Bab 2 Meminta Ramalan
by George
09:48,Jul 23,2021
Kesempatan yang di dapat Florence untuk aku bisa bertemu orang tuanya kali ini tidak lah mudah, jadi aku tentu saja mempersiapkannya segalanya dengan hati-hati dan matang.
Pertama-tama aku pergi potong rambut, lalu pulang ke rumah untuk mengganti pakaian kaos dan celana semata kaki dari merek baju olahraga tertentu, kemudian aku pergi ke pusat perbelanjaan di kabupaten membeli beberapa suplemen makanan untuk orang tua Florence.
Uang yang dihabiskan untuk membeli suplemen makanan ini hampir bisa menutupi biaya hidup bulananku dan kakek.
Saat itu sudah hampir tengah hari, aku mengendarai sepedaku membawa barang-barang yang telah ku beli dan pergi ke rumah Florence.
Sepeda Phoenix besar ini ditinggalkan oleh ayahku semasa hidupnya. Kakek enggan membuangnya jadi dia membeli suku cadang baru dan memperbaikinya beberapa kali, hingga saat ini dengan terpaksa bisa di pakai dan di kendarai.
Aku tentu saja ingin membeli sepeda baru, tetapi kakek dengan sikap tegasnya tidak setuju, dia bilang kalau aku mau naik lah sepeda lama ini, kalau tidak ya sudah, intinya dia tidak mengijinkanku beli sepeda baru.
Ketika aku mengayuh sepedaku sampai di lantai bawah rumah Florence, aku melihat dia sudah berdiri di sana menungguku. Aku menghentikan sepedaku, dan sebelum aku bisa mengatakan sesuatu yang bahagia, Florence sudah berkata: Mengapa kamu mengendarai sepeda rusak ini lagi?
Aku belum berbicara, Florence berkata lagi: Aku ada meneleponmu, mengapa kamu tidak mengangkatnya?
Aku mengeluarkan Nokia batu bata dari sakuku dan melihatnya: Tadikan sedang mengendarai sepeda, jadi aku tidak mendengarnya, ada apa, membuat panggilan sebanyak ini, aku bukannya sudah di sini, ini baru jam 11:30, ini belum terlambat kan.
Ketika aku mengatakan itu, aku menurunkan 2 kotak suplemen yang tergantung di sepeda, Florence memegang tanganku dan berkata: Dicky Li, kita putus saja.
Apa! Aku pikir Florence sedang bercanda.
Florence pun melanjutkan: Kita putus saja. Sebelumnya kita kan sudah bilang mau bertemu di jam 11:30, tetapi kamu malah baru tiba di rumahku jam 11:30. Ini adalah kesempatan terakhir tapi kamu masih tidak bisa menghargainya. Selain itu, dengan jujur aku katakan, hari ini ibuku memanggilmu datang ke sini untuk mengundangmu makan, dan kemudian membicarakan tentang masalah perpisahan kita. Aku takut kamu nanti di meja makan tak bisa berkata apa-apa, maka dari itu turun ke bawah untuk menahanmu, ya sudah kita putus seperti ini saja ya, barangnya kamu bawa lagi saja, dan setelah ini tidak usah bertemu lagi ya.
Florence mengucapkan itu sambil mendorong tubuhku. Begitu aku melangkah mundur, aku langsung merobohkan sepedaku. Sepedaku ini rusaknya di waktu yang tidak tepat.
Klentang!
Dengan bunyi keras, Florence membuka mulutnya dan tidak berkata apa-apa, dia kemudian masuk lewat pintu dan menutup pintunya, meninggalkanku sendirian di depan sepeda besar yang jatuh ke tanah.
Aku berpikir untuk menelepon Florence lagi, tetapi ibu Florence yang menjawab panggilan itu. Sebelum aku bisa berbicara, aku sudah mendengarkan teriakan di sana: Sudah ya, Florence kami sudah mengatakan dengan jelas padamu. Kamu cepat lah pergi dari sini. Juga ya bukannya berkaca, sudah tidak punya, tidak ada pendidikan, pekerjaan tidak pasti, atas dasar apa kamu berani mendekati dan menikahi anakku, cepat pergi dari sini.
Persetan denganmu!
Aku pun geram kemudian berteriak dan menutup teleponnya, lalu mengambil sepedaku yang rapuh dan pergi dengan 2 kotak suplemen berharga.
Aku masih menyimpan struk suplemen ini. Di atas struk tertulis kalau barangnya bisa dikembalikan dalam waktu 3 hari. Jadi aku harus kembali dan mengembalikannya. Uang itu cukup bagiku untuk menjual beberapa karangan bunga.
Setelah putus dengan Florence, aku tidak merasa begitu sedih, aku hanya merasa sedikit tidak rela, tidak rela dengan uang yang telah aku habiskan.
Setelah mengembalikan suplemen itu aku langsung kembali ke toko. Ketika aku masuk, ada 2 pria paruh baya berdiri di toko. Kakek sedang duduk di kursi goyang dan menonton TV tanpa menyapa orang itu.
Jadi setelah aku masuk, aku menyapa mereka dengan senyuman, dan bertanya mau siapa yang meninggal dari keluarga mereka, aku turut berduka cita, dan sebelum mereka menjawab, aku langsung bertanya apa yang mereka butuhkan.
Ketika aku bertanya, salah satu pria paruh baya melihatku dari dekat, lalu menatap kakek dan berkata: Senior Shenxiang, apakah ini cucumu? Aku tidak menyangka dia sudah tumbuh sebesar ini.
Hei, siapa orang-orang ini bagaimana bisa mereka tahu nama panggilan kakekku sebelumnya?
Kakekku tidak mengatakan sepatah kata pun, dan terus berbaring di kursi goyang untuk menonton acara TVnya. Pria paruh baya yang berbicara itu tidak marah dan berkata kepada kakek: Kalau aku, kali ini aku di sini bukan untuk apa-apa, hanya untuk memohon bantuanmu, berapa banyak uang harus di bayar aku oke-oke saja.
Kakekku hanya melirik pria paruh baya itu dan berkata: Aku kan sudah pernah bilang, aku telah meramal lagi, dan tidak akan membantu siapa pun melihat gambar atau ramalan lagi, cari orang lain saja.
Pria paruh baya itu masih menolak untuk pergi, dan berkata kepada kakekku: Shenxiang, meskipun ada banyak master di dunia ini, tapi sulit untuk menemukan 1 atau 2 master dalam ramalan yang sekuat dan setepat kamu. Kamu menyuruhku mencari orag lain, bukan kah itu sama dengan menyulitkanku?
Sebelum kakek berbicara, aku sudah melangkah maju dan berkata kepada pria paruh baya itu: Sudah-sudah, kami di sini hanya menjual karangan bunga dan kain kafan. Kalau kamu tidak ingin membelinya, kamu bisa pergi dari sini. Kalau untuk ramalan, ketika kamu keluar kamu bisa belok kanan, di bawah pohon willow di tepi sunga Minxin, sepertinya ada banyak kios peramal.
Sambil mengatakan itu aku sudah bersiap untuk mendorong.
Pada saat ini, pria paruh baya yang tidak berbicara akan datang untuk menghentikanku, tetapi dihentikan oleh pria yang berbicara: Qiu, jangan mengambil tindakan seperti itu, ini adalah rumah Shenxiang, kamu bagaimana bisa berbuat sembarangan seperti itu?
Pria paruh baya yang di panggil Qiu pun kemudian minggir ke samping.
Dan pria paruh baya itu menoleh dan menatapku dengan kakek sambil berkata: Shenxiang, ya sudah kalau begitu kami akan pergi dulu, tetapi kami nanti akan datang lagi, sampai kamu bersedia membantuku meramal, karena masalah ini hanya kamu yang bisa membantuku menyeleaikannya.
Ketika pria paruh baya itu berkata begitu, aku sedikit memperhatikan wajahnya, alis keduanya asimetris, dan ada perbedaan besar.
Kedua alis adalah simbol istana saudara, dan numerologi mengatakan kalau ada saudara tiri.
Pada saat yang sama, sepasang alisnya juga relatif pendek, dan numerologi menunjukkan kalau ikatan persaudaraan mereka tidak akur.
Dan usianya tampaknya sekitar 40 tahun. Pada tahap ini, simbol keberuntungan umumnya terlihat di atas mata, di bawah alis, dan sedikit di dekat sudut mata. Kedua tempat ini agak gelap, ini menunjukkan kalau kekayaannya dalam dua tahun terakhir tidak terlalu baik, dan bahkan bisa dikatakan agak buruk.
Selain itu, jika dia berusia 39 tahun, itu adalah tahun api dan air, dan keberuntungannya rendah, jika dia tidak ditangani dengan baik, maka akan ada bencana, jika dia berusia 40 tahun, itu termasuk tahun api dan bumi, jumlah tahun di mana segala sesuatu akan membuahkan hasil.
Untuk kualitas hasil, untuk sesaat tidak mudah menilainya, karena bagian lain wajahnya tidak banyak berbeda, jika tidak ada kecelakaan, itu mungkin akan memiliki hasil yang beragam, tentu saja, jika ingin membuat penilaian yang lebih rinci, maka harus melihatnya sidik telapak tangannya, atau langsung memberinya ramalan.
Selain itu, dia tidak memiliki tanda-tanda lain di wajahnya, kecuali simbol ketidakcocokan ikatan persaudaraan yang muncul, ini menunjukkan kalau bencana itu mungkin disebabkan oleh saudara-saudaranya. Jadi kemungkinan besar dia kali ini datang untuk bertanya kepada kakekku mengenai hal ini.
Aku melihat pria paruh baya itu beberapa kali lagi, dan dia penasaran dan bertanya kepadaku: Dek, kamu juga tahu cara melihat wajah?
Aku membeku sejenak dan berkata: sedikit.
Dia bertanya kepadaku: Apakah kamu melihat sesuatu?
Aku menoleh dan menatap kakek. Dia masih menonton TV, seolah-olah dia tidak peduli dengan situasi di sisiku. Setelah memikirkannya, aku memberi tahu pria paruh baya itu apa yang baru saja kulihat, dan setelah mendengarkan itu, dia membeku sejenak dan kemudian berkata: Shenxiang, Shenxiang, cucumu juga sangat hebat, yang dia katakan semuanya benar, aku memang memiliki beberapa konflik dengan saudara tiriku, dan juga...
Sebelum dia selesai berbicara, kakekku duduk dari kursi goyangnya dan berkata: Sudah, masalahmu aku tidak ingin mendengarnya. Jika kamu ingin menceritakannya, datang saja besok, hari ini sampai disini dulu saja, kamu pergi lah dulu.
Setelah kakekku selesai berbicara, pria paruh baya itu pun tidak melanjutkan, tetapi mengangguk dengan hormat, lalu tersenyum dan keluar dari toko.
Begitu mereka pergi, aku bertanya kepada kakek siapa mereka.
Kakek tidak menjawab pertanyaanku, malah memintaku untuk menutup pintu toko. Aku yang penasaran bertanya, kenapa? Tidak mau jualan?
Kakek pun berkata: "Bukannya tidak mau jualan, tetapi hari ini tidak akan ada pembeli. Kamu ikut denganku ke kamar, aku memiliki sesuatu untuk diberitahukan kepadamu."
Ini adalah pertama kalinya kakek berbicara kepadaku dengan sangat serius setelah orang tuaku meninggal.
Jadi aku hanya bisa menutup pintu toko seperti yang diperintahkan kakek, dan kemudian mengikutinya kembali ke kamar.
Setelah kembali ke kamar, kakek langsung memintaku untuk berlutut di depan foto dupa orang tuaku, aku sudah memiliki firasat di hatiku kalau sesuatu akan terjadi.
Setelah aku berlutut, kakek memberiku beberapa batang dupa dan menyuruhku memakainya. Setelah aku selesai, kakek pun berkata: Dicky, aku hari ini di hadapan orang tuamu akan menjelaskan beberapa hal padamu.
Aku mengangguk dan bertanya: Kakek, ada apa, mengapa seformal itu?
Kakek menghela nafas dan berkata: Ada terlalu banyak hal yang tidak dapat aku katakan. Aku hanya dapat mengatakan kalau aku tidak dapat mengendalikan atau menekan sebagian dari hidupmu. Apapun yang akan datang pasti akan datang, tetapi hal-hal ini, aku tidak dapat membantumu lagi, karena aku akan pergi.
Mendengar apa yang kakek katakan, aku pun terkejut: Kakek, kamu akan meninggal, apakah kamu sudah meramal dirimu sendiri? Kamu tidak boleh mati, di dunia ini aku hanya memiliki kamu satu-satunya.
Setelah aku mengatakan itu aku langsung menangis, kakek pun memarahiku: Bodoh, siapa bilang aku akan mati, maksudku pergi, meninggalkan daerah ini, aku tidak bisa bersamamu lagi, karena itu tidak baik untukmu. Jika tetap tinggal bersama itu cepat atau lambat hanya akan menyakitimu, untuk lebih jelasnya aku tidak bisa mengatakannya. Singkatnya, kamu harus ingat kalau kakek meninggalkanmu untuk kebaikanmu.
Aku masih ingin mengatakan sesuatu, tapi kakek terus berkata: Jangan khawatir, aku akan meninggalkan segala sesuatu di rumah untukmu. Aku hanya akan mengambil 2/3 dari simpanan kita dan meninggalkan 1/3 untukmu bertahan hidup. Tentu saja , uang sewa di masa depan, karangan bunga dan penghasilan dari bisnis toko adalah milikmu. Kamu juga dapat menggunakan keterampilan yang aku ajarkan kepadamu untuk menghasilkan uang, tetapi ada satu hal yang harus kamu ingat, jangan coba-coba mencariku, jika tidak maka itu akan membawa bencana ke langit, kejadiannya seperti yang terjadi pada orang tuamu dulu.
Kakekku akan pergi, aku sudah sangat sedih, dan dia masih akan mengambil 2/3 dari simpanaku, membuatku semakin sedih.
Jadi ketika kakek selesai berbicara, aku langsung menangis.
Kakek pun tidak berbicara omong kosong. Setelah menjelaskan hal-hal ini, dia hanya mengemas beberapa barang, dan kemudian pergi. Dia tidak memberi tahuku terlalu banyak, dan dia tidak membiarkanku mengantarnya pergi.
Adapun urusan pria paruh baya yang akan datang, kakek menyuruhku yang mengurusnya.
Kakek pergi, Florence putus denganku, dan di sini ini hanya tersisa aku sendiri.
Kemana takdirku harus pergi?
Dan aku selalu merasa kalau kakek mengambil 2/3 dari simpananku untuk melepaskan diri dari bebanku yang kelak akan menikah. Dengan kata lain, aku lah yang memaksa kakek pergi.
Memikirkan hal ini, membuat hati nuraniku tiba-tiba menjadi tertekan.
Pertama-tama aku pergi potong rambut, lalu pulang ke rumah untuk mengganti pakaian kaos dan celana semata kaki dari merek baju olahraga tertentu, kemudian aku pergi ke pusat perbelanjaan di kabupaten membeli beberapa suplemen makanan untuk orang tua Florence.
Uang yang dihabiskan untuk membeli suplemen makanan ini hampir bisa menutupi biaya hidup bulananku dan kakek.
Saat itu sudah hampir tengah hari, aku mengendarai sepedaku membawa barang-barang yang telah ku beli dan pergi ke rumah Florence.
Sepeda Phoenix besar ini ditinggalkan oleh ayahku semasa hidupnya. Kakek enggan membuangnya jadi dia membeli suku cadang baru dan memperbaikinya beberapa kali, hingga saat ini dengan terpaksa bisa di pakai dan di kendarai.
Aku tentu saja ingin membeli sepeda baru, tetapi kakek dengan sikap tegasnya tidak setuju, dia bilang kalau aku mau naik lah sepeda lama ini, kalau tidak ya sudah, intinya dia tidak mengijinkanku beli sepeda baru.
Ketika aku mengayuh sepedaku sampai di lantai bawah rumah Florence, aku melihat dia sudah berdiri di sana menungguku. Aku menghentikan sepedaku, dan sebelum aku bisa mengatakan sesuatu yang bahagia, Florence sudah berkata: Mengapa kamu mengendarai sepeda rusak ini lagi?
Aku belum berbicara, Florence berkata lagi: Aku ada meneleponmu, mengapa kamu tidak mengangkatnya?
Aku mengeluarkan Nokia batu bata dari sakuku dan melihatnya: Tadikan sedang mengendarai sepeda, jadi aku tidak mendengarnya, ada apa, membuat panggilan sebanyak ini, aku bukannya sudah di sini, ini baru jam 11:30, ini belum terlambat kan.
Ketika aku mengatakan itu, aku menurunkan 2 kotak suplemen yang tergantung di sepeda, Florence memegang tanganku dan berkata: Dicky Li, kita putus saja.
Apa! Aku pikir Florence sedang bercanda.
Florence pun melanjutkan: Kita putus saja. Sebelumnya kita kan sudah bilang mau bertemu di jam 11:30, tetapi kamu malah baru tiba di rumahku jam 11:30. Ini adalah kesempatan terakhir tapi kamu masih tidak bisa menghargainya. Selain itu, dengan jujur aku katakan, hari ini ibuku memanggilmu datang ke sini untuk mengundangmu makan, dan kemudian membicarakan tentang masalah perpisahan kita. Aku takut kamu nanti di meja makan tak bisa berkata apa-apa, maka dari itu turun ke bawah untuk menahanmu, ya sudah kita putus seperti ini saja ya, barangnya kamu bawa lagi saja, dan setelah ini tidak usah bertemu lagi ya.
Florence mengucapkan itu sambil mendorong tubuhku. Begitu aku melangkah mundur, aku langsung merobohkan sepedaku. Sepedaku ini rusaknya di waktu yang tidak tepat.
Klentang!
Dengan bunyi keras, Florence membuka mulutnya dan tidak berkata apa-apa, dia kemudian masuk lewat pintu dan menutup pintunya, meninggalkanku sendirian di depan sepeda besar yang jatuh ke tanah.
Aku berpikir untuk menelepon Florence lagi, tetapi ibu Florence yang menjawab panggilan itu. Sebelum aku bisa berbicara, aku sudah mendengarkan teriakan di sana: Sudah ya, Florence kami sudah mengatakan dengan jelas padamu. Kamu cepat lah pergi dari sini. Juga ya bukannya berkaca, sudah tidak punya, tidak ada pendidikan, pekerjaan tidak pasti, atas dasar apa kamu berani mendekati dan menikahi anakku, cepat pergi dari sini.
Persetan denganmu!
Aku pun geram kemudian berteriak dan menutup teleponnya, lalu mengambil sepedaku yang rapuh dan pergi dengan 2 kotak suplemen berharga.
Aku masih menyimpan struk suplemen ini. Di atas struk tertulis kalau barangnya bisa dikembalikan dalam waktu 3 hari. Jadi aku harus kembali dan mengembalikannya. Uang itu cukup bagiku untuk menjual beberapa karangan bunga.
Setelah putus dengan Florence, aku tidak merasa begitu sedih, aku hanya merasa sedikit tidak rela, tidak rela dengan uang yang telah aku habiskan.
Setelah mengembalikan suplemen itu aku langsung kembali ke toko. Ketika aku masuk, ada 2 pria paruh baya berdiri di toko. Kakek sedang duduk di kursi goyang dan menonton TV tanpa menyapa orang itu.
Jadi setelah aku masuk, aku menyapa mereka dengan senyuman, dan bertanya mau siapa yang meninggal dari keluarga mereka, aku turut berduka cita, dan sebelum mereka menjawab, aku langsung bertanya apa yang mereka butuhkan.
Ketika aku bertanya, salah satu pria paruh baya melihatku dari dekat, lalu menatap kakek dan berkata: Senior Shenxiang, apakah ini cucumu? Aku tidak menyangka dia sudah tumbuh sebesar ini.
Hei, siapa orang-orang ini bagaimana bisa mereka tahu nama panggilan kakekku sebelumnya?
Kakekku tidak mengatakan sepatah kata pun, dan terus berbaring di kursi goyang untuk menonton acara TVnya. Pria paruh baya yang berbicara itu tidak marah dan berkata kepada kakek: Kalau aku, kali ini aku di sini bukan untuk apa-apa, hanya untuk memohon bantuanmu, berapa banyak uang harus di bayar aku oke-oke saja.
Kakekku hanya melirik pria paruh baya itu dan berkata: Aku kan sudah pernah bilang, aku telah meramal lagi, dan tidak akan membantu siapa pun melihat gambar atau ramalan lagi, cari orang lain saja.
Pria paruh baya itu masih menolak untuk pergi, dan berkata kepada kakekku: Shenxiang, meskipun ada banyak master di dunia ini, tapi sulit untuk menemukan 1 atau 2 master dalam ramalan yang sekuat dan setepat kamu. Kamu menyuruhku mencari orag lain, bukan kah itu sama dengan menyulitkanku?
Sebelum kakek berbicara, aku sudah melangkah maju dan berkata kepada pria paruh baya itu: Sudah-sudah, kami di sini hanya menjual karangan bunga dan kain kafan. Kalau kamu tidak ingin membelinya, kamu bisa pergi dari sini. Kalau untuk ramalan, ketika kamu keluar kamu bisa belok kanan, di bawah pohon willow di tepi sunga Minxin, sepertinya ada banyak kios peramal.
Sambil mengatakan itu aku sudah bersiap untuk mendorong.
Pada saat ini, pria paruh baya yang tidak berbicara akan datang untuk menghentikanku, tetapi dihentikan oleh pria yang berbicara: Qiu, jangan mengambil tindakan seperti itu, ini adalah rumah Shenxiang, kamu bagaimana bisa berbuat sembarangan seperti itu?
Pria paruh baya yang di panggil Qiu pun kemudian minggir ke samping.
Dan pria paruh baya itu menoleh dan menatapku dengan kakek sambil berkata: Shenxiang, ya sudah kalau begitu kami akan pergi dulu, tetapi kami nanti akan datang lagi, sampai kamu bersedia membantuku meramal, karena masalah ini hanya kamu yang bisa membantuku menyeleaikannya.
Ketika pria paruh baya itu berkata begitu, aku sedikit memperhatikan wajahnya, alis keduanya asimetris, dan ada perbedaan besar.
Kedua alis adalah simbol istana saudara, dan numerologi mengatakan kalau ada saudara tiri.
Pada saat yang sama, sepasang alisnya juga relatif pendek, dan numerologi menunjukkan kalau ikatan persaudaraan mereka tidak akur.
Dan usianya tampaknya sekitar 40 tahun. Pada tahap ini, simbol keberuntungan umumnya terlihat di atas mata, di bawah alis, dan sedikit di dekat sudut mata. Kedua tempat ini agak gelap, ini menunjukkan kalau kekayaannya dalam dua tahun terakhir tidak terlalu baik, dan bahkan bisa dikatakan agak buruk.
Selain itu, jika dia berusia 39 tahun, itu adalah tahun api dan air, dan keberuntungannya rendah, jika dia tidak ditangani dengan baik, maka akan ada bencana, jika dia berusia 40 tahun, itu termasuk tahun api dan bumi, jumlah tahun di mana segala sesuatu akan membuahkan hasil.
Untuk kualitas hasil, untuk sesaat tidak mudah menilainya, karena bagian lain wajahnya tidak banyak berbeda, jika tidak ada kecelakaan, itu mungkin akan memiliki hasil yang beragam, tentu saja, jika ingin membuat penilaian yang lebih rinci, maka harus melihatnya sidik telapak tangannya, atau langsung memberinya ramalan.
Selain itu, dia tidak memiliki tanda-tanda lain di wajahnya, kecuali simbol ketidakcocokan ikatan persaudaraan yang muncul, ini menunjukkan kalau bencana itu mungkin disebabkan oleh saudara-saudaranya. Jadi kemungkinan besar dia kali ini datang untuk bertanya kepada kakekku mengenai hal ini.
Aku melihat pria paruh baya itu beberapa kali lagi, dan dia penasaran dan bertanya kepadaku: Dek, kamu juga tahu cara melihat wajah?
Aku membeku sejenak dan berkata: sedikit.
Dia bertanya kepadaku: Apakah kamu melihat sesuatu?
Aku menoleh dan menatap kakek. Dia masih menonton TV, seolah-olah dia tidak peduli dengan situasi di sisiku. Setelah memikirkannya, aku memberi tahu pria paruh baya itu apa yang baru saja kulihat, dan setelah mendengarkan itu, dia membeku sejenak dan kemudian berkata: Shenxiang, Shenxiang, cucumu juga sangat hebat, yang dia katakan semuanya benar, aku memang memiliki beberapa konflik dengan saudara tiriku, dan juga...
Sebelum dia selesai berbicara, kakekku duduk dari kursi goyangnya dan berkata: Sudah, masalahmu aku tidak ingin mendengarnya. Jika kamu ingin menceritakannya, datang saja besok, hari ini sampai disini dulu saja, kamu pergi lah dulu.
Setelah kakekku selesai berbicara, pria paruh baya itu pun tidak melanjutkan, tetapi mengangguk dengan hormat, lalu tersenyum dan keluar dari toko.
Begitu mereka pergi, aku bertanya kepada kakek siapa mereka.
Kakek tidak menjawab pertanyaanku, malah memintaku untuk menutup pintu toko. Aku yang penasaran bertanya, kenapa? Tidak mau jualan?
Kakek pun berkata: "Bukannya tidak mau jualan, tetapi hari ini tidak akan ada pembeli. Kamu ikut denganku ke kamar, aku memiliki sesuatu untuk diberitahukan kepadamu."
Ini adalah pertama kalinya kakek berbicara kepadaku dengan sangat serius setelah orang tuaku meninggal.
Jadi aku hanya bisa menutup pintu toko seperti yang diperintahkan kakek, dan kemudian mengikutinya kembali ke kamar.
Setelah kembali ke kamar, kakek langsung memintaku untuk berlutut di depan foto dupa orang tuaku, aku sudah memiliki firasat di hatiku kalau sesuatu akan terjadi.
Setelah aku berlutut, kakek memberiku beberapa batang dupa dan menyuruhku memakainya. Setelah aku selesai, kakek pun berkata: Dicky, aku hari ini di hadapan orang tuamu akan menjelaskan beberapa hal padamu.
Aku mengangguk dan bertanya: Kakek, ada apa, mengapa seformal itu?
Kakek menghela nafas dan berkata: Ada terlalu banyak hal yang tidak dapat aku katakan. Aku hanya dapat mengatakan kalau aku tidak dapat mengendalikan atau menekan sebagian dari hidupmu. Apapun yang akan datang pasti akan datang, tetapi hal-hal ini, aku tidak dapat membantumu lagi, karena aku akan pergi.
Mendengar apa yang kakek katakan, aku pun terkejut: Kakek, kamu akan meninggal, apakah kamu sudah meramal dirimu sendiri? Kamu tidak boleh mati, di dunia ini aku hanya memiliki kamu satu-satunya.
Setelah aku mengatakan itu aku langsung menangis, kakek pun memarahiku: Bodoh, siapa bilang aku akan mati, maksudku pergi, meninggalkan daerah ini, aku tidak bisa bersamamu lagi, karena itu tidak baik untukmu. Jika tetap tinggal bersama itu cepat atau lambat hanya akan menyakitimu, untuk lebih jelasnya aku tidak bisa mengatakannya. Singkatnya, kamu harus ingat kalau kakek meninggalkanmu untuk kebaikanmu.
Aku masih ingin mengatakan sesuatu, tapi kakek terus berkata: Jangan khawatir, aku akan meninggalkan segala sesuatu di rumah untukmu. Aku hanya akan mengambil 2/3 dari simpanan kita dan meninggalkan 1/3 untukmu bertahan hidup. Tentu saja , uang sewa di masa depan, karangan bunga dan penghasilan dari bisnis toko adalah milikmu. Kamu juga dapat menggunakan keterampilan yang aku ajarkan kepadamu untuk menghasilkan uang, tetapi ada satu hal yang harus kamu ingat, jangan coba-coba mencariku, jika tidak maka itu akan membawa bencana ke langit, kejadiannya seperti yang terjadi pada orang tuamu dulu.
Kakekku akan pergi, aku sudah sangat sedih, dan dia masih akan mengambil 2/3 dari simpanaku, membuatku semakin sedih.
Jadi ketika kakek selesai berbicara, aku langsung menangis.
Kakek pun tidak berbicara omong kosong. Setelah menjelaskan hal-hal ini, dia hanya mengemas beberapa barang, dan kemudian pergi. Dia tidak memberi tahuku terlalu banyak, dan dia tidak membiarkanku mengantarnya pergi.
Adapun urusan pria paruh baya yang akan datang, kakek menyuruhku yang mengurusnya.
Kakek pergi, Florence putus denganku, dan di sini ini hanya tersisa aku sendiri.
Kemana takdirku harus pergi?
Dan aku selalu merasa kalau kakek mengambil 2/3 dari simpananku untuk melepaskan diri dari bebanku yang kelak akan menikah. Dengan kata lain, aku lah yang memaksa kakek pergi.
Memikirkan hal ini, membuat hati nuraniku tiba-tiba menjadi tertekan.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved