Bab 10

by Ritasilvia 16:00,Aug 09,2023
Al tercekat, belum pernah dia menemukan wanita sepemberani ini sebelumnya. Perlahan Al bangkit berjalan menghampiri Safira yang mundur perlahan kebelakang.
 
“Mati aku, sekarang dia tidak akan memaafkan kesalahan ku ini. Aku pasrah jika besok pagi akan kembali dijalan untuk mencari pekerjaan baru lagi.” Gumam Safira yang tidak berani menatap mata elang Al yang semakin mendekat.
 
“Tu...Tuan,” ucap Safira terbata, ketika dia tidak bisa mundur lagi karena tubuhnya sudah tersandar pada dinding ruangan, dan pergerakan nya juga sudah dikunci oleh tangan kekar   Al.
 
“Tatap mataku.” Ucap Al dingin.
 
Jarak yang sangat dekat, membuat hembusan nafas Al menyentuh kulit wajah cantik Safira. Yang masih menunduk.
 
“Tu... Tuan, jarak kita begitu dekat. Bukankah ini tidak baik dimasa pandemi ini.” Ucap Safira seolah-olah mendapatkan ide.
 
“Angkat kepala mu, dan tatap mataku.” Ucap al kembali.
 
Perlahan Safira mengangkat wajahnya, dia menatap wajah tampan dihadapannya ini dengan detak jantung yang terus berpacu kencang.
 
“Matanya.... sangat mirip dan sama persis dengan wanita yang aku anggap sebagai gadis  bayaran lima tahun silam,  yang menangis dan meronta-ronta.” Gumam Al.
 
“Gairahku kembali bergejolak menatapnya seperti ini,” Al semakin mendekat kan tubuhnya, nyaris tanpa jarak lagi diantara mereka berdua. Al tidak menyia-nyiakan kesempatan. Meskipun Safira berusaha menolak namun bibir Al  sudah berhasil mencium Safira dengan buasnya.
 
“Le.... lepaskan, tuan Anda benar-benar keterlaluan.” Safira mendorong kasar tubuh Al, Hingg dia berhasil lolos dari dekapan kuat Al.
 
“Mama pulang,” Safira memasang senyum terbaiknya begitu sampai kembali dirumah sederhana nya.
 
“Hore...hore...Mama pulang.” Teriak Davina diikuti si Abang Devan, mengejar dan menghambur memeluk mamanya Safira yang sudah merentangkan tangannya kearah anak-anak kesayangannya.
 
Rasa lelah, kesal dan capek Safira seakan-akan hilang begitu bertemu dengan sikembar. Setelah menidurkan anak-anak nya, Safira tidak mampu memejamkan matanya.
 
Kejadian sore tadi masih melekat begitu kuat diingatannya.
 
“Bagaimana caranya bagiku untuk menghindari bos mesum itu, aku semakin yakin jika dia adalah laki-laki yang menodai ku malam itu, aroma parfum dan cara nya memperlakukan ku sama persis, aku harus hati-hati mulai sekarang. Jika tidak teringat perjanjian kontrak kerja itu, ingin rasanya aku kabur dari pekerjaan ini.”
 
 Safira perang batin dengan perasaan nya sendiri, hingga tanpa sadar dia akirnya tertidur pulas begitu saja.
 
Pagi ini Safira ingin membuat penampilan nya sedikit berbeda, dia hanya mengolesi bedak tipis, begitu juga bibirnya yang polos tanpa  lipstik.
 
“Aku yakin, dengan penampilan ku yang terkesan buruk ini. Presdir gila itu mau memecarku dan membatalkan kontrak pekerjaan yang sudah aku setujui.” Gumam Safira.
 
Suasana kantor masih terlihat sepi, hanya beberapa orang karyawan dan clining service yang sibuk bekerja sebelum jam kantor dimulai.
 
“Apa aku datang kepagian?” gumam Safira melangkah masuk kedalam lift khusus karyawan, meskipun dia merasa seseorang tengah mengikuti nya dari belakang. Tapi Safira berusaha untuk bersikap cuek.
 
“Paling juga karyawan yang lainnya.” Pikir Safira melangkah masuk dalam lift yang kosong.
 
“Presdir?”
 
Safira mundur beberapa langkah, begitu tahu jika yang ikut masuk dibelakang nya adalah Al.
 
“Kenapa kamu mesti gugup dan terlihat takut? Bukankah kamu berpenampilan seperti ini ingin menggodanya.” Al menaikan sebelah  alisnya.
 
“Tuan kamu salah, aku tidak pernah menggodamu.” Safira  Memalingkan wajahnya.
 
Hal itu membuat Al merasa tertantang, mengingat selama ini begitu banyak wanita yang menggodanya. Namun sikap acuh Safira membuat nya semakin ingin menikmati bibir mungil yang terlihat sangat seksi meskipun tanpa polesan lipstik.

Katakan saja jika kamu menginginkan hal ini.” Al merengkuh pinggang Safira kedalam pelukannya, dan kembali mencium dengan buas bibir Safira.
 
Perasaan Safira berkecamuk, marah, kesal dan benci. Membuatnya refleks mengigit bibir bawah Al, sehingga ciuman laki-laki itu berhasil terlepas.
 
“Kamu?” Al mengusap bibirnya yang mengeluarkan sedikit darah, dan menatap tajam Safira.
 
Sari langsung pergi meninggalkan Al, begitu lift terbuka.
 
Seperti biasa, setiap akir pekan Safira mengajak anak-anaknya menghabiskan waktu dengan jalan-jalan dipusat permainan disalah satu mall terbesar di kota ini.
 
Kali ini Safira mengajak sahabatnya Vita, sekalian mereka bisa ngobrol- ngobrol. mengingat  mereka berdua jarang bertemu. Meskipun sama-sama bekerja di perusahan yang sama namun beda gedung dan divisi.
 
“Safira jika diperhatikan secara seksama, kedua anak-anak kembar mu itu sangat mirip dengan presdir kita.” Ucap Vita.
 
Safira tercekat, meskipun  dia juga mempunyai  pikiran yang sama dengan Vita.
 
“Masa sih Vit, mungkin perasaan mu saja.” Ucap Safira tertawa lepas, menyembunyikan kegundahan nya.
 
“Apa jangan-jangan dia benar-benar ayahnya Devan dan Davina?” ucap Vita spontan.
 
“Tida... tidak mungkin.” Balas Safira sedikit kesal.
 
“Bisa jadi Fira, mengingat malam itu kamu juga tidak bisa melihat dengan jelas, tapi paling tidak kamu pasti ingat kan sedikit wajah tampannya?”
 
“Iya Vit.” Terdengar nada suara Safira yang melemah, tapi aku takut menerima kenyataan, jika ayah anak-anak ku presdir dan dia akan mengambil kedua anak-anak nanti, aku tidak sanggup kehilangan mereka berdua.” Ucap Safira sedih.
 
“Itu tidak mungkin Safira.’ Ucap Vita.
 
“Mungkin saja Vita, Karena dia sanberkuasaa, dan orang seperti kita tidak akan mampu melawan orang seperti bos Aldebaran.” Ucap Safira.
 
“Bagaimana jika untuk memastikan mya, kamu berusaha lah untuk mendapatkan sehelai rambut presdir untuk tes DNA,” terang Vita antusias.
 
“Sepertinya idemu bagus juga.” Safira terlihat sangat tertarik.
 
"Mama, adek mau mainan yang itu ." Teriak Davina membuyarkan obrolan mereka,
 
“Yang mana sayang?”
 
Sibungsu menunjuk salah satu mainan  boneka Barbie yang memakai pakaian ala putri duyung.
 
"Boleh sayang, jadi rumah Barbie nya kita tunda bulan depan ya nak." bujuk Safira, mengingat uangnya tidak akan mungkin cukup untuk membeli banyak mainan.
 
Devan juga sudah mengambil satu macam mainan. mereka  berlari menunjukkan dengan bangga pada Mama yang tengah menunggu didepan meja kasir.
 
"Mama ini punyaku,"menyerahkan ketangan Mama, begitu juga Devan yang mengikuti tingkah adiknya Davina
 
"Iya sayang, sekarang tunggu Mama disana ya." menunjuk kearah Vita yang duduk dikursi yang disediakan untuk para pengunjung.
 
"Okey Mama," menjawab kompak dan berlari kearah Tante Vita, yang sudah lebih dahulu menduduki kursi tersebut.
 
Tidak lama menunggu, Safira sudah membawa bag yang berisi mainan kearah anak-anak nya.
 
"Sebelum pulang, gimana kalau kita makan-makan dulu?" Ajak Vita.
 
"Iya Tante, adek sudah lapar." balas Davina mengusap perutnya, sambil tertawa memperlihatkan lesung pipinya. senyum polos Davina selalu mengingatkan Safira pada presdir Al debaran
 
Mereka langsung menuju restoran yang tidak jauh dari tempat mereka belanja, Safira memesan menu yang disukai oleh anak-anak nya. sambil tersenyum senang, berhubung dia baru menerima gaji pertama nya, sehingga dis bisa menyenangkan selera kedua bocah itu.
 
“Semua boleh makan sepuasnya, karena Tante yang traktir kalian semua.” Ucap Vita.
 
“Terimakasih Tante Vita yang cantik.” Ucap Devan dan Davina serempak, membuat Vita tersenyum senang dan melayang kan ciuman hangat pada kedua pocah yang sangat menggemaskan itu.
 


 

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

33