Bab 8 Bukan Wanita Suci
by Andrew Wang
11:35,Sep 01,2021
Aku memang tidak pantas disebut suci, tapi setitik kesalahan itu tidak pantas juga membuat aku disebut hina!
***
Kemeja Julie Fung ditarik paksa, emosi Anita Fung telah mengkalapkan mata. Pikiran buruk sudah memenuhi seluruh kepalanya, ia yakin putrinya menyimpan kebohongan besar dan mencoba mengelabuinya. Mata wanita tua itu kian nanar, memanas bahkan berkaca-kaca saat melihat banyak bekas ciuman memerah di kulit leher dan dada Julie Fung.
Anita Fung telah membuka kemeja yang dikenakan Julie Fung hingga pakaian dalam atas Julie Fung yang tersisa. Gadis itu terdiam dengan telapak tangan yang terasa dingin, nyaris membeku. Ia tidak akan lolos dari amukan ibunya.
"Kamu kerja apa sebenarnya? Kenapa banyak bekas ciuman di dadamu? Aarrgghh! Julie Fung, jawab ibu!" Bentak Anita Fung, air mukanya menunjukkan betapa marahnya ia sekarang.
Julie Fung tidak bisa menjawab apa-apa, kepalanya malah menunduk seolah hendak kabur dari kesalahan. Membuat Anita Fung kian panas hati hingga ringan tangan, mengayunkan tangannya dengan sekuat tenaga lalu mendarat di pipi kanan Julie Fung.
Plak! Tamparan itu terasa panas dan menelengkan kepala Julie Fung mengikuti arah tangan ibunya. Seketika itu juga air mata Julie Fung bercucuran. Sungguh hari yang panjang dan sial baginya, bahkan ketika ia berhasil lolos dari cengkeraman tangan dingin tuan muda, nyatanya ia tetap menerima penderitaan yang lebih menyakitkan ketika berada di rumah. Tempat yang semestinya aman untuk berlindung, tapi kini persepsi itu rusak oleh perlakuan kasar ibunya.
Julie Fung tidak menghindari serangan ibunya yang membabi-buta memukul pundaknya, lengannya, bahkan menggoyang tubuhnya agar buka mulut. Semakin didesak, pikiran Julie Fung semakin kusut. Semua yang terjadi masih terasa bagaikan mimpi, ia kesulitan harus menjawab mulai darimana.
"Julie Fung, apa kamu mendadak bisu?" Bentak Anita Fung, napasnya menderu hingga ia berhenti menyerang putrinya lagi.
Julie Fung menengadah, menatap teduh pada ibunya dengan mata berlinang air mata. "Pukul lagi ibu, aku senang... Ibu sudah punya tenaga lagi. Kenapa ibu punya tenaga sekuat itu tapi masih saja terlihat lemah?" Desis Julie Fung, pelan namun berhasil menggoyahkan pertahanan ibunya hingga limbung dan terduduk lemah di kursi. Menyandarkan tubuhnya yang sudah menguras banyak tenaga.
"Aku benar-benar lelah, badanku remuk rasanya bu. Tapi hatiku... Hatiku jauh lebih remuk." Lirih Julie Fung, berat mengatakan itu semua dalam kondisi terisak tangis dan terbata-bata.
Anita Fung tergugah, seketika ia merasa bersalah dan melihat sepasang tangannya yang telah memukul putrinya. Melihat raut wajah Julie Fung yang tampak tertekan dan menyedihkan, barulah ia merasa terpukul atas tindakan semena-menanya.
"Julie Fung...." Lirih Anita Fung menatap putrinya, mulai melunak dan menyesali perbuatannya.
Julie Fung tidak menggubris, ia malah berdiri dan berlari meninggalkan ibunya di dapur. Makanannya dibiarkan mubajir, ia tidak punya selera untuk menghabiskannya sekalipun masih lapar.
Bruk! Suara pintu yang dibanting keras itu terdengar nyaring dalam keheningan. Anita Fung memegangi dadanya, gerumuh di dalam sana membuat ia merasakan kesakitan yang nyata di dalam sana. Sakit namun tidak berdarah, hanya luka yang tak kasat mata dan terasa begitu nyata menyiksanya. Ia telah berlaku jahat pada putrinya. Tidak memberikan kesempatan untuk Julie Fung menjelaskan, tidak berusaha meyakinkan putrinya untuk bercerita namun langsung menghardiknya.
Julie Fung membenamkan wajah di atas bantal, menangis sejadi-jadinya, suara tangisannya tidak akan terdengar keluar dengan bantuan perangkat tidur itu. Tak menyangka ibunya bisa semarah itu, padahal biasanya wanita itu bersikap lembut dan tampak lemah. Kini Julie Fung semakin yakin, segala hal yang menyangkut keperawanan, sangat fatal diungkapkan kepada ibunya yang kolot. Dalam kondisi ini, ia tidak sanggup memikirkan jalan keluar untuk masalahnya. Bagaimana menjelaskan semua ini kepada ibunya? Bahwa ia mengganti kerugian yang tidak seberapa bagi pria brengsek itu dengan tubuhnya?
“Aku memang bodoh, bodoh!” Pekik Julie Fung. Andai ia tidak ceroboh hingga mengotori jas Roger Zhu, mungkin ia tidak akan mengecewakan ibunya.
Tok... Tok... Tok... Ketukan pintu terdengar dari luar, pelan namun dalam ritme yang intens. Julie Fung segera menarik selimut, bersembunyi di dalam sana agar tidak berhadapan langsung dengan ibunya, di saat suasana hatinya masih buruk.
Anita Fung masuk tanpa menunggu persetujuan dari si pemilik kamar. Hatinya tidak tenang sebelum ia memastikan kondisi Julie Fung. Perlahan wanita tua itu menempatkan diri di tepi ranjang, duduk di pinggiran ranjang berkasur keras itu. Tempat tidur yang sudah tidak layak digunakan, namun terpaksa difungsikan daripada harus tidur beralas tikar. Anita Fung mengangkat tangannya, meski ada sedikit keraguan yang menghentikan niatnya sejenak, namun ia kembali menggerakkan tangan hingga menyentuh lembut pada tubuh yang tengah meringkuk di bawah selimut.
“Maafkan sikap ibu barusan, ibu sangat keterlaluan. Seharusnya ibu tidak perlu sekeras itu kepadamu. Kamu sudah beranjak dewasa, gadis seusiamu di luaran sana yang tidak melanjutkan sekolah pun banyak yang sudah menikah. Mungkin sudah waktunya untuk kamu menikah juga. Ibu rasa itu jauh lebih baik daripada melihatmu kerja keras pagi hingga malam. Kamu juga berhak punya kehidupan yang lebih baik, tidak seperti ibu.” Lirih Anita Fung, mendesahkan seluruh penderitaan yang dipikulnya.
Julie Fung tetap bergeming, belum ada niat sama sekali untuk menyingkap selimutnya. Ia masih menangis walau tidak terisak lagi. Namun ia menyimpan jawaban dalam hatinya. Apa semudah itukah keluar dari kehidupan yang serba memprihatinkan ini? Apa dengan menikah, maka seorang wanita bisa terangkat derajatnya? Lalu mengapa ibunya sangat menderita?
Anita Fung menatap langit-langit kamarnya, pikirannya menerawang seolah kembali pada cuplikan masa lalu. “Kamu tahu kenapa ibu sangat menjunjung tinggi keperawanan? Ibu selalu bilang padamu untuk menjaga kesucian sampai saatnya diberikan pada pria yang telah menikahimu. Itu semua karena ibu tidak ingin kamu bernasib sama seperti ibu.” Anita Fung berhenti bercerita, tenggorokannya terasa tercekak hingga ia sulit meneruskan kata-kata. Perlahan tangannya menyeka bulir bening yang mengalir dari ujung matanya.
Julie Fung berhenti menangis, sepasang matanya membulat dalam keremangan. Pandangan mata serta pencahayaan yang sangat terbatas di dalam selimut, membuat retinanya bekerja keras untuk menangkap siluet ibunya di hadapannya. Julie Fung yakin masih ada yang ingin disampaikan ibunya, dan ia akan tetap menunggu lanjutannya.
Anita Fung menarik napasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Ia sudah bertekad untuk membuka semua rahasianya. Rahasia yang ia simpan rapat selama dua puluh tahun.
“Kamu selalu bertanya di mana ayahmu kan? Ibu akan jujur padamu sekarang, kamu sudah cukup dewasa untuk tahu segalanya.”
Sepasang mata Julie Fung membulat penuh, hatinya bergerumuh hebat. Ia tetap bungkam agar ibunya menyelesaikan perkataannya.
“Sebenarnya ibu tidak tahu di mana ayahmu. Dia... Dia meninggalkan ibu tepat di saat kami selesai berhubungan. Dan semua itu terjadi di luar pernikahan. Hubungan karena napsu sesaat itulah yang menjadikanmu ada dalam hidup ibu.” Anita Fung terisak, masa lalunya yang getir kembali dikorek.
Duar! Bak dihantam petir yang menggelegar, Julie Fung terguncang saat tahu bahwa dirinya adalah anak dari hasil cinta satu malam.
Jadi aku anak haram? Lirih Julie Fung dalam hatinya, lemas.
***
***
Kemeja Julie Fung ditarik paksa, emosi Anita Fung telah mengkalapkan mata. Pikiran buruk sudah memenuhi seluruh kepalanya, ia yakin putrinya menyimpan kebohongan besar dan mencoba mengelabuinya. Mata wanita tua itu kian nanar, memanas bahkan berkaca-kaca saat melihat banyak bekas ciuman memerah di kulit leher dan dada Julie Fung.
Anita Fung telah membuka kemeja yang dikenakan Julie Fung hingga pakaian dalam atas Julie Fung yang tersisa. Gadis itu terdiam dengan telapak tangan yang terasa dingin, nyaris membeku. Ia tidak akan lolos dari amukan ibunya.
"Kamu kerja apa sebenarnya? Kenapa banyak bekas ciuman di dadamu? Aarrgghh! Julie Fung, jawab ibu!" Bentak Anita Fung, air mukanya menunjukkan betapa marahnya ia sekarang.
Julie Fung tidak bisa menjawab apa-apa, kepalanya malah menunduk seolah hendak kabur dari kesalahan. Membuat Anita Fung kian panas hati hingga ringan tangan, mengayunkan tangannya dengan sekuat tenaga lalu mendarat di pipi kanan Julie Fung.
Plak! Tamparan itu terasa panas dan menelengkan kepala Julie Fung mengikuti arah tangan ibunya. Seketika itu juga air mata Julie Fung bercucuran. Sungguh hari yang panjang dan sial baginya, bahkan ketika ia berhasil lolos dari cengkeraman tangan dingin tuan muda, nyatanya ia tetap menerima penderitaan yang lebih menyakitkan ketika berada di rumah. Tempat yang semestinya aman untuk berlindung, tapi kini persepsi itu rusak oleh perlakuan kasar ibunya.
Julie Fung tidak menghindari serangan ibunya yang membabi-buta memukul pundaknya, lengannya, bahkan menggoyang tubuhnya agar buka mulut. Semakin didesak, pikiran Julie Fung semakin kusut. Semua yang terjadi masih terasa bagaikan mimpi, ia kesulitan harus menjawab mulai darimana.
"Julie Fung, apa kamu mendadak bisu?" Bentak Anita Fung, napasnya menderu hingga ia berhenti menyerang putrinya lagi.
Julie Fung menengadah, menatap teduh pada ibunya dengan mata berlinang air mata. "Pukul lagi ibu, aku senang... Ibu sudah punya tenaga lagi. Kenapa ibu punya tenaga sekuat itu tapi masih saja terlihat lemah?" Desis Julie Fung, pelan namun berhasil menggoyahkan pertahanan ibunya hingga limbung dan terduduk lemah di kursi. Menyandarkan tubuhnya yang sudah menguras banyak tenaga.
"Aku benar-benar lelah, badanku remuk rasanya bu. Tapi hatiku... Hatiku jauh lebih remuk." Lirih Julie Fung, berat mengatakan itu semua dalam kondisi terisak tangis dan terbata-bata.
Anita Fung tergugah, seketika ia merasa bersalah dan melihat sepasang tangannya yang telah memukul putrinya. Melihat raut wajah Julie Fung yang tampak tertekan dan menyedihkan, barulah ia merasa terpukul atas tindakan semena-menanya.
"Julie Fung...." Lirih Anita Fung menatap putrinya, mulai melunak dan menyesali perbuatannya.
Julie Fung tidak menggubris, ia malah berdiri dan berlari meninggalkan ibunya di dapur. Makanannya dibiarkan mubajir, ia tidak punya selera untuk menghabiskannya sekalipun masih lapar.
Bruk! Suara pintu yang dibanting keras itu terdengar nyaring dalam keheningan. Anita Fung memegangi dadanya, gerumuh di dalam sana membuat ia merasakan kesakitan yang nyata di dalam sana. Sakit namun tidak berdarah, hanya luka yang tak kasat mata dan terasa begitu nyata menyiksanya. Ia telah berlaku jahat pada putrinya. Tidak memberikan kesempatan untuk Julie Fung menjelaskan, tidak berusaha meyakinkan putrinya untuk bercerita namun langsung menghardiknya.
Julie Fung membenamkan wajah di atas bantal, menangis sejadi-jadinya, suara tangisannya tidak akan terdengar keluar dengan bantuan perangkat tidur itu. Tak menyangka ibunya bisa semarah itu, padahal biasanya wanita itu bersikap lembut dan tampak lemah. Kini Julie Fung semakin yakin, segala hal yang menyangkut keperawanan, sangat fatal diungkapkan kepada ibunya yang kolot. Dalam kondisi ini, ia tidak sanggup memikirkan jalan keluar untuk masalahnya. Bagaimana menjelaskan semua ini kepada ibunya? Bahwa ia mengganti kerugian yang tidak seberapa bagi pria brengsek itu dengan tubuhnya?
“Aku memang bodoh, bodoh!” Pekik Julie Fung. Andai ia tidak ceroboh hingga mengotori jas Roger Zhu, mungkin ia tidak akan mengecewakan ibunya.
Tok... Tok... Tok... Ketukan pintu terdengar dari luar, pelan namun dalam ritme yang intens. Julie Fung segera menarik selimut, bersembunyi di dalam sana agar tidak berhadapan langsung dengan ibunya, di saat suasana hatinya masih buruk.
Anita Fung masuk tanpa menunggu persetujuan dari si pemilik kamar. Hatinya tidak tenang sebelum ia memastikan kondisi Julie Fung. Perlahan wanita tua itu menempatkan diri di tepi ranjang, duduk di pinggiran ranjang berkasur keras itu. Tempat tidur yang sudah tidak layak digunakan, namun terpaksa difungsikan daripada harus tidur beralas tikar. Anita Fung mengangkat tangannya, meski ada sedikit keraguan yang menghentikan niatnya sejenak, namun ia kembali menggerakkan tangan hingga menyentuh lembut pada tubuh yang tengah meringkuk di bawah selimut.
“Maafkan sikap ibu barusan, ibu sangat keterlaluan. Seharusnya ibu tidak perlu sekeras itu kepadamu. Kamu sudah beranjak dewasa, gadis seusiamu di luaran sana yang tidak melanjutkan sekolah pun banyak yang sudah menikah. Mungkin sudah waktunya untuk kamu menikah juga. Ibu rasa itu jauh lebih baik daripada melihatmu kerja keras pagi hingga malam. Kamu juga berhak punya kehidupan yang lebih baik, tidak seperti ibu.” Lirih Anita Fung, mendesahkan seluruh penderitaan yang dipikulnya.
Julie Fung tetap bergeming, belum ada niat sama sekali untuk menyingkap selimutnya. Ia masih menangis walau tidak terisak lagi. Namun ia menyimpan jawaban dalam hatinya. Apa semudah itukah keluar dari kehidupan yang serba memprihatinkan ini? Apa dengan menikah, maka seorang wanita bisa terangkat derajatnya? Lalu mengapa ibunya sangat menderita?
Anita Fung menatap langit-langit kamarnya, pikirannya menerawang seolah kembali pada cuplikan masa lalu. “Kamu tahu kenapa ibu sangat menjunjung tinggi keperawanan? Ibu selalu bilang padamu untuk menjaga kesucian sampai saatnya diberikan pada pria yang telah menikahimu. Itu semua karena ibu tidak ingin kamu bernasib sama seperti ibu.” Anita Fung berhenti bercerita, tenggorokannya terasa tercekak hingga ia sulit meneruskan kata-kata. Perlahan tangannya menyeka bulir bening yang mengalir dari ujung matanya.
Julie Fung berhenti menangis, sepasang matanya membulat dalam keremangan. Pandangan mata serta pencahayaan yang sangat terbatas di dalam selimut, membuat retinanya bekerja keras untuk menangkap siluet ibunya di hadapannya. Julie Fung yakin masih ada yang ingin disampaikan ibunya, dan ia akan tetap menunggu lanjutannya.
Anita Fung menarik napasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Ia sudah bertekad untuk membuka semua rahasianya. Rahasia yang ia simpan rapat selama dua puluh tahun.
“Kamu selalu bertanya di mana ayahmu kan? Ibu akan jujur padamu sekarang, kamu sudah cukup dewasa untuk tahu segalanya.”
Sepasang mata Julie Fung membulat penuh, hatinya bergerumuh hebat. Ia tetap bungkam agar ibunya menyelesaikan perkataannya.
“Sebenarnya ibu tidak tahu di mana ayahmu. Dia... Dia meninggalkan ibu tepat di saat kami selesai berhubungan. Dan semua itu terjadi di luar pernikahan. Hubungan karena napsu sesaat itulah yang menjadikanmu ada dalam hidup ibu.” Anita Fung terisak, masa lalunya yang getir kembali dikorek.
Duar! Bak dihantam petir yang menggelegar, Julie Fung terguncang saat tahu bahwa dirinya adalah anak dari hasil cinta satu malam.
Jadi aku anak haram? Lirih Julie Fung dalam hatinya, lemas.
***
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved