Bab 6 Rumah Baru

by Mawar Ungu 17:58,Aug 28,2023

"Rania, ini ibu dan ayahku." Mahendra memperkenalkan Rania secara khusus kepada orang tuanya.
"Maaf ya, Rania. Kami baru bisa bertemu denganmu, Mahendra tidak mengizinkan kami. Tapi, kami semua yakin dengan pilihan Mahendra. Apa yang menjadi pemikiran kami benar, lihatlah, secantik ini kamu, Rania. Ibu dan ayah senang melihatmu menjadi istri Mahendra. Ibu berharap Mahendra lebih ramah ke depannya!"
"Terima kasih banyak, Bu. Maaf saya juga baru bisa bertemu dengan ibu dan ayah." Rania memberikan senyum terbaiknya yang ditanggapi dengan gembira oleh kedua orang tua Mahendra dan juga Rania.
"Maaf, Ayah dan Ibu. Kami akan langsung pulang ke rumah!" kata Mahendra yang membuat orang tua Rania dan juga Mahendra menoleh bersamaan kepada pria itu.
"Sekarang, Mahendra?" tanya Anggraina.
"Apa kau yakin? Maksud ibu, apa tidak sebaiknya kalian menginap di rumah ibu? Selama beberapa hari saja. Baru kalian pindah ke rumah kalian!" usul Anggraina. Dia sedikit gelisah dan memandanf suaminya dengan perasaan resah yang terlihat jelas. Entah hanya perasaan Rania saja ataukah memang yang sebenarnya. Dia merasa bahwa ibu mertuanya ingin mengatakan sesuatu yang penting, tetapi langsung berhenti ketika ayah mertuanya memberi isyarat samar.
"Tidak, Ibu. Seperti yang sudah aku sampaikan tadi. Aku dan Rania harus mulai terbiasa sebagai pasangan pengantin mulai hari ini. Pasti Rania akan malu jika masih tinggal satu rumah dengan ayah. Benarkan begitu, Rania?" tanya Mahendra menoleh ke arah Rania dengan tatapan mesra yang terasa menusuk bagi Rania.
Rania hanya bisa tersenyum sambil mengangguk. Apalagi yang bisa dia katakan? Menggelengkan kepala lalu mengatakan tidak? Bisa-bisa Rania langsung diusir pulang dan kembali kepada orang tuanya dengan rasa malu. Jadi, dia harus bertahan. Pasti Tuhan akan memberinya kekuatan yang tidak terduga.
"Tapi, Nak Rendra. Kita harus mengadakan acara setelah pernikahan, menyerahkan mempelai perempuan kepada pihak keluarga pria. Masih banyak yang harus kita adakan," ucap Pancawati.
"Tentu saja kami akan mengadakan segala hal itu, Ibu. Namun, tidak sekarang. Saya akan mempersiapkan pesta resepsi yang indah, ibu dan ayah tidak akan khawatir. Putri ayah dan ibu aman bersama saya!"
Kalimat manis yang pasti membuat semua orang terbang jika mendengarnya. Terkecuali Rania tentunya. Di dalam hatinya dia menggeram kesal mendengar apa yang dikatakan oleh Mahendra. Namun, tidak ada yang bisa dikeluhkannya. Sepatah kata keluhan dari Rania akan membuat kucuran dana untuk keluarganya ditarik dengan mudah.
"Kamu atur saja, Nak Rendra. Kami percaya kepadamu." Kali ini Buana Atmaja bersuara.
"Kalau begitu kami permisi dulu, Ayah, Ibu," ucap Mahendra dan memeluk orang tuanya kemudian mertuanya.
Rania juga melakukan hal yang sama. Dia memeluk Pancawati cukup lama, sampai ayahnya menyentuh punggung Rania.
"Rendra sudah menunggumu, Rania!"
Rania melepaskan pelukannya kepada ibunya dan berganti memeluk sang ayah. Hanya sebentar saja. Kemudian mencium punggung tangan semua orang tua dan berjalan meninggalkan orang tua dan mertuanya.
"Mana adik-adik, Bu?" tanya Rania memutar pandangannya ke sekitar tetapi tidak bisa menemukan dimana kedua adiknya berada.
"Mereka sedang berkumpul dengan teman-temannya, ibu akan sampaikan kepada Nayna dan Banyu, lagipula kamu tidak pindah jauh, Sayang. Kami akan sering mengunjungimu!"
Rania melihat dari sudut matanya, pandangan Mahendra yang semakin mengeras. Mungkin Mahendra merasa bahwa Rania terlalu lama. Kalau bisa bahkan Rania enggan beranjak dari tempatnya berdiri, tepatnya dari rumah orang tuanya.
"Ayo!" Suara bariton yang khas itu menyadarkan lamunan Rania ditambah dengan tangan kecilnya yang sudah masuk ke dalam genggaman tangan besar Mahendra. Membuat Rania tersenyum dan sekali lagi melambaikan tangan kepada orang tua dan juga mertuanya.
"Masuklah!" kata Mahendra tersenyum dan membuka pintu mobil untuk Rania. Menampilkan senyuman yang membuat semua orang yakin bahwa seorang Mahendra Pratama Maheswara sangat mencintai sang istri. Membiarkan Rania yang kebingungan dengan perubahan sikapnya itu.
Akhirnya Rania hanya bisa tersenyum mendapat perlakuan manis yang diberikan oleh suaminya. Bahkan Mahendra meletakkan tangannya untuk melindungi kepala Rania dari resiko terbentur. Sungguh sangat manis bukan?
Mahendra mendekat ke arah Rania yang menahan nafas, bahkan dia memejamkan mata menunggu apa yang terjadi.
"Sabuk pengamanmu, jangan sampai kau melupakannya lagi!" Rania membuka mata dan tersipu malu. Sungguh pemikiran yang aneh telah melintasi benaknya, menjadikan raut wajahnya menjadi tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
"Kita mau pulang ke rumah orang tua, Kakak?" tanya Rania memecah keheningan yang berlangsung di dalam mobil. Mereka sudah menjadi suami istri sekarang, jadi tidak ada salahnya Rania memulai pendekatan terlebih dahulu.
"Tidak, ke rumah baru yang sudah aku siapkan untukmu!" kata Mahendra masih dengan nada yang sedingin es.
Jawaban yang membuat Rania terpaku dan tidak tahu apalagi yang harus dikatakannya.
"Apa aku boleh memutar musik, Kak?" tanya Rania, lebih agar tidak terjadi keheningan yang mencekam. Keheningan yang membuat nafasnya sesak.
"Lakukan sesukamu!"
Rania menekan tombol untuk memilih lagu yang disukainya. Ternyata tidak ada, pilihan lagu dalam pemutar musik hanya menampilkan lagu-lagu yang penuh kesedihan saja. Meskipun sangat cocok dengan suaasana hati Rania, dia tidak ingin memutarnya. Jangan sampai air matanya tumpah disini, apalagi dengan Mahendra di sampingnya. Akhirnya Rania memilih untuk mendengarkan radio saja, paling tidak biar saja penyiar radio yang memilih lagu untuk dia dengarkan. Itu akan lebih aman.
"Ah, Kak!" seru Rania tiba-tiba.
"Apalagi!" jawab Mahendra ketus seperti biasanya.
"Aku tidak membawa baju ganti!" Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Bagaimana bisa dia melupakan semua itu, tidak mungkin Rania memakai gaun pengantin sepanjang waktu bukan? Mungkin memang benar apa yang dikatakan oleh Mahendra. Rania benar-benar bodoh!
"Kita sudah jauh dan aku tidak mungkin mau mengantarmu kembali. Pakai saja baju yang ada!"
Tanggapan yang Rania sudah duga, baiklah! Sebaiknya dia menerima nasibnya dengan ikhlas dan patuh. Mungkin nanti Rania bisa memotong gaun pengantin ini agar lebih nyaman digunakan. Besok dia akan menghubungi orang rumah untuk mengantarkan pakaian. Tidak mungkin membeli, jangankan pakaian, dompet dan ponsel saja Rania juga melupakannya.
"Masih jauh, Kak?" tanya Rania lagi. Rasanya perjalanan mereka belum sampai juga, padahal Mahendra sudah lama berkendara. Bahkan sekarang pemandangan jalan yang ramai menjadi lengang. Jarang dilewati kendaraan bermotor.
Tidak ada jawaban dari Mahendra, pandangan Mahendra masih fokus dengan jalanan di hadapannya. Rania menghela nafas panjang dan memilih untuk menikmati pemandangan yang tersaji dari balik jendela.
Setelah beberapa lama berkendara, mobil Mahendra berhenti di sebuah rumah.
"Ini rumah baru kita!" kata Mahendra diiringi dengan pandangan tidak percaya dari Rania melihat rumah di depannya.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

75