap.
Sambil berlutut memberi hormat, Auw Kong menyerahkan surat pengaduannya.
Sian-tong (kacung dewa yang bersosok anak-anak) segera membeberkan surat pengaduan tersebut di atas meja, hingga Kaisar Kumala bisa membacanya dengan jelas.
Isi pengaduan itu tentang Sun Go-kong dari Gua Cui-liam-tong, Gunung Hoa-ko-san, yang telah mengacau Laut Timur.
Empat raja laut terpaksa tunduk kepadanya.
Oleh sebab itulah mereka memohon bantuan Thian-peng atau Perwira Langit untuk menaklukkan Si Siluman Kera agar empat laut di Bumi tak diganggunya lagi.
Setelah membaca dan memaklumi isinya, Giok Tee pun bersabda.
"Tim nanti akan mengirim satu perwira perang untuk menahan Siluman Kera yang nakal itu. " (Tim adalah sebutan untuk diri sendiri bagi seorang kaisar). Tang-hay Liong-ong menjura untuk menghaturkan terima kasih dan mengundurkan diri. Baru saja ia berlalu, berganti menghadap Kat Sian-ong Thiansu yang melaporkan kedatangan Beng-su Cin-kong-ong membawa surat pengaduan dari Ketua Akhirat, Yu Beng Kauwcu Tee-chongong Pou-sat. Dayang langit Toan-gan Giok-li segera menerima surat laporan itu dan membentangkannya di atas meja. Surat pengaduan ini melaporkan tentang perbuatan onar yang dilakukan Sun Go-kong dari Cui-liam-tong, Hoa-ko-san. Bagaimana ia mencorat-coret Kitab Daftar Hidup-Mati, bahkan merobeknya, menghajar setan-setan penghuni kota akhirat, serta memaksa Sipthian Giam-ong tunduk kepadanya. Dampaknya, banyak hewan jenis primata yang tak pasti lagi umurnya. Maka Tee-chong-ong Pou-sat mohon keadilan, agar Siluman Kera itu secepatnya ditangkap dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Giok Tee menerima pengaduan ini. Beliau berjanji akan membekuk Si Siluman Kera, dan menyilakan Cin-kong-ong kembali. Cin-kong-ong pun menghaturkan terima kasih dan mengundurkan diri. Sekarang Giok Tee beralih pada semua pejabat tinggi Langit yang hadir.
"Kapan lahirnya Siluman Kera itu? Bagaimana asal-usulnya?"
"Siluman Kera itu lahir pada tiga ratus empat puluh dua tahun yang lalu dari sebuah batu ajaib,"
Jawab Cian-li-gan yang didampingi Sun-hong-ji.
Meskipun begitu kedua malaikat yang bisa melihat dan mendengar jauh itu belum mengetahui, sejak kapan, di mana, atau dari siapa Si Kera Batu menguasai ilmu kesaktian sampai selihai sekarang.
Giok Tee mengangguk-angguk.
"Sekarang siapa yang bersedia turun ke Bumi untuk menaklukkan Siluman Kera nakal ini?"
Thay-pek Kim-che menyarankan.
"Siluman Kera itu dilahirkan oleh keajaiban alam, namun sosoknya tak berbeda dengan manusia, apalagi sekarang ia telah menguasai ilmu kesaktian tingkat tinggi. Sebaiknya ia dikasihani. Bagaimana kalau ia dipanggil saja untuk menghadap ke sini dengan dijanjikan akan diberi pangkat. Masalah rendah atau tinggi pangkatnya, tidak menjadi soal. Kalau ia bersedia mendengar titah, di kemudian hari boleh dinaikkan pangkatnya. Sebaliknya, kalau ia membangkang, barulah ditangkap. Dengan taktik ini, dua keuntungan sekaligus kita raih. Pertama, tak perlu mengerahkan tenaga besar. Kedua, kita menjalankan peraturan yang pantas dan terhormat. "
Giok Tee senang mendengar saran ini.
"Tim menerima baik usulan Keng ini,"
Sabdanya.
(Keng adalah sebutan dari seorang Kaisar terhadap seorang menteri atau abdinya).
Begitulah, Bun Kok-che ditugasi untuk menulis sebuah seng-ci atau firman.
Dan Thay-pek Kim-che sendiri yang mesti membawa firman Raja Langit tersebut ke Hoa-ko-san.
Thay-pek Kim-che menyatakan patuh, dan segera melayang turun dari Istana Langit ke Hoa-ko-san.
Saat dewa yang sosoknya mirip pertapa tua ini melayang turun ke depan Gua Cui-liam-tong, sejumlah kera yang sedang bermain menjadi gempar.
"Jangan takut, jangan panik, aku adalah Thian-su, utusan Langit,"
Ujarnya.
"Aku datang membawa seng-ci untuk mengundang rajamu ke langit. Jadi cepat kalian panggil Tay-ong-mu!"
Kebanyakan kera hanya terbengong-bengong bingung.
Hanya dua ekor kera hulubalang yang cerdas segera berlari masuk ke dalam gua.
Mendengar laporan kera hulubalangnya Sun Go-kong menjadi kegirangan.
"Selama dua hari belakangan ini aku memang sedang berpikir-pikir ingin berjalan-jalan meninjau Istana Langit,"
Ujarnya.
"Lekas kalian undang Thian-su itu masuk!"
Thay-pek Kim-che masuk ke dalam gua, lalu berdiri di tengah-tengah dan memperkenalkan dirinya.
"Aku adalah Say-hong Thay-pek Kim-che, mengemban titah Giok Tee untuk mengundangmu naik ke Langit untuk dianugerahi pangkat. "
Bi-kauw-ong tertawa riang.
"Terima kasih, mari kujamu dulu Thian-su..."
"Tidak usah,"
Sahut sang dewa sambil menggoyangkan tangannya.
"Saat menjalankan tugas, kami tidak diperkenankan minum arak, apalagi berdiam lama-lama. Biarlah pada kesempatan lain saja kuterima undanganmu. "
"Baiklah kalau begitu,"
Ujar Sun Go-kong tak memaksa, lalu ia meninggalkan pesan pada keempat kian-ciang untuk menjaga dengan sebaik-baiknya rakyat kera selama kepergiannya.
"Kita lihatlihat dulu keadaannya, siapa tahu kelak aku bisa mengajak kalian semua untuk kita tinggal bersama di langit?"
Bisiknya.
Keempat kian-ciang saking girangnya sampai tak mampu berkata-kata lagi.
Sun Go-kong sendiri langsung mengikuti Thay-pek Kim-che terbang ke langit… Sun Go-kong Bertanding Melawan Bocah Super Sakti Lo-cia LMU terbang atau berjalan melayang di udara Sun Go-kong berbeda dengan cara para dewa atau malaikat.
Maka tidak mengherankan kalau ia telah jauh mendahului Thay-pek Kim-che.
Selagi sang dewa tua masih asyik melayang jauh di belakang, Si Raja Kera dengan beberapa kali jumpalitan saja sudah tiba di pintu gerbang Istana Langit Selatan, yakni Lam-thian-bun.
Terpaksa di depan ger bang ini ia mesti menunggu kedatangan Sang Thian-su.
Komandan Penjaga Gerbang Langit, Ceng-tiang Thian-ong, yang memimpin seregu Tay-lek Thian-teng atau pengawal langit yang tangguh, yakni Bang, Lauw, Sun, Pit, Teng, Sien, Thio, dan To, tentu saja tak mengizinkan sembarangan insan menerobos masuk.
Sikap mereka sangat garang, apalagi masing-masing berbekal persenjataan lengkap dari tombak panjang, golok besar, sampai pedang yang berkilauan.
Wah, jangan-jangan aku kena tipu, batin Si Raja Kera.
Ini pasti tipu muslihat si tua bangka Thay-pek Kim-che yang licin!
Bukankah aku, si Sun Tua, adalah undangan Giok Tee?
Kenapa sekarang antek-anteknya ini mencegatku dengan menyiapkan banyak senjata begini?
Untunglah, sebelum Bi-kauw-ong kehabisan kesabarannya dan keburu mengumbar kemarahannya, terlihat Thay-pek Kim-che dengan santai melayang mendatangi.
Belum lagi sang dewa utusan datang cukup dekat, Sun Go-kong sudah menyambut dengan dampratannya.
"Hei, tua bangka, kenapa kau menipuku? Tadi kau bilang Giok Tee mengundangku untuk dianugerahi pangkat, lalu kenapa sekarang di gerbang Lamthian-bun aku dicegat dan dilarang masuk?"
"Aha, jangan gusar dulu, Tay-ong,"
Sahut Thay-pek Kim-che sambil tertawa.
"Ilmumu kelewat tinggi hingga meninggalkan aku jauh di belakang. Lalu kau sampai di sini sendirian saja, belum memperkenalkan diri, bagaimana mereka berani sembarangan mengizinkan kau masuk?! Tunggu saja sampai nanti kau sudah menghadap Thian-cun dan dianugerahi pangkat, maka untuk selanjutnya kau punya kartu pass untuk bebas keluar-masuk, tak akan ada yang melarangmu!"
"Kalau begitu, baiklah, sekarang aku tak mau masuk!"
Si Raja Kera mengambek.
"Eh, eh, jangan begitu, Tay-ong,"
Ujar Thay-pek Kim-che sembari menarik tangan Sun Go-kong.
"Ayo kita masuk bersama-sama saja!"
Lalu di depan pintu gerbang, si dewa tua berseru.
"Thian-ciang dan Thian-peng! Lekas bukakan pintu gerbang, aku tengah mengan tar calon dewa dari dunia yang diundang dengan firman Giok Tee!"
Mendengar seruan ini, Ceng-tiang Thian-ong segera menitahkan regu pengawal membukakan pintu gerbang dan menyilakan Thaypek Kim-che berdua masuk.
Melihat hal ini barulah Sun Go-kong juga percaya pada penjelasan Si Dewa Tua.
Sambil berjalan masuk di samping Thay-pek Kim-che yang berjalan perlahan-lahan, sepasang mata Si Raja Kera jelalatan mengawasi sekitarnya.
Timbullah kekagumannya melihat keindahan alam surgawi.
Pintu Langit terdiri dari kaca bening bertabur mustika dan kumala.
Meganya berwarna kuning keemasan.
Ternyata segala sesuatu di atas langit sama belaka dengan di muka Bumi, hanya lebih indah, lebih asri, lebih bersih, pokoknya segalanya lebih bagus.
Belasan goan-swe atau panglima yang berseragam gagah mentereng berdiri di kiri-kanan.
Seorang panglima besar berdiri di samping pilar kokoh dengan tangan memegang sebuah panji.
Belasan malaikat yang mengenakan rompi emas kim-kah berlatih di depannya dengan memegang senjata di tangan kanan dan panji di tangan kiri.
Di bagian dalam pendopo, tiang-tiang besar, kokoh kuat, dililit naga yang sisiknya keemasan dengan kumis-jenggot merah.
Di halaman berderet jambangan porselen berukir, menuju ke sebuah jembatan melengkung di atas telaga asri.
Di sini beterbangan beberapa ekor burung hong (phoenix) yang di dunia dipuja sebagai unggas nirwana.
Di sini, di dalam surga terdapat tiga puluh tiga Thian-kiong, Istana Langit, dengan tujuh puluh dua po-thian atau pendopo luas yang digunakan untuk tempat bermusyawarah, rapat, atau pertemuan para dewa.
Dalam setiap po-thian berdiri panggung siu-seng-tay yang dihiasi pot tanaman yang bunganya mekar indah kekal abadi selama ribuan tahun tak kunjung rontok.
Di ujung sebelah pojok sana terlihat lianyoh-lou, dapur untuk memasak obat dewa.
Di sekitarnya tumbuh rumput langit yang tetap hijau segar selama laksaan tahun.
Di atas loteng, tembok bersinar keemasan bersaing dengan bintangbintang yang berkelap-kelip tak hentinya.
Thay-pek Kim-che mengajak Sun Go-kong langsung memasuki Leng-siau Po-thian, tanpa melaporkan kedatangannya pada siapa pun lagi.
Ia menghadap Giok Tee dan menjalankan penghormatan sebagaimana mestinya.
Namun Bi-kauw-ong hanya berdiri diam di sampingnya, tanpa ikut memberikan hormatnya.
"Lapor, Dewa Siluman Kera sudah datang,"
Ujar Thay-pek Kimche.
"Mana dewa itu?"
Tanya Giok Tee.
"Lo-Sun berada di sini!"
Sahut Si Raja Kera yang baru sekarang menjura. Semua dewa dan malaikat yang hadir menjadi terperanjat melihat sikapnya yang terbilang kurang ajar ini.
"Betul-betul siluman monyet yang masih liar,"
Gerendeng seorang dewa yang merasa tersingung.
"Mestinya dihukum mati saja!"
Rupanya Giok Tee mendengar gerendengan ini, hingga sambil tersenyum simpul ia bersabda.
"Sun Go-kong adalah dewa siluman dari dunia. Ia baru mendapatkan raga manusia, maka belum terlalu mengenal adat istiadat dan sopan-santun kita. Perihal ini mesti dimaklumi dan boleh diampuni. "
"Kalau begitu, lekas kau menghaturkan terima kasih!"
Anjur dewa yang tersinggung tadi pada Si Raja Kera.
Rupanya kebijaksanaan dan perbawa Giok Tee terasa juga oleh Sun Go-kong, hingga ia bersikap patuh dan mau menghaturkan terima kasih.
Sambil tetap tersenyum ramah Giok Tee bertanya kepada para Menteri Langit.
"Di mana ada lowongan pekerjaan untuk Raja Kera ini?"
Bu-seng-kun yang memimpin bidang kemiliteran menjawab.
"Di tempat hamba semua pegawainya sudah lengkap, kecuali di Gi-makam yang belum ada pengurusnya. "
Giok Tee mengangguk.
"Kalau begitu, angkatlah dia menjadi pitma-un,"
Sabdanya. Bu-seng-kun menoleh ke arah Si Raja Kera.
"Ayo cepat haturkan terima kasih!"
Sekali lagi Sun Go-kong bersikap patuh, dan Giok Tee tersenyum senang, lalu menitahkan Bok-tek Seng-khoa untuk mengantar pegawai baru ini ke Gi-ma-kam untuk segera memangku jabatannya.
Sun Go-kong merasa sangat bangga.
Ia mengikuti Bok-tek Seng khoa mengundurkan diri dan langsung menuju tempat kerjanya.
Setelah Bok-tek Seng-khoa meninggalkannya, pit-ma-un pun menghimpun semua karyawan bawahannya untuk mengatur pekerjaan mereka.
Gi-ma-kam adalah istal atau kandang kuda langit.
Dalam istal-istal yang terawat rapi dan bersih dipelihara empat ribu ekor kuda sembrani jempolan.
Di sinilah sekarang Sun Go-kong mengatur orang-orangnya untuk merawat semua kuda sembrani itu.
Mengatur makan dan minumnya tidak boleh kurang sedikit pun, hingga dalam tempo singkat, semua binatang itu menjadi gemuk dan sangat bersih bulunya.
Setengah bulan kemudian, Sun Go-kong dijamu oleh semua bawahannya yang ingin memberinya perayaan selamat datang.
Di tengah acara makan-minum, sambil mengangkat cawannya Sun Go-kong pun bertanya.
"Aku dianugerahi pangkat pit-ma-un. Sejatinya aku masih bingung dan belum mengerti apa ini artinya?"
"Itu adalah nama jabatan di sini,"
Sahut seorang karyawan yang sok pintar.
"Sampai di mana tingkatan pangkat pit-ma-un ini?"
"Tidak ada tingkat-tingkatannya..."
"Wah, kalau tidak ada tingkatannya, berarti pangkat ini besar luar biasa?"
"Tidak, sebetulnya tidak besar. Inilah yang dibilang bi-jip-liu..."
"Apa artinya itu?"
"Itu berarti belum masuk hitungan, tingkatan yang paling rendah,"
Jelas si karyawan sok pintar dan sok tahu tadi.
"Pangkat pit-ma-un tidak berarti banyak, cuma sekadar abal-abal belaka. Kewajibannya hanya merawat kuda. Untungnya sejak memimpin para pekerja di sini, Tong-cun sangat rajin, sehingga semua kuda ter pelihara sampai menjadi gemuk-gemuk. Coba kalau Tong-cun alpa, tentu kau bakal ditegur dan dihukum..."
Mendengar sampai di sini, Sun Go-kong naik darah hingga menggertakkan giginya.
"Kurang ajar! Begini rupa aku, si Sun Tua dilecehkan?"
Serunya penasaran.
"Di Hoa-ko-san aku sudah menjadi raja yang dihormati laksaan rakyatku, kenapa aku dihina begini? Ditipu habis-habisan! Diundang cuma untuk menjadi belantik, tukang piara kuda! Ini derajat yang rendah sekali! Tidak bisa, aku tidak sudi lagi menjadi pit-ma-un! Lebih baik pergi saja dari sini!"
Saking murkanya, Sun Go-kong langsung membalikkan meja sampai terguling, lalu dari dalam telinganya ia mengeluarkan sebuah jarum.
Sekali goyang saja, jarum itu berubah menjadi toya emas Kim-ko-pang!
Dengan memutar toya wasiat itu, ia berlari keluar dari Gi-ma-kam, menuju ke Lam-thian-bun!
Semua pengawal pintu gerbang langit sekarang telah mengetahui bahwa Sun Go-kong telah diangkat menjadi pit-ma-un, maka tiada seorang pun yang melarangnya keluar-masuk.
Begitu keluar dari gerbang, ia langsung berjumpalitan dari mega ke mega!
Sekejap mata kemudian Bi-kauw-ong sudah tiba kembali di Hoa-kosan.
Begitu menjejakkan kakinya kembali ke kampung-halamannya, bukan main senangnya melihat Su-kian-ciang atau Empat Sekawan Panglima tengah tekun melatih pasukan kera.
"Hai, Anak-Anak, Rajamu telah kembali!"
Teriaknya dengan lantang.
Semua kera langsung bersorak sorai mengelu-elukannya.
Dengan langkah lebar Sun Go-kong masuk ke dalam Gua Cui-liamtong, lalu menjatuhkan diri ke atas singgasana batunya.
Beberapa ekor kera segera menyuguhkan arak dan bebuahan segar.
"Kionghi, selamat, Tay-ong telah naik ke langit,"
Puji Lo-kauw sambil menjura.
"Sudah belasan tahun Tay-ong meninggalkan kami, baru sekarang kembali, pasti Tay-ong telah mengenyam kesenangan dan kemuliaan di langit. "
"Belasan tahun apa? Orang aku hanya pergi selama sebulan, bagaimana kau bilang sampai selama itu?"
Tanya Si Raja sambil mengernyitkan keningnya.
"Tay-ong, kau yang tinggal di langit tentu tidak merasakan jalannya waktu,"
Ujar si sesepuh kera.
"Tapi memang dibilang oleh orang-orang pintar, satu hari di langit konon sama dengan setahun di dalam dunia. Tapi, eh, Tay-ong memangku pangkat apa di sana?"
Sun Go-kong menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sungguh memalukan. Betul-betul bikin sakit hati!"
Omelnya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved