Bab 9 Rencana Licik Agatha
by Rivaldo
13:52,Jun 28,2021
Darel yang masih terlelap di kasur empuk kesayangannya. Dirinya enggan untuk bangun dari tidurnya tersebut. Dikarenakan hari libur, Darel lebih memilih bermalas-malasan di kamarnya.
Darel yang tengah asyik menikmati mimpi indahnya, tiba-tiba terganggu dengan suara ponsel miliknya. Dengan terpaksa Darel harus bangun dan mengambil ponselnya.
Saat Darel melihat nama yang tertera di layar ponselnya, Darel langsung mengedumel untuk orang yang sudah mengganggu acara tidurnya.
"Aish!! Dasar pengganggu. Tidak bisakah aku tidur sepanjang hari," batin Darel.
"Hallo, tiang listrik. Ada apa kau menelponku?" jawab Darel ketus.
"Yaakk! Hei, siluman kelinci. Bisa tidak kalau menjawab panggilan telepon dariku itu dengan nada yang lembut, manis dan sopan? Kenapa nada suaramu selalu ketus begitu saat menerima panggilan dariku?" tanya Kenzo dengan nada protes.
"Karena kau selalu meneleponku di waktu yang tidak tepat. Kau mengganggu waktu tidurku," jawab Darel santai
Terdengar helaan nafas dari seberang telepon.
"Hah.."
"Jam segini kau masih tidur. Ini sudah jam berapa, Rel? Mau sampai jam berapa kau tidur, hah?!" teriak Kenzo.
"Aish! Tidak usah pake teriak-teriak segala tiang listrik. Memangnya ada apa kau meneleponku? Kalau tidak penting-penting amat. Aku tutup nih," ucap Darel.
"Apa kau lupa? Kalau hari ini kita ada kegiatan di sekolah? Kitakan panitianya!" seru Kenzo.
"Apaaaa?" Darel berteriak.
BRUKK!
"Aarrgghh!" teriak kesakitan Darel saat pantatnya sudah mendarat secara mulus di lantai.
Darel terjatuh dari tempat tidurnya dikarenakan dirinya terkejut saat Kenzo, sahabatnya itu memberitahu kalau hari ini dirinya harus ke sekolah. Dan teriakannya itu terdengar oleh anggota keluarganya yang berada di bawah.
***
Seluruh anggota keluarga sedang berkumpul di ruang keluarga. Ruang keluarga yang begitu luas dan besar. Hanya satu yang tidak bergabung dengan mereka. Siapa lagi kalau bukan sikelinci kesayangan para kakak-kakaknya dan kesayangan kedua orang tuanya?
"Kakak. Apa kalian barusan mendengar suara seseorang yang berteriak?" tanya Raffa.
Mereka saling melempar pandangan dan menatap satu sama lain.
"Dareeeelll!!" seru mereka kompak dan mereka pun langsung berlari ke kamar sibungsu diikuti oleh para orang tua di belakang
***
Sementara di dalam kamar, Darel sedang kesakitan.
"Aww! Sial pantatku," gumam Darel sambil mengelus-elus pantatnya yang sakit.
"Rel! Kau kenapa?" tanya Kenzo di seberang telepon
"Ini semua salahmu, jangkung. Kau harus bertanggung jawab. Gara-gara kau aku terjatuh di tempat tidur secara tidak elitnya," gerutu Darel.
"Hahahaha.." Kenzo tertawa keras di seberang telepon.
"Sialan! Aku sudah kesakitan seperti ini, kau malah menertawaiku. Awas saja kau kalau bertemu di sekolah nanti," ancam Darel.
"Aku tunggu," tantang Kenzo sambil menahan tawanya. "Jangan sampai terlambat. Kita berkumpul satu jam lagi di sekolah. Bye."
Setelah mengatakan itu, Kenzo mematikan sambungannya secara sepihak
BRAKK!
Pintu kamar Darek di buka secara paksa oleh Davian dan yang lainnya. Setelah itu, mereka semua memasuki kamar Darel. Dan dapat mereka lihat Darel yang sedang terduduk di lantai samping tempat tidurnya.
"Darel!" teriak para kakak-kakaknya. Dan mereka pun langsung berhamburan mendekati Darel.
"Darel. Kamu kenapa, hah? tanya Davian yang sudah berada di dekat adik bungsunya.
"Kaka, Papa, Mama, Paman, Bibi, Kakek." Darel berucap sembari menatap bingung keseluruh anggota keluarganya sudah berada di dalam kamarnya.
"Aku tidak apa-apa, Kak?" balas Darel.
"Ka-kalian semua kenapa ada di kamarku?" tanya Darel.
"Justru kami ke kamarmu, karena kami mendengar suara teriakan darimu, Rel." Axel menjawab pertanyaan dari adiknya itu.
"Maaf," ucap Darel.
"Terus Darel ngapain duduk di lantai seperti itu, hum? Memangnya lantainya tidak dingin?" tanya Adelina tersenyum.
"Aku.. aku habis jatuh dari tempat tidur, Ma." Darel menjawab dengan menahan malu di wajahnya.
Seluruh anggota keluarga yang mendengar pengakuan dari Darel berusaha untuk tidak tertawa. Karena mereka tidak mau membuat sikelinci buntel kesayangan mereka mengamuk.
Tapi tidak dengan Raffa. Tanpa berperikemanusiaan dan berperikasihsayang, dirinya langsung tertawa keras.
"Hahaha! Kau lucu sekali, Darel. Masa iya? Tempat tidur sebesar itu kau masih bisa jatuh ke bawah. Memangnya kau habis ngapain, hah? Habis bergulat," ejek Raffa dengan tawa hasnya.
Darel menatap tajam kearah Raffa sambil bibirnya yang dimanyun-manyunkan.
"Dasar! Kelaut saja sana muka kadal," umpat Darel.
Raffa membelalakkan matanya saat dirinya dikatakan muka kadal oleh sikelinci kesayangannya itu. Dirinya sudah dijuluki si alien gosong. Sekarang malah nambah lagi menjadi si muka kadal.
"Hei, siluman kelinci laknat. Seenaknya saja kau mengatakan wajah kakakmu ini muka kadal. Julukan alien gosong yang kau berikan itu saja, Kakak masih belum bisa terima. Sekarang kau malah memberikan julukan baru," protes Raffa dengan memberikan tatapan membunuhnya.
"Itu sudah menjadi nasibmu, Kak. Jadi terima saja dan tidak usah protes," jawab Darel masa bodoh.
Sedangkan anggota keluarga yang menyaksikan perdebatan kedua bungsu keluarga Wilson hanya bisa pasrah dan geleng-geleng kepala.
Raffa lagi-lagi membelalakkan matanya mendengar penuturan sang adik. Saat dirinya ingin membalas perkataan adiknya, dirinya melihat adiknya yang sedang kesakitan. Jadi dirinya mengurungkan niatnya untuk membalas perkataan adiknya.
"Aww," rintis kesakitan Darel di bagian pantatnya saat dirinya hendak berdiri.
"Sayang. Kamu tidak apa-apa, nak?" tanya Adelina yang membantu putra bungsunya untuk berdiri dan juga melihat putranya kesakitan.
"Aku tidak apa-apa, Ma? Hanya sakit sedikit," jawab Darel yang masih mengelus-elus pantatnya.
"Sebenarnya apa yang terjadi sih? Kenapa keponakan tampan Paman ini bisa jatuh dari tempat tidur? Tidak biasanya," tanya Daksa.
"Aku kaget saat menerima panggilan telepon dari si tiang listrik, Paman." Darel menjawab pertanyaan dari Pamannya dengan wajah kesal.
"Tiang listrik!" seru mereka bersamaan
Evan dan Raffa yang mengerti, langsung menjawab.
"Tiang listrik itu julukan dari Darel untuk sahabatnya yang bernama Kenzo." Itu Raffa yang menjawabnya.
Mereka hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sibungsu mereka.
"Kamu ini ada-ada saja. Kenzo itu nama yang bagus. Tapi kamu malah mengganti namanya menjadi tiang listrik. Astaga, sayang!" ucap Adelina yang geleng-geleng kepala melihat putra bungsunya.
"Mama lihat sendiri kan. Aku saja kakaknya sudah mendapatkan dua julukan teraneh dari sikelinci buntel itu. Apalagi sahabat-sahabatnya sendiri? Mungkin rata-rata semua sahabatnya sudah mendapatkan julukan teraneh darinya," tutur Raffa
"Sok tahu," ketus Darel.
"Memang begitukan kenyataannya," ujar Raffa.
"Kepo! Kalau tidak tahu apa-apa tidak usah ember," Darel mendengus kesal
"Dasar kelinci buntel psikopat,"
"Alien bodoh,"
Saat Raffa ingin membalasnya, Darel sudah terlebih dahulu menghentikannya.
"STOP! Aku tidak ada waktu untuk meladeni alien sepertimu, Kak. Aku ada urusan dan aku harus pergi ke sekolah, sekarang!" seru Darel sambil mengangkat tangannya di depan wajah Raffa.
"Ke sekolah!" seru para kakak-kakaknya kompak.
"Iya," balas Darel singkat.
"Bukannya Darel libur selama satu minggu? Nah, sekarang kok malah mau ke sekolah?" tanya Ghali.
"Nah, itu dia Kak Ghali. Aku lupa kalau di sekolah ada kegiatan sosial. Aku salah satu panitianya. Kalau bukan Kenzo yang memberitahuku, mungkin aku benar-benar lupa," jawab Darel.
"Ya, sudah. Kakak yang akan mengantarmu," ucap Elvan.
"Terus kalian ngapain masih disini. Kapan aku mau mandinya kalau kalian masih di kamarku," sela Darel.
Mereka hanya terkekeh malu dan selanjutnya mereka pun beranjak pergi meninggalkan kamar Darel.
***
Agatha sedang memperhatikan gerak-gerik anggota keluarga lainnya. Salah satunya adalah Darel. Dirinya sangat sangat tidak suka pada anak itu.
Setelah puas mengintip di balik pintu kamar Darel, Agatha pun memutuskan pergi meninggalkan kamar Darel. Detik kemudian terlintas pikiran jahat di otaknya. Agatha mengambil ponselnya, lalu menekan nomor seseorang dan kemudian menghubungi orang tersebut.
Panggilan tersambung..
"Hallo." jawab seseorang dari seberang telepon.
"Hallo. Ada tugas untukmu," ucap Agatha.
"Tugas apa yang harus aku lakukan, Nyonya?" tanya orang itu.
"Kau harus membuat seseorang celaka. Nanti fotonya akan aku kirim," jawab Agatha.
"Baik."
"Lakukan tugasmu saat anak itu pulang dari sekolah," perintah Agatha.
Agatha mengirimkan foto Darel pada orang suruhannya.
"Ini fotonya. Lakukan dengan baik dan bersih. Jangan meninggalkan jejak," ucap Agatha.
"Siap," jawab orang itu.
Panggilan selesai..
TUTT!
TUTT!
"Selamat tinggal Darel Wilson," batin Agatha tersenyum
Darel yang tengah asyik menikmati mimpi indahnya, tiba-tiba terganggu dengan suara ponsel miliknya. Dengan terpaksa Darel harus bangun dan mengambil ponselnya.
Saat Darel melihat nama yang tertera di layar ponselnya, Darel langsung mengedumel untuk orang yang sudah mengganggu acara tidurnya.
"Aish!! Dasar pengganggu. Tidak bisakah aku tidur sepanjang hari," batin Darel.
"Hallo, tiang listrik. Ada apa kau menelponku?" jawab Darel ketus.
"Yaakk! Hei, siluman kelinci. Bisa tidak kalau menjawab panggilan telepon dariku itu dengan nada yang lembut, manis dan sopan? Kenapa nada suaramu selalu ketus begitu saat menerima panggilan dariku?" tanya Kenzo dengan nada protes.
"Karena kau selalu meneleponku di waktu yang tidak tepat. Kau mengganggu waktu tidurku," jawab Darel santai
Terdengar helaan nafas dari seberang telepon.
"Hah.."
"Jam segini kau masih tidur. Ini sudah jam berapa, Rel? Mau sampai jam berapa kau tidur, hah?!" teriak Kenzo.
"Aish! Tidak usah pake teriak-teriak segala tiang listrik. Memangnya ada apa kau meneleponku? Kalau tidak penting-penting amat. Aku tutup nih," ucap Darel.
"Apa kau lupa? Kalau hari ini kita ada kegiatan di sekolah? Kitakan panitianya!" seru Kenzo.
"Apaaaa?" Darel berteriak.
BRUKK!
"Aarrgghh!" teriak kesakitan Darel saat pantatnya sudah mendarat secara mulus di lantai.
Darel terjatuh dari tempat tidurnya dikarenakan dirinya terkejut saat Kenzo, sahabatnya itu memberitahu kalau hari ini dirinya harus ke sekolah. Dan teriakannya itu terdengar oleh anggota keluarganya yang berada di bawah.
***
Seluruh anggota keluarga sedang berkumpul di ruang keluarga. Ruang keluarga yang begitu luas dan besar. Hanya satu yang tidak bergabung dengan mereka. Siapa lagi kalau bukan sikelinci kesayangan para kakak-kakaknya dan kesayangan kedua orang tuanya?
"Kakak. Apa kalian barusan mendengar suara seseorang yang berteriak?" tanya Raffa.
Mereka saling melempar pandangan dan menatap satu sama lain.
"Dareeeelll!!" seru mereka kompak dan mereka pun langsung berlari ke kamar sibungsu diikuti oleh para orang tua di belakang
***
Sementara di dalam kamar, Darel sedang kesakitan.
"Aww! Sial pantatku," gumam Darel sambil mengelus-elus pantatnya yang sakit.
"Rel! Kau kenapa?" tanya Kenzo di seberang telepon
"Ini semua salahmu, jangkung. Kau harus bertanggung jawab. Gara-gara kau aku terjatuh di tempat tidur secara tidak elitnya," gerutu Darel.
"Hahahaha.." Kenzo tertawa keras di seberang telepon.
"Sialan! Aku sudah kesakitan seperti ini, kau malah menertawaiku. Awas saja kau kalau bertemu di sekolah nanti," ancam Darel.
"Aku tunggu," tantang Kenzo sambil menahan tawanya. "Jangan sampai terlambat. Kita berkumpul satu jam lagi di sekolah. Bye."
Setelah mengatakan itu, Kenzo mematikan sambungannya secara sepihak
BRAKK!
Pintu kamar Darek di buka secara paksa oleh Davian dan yang lainnya. Setelah itu, mereka semua memasuki kamar Darel. Dan dapat mereka lihat Darel yang sedang terduduk di lantai samping tempat tidurnya.
"Darel!" teriak para kakak-kakaknya. Dan mereka pun langsung berhamburan mendekati Darel.
"Darel. Kamu kenapa, hah? tanya Davian yang sudah berada di dekat adik bungsunya.
"Kaka, Papa, Mama, Paman, Bibi, Kakek." Darel berucap sembari menatap bingung keseluruh anggota keluarganya sudah berada di dalam kamarnya.
"Aku tidak apa-apa, Kak?" balas Darel.
"Ka-kalian semua kenapa ada di kamarku?" tanya Darel.
"Justru kami ke kamarmu, karena kami mendengar suara teriakan darimu, Rel." Axel menjawab pertanyaan dari adiknya itu.
"Maaf," ucap Darel.
"Terus Darel ngapain duduk di lantai seperti itu, hum? Memangnya lantainya tidak dingin?" tanya Adelina tersenyum.
"Aku.. aku habis jatuh dari tempat tidur, Ma." Darel menjawab dengan menahan malu di wajahnya.
Seluruh anggota keluarga yang mendengar pengakuan dari Darel berusaha untuk tidak tertawa. Karena mereka tidak mau membuat sikelinci buntel kesayangan mereka mengamuk.
Tapi tidak dengan Raffa. Tanpa berperikemanusiaan dan berperikasihsayang, dirinya langsung tertawa keras.
"Hahaha! Kau lucu sekali, Darel. Masa iya? Tempat tidur sebesar itu kau masih bisa jatuh ke bawah. Memangnya kau habis ngapain, hah? Habis bergulat," ejek Raffa dengan tawa hasnya.
Darel menatap tajam kearah Raffa sambil bibirnya yang dimanyun-manyunkan.
"Dasar! Kelaut saja sana muka kadal," umpat Darel.
Raffa membelalakkan matanya saat dirinya dikatakan muka kadal oleh sikelinci kesayangannya itu. Dirinya sudah dijuluki si alien gosong. Sekarang malah nambah lagi menjadi si muka kadal.
"Hei, siluman kelinci laknat. Seenaknya saja kau mengatakan wajah kakakmu ini muka kadal. Julukan alien gosong yang kau berikan itu saja, Kakak masih belum bisa terima. Sekarang kau malah memberikan julukan baru," protes Raffa dengan memberikan tatapan membunuhnya.
"Itu sudah menjadi nasibmu, Kak. Jadi terima saja dan tidak usah protes," jawab Darel masa bodoh.
Sedangkan anggota keluarga yang menyaksikan perdebatan kedua bungsu keluarga Wilson hanya bisa pasrah dan geleng-geleng kepala.
Raffa lagi-lagi membelalakkan matanya mendengar penuturan sang adik. Saat dirinya ingin membalas perkataan adiknya, dirinya melihat adiknya yang sedang kesakitan. Jadi dirinya mengurungkan niatnya untuk membalas perkataan adiknya.
"Aww," rintis kesakitan Darel di bagian pantatnya saat dirinya hendak berdiri.
"Sayang. Kamu tidak apa-apa, nak?" tanya Adelina yang membantu putra bungsunya untuk berdiri dan juga melihat putranya kesakitan.
"Aku tidak apa-apa, Ma? Hanya sakit sedikit," jawab Darel yang masih mengelus-elus pantatnya.
"Sebenarnya apa yang terjadi sih? Kenapa keponakan tampan Paman ini bisa jatuh dari tempat tidur? Tidak biasanya," tanya Daksa.
"Aku kaget saat menerima panggilan telepon dari si tiang listrik, Paman." Darel menjawab pertanyaan dari Pamannya dengan wajah kesal.
"Tiang listrik!" seru mereka bersamaan
Evan dan Raffa yang mengerti, langsung menjawab.
"Tiang listrik itu julukan dari Darel untuk sahabatnya yang bernama Kenzo." Itu Raffa yang menjawabnya.
Mereka hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sibungsu mereka.
"Kamu ini ada-ada saja. Kenzo itu nama yang bagus. Tapi kamu malah mengganti namanya menjadi tiang listrik. Astaga, sayang!" ucap Adelina yang geleng-geleng kepala melihat putra bungsunya.
"Mama lihat sendiri kan. Aku saja kakaknya sudah mendapatkan dua julukan teraneh dari sikelinci buntel itu. Apalagi sahabat-sahabatnya sendiri? Mungkin rata-rata semua sahabatnya sudah mendapatkan julukan teraneh darinya," tutur Raffa
"Sok tahu," ketus Darel.
"Memang begitukan kenyataannya," ujar Raffa.
"Kepo! Kalau tidak tahu apa-apa tidak usah ember," Darel mendengus kesal
"Dasar kelinci buntel psikopat,"
"Alien bodoh,"
Saat Raffa ingin membalasnya, Darel sudah terlebih dahulu menghentikannya.
"STOP! Aku tidak ada waktu untuk meladeni alien sepertimu, Kak. Aku ada urusan dan aku harus pergi ke sekolah, sekarang!" seru Darel sambil mengangkat tangannya di depan wajah Raffa.
"Ke sekolah!" seru para kakak-kakaknya kompak.
"Iya," balas Darel singkat.
"Bukannya Darel libur selama satu minggu? Nah, sekarang kok malah mau ke sekolah?" tanya Ghali.
"Nah, itu dia Kak Ghali. Aku lupa kalau di sekolah ada kegiatan sosial. Aku salah satu panitianya. Kalau bukan Kenzo yang memberitahuku, mungkin aku benar-benar lupa," jawab Darel.
"Ya, sudah. Kakak yang akan mengantarmu," ucap Elvan.
"Terus kalian ngapain masih disini. Kapan aku mau mandinya kalau kalian masih di kamarku," sela Darel.
Mereka hanya terkekeh malu dan selanjutnya mereka pun beranjak pergi meninggalkan kamar Darel.
***
Agatha sedang memperhatikan gerak-gerik anggota keluarga lainnya. Salah satunya adalah Darel. Dirinya sangat sangat tidak suka pada anak itu.
Setelah puas mengintip di balik pintu kamar Darel, Agatha pun memutuskan pergi meninggalkan kamar Darel. Detik kemudian terlintas pikiran jahat di otaknya. Agatha mengambil ponselnya, lalu menekan nomor seseorang dan kemudian menghubungi orang tersebut.
Panggilan tersambung..
"Hallo." jawab seseorang dari seberang telepon.
"Hallo. Ada tugas untukmu," ucap Agatha.
"Tugas apa yang harus aku lakukan, Nyonya?" tanya orang itu.
"Kau harus membuat seseorang celaka. Nanti fotonya akan aku kirim," jawab Agatha.
"Baik."
"Lakukan tugasmu saat anak itu pulang dari sekolah," perintah Agatha.
Agatha mengirimkan foto Darel pada orang suruhannya.
"Ini fotonya. Lakukan dengan baik dan bersih. Jangan meninggalkan jejak," ucap Agatha.
"Siap," jawab orang itu.
Panggilan selesai..
TUTT!
TUTT!
"Selamat tinggal Darel Wilson," batin Agatha tersenyum
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved