Bab 5
by Yan Widjaya
21:30,Aug 22,2024
Dalam tempo hanya sepenanakan nasi lamanya, Sun Go-kong sudah melihat kampung halamannya, Hoa-ko-san, bahkan langsung ke Gua Cui-liam-tong.
Bukan kepalang sukacitanya, terutama karena teringat betapa pada waktu berangkat dulu ia hanyalah seekor kera batu yang mirip dengan kera biasa-biasa saja, namun sekarang sudah berubah menjadi kera sakti yang gagah perkasa.
Dulu, dengan susah payah ia menolakkan galah bambu, dengan sampan menyeberangi lautan, namun sekarang dengan gampang dan cepat sekali sudah mencapai tempat asalnya.
Sambil memikirkan itu semua, Sun Go-kong meluncur turun dari mega.
Kedua kakinya menginjak bumi lagi, tepat di depan air terjun yang mirip tirai alami itu.
Tetapi rasanya aneh sekali, karena tak kelihatan seekor kera pun di sekitar tempat itu.
"Hai, anak-anak! Rakyatku! Aku sudah kembali!"
Teriak Si Raja Kera dengan suara lantang.
Sekejap mata saja dari sela-sela batu, dari atas pohon, berlompatan keluar ratusan ekor kera yang rupanya tadi bersembunyi.
Mereka semua beramai-ramai mengerumuni dan mengelu-elukan Bi-khauwong.
"Tay-ong, Tay-ong!"
Sorak mereka gembira bercampur sedih.
"Tay-ong, kau tega sekali!"
Seru Lo-kauw, sang sesepuh kera, sambil menyibak kerumunan kera.
"Lama sekali kau pergi meninggalkan kami di sini! Sampai kami semua ditindas dalam kemalangan, dijadikan budak!"
Sun Go-kong terpana.
"Apa yang terjadi? Siapa yang berani menindas kalian?"
Lo-kauw segera menuturkan.
"Kami semua telah diperbudak oleh siluman yang datang merebut gua tempat hunian kita. Kami sudah mencoba melawan, tetapi tak berdaya melawan kesaktiannya. Untunglah sekarang Tay-ong telah kembali, kalau tidak, pasti kami akan sengsara lebih lama lagi dalam cengkeraman siluman penjajah! Bahkan setiap datang ia menculik sepuluh ekor kera muda yang paling kuat untuk digondolnya pergi. "
Sun Go-kong menjadi sangat gusar mendengar laporan si sesepuh kera.
"Siluman apa itu? Kurang ajar sekali! berani-beraninya menindas rakyatku!"
Si Lo-kauw mengungkapkan.
"Ia menyebut dirinya Hun-si Moong, mukimnya di sebelah utara sana..."
"Berapa jauh dari sini sampai ke tempat permukimannya?"
"Kami tidak tahu, karena ia datang dan pergi dengan menung gangi mega. Saking saktinya, ia bisa mendatangkan angin kencang, hujan badai, kilat dan guntur yang menggelegar keras sekali!"
"Huh!"
Cetus Si Raja Kera.
"Baiklah, kalian semua jangan takut lagi. Sudah ada aku di sini. Kalian boleh bebas seperti biasa. Biar nanti kucari siluman itu!"
Sekali menjejakkan kakinya ke bumi, tubuh Sun Go-kong melejit tinggi ke angkasa.
Di tengah udara, ia memutar tubuhnya dan melesat ke jurusan utara.
Dalam sekejap mata sudah sampai ke sebuah gunung tinggi yang angker.
Matanya yang tajam mengawasi sekeliling puncak gunung itu.
Sayup-sayup telinganya yang sangat peka menangkap suara seperti anak-anak kecil tengah bercanda dan tertawa-tawa cekikikan.
Cepat ia menukik turun dari angkasa ke arah asal suara tersebut.
Kakinya segera menginjak bumi kembali, tepat di depan sebuah gua yang tampak sangat angker.
Sekawanan siau-yau atau siluman cilik seperti tuyul tengah bermain melompat-lompat di sekeliling mulut gua itu.
"Hoya!"
Seru Si Raja Kera saat meluncur turun membuat kawanan siau-yau itu ketakutan dan hendak berlari masuk ke dalam gua.
"Hei, jangan pergi kalian!"
Cetus Sun Go-kong.
"Jangan takut! Aku cuma hendak bertanya kepada kalian!"
Kawanan siau-yau merandek.
Ada yang jongkok.
Ada yang mem bungkuk, namun mata bulat mereka mengawasi Si Raja Kera yang baru turun dari langit ini dengan sorot penuh pertanyaan.
"Ya, ya, ketahuilah, aku adalah Si Raja Kera dari Gua Cui-liam-tong di Hoa-ko-san Selatan sana,"
Ujar Sun Go-kong memperkenalkan dirinya lebih dahulu.
"Pemimpin kalian yang katanya bernama Hun-si Mo-ong, Si Raja Iblis, telah datang mengganggu rakyatku ketika aku pergi. Sekarang panggil dia keluar untuk bertemu denganku!"
Kawanan siluman cilik segera kabur, masuk ke dalam gua, untuk melapor.
Mendengar laporan kawanan siau-yau, raja mereka, Hunsi Mo-ong, tertawa tergelak.
"Hoho, hoho, kabarnya memang gerombolan monyet itu mempunyai raja yang sedang pergi berkelana untuk mencari kesaktian. Rupanya sekarang dia baru pulang. Hoh, seperti apa sih tampangnya dan senjata apa yang dibawanya?"
Siluman cilik yang paling besar badannya, kira-kira setinggi deng kul kaki lelaki dewasa, segera mewakili semua temannya untuk menjawab.
"Dia tidak membawa senjata apa-apa; kelihatannya bertangan kosong saja. Gerak-geriknya seperti manusia, kendati tetap bermuka kera. Tingginya seperti seorang pemuda praremaja. Kepalanya tidak memakai topi, bajunya merah, angkinnya kain kuning, sepatunya hitam. Memakai jubah pertapa, tapi bukan seperti hwesio, lebih mirip seorang tosu. "
Hwesio adalah padri agama Buddha yang kepalanya dicukur licin, sedangkan tosu adalah imam agama Tao, yang rambutnya dibuhul membentuk konde di atas kepalanya.
"Hoho, mungkin saja ia menyambar jubah itu dari jemuran manusia, lalu asal pakai saja! Baiklah, kalau begitu cepat ambilkan jubah perang dan senjataku!"
Perintah Hun-si Mo-ong.
Si ketua siau-yau segera mengajak tiga siau-yau yang lebih kecil masuk ke bagian gua tempat penyimpanan semua peralatan perang.
Sebentar saja Si Raja Iblis sudah mengenakan jubah perang dan berbekal sebilah golok bergagang panjang; lalu memimpin semua siluman cilik untuk keluar dari guanya.
"Hoho, hoho, mana dia Si Raja Kera dari Cui-liam-tong?"
Teriaknya sambil melangkah keluar.
Sun Go-kong berdiri tegak dan bertolak pinggang di depan gua.
Dilihatnya musuhnya mengenakan topi kuning emas yang bersinar berkilauan, jubah perang besar, celana hitam, ikat pinggang, dan sepatu dari kulit.
Wajahnya segarang jenderal perang.
Tubuhnya besar dan tinggi mirip raksasa, dengan golok berkilat tajam bergagang panjang, sepasang matanya bulat dan menonjol keluar mirip ikan mas koki.
"Hei, siluman bermata besar,"
Cetus Sun Go-kong.
"Kau betulbetul tidak memandang mata padaku, Si Lo-Sun?"
Lo-Sun berarti Sun Tua, sebutan yang digunakan Sun Go-kong untuk dirinya sendiri, sebagai tanda bahwa usia dan derajatnya jauh lebih tinggi ketimbang lawan bicaranya.
Hun-si Mo-ong menunduk dan tertawa besar demi melihat Si Kera Batu.
"Hoho, badanmu begini pendek! Rasanya umurmu pun baru tiga puluh tahunan, malah tidak punya senjata apa-apa?! Tapi nyalimu betul-betul gede hingga begini galak! Hoho, katanya kau mencariku, mau apa hoh?"
"Siluman bengkak kurang ajar! Betul-betul kau punya mata tapi sama saja seperti buta; tidak punya otak lagi!"
Bentak Sun Go-kong dengan gusar.
"Kau bilang aku pendek? Tidak sulit untuk menjadi besar! Kau lihat aku tak punya senjata? Ya, karena cukup dengan satu tinjuku sudah bisa membuatmu mental ke ujung langit!"
Begitu menutup mulutnya, Sun Go-kong langsung merangsek maju.
Dengan sikap memandang enteng, Hun-si Mo-ong mengulapulapkan tangan kirinya untuk menangkis.
"Hoh, monyet cebol! Kamu kecil sekali, bertangan kosong lagi! Kalau aku membunuhmu dengan golokku, orang sedunia pasti menertawakan aku! Tunggu, kutaruh golokku dulu, baru kulayani kau tanpa senjata juga!"
"Hei, rupanya kau jantan juga! bagus, ayo maju!"
Sambut Bikhauw-ong.
Si Raja Iblis menancapkan gagang senjatanya sampai melesak dalam ke tanah, lalu meninggalkan goloknya, dan mengayunkan tinjunya.
Sun Go-kong mengelak dengan sebat, lalu balas memukul ke arah pinggang, buk!
"Auuow!"
Pekik Hun-si Mo-ong kesakitan.
Karena tubuhnya memang terlalu tinggi, ia tak bisa melayani Sun Go-kong yang melejit kian kemari dengan gesit sambil memukuli pinggangnya.
Saking kesakitan, Hun-si Mo-ong menjadi naik darah.
Melupakan sikap kesatrianya, ia menyambar goloknya dan langsung membabatkannya hingga mengeluarkan suara angin kencang menderu-deru.
Sun Go-kong melompat mundur.
Ia mencabut segenggam bulunya untuk didekatkan ke mulutnya sambil merapal mantra dan berseru.
"Jadilah!"
Karena kesaktiannya, Sun Go-kong mampu mencipta, seperti dewa.
Begitu tangannya dikibaskan, bulu-bulu itu seketika berubah menjadi puluhan ekor kera.
Pernah ia menghitung bulu di sekujur tubuhnya dengan teliti.
Jumlah keseluruhannya sebanyak delapan laksa empat ribu (84. 000) helai.
Setiap helai bulu itu bisa malih rupa sesuai perintahnya.
Begitulah dari dua puluh satu helai bulu yang disebarkannya telah tercipta dua puluh satu ekor kera yang terus saja mengeroyok dan mengerubuti Si Raja Iblis!
Kera-kera itu ada yang mengganduli kaki Hun-si Mo-ong; ada yang menggigit pinggulnya, bahkan ada yang memanjat punggungnya untuk menjambak rambutnya.
Seketika Hun-si Mo-ong menjadi kewalahan.
Di tengah segala kerepotannya, tahu-tahu golok panjangnya telah direbut oleh Sun Go-kong dan dengan sekali sabet kepala besar Si Raja Iblis pun ditebas sampai terpental copot dari lehernya, menggelinding bagai bola berambut di atas tanah bebatuan!
"Ayo, serbu!"
Perintah Si Raja Kera pada dua puluh satu ekor kera jelmaan bulunya sambil menyerbu ke dalam gua batu.
Di bawah pimpinannya, pasukan kera itu menghabisi kawanan siau-yau penghuni gua.
Lalu ditemukan pula sebuah ruangan penjara yang berisi lebih kurang lima puluh ekor kera muda.
Mereka adalah tawanan yang harus bekerja sebagai budak Si Raja Iblis.
Dengan menyabetkan goloknya, terali penjara itu dibabat putus.
Semua kera muda tawanan ini berlompatan keluar untuk merubung raja mereka.
"Syukurlah, Tay-ong telah datang untuk membebaskan kita dari perbudakan,"
Sorak mereka.
"Sudahlah, sekarang kalian semua keluar,"
Perintah Bi-kauwong.
"Tapi jangan lupa angkut semua senjata yang ada di sini!"
Dua puluh satu ekor kera jelmaan ditiupnya untuk kembali menjadi bulu, lalu dilekatkan ke tempatnya semula.
Sesudah itu Si Raja Kera melontarkan mayat Si Raja Iblis dan kepalanya ke dalam gua, lalu meruntuhkan gua angker tersebut.
Batu-batu besar berguguran terkena angin pukulan jarak jauhnya, menutupi mulut gua tersebut hingga rapat!
Semua kera bekas tawanan menyaksikan perbuatan rajanya dengan hati lega.
"Sekarang kalian semua ikut aku pulang ke Hoa-ko-san!"
Ajak Sun Go-kong.
"Tapi kami tidak tahu jalan pulang,"
Ujar seekor kera.
"Dulu ketika diangkut ke sini, kami cuma mendengar suara angin menderu-deru dan tahu-tahu sudah sampai di sini!"
"Hm, Si Raja Iblis telah menggunakan ilmunya yang masih belum seberapa,"
Ujar Si Raja Kera.
"Gampang, sekarang kalian semua berkumpul yang rapat di sini. Tutup kedua mata, jangan dibuka, supaya kalian tidak takut!"
Semua kera itu patuh, berkumpul, berdempet-dempetan, sambil memejamkan mata mereka.
Sementara tangan mereka memegang bermacam senjata seperti tombak, pedang, golok, busur dan panah, yang telah diikat menjadi satu.
Sun Go-kong merapalkan mantranya.
Sekejap kemudian bertiup angin kencang ke tempatnya semula.
Sesudah itu Si Raja Kera meruntuhkan gua angker tersebut.
Mereka adalah tawanan yang menerbangkan semua kera bekas tawanan itu.
Tiada yang berani membuka mata, kendati kemudian merasakan kaki mereka telah menginjak bumi kembali.
"Nah, Anak-Anak, bukalah mata kalian sekarang!"
Terdengar suara raja mereka memerintahkan.
Barulah beramai-ramai mereka membuka mata dan seketika bersorak kegirangan karena telah kembali ke kampung halaman, tepat di depan air terjun bak tirai alami raksasa!
Kawanan kera berlompatan keluar dari gua di balik air terjun.
Mereka menyongsong kedatangan para bekas tawanan Si Raja Iblis ini dengan penuh kegembiraan.
Sekarang Sun Go-kong telah duduk kembali di singgasana batunya yang lama.
Seluruh rakyat kera berbaris untuk mempersembahkan buah-buahan segar untuknya.
Pada kesempatan ini, si kera paling tua, Lo-kauw, menanyakan bagaimana caranya membebaskan lima puluh ekor lebih kera muda yang ditawan Si Raja Iblis.
Bi-kauw-ong menuturkan semua yang terjadi, dengan kesaksian seluruh kera mantan tawanan.
Mendengar ini semua rakyatnya bersorak bangga.
"Sebenarnya selama bertahun-tahun ini Tay-ong telah berkelana ke mana saja hingga berhasil memperoleh ilmu sakti?"
Tanya si Lokauw lagi.
Sang Raja pun menuturkan pengalamannya, semenjak berlayar pergi, sampai bertemu dengan seorang pertapa sakti yang menerimanya sebagai murid.
"Namun, siapa nama pertapa sakti itu, aku sudah diwanti-wanti melarang mengatakannya kepada siapa pun,"
Ujarnya.
"Yang penting sekarang aku telah berhasil memiliki banyak ilmu, termasuk il mu panjang umur hingga tak bisa mati,"
Begitu Bi-kauw-ong mengakhiri ceritanya. Kembali Lo-kauw memimpin seantero rakyat kera untuk memanjatkan puji syukur dan selamat kepada raja mereka.
"Eh, ada satu hal terpenting lagi yang perlu kuumumkan kepada kalian semua. Sekarang aku sudah mempunyai she dan nama layaknya manusia!"
Cetus Bi-kauw-ong yang baru teringat.
"Wah, kami semua perlu mengetahui, siapakah marga Tay-ong?"
"Margaku Sun dan namaku Go-kong!"
Tawa Si Raja Kera.
"Jadi aku ini Lo-Sun alias Sun Tua!"
Lo-kauw ikut tertawa geli.
"Kalau Tay-ong menyebut diri sendiri Lo-Sun, maka aku juga bisa dipanggil si Lo-Sun kedua, dan seterusnya para laskar kera menjadi Sun-ketiga, Sun-keempat, sampai yang paling bungsu menjadi Sun-kecil! Kita semua mesti memakai marga Sun juga!"
Bukan main gembiranya semua rakyat kera karena mereka pun sekarang sudah mempunyai marga, sama seperti manusia.
Mereka merasa, derajat mereka menjadi lebih tinggi ketimbang binatangbinatang penghuni hutan lainnya!
Toya Pusaka Kim-ko-pang dari Dasar Laut Timur EHARI setelah kembali ke Hoa-ko-san, Bi-kauw-ong langsung menghimpun segenap rakyatnya.
Seluruh jenis primata dari kera, lutung, siamang, monyet, dan lain sebagainya, diharuskan mengikuti latihan baris-berbaris dan olah kemiliteran sebagaimana laiknya tentara kerajaan.
Saat menjadi murid Pertapa Sakti, Sun Go-kong pernah juga mempelajari ilmu perang, maka ia mempunyai keterampilan untuk memimpin bangsa kera membentuk pasukan bela diri.
Persenjataan didapat dari bekas milik Hun-si Mo-ong.
Ditambah lagi dengan buatan sendiri, seperti tombak bambu runcing.
Mereka pun mengerek naik sebuah bendera, serta membangun sebuah perbentengan untuk melindungi wilayah mereka.
"Kalian mesti menguasai cara-cara membela diri! Bila aku pergi pun, kalian takkan bisa dijajah oleh siluman lain yang ingin mengangkangi daerah kekuasaan kita!"
Ujar Bi-kauw-ong yang disambut dengan sorak-sorai seluruh rakyatnya.
"Ya, kami akan berjuang untuk mempertahankan daerah kita!"
Cetus seekor kera gagah yang diangkat menjadi komandan laskar Gua Cui-liam-tong.
Pada suatu siang, selesai melatih pasukannya, Bi-kauw-ong duduk termenung cukup lama.
Lantas ia memanggil Lo-kauw dan sekalian kera tua yang sudah diangkat menjadi Dewan Penasihat Kera.
Bukan kepalang sukacitanya, terutama karena teringat betapa pada waktu berangkat dulu ia hanyalah seekor kera batu yang mirip dengan kera biasa-biasa saja, namun sekarang sudah berubah menjadi kera sakti yang gagah perkasa.
Dulu, dengan susah payah ia menolakkan galah bambu, dengan sampan menyeberangi lautan, namun sekarang dengan gampang dan cepat sekali sudah mencapai tempat asalnya.
Sambil memikirkan itu semua, Sun Go-kong meluncur turun dari mega.
Kedua kakinya menginjak bumi lagi, tepat di depan air terjun yang mirip tirai alami itu.
Tetapi rasanya aneh sekali, karena tak kelihatan seekor kera pun di sekitar tempat itu.
"Hai, anak-anak! Rakyatku! Aku sudah kembali!"
Teriak Si Raja Kera dengan suara lantang.
Sekejap mata saja dari sela-sela batu, dari atas pohon, berlompatan keluar ratusan ekor kera yang rupanya tadi bersembunyi.
Mereka semua beramai-ramai mengerumuni dan mengelu-elukan Bi-khauwong.
"Tay-ong, Tay-ong!"
Sorak mereka gembira bercampur sedih.
"Tay-ong, kau tega sekali!"
Seru Lo-kauw, sang sesepuh kera, sambil menyibak kerumunan kera.
"Lama sekali kau pergi meninggalkan kami di sini! Sampai kami semua ditindas dalam kemalangan, dijadikan budak!"
Sun Go-kong terpana.
"Apa yang terjadi? Siapa yang berani menindas kalian?"
Lo-kauw segera menuturkan.
"Kami semua telah diperbudak oleh siluman yang datang merebut gua tempat hunian kita. Kami sudah mencoba melawan, tetapi tak berdaya melawan kesaktiannya. Untunglah sekarang Tay-ong telah kembali, kalau tidak, pasti kami akan sengsara lebih lama lagi dalam cengkeraman siluman penjajah! Bahkan setiap datang ia menculik sepuluh ekor kera muda yang paling kuat untuk digondolnya pergi. "
Sun Go-kong menjadi sangat gusar mendengar laporan si sesepuh kera.
"Siluman apa itu? Kurang ajar sekali! berani-beraninya menindas rakyatku!"
Si Lo-kauw mengungkapkan.
"Ia menyebut dirinya Hun-si Moong, mukimnya di sebelah utara sana..."
"Berapa jauh dari sini sampai ke tempat permukimannya?"
"Kami tidak tahu, karena ia datang dan pergi dengan menung gangi mega. Saking saktinya, ia bisa mendatangkan angin kencang, hujan badai, kilat dan guntur yang menggelegar keras sekali!"
"Huh!"
Cetus Si Raja Kera.
"Baiklah, kalian semua jangan takut lagi. Sudah ada aku di sini. Kalian boleh bebas seperti biasa. Biar nanti kucari siluman itu!"
Sekali menjejakkan kakinya ke bumi, tubuh Sun Go-kong melejit tinggi ke angkasa.
Di tengah udara, ia memutar tubuhnya dan melesat ke jurusan utara.
Dalam sekejap mata sudah sampai ke sebuah gunung tinggi yang angker.
Matanya yang tajam mengawasi sekeliling puncak gunung itu.
Sayup-sayup telinganya yang sangat peka menangkap suara seperti anak-anak kecil tengah bercanda dan tertawa-tawa cekikikan.
Cepat ia menukik turun dari angkasa ke arah asal suara tersebut.
Kakinya segera menginjak bumi kembali, tepat di depan sebuah gua yang tampak sangat angker.
Sekawanan siau-yau atau siluman cilik seperti tuyul tengah bermain melompat-lompat di sekeliling mulut gua itu.
"Hoya!"
Seru Si Raja Kera saat meluncur turun membuat kawanan siau-yau itu ketakutan dan hendak berlari masuk ke dalam gua.
"Hei, jangan pergi kalian!"
Cetus Sun Go-kong.
"Jangan takut! Aku cuma hendak bertanya kepada kalian!"
Kawanan siau-yau merandek.
Ada yang jongkok.
Ada yang mem bungkuk, namun mata bulat mereka mengawasi Si Raja Kera yang baru turun dari langit ini dengan sorot penuh pertanyaan.
"Ya, ya, ketahuilah, aku adalah Si Raja Kera dari Gua Cui-liam-tong di Hoa-ko-san Selatan sana,"
Ujar Sun Go-kong memperkenalkan dirinya lebih dahulu.
"Pemimpin kalian yang katanya bernama Hun-si Mo-ong, Si Raja Iblis, telah datang mengganggu rakyatku ketika aku pergi. Sekarang panggil dia keluar untuk bertemu denganku!"
Kawanan siluman cilik segera kabur, masuk ke dalam gua, untuk melapor.
Mendengar laporan kawanan siau-yau, raja mereka, Hunsi Mo-ong, tertawa tergelak.
"Hoho, hoho, kabarnya memang gerombolan monyet itu mempunyai raja yang sedang pergi berkelana untuk mencari kesaktian. Rupanya sekarang dia baru pulang. Hoh, seperti apa sih tampangnya dan senjata apa yang dibawanya?"
Siluman cilik yang paling besar badannya, kira-kira setinggi deng kul kaki lelaki dewasa, segera mewakili semua temannya untuk menjawab.
"Dia tidak membawa senjata apa-apa; kelihatannya bertangan kosong saja. Gerak-geriknya seperti manusia, kendati tetap bermuka kera. Tingginya seperti seorang pemuda praremaja. Kepalanya tidak memakai topi, bajunya merah, angkinnya kain kuning, sepatunya hitam. Memakai jubah pertapa, tapi bukan seperti hwesio, lebih mirip seorang tosu. "
Hwesio adalah padri agama Buddha yang kepalanya dicukur licin, sedangkan tosu adalah imam agama Tao, yang rambutnya dibuhul membentuk konde di atas kepalanya.
"Hoho, mungkin saja ia menyambar jubah itu dari jemuran manusia, lalu asal pakai saja! Baiklah, kalau begitu cepat ambilkan jubah perang dan senjataku!"
Perintah Hun-si Mo-ong.
Si ketua siau-yau segera mengajak tiga siau-yau yang lebih kecil masuk ke bagian gua tempat penyimpanan semua peralatan perang.
Sebentar saja Si Raja Iblis sudah mengenakan jubah perang dan berbekal sebilah golok bergagang panjang; lalu memimpin semua siluman cilik untuk keluar dari guanya.
"Hoho, hoho, mana dia Si Raja Kera dari Cui-liam-tong?"
Teriaknya sambil melangkah keluar.
Sun Go-kong berdiri tegak dan bertolak pinggang di depan gua.
Dilihatnya musuhnya mengenakan topi kuning emas yang bersinar berkilauan, jubah perang besar, celana hitam, ikat pinggang, dan sepatu dari kulit.
Wajahnya segarang jenderal perang.
Tubuhnya besar dan tinggi mirip raksasa, dengan golok berkilat tajam bergagang panjang, sepasang matanya bulat dan menonjol keluar mirip ikan mas koki.
"Hei, siluman bermata besar,"
Cetus Sun Go-kong.
"Kau betulbetul tidak memandang mata padaku, Si Lo-Sun?"
Lo-Sun berarti Sun Tua, sebutan yang digunakan Sun Go-kong untuk dirinya sendiri, sebagai tanda bahwa usia dan derajatnya jauh lebih tinggi ketimbang lawan bicaranya.
Hun-si Mo-ong menunduk dan tertawa besar demi melihat Si Kera Batu.
"Hoho, badanmu begini pendek! Rasanya umurmu pun baru tiga puluh tahunan, malah tidak punya senjata apa-apa?! Tapi nyalimu betul-betul gede hingga begini galak! Hoho, katanya kau mencariku, mau apa hoh?"
"Siluman bengkak kurang ajar! Betul-betul kau punya mata tapi sama saja seperti buta; tidak punya otak lagi!"
Bentak Sun Go-kong dengan gusar.
"Kau bilang aku pendek? Tidak sulit untuk menjadi besar! Kau lihat aku tak punya senjata? Ya, karena cukup dengan satu tinjuku sudah bisa membuatmu mental ke ujung langit!"
Begitu menutup mulutnya, Sun Go-kong langsung merangsek maju.
Dengan sikap memandang enteng, Hun-si Mo-ong mengulapulapkan tangan kirinya untuk menangkis.
"Hoh, monyet cebol! Kamu kecil sekali, bertangan kosong lagi! Kalau aku membunuhmu dengan golokku, orang sedunia pasti menertawakan aku! Tunggu, kutaruh golokku dulu, baru kulayani kau tanpa senjata juga!"
"Hei, rupanya kau jantan juga! bagus, ayo maju!"
Sambut Bikhauw-ong.
Si Raja Iblis menancapkan gagang senjatanya sampai melesak dalam ke tanah, lalu meninggalkan goloknya, dan mengayunkan tinjunya.
Sun Go-kong mengelak dengan sebat, lalu balas memukul ke arah pinggang, buk!
"Auuow!"
Pekik Hun-si Mo-ong kesakitan.
Karena tubuhnya memang terlalu tinggi, ia tak bisa melayani Sun Go-kong yang melejit kian kemari dengan gesit sambil memukuli pinggangnya.
Saking kesakitan, Hun-si Mo-ong menjadi naik darah.
Melupakan sikap kesatrianya, ia menyambar goloknya dan langsung membabatkannya hingga mengeluarkan suara angin kencang menderu-deru.
Sun Go-kong melompat mundur.
Ia mencabut segenggam bulunya untuk didekatkan ke mulutnya sambil merapal mantra dan berseru.
"Jadilah!"
Karena kesaktiannya, Sun Go-kong mampu mencipta, seperti dewa.
Begitu tangannya dikibaskan, bulu-bulu itu seketika berubah menjadi puluhan ekor kera.
Pernah ia menghitung bulu di sekujur tubuhnya dengan teliti.
Jumlah keseluruhannya sebanyak delapan laksa empat ribu (84. 000) helai.
Setiap helai bulu itu bisa malih rupa sesuai perintahnya.
Begitulah dari dua puluh satu helai bulu yang disebarkannya telah tercipta dua puluh satu ekor kera yang terus saja mengeroyok dan mengerubuti Si Raja Iblis!
Kera-kera itu ada yang mengganduli kaki Hun-si Mo-ong; ada yang menggigit pinggulnya, bahkan ada yang memanjat punggungnya untuk menjambak rambutnya.
Seketika Hun-si Mo-ong menjadi kewalahan.
Di tengah segala kerepotannya, tahu-tahu golok panjangnya telah direbut oleh Sun Go-kong dan dengan sekali sabet kepala besar Si Raja Iblis pun ditebas sampai terpental copot dari lehernya, menggelinding bagai bola berambut di atas tanah bebatuan!
"Ayo, serbu!"
Perintah Si Raja Kera pada dua puluh satu ekor kera jelmaan bulunya sambil menyerbu ke dalam gua batu.
Di bawah pimpinannya, pasukan kera itu menghabisi kawanan siau-yau penghuni gua.
Lalu ditemukan pula sebuah ruangan penjara yang berisi lebih kurang lima puluh ekor kera muda.
Mereka adalah tawanan yang harus bekerja sebagai budak Si Raja Iblis.
Dengan menyabetkan goloknya, terali penjara itu dibabat putus.
Semua kera muda tawanan ini berlompatan keluar untuk merubung raja mereka.
"Syukurlah, Tay-ong telah datang untuk membebaskan kita dari perbudakan,"
Sorak mereka.
"Sudahlah, sekarang kalian semua keluar,"
Perintah Bi-kauwong.
"Tapi jangan lupa angkut semua senjata yang ada di sini!"
Dua puluh satu ekor kera jelmaan ditiupnya untuk kembali menjadi bulu, lalu dilekatkan ke tempatnya semula.
Sesudah itu Si Raja Kera melontarkan mayat Si Raja Iblis dan kepalanya ke dalam gua, lalu meruntuhkan gua angker tersebut.
Batu-batu besar berguguran terkena angin pukulan jarak jauhnya, menutupi mulut gua tersebut hingga rapat!
Semua kera bekas tawanan menyaksikan perbuatan rajanya dengan hati lega.
"Sekarang kalian semua ikut aku pulang ke Hoa-ko-san!"
Ajak Sun Go-kong.
"Tapi kami tidak tahu jalan pulang,"
Ujar seekor kera.
"Dulu ketika diangkut ke sini, kami cuma mendengar suara angin menderu-deru dan tahu-tahu sudah sampai di sini!"
"Hm, Si Raja Iblis telah menggunakan ilmunya yang masih belum seberapa,"
Ujar Si Raja Kera.
"Gampang, sekarang kalian semua berkumpul yang rapat di sini. Tutup kedua mata, jangan dibuka, supaya kalian tidak takut!"
Semua kera itu patuh, berkumpul, berdempet-dempetan, sambil memejamkan mata mereka.
Sementara tangan mereka memegang bermacam senjata seperti tombak, pedang, golok, busur dan panah, yang telah diikat menjadi satu.
Sun Go-kong merapalkan mantranya.
Sekejap kemudian bertiup angin kencang ke tempatnya semula.
Sesudah itu Si Raja Kera meruntuhkan gua angker tersebut.
Mereka adalah tawanan yang menerbangkan semua kera bekas tawanan itu.
Tiada yang berani membuka mata, kendati kemudian merasakan kaki mereka telah menginjak bumi kembali.
"Nah, Anak-Anak, bukalah mata kalian sekarang!"
Terdengar suara raja mereka memerintahkan.
Barulah beramai-ramai mereka membuka mata dan seketika bersorak kegirangan karena telah kembali ke kampung halaman, tepat di depan air terjun bak tirai alami raksasa!
Kawanan kera berlompatan keluar dari gua di balik air terjun.
Mereka menyongsong kedatangan para bekas tawanan Si Raja Iblis ini dengan penuh kegembiraan.
Sekarang Sun Go-kong telah duduk kembali di singgasana batunya yang lama.
Seluruh rakyat kera berbaris untuk mempersembahkan buah-buahan segar untuknya.
Pada kesempatan ini, si kera paling tua, Lo-kauw, menanyakan bagaimana caranya membebaskan lima puluh ekor lebih kera muda yang ditawan Si Raja Iblis.
Bi-kauw-ong menuturkan semua yang terjadi, dengan kesaksian seluruh kera mantan tawanan.
Mendengar ini semua rakyatnya bersorak bangga.
"Sebenarnya selama bertahun-tahun ini Tay-ong telah berkelana ke mana saja hingga berhasil memperoleh ilmu sakti?"
Tanya si Lokauw lagi.
Sang Raja pun menuturkan pengalamannya, semenjak berlayar pergi, sampai bertemu dengan seorang pertapa sakti yang menerimanya sebagai murid.
"Namun, siapa nama pertapa sakti itu, aku sudah diwanti-wanti melarang mengatakannya kepada siapa pun,"
Ujarnya.
"Yang penting sekarang aku telah berhasil memiliki banyak ilmu, termasuk il mu panjang umur hingga tak bisa mati,"
Begitu Bi-kauw-ong mengakhiri ceritanya. Kembali Lo-kauw memimpin seantero rakyat kera untuk memanjatkan puji syukur dan selamat kepada raja mereka.
"Eh, ada satu hal terpenting lagi yang perlu kuumumkan kepada kalian semua. Sekarang aku sudah mempunyai she dan nama layaknya manusia!"
Cetus Bi-kauw-ong yang baru teringat.
"Wah, kami semua perlu mengetahui, siapakah marga Tay-ong?"
"Margaku Sun dan namaku Go-kong!"
Tawa Si Raja Kera.
"Jadi aku ini Lo-Sun alias Sun Tua!"
Lo-kauw ikut tertawa geli.
"Kalau Tay-ong menyebut diri sendiri Lo-Sun, maka aku juga bisa dipanggil si Lo-Sun kedua, dan seterusnya para laskar kera menjadi Sun-ketiga, Sun-keempat, sampai yang paling bungsu menjadi Sun-kecil! Kita semua mesti memakai marga Sun juga!"
Bukan main gembiranya semua rakyat kera karena mereka pun sekarang sudah mempunyai marga, sama seperti manusia.
Mereka merasa, derajat mereka menjadi lebih tinggi ketimbang binatangbinatang penghuni hutan lainnya!
Toya Pusaka Kim-ko-pang dari Dasar Laut Timur EHARI setelah kembali ke Hoa-ko-san, Bi-kauw-ong langsung menghimpun segenap rakyatnya.
Seluruh jenis primata dari kera, lutung, siamang, monyet, dan lain sebagainya, diharuskan mengikuti latihan baris-berbaris dan olah kemiliteran sebagaimana laiknya tentara kerajaan.
Saat menjadi murid Pertapa Sakti, Sun Go-kong pernah juga mempelajari ilmu perang, maka ia mempunyai keterampilan untuk memimpin bangsa kera membentuk pasukan bela diri.
Persenjataan didapat dari bekas milik Hun-si Mo-ong.
Ditambah lagi dengan buatan sendiri, seperti tombak bambu runcing.
Mereka pun mengerek naik sebuah bendera, serta membangun sebuah perbentengan untuk melindungi wilayah mereka.
"Kalian mesti menguasai cara-cara membela diri! Bila aku pergi pun, kalian takkan bisa dijajah oleh siluman lain yang ingin mengangkangi daerah kekuasaan kita!"
Ujar Bi-kauw-ong yang disambut dengan sorak-sorai seluruh rakyatnya.
"Ya, kami akan berjuang untuk mempertahankan daerah kita!"
Cetus seekor kera gagah yang diangkat menjadi komandan laskar Gua Cui-liam-tong.
Pada suatu siang, selesai melatih pasukannya, Bi-kauw-ong duduk termenung cukup lama.
Lantas ia memanggil Lo-kauw dan sekalian kera tua yang sudah diangkat menjadi Dewan Penasihat Kera.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved