Bab 8 Perang Mulut Duo Bungsu

by Rivaldo 13:50,Jun 28,2021
Raffa makin kesal ketika melihat adiknya tidak kunjung bangun, malah semakin larut dalam tidurnya. Seketika Raffa mendapatkan ide untuk membuat adiknya benar-benar bangun kali ini.

Raffa mengambil lipstik yang ada atas meja Darel, lalu kemudian Raffa mencoretkan lipstik tersebut di wajah tampan adiknya.

Disaat wajah adiknya sudah dipenuhi oleh coretan lipstik, kemudian Raffa membangunkan adiknya kembali.

"Darel. Kau harus bangun sekarang juga. Kakak takut terjadi sesuatu padamu!" seru Raffa yang memperlihatkan wajah sedihnya sambil menepuk pelan pipi sang adik.

Dan berlahan Darel membuka kedua matanya. Dapat Darel lihat wajah sedih Kakaknya itu.

"Kakak, ada apa? Kenapa kau menangis?" tanya Darel.

"Ayo, cepat bangun dan lihat dirimu di cermin. Kakak benar-benar takut," ucap Raffa sambil menarik pelan tangan adiknya. Darel pun pasrah.

Darel langsung berjalan menuju meja dan bercermin di sana. Sontak Darel membelalakkan matanya saat melihat wajahnya yang sudah tidak tampan lagi di cermin. Sedangkan Raffa susah payah menahan tawanya melihat wajah kesal adiknya.

"Kakak Raffaaaaa! Apa yang kau lakukan padaku?!" teriak Darel dan teriakannya terdengar sampai ke bawah.

***

Di meja makan para kakak-kakaknya tidak sabaran mendengar aksi kedua maknae kesayangannya.

"Kakak. Apa kira-kira sialien itu berhasil membangunkan sikelinci buntel itu?" tanya Evan.

"Kakak tidak tahu, Evan!" jawab Ghali.

Sedangkan Kakaknya yang lain sedang berpikir. Apa yang akan terjadi antara sikelinci dan sialien di dalam kamar?

Mereka semua tersenyum tidak sabaran menunggu kejutan apa yang akan mereka terima dari kedua adik bungsu mereka. Beda kakak-kakaknya, beda lagi kedua orang tuanya. Mereka sekarang ini tengah mempersiapkan jantung mereka untuk hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pagi ini.

1

2

3

Mereka mendengar suara teriakan dari sikelinci buntel kesayangan mereka.

"Kakak Raffaaaaaaa! Apa yang kau lakukan padaku?!" teriak Darel.

"Akhirnya terjadi juga!" seru Vano.

"Usaha Raffa membangun sikelinci berhasil," kata Alvaro.

"Tapi sialien itu juga berhasil membuat sikelinci kita ngamuk," sela Arga.

Dan semua yang ada di meja itupun tertawa, kecuali Agatha dan ketujuh putranya.

"Hahahaha.."

"Menjijikkan," ucap Agatha.

"Adelina. Bisa tidak kau mendidik putramu yang satu itu. Ini di rumah bukan di hutan. Tidak seharusnya putramu itu berteriak-teriak. Memalukan," ucap Agatha ketus.

Sedangkan Adelina memilih mengabaikan perkataan adik iparnya itu. Dalam pikirannya 'Masa Bodo'.

"Hei, Nyonya Agatha yang terhormat. Apa anda lupa status adik kami di rumah ini? Dia adalah pewaris dikeluarga ini. Jadi dia berhak melakukan apa saja yang dia mau. Kalau adikku mau, hari ini juga kau dan putra-putramu bisa diusir dari rumah ini," ucap Vano dengan senyum sinisnya.

"Jadi jaga sikapmu, Nyonya!" kata Axek menambahkan.

***

Di dalam kamar Darel. Raffa berhasil membuat adiknya kesal padanya.

"Kau harus bertanggung jawab, Kak. Kau sudah membuat wajahku jelek. Aku sudah tidak tampan lagi. Ini semua salahmu alien tengil!" teriak Darel.

Sedangkan Raffa mati-matian menutup telinganya mendengar teriakan adiknya.

"Jangan lebai deh. Itu hanya lipstik, Rel. Kau pergi ke kamar mandi, lalu bersihkan dirimu. Dan kau akan kembali menjadi tampan lagi," kata Raffa tanpa merasa bersalah sama sekali.

"Lalu Kakak sendiri kenapa masih berada di kamarku?" tanya Darel sambil mentautkan kedua alisnya melihat wajah Kakak aliennya itu.

"Kenapa kau menatap Kakak seperti itu? Kakak tahu kalau Kakak ini tampan. Jadi jangan lihat Kakak seperti itu, oke." Raffa berucap dengan bangganya.

"Aish! Pedemu terlalu besar, Kak. Kalau aku perhatikan wajahmu itu standar. Tidak tampan dan tidak juga jelek," ejek Darel.

Raffa membelalakkan matanya mendengar pengakuan dari adiknya. "Dasar adik laknat. Untung saja sayang. Kalau tidak sudah aku tendang jauh ke Afrika sana," batin Raffa kesal.

"Kakak, keluar dari kamarku sekarang. Aku mau mandi. Bagaimana aku mau mandi kalau Kakak masih berada di kamarku," ucap Darel.

"Bagaimana kalau Kakak yang memandikanmu, Rel?" tanya Raffa sambil mengedip-ngedipkan matanya menggoda adiknya.

"Keluar dari kamarku, Raffa Wilson!" sahut Darel kesal dengan menyebut nama kakaknya lengkap dengan marganya.

"Boleh ya, Rel." Raffa masih terus menggoda adiknya.

"Jangan sampai aku melemparmu dengan ini, Kak." Jungkook berucap sambil tangan sudah memegang vas bunga yang ada di mejanya.

"Oke, oke! Kakak keluar sekarang," jawab Raffa dan langsung melangkah keluar dari kamar adiknya.

Saat pintu sudah di buka dan Raffa sudah berada di luar. Raffa menyembulkan kepalanya untuk sekedar mengintip.

"Darel. Boleh, yaa." Raffa kembali menggoda adiknya.

"Kakaaaakkk!" teriak Darwl menggema

BLAM!

"Dasar alien aneh," gerutu Darel.

***

Saat ini Raffa sudah berada di meja makan bersama anggota keluarganya.

"Raffa. Darel mana?" tanya Davian.

"Sikelinci buntel itu lagi mandi," jawab Raffa.

"Kau apakan sikelinci buntel itu sampai berteriak berkali-kali?" tanya Elvan.

"Aku hanya mencoret wajahnya dengan lipstik miliknya. Dan aku menyuruhnya beranjak dari tempat tidur, lalu menyuruhnya bercermin. Kemudian sikelinci buntel itu berteriak histeris saat melihat wajah jeleknya di cermin," jawab Raffa santai.

Sedangkan Adelina dan Arvind hanya tersenyum melihat Raffa putranya yang selalu menjahili adiknya. Mereka sangat-sangat bahagia memiliki putra-putra yang kompak dan akur.

Para kakak-kakaknya hanya tersenyum melihat aksi kedua adik bungsu mereka.

"Lalu apalagi yang kau lakukan pada Darel, Raf? Karena yang kami dengar teriakan Darel bukan sekali," ucap dan tanya Dario, kakak sepupunya penasaran.

"Aku menyuruhnya mandi, lalu aku menggodanya dengan menawarkan diri untuk memandikannya. Sikelinci ngamuk dan mau melempariku dengan vas bunga miliknya. Akhirnya aku memilih kabur dari kamarnya," jawab Raffa.

"Hahahaha.."

Mereka semua tertawa, kecuali Agatha dan ketujuh putranya yang menunjukkan gelagat tak suka.

Sedang asyik-asyiknya mereka tertawa. Mereka tak menyadari kehadiran Darel.

"Maaf aku terlambat bangun. Kalian pasti pasti sudah lapar karena menungguku!" seru Darel dengan wajah bersalahnya.

"Ya, jelaslah kami lapar. Kau ngapain saja di kamar, hah! Kau pikir, kau itu siapa? Jangan seenaknya saja tinggal disini. Jangan mentang-mentang Kakek memilihmu dengan seenaknya pula kau menyiksa kami seperti ini. Kau itu punya otak tidak?!" bentak Dirga.

Darel menundukkan kepalanya dan tanpa sadar air matanya mengalir dipipinya.

"Ma-maaf," lirihnya

"Maaf kau bilang. Gampang sekali kau minta maaf. Kami disini sudah kelaparan menunggumu. Kau tahu itu, hah!" bentakkan kedua dari Dzaky.

BRAKK!

Davian menggebrak meja dikarenakan dirinya sudah tidak tahan melihat adiknya dibentak di depan mukanya.

"Cukup. Sekali lagi kalian berani membentak adikku. Aku pastikan kalian tidak akan bisa berbicara lagi," ucap Davian dengan nada mengancamnya.

Davian melangkah mendekati adiknya dan memeluknya. Terdengar suara isakan dari adiknya, hal itu sukses membuat hati Davian sakit.

"Hiks.. Maafkan aku Kak. Aku membuat kalian semua menunda sarapan kalian hanya demi menungguku.. hiks!" Darel terisak dalam pelukan Kakak kesayangannya.

"Tidak, Rel. Kamu tidak salah. Kita disini memang benar-benar ingin menunggu kamu. Ditambah lagi masakannya belum tersaji semuanya. Jadi sekalian menunggu masakannya selesai sekalian juga nungguin kamu," hibur Davian.

Darel melepaskan pelukannya dan mendongakkan wajahnya dan menatap wajah Kakak tertuanya itu.

"Benarkah?"

"Benar. Kakak tidak bohong," jawab Davian.

Darel menatap satu persatu anggota keluarganya, kecuali Agatha dan ketujuh putranya. Mereka yang merasa ditatap oleh Darel dengan kompak menganggukkan kepala sebagai jawaban dan membenarkan perkataan Davin. Beberapa detik kemudian, terukir senyuman manis di bibirnya dan itu berhasil membuat mereka tersenyum melihat wajah imut kelinci kesayangan mereka.

"Sekarang Darel duduklah. Kita akan mulai sarapan paginya," ucap Arvind.

"Baik, Pa." Darel melangkah menuju kursinya. Darel duduk ditengah-tengah antara Evan dan Raffa.

"Tunggu. Aku tidak mau duduk dekat dengan alien aneh dan bodoh. Bisa-bisa sifatnya tertular padaku," ucap Darel frontal.

Mereka yang mendengar ucapan Darel sebisa mungkin menahan tawa. Mereka tidak mau membuat alien mereka mengamuk. Melihat sikelinci mengamuk saja, mereka sudah kerepotan apalagi ditambah sialien. Bisa kewalahan mereka.

"Yak! Apa kau bilang?" tanya Raffa tak terima.

"Apa?" tantang Darel.

"Kau mengatai Kakak mesum," sahut Raffa.

"Kalau iya, kenapa? Tidak terima?" Kenyataannya memang begitukan?" jawab Darel.

"Dasar siluman kelinci laknat."

"Dasar alien aneh, busuk."

"Adik durhaka."

"Kakak kurang ajar."

"Kelinci buntel cengeng."

"Alien gosong, hitam, tengil."

Mereka semua geleng-geleng kepala melihat adu mulut antara Raffa dan Darel. Tidak ada yang berniat memisahkan mereka. Dimata mereka, apa yang mereka lihat bukanlah pertengkaran sungguhan? Itu hanya sebatas pertengkaran kecil diantara mereka berdua. Kalau mereka lelah, mereka akan berhenti dengan sendirinya.

"Kenapa berhenti? Sudah selesai adu mulutnya?" tanya Arvind pada kedua putra bungsunya dengan lembut dan tersenyum.

"Papa, maaf!" jawab Darel dan Raffa bersamaan.

"Bisa kita mulai sarapannya?" tanya Adelina tersenyum.

"Ya, Ma!" jawab mereka lagi dan Darel pun duduk diantara Evan dan Raffa.

Akhirnya mereka menyantap sarapan pagi dengan hikmat dan tenang.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

75