Bab 9 Part 9

by Dinda Tirani 15:43,Oct 09,2023
pagi hari minggu yang indah di asrama MMI dengan lendir lenidr yang mulai bercucuran, suasana yang sejuk sangat menyegarkan, pak ahmad seperti biasa menikmati kopinya di teras rumah dengan membaca koran politik kesukaannya, ustadzah neneng yang masih tergeletak lemas dikasurnya karena semalam dia baru saja merasakan kenikmatan yang sesungguhnya sekaligus kehilangan keperawanannya, shomad yang sedang beristirahat di kamar asrama, karena seperti biasa dimalam hari dia pulang terlalu malam hingga tidak enak untuk mengetuk pintu rumah, ustadzah indah yang sudah memiliki rumah sendiri sedang membersihkan rumahnya karena memang hari minggu tidak ada jadwal untuk dirinya mengajar diasrama,

pak ahmad yang biasa dipagi hari sebelumnya selalu menggenjot ustadzah indah hari ini pak ahmad hanya bersantai di teras karena tidak bisa dipungkiri umurnya sudah banyak dan staminanya tidak seperti dulu lagi, pak ahmad butuh istirahat, karena rumahnya terasa sepi pak ahmad mulai mencari kemana neneng yang biasanya dipagi hari sudah rajin membersihkan rumah dan menyiapkannya sarapan namun kali ini neneng tidak terlihat sama sekali, pak ahmad lalu masuk kerumah dan mencari neneng

pak ahmad : “Bontoooott !!! masih tidur ??!! udah siang !!”

neneng yang tiba tiba mendengar suara pak ahmad berteriak sontak terbangun dari tidurnya dan melihat kejendela matahari yang sudah terbit

ustadzah neneng : “iyah pak aku kesianagan”

pak ahmad : “tumben yaudah cepet bangun udah siang”

ustadzah neneng : “iya bapak udah sarapan ?”(sambil keluar kamar)

neneng saat itu yang hanya memakai piyama berwarna pink yang lembut dan berbahan tipis tanpa jilbab samar samar terlihat pakaian dalamnya yang menerawang dari kain tipis piyama dan rambut pnjang sebahu yang terurai membuat pak ahmad kaget

pak ahmad : “eh ehmm belum, bontot udah gede ya hehe”

ustadzah neneng : “ih bapak apa sih, mau sarapan apa aku beli ajah ya”

pak ahmad : ”enggak ah bapak mau dimasakin nasi goreng aja”

ustadzah neneng : ”nanti lama bikinnya nanti bapak kelaperan”

pak ahmad : “enggak papa mau liat kamu masak hehe”

ustadzah neneng : “ih yaudah aku masak dulu ya”

pak ahmad lalu keluar lagi ke teras dan membawa kopinya untuk pindah menikmati kopinya dimeja makan yang posisinya dekat dapur sehingga pak ahmad bisa menikmati pemandangan neneng yang sedang memasaknasi goreng, neneng lalu mulai menyiapkan semua bahan untuk membuat nasi goreng, setiap gerakan tubuh neneng tidak pernah lepas dari pandangan mata pak ahmad mulai dari berjongkok menungging beridiri mengaduk nasi hingga membuat gunung kembarnya bergoyang dan dari cahaya lamu membuat samar2 BH dan CD neneng sedikit terlihat bentuknya menyeplak di piamanya, hal itu membuat kontol pak ahmad tiba tiba bangun setaminanya seakan terisi penuh kembali tonjolan disarungnya mulai membumbung tinggi batangnya mulai mengeras hanya dengan melihat pemandangan itu, pak ahmad yang merasa sakit karena kontolnya terjepit CDnya melepasakan CDnya sehingga tonjolan itu terlihat semakin jelas sehingga sarungnya terlihat sepeti tenda anak pramuka, setelah beberapa lama nenengpun selesai memasak nasi goreng untuk mereka berdua sarapan

ustadzah neneng : “ini pak udah jadi”

pak ahmad : “eh iya hehe”

neneng menyiapkan 2 piring yang sudah terisi nasi goreng di meja makan dan langsung duduk di depan pak ahmad yang tidak neneng ketahui dibawah meja itu sudah ada kontol yang ingin memberontak keluar dari sarung

ustadzah neneng : “ayo makan pak aku laper”

pak ahmad : “eh bontot jangan lupa doa dulu”

ustadzah neneng : ”eh iya pak hehe”

pak ahmad sudah tidak konsen menikmati rasa nasi goreng buatan neneng konsentrasinya terganggu dengan kontol yang terus mengeras di bawah meja, dan pemandangan didepannya neneng yang setiap kali ingin memakan nasi disendoknya selalu memajukan dadanya sehingga sedikit tergencet meja makan dan mulutnya yang menganga membuat pak ahmad berfikiran liar ingin sekali dia memasukan kontolnya yang keras ke mulut neneng yang berbibir tipis dan sedang menganga itu

ustadzah neneng : “eh pak kok enggak dilanjutin makannya enggak enak ya masakan aku”

pak ahmad : “eh enggak, cuma perut bapak tiba2 sakit”

ustadzah neneng : “atau magh gara2 telat makan ? aku ambilin obat dulu dulu ya pak”

karena khawatir neneng langsung berlari ke kamar untuk mengambil obat magh dan minyak telon, pak ahmad yang ikut kaget melihat neneng berlari hanya bisa duduk diam menyembunyikan tonjolan disarungnya, tidak berapa lama neneng kembali dengan membawa obat dan minyak telon

ustadzah neneng : “sinih pak aku olesin minyak telon dulu perutnya biar anget, terus minum obat”

namun ketika neneng berdiri di samping pak ahmad tonjolan itu tidak bisa ditutupi lagi neneng melihat jelas kontol pak ahmad sudah mengacung keras dibalik sarungnya, pak ahmad yang pura pura tidak terjadi apa apa mulai mengangkat kaosnya keatas hingga perut sisa sisa perut kekarnya masih sedikit terlihat dibalik kulit perutnya yang mulai kendor, karena pak ahmad sudah mengangkat kaosnya dan dia sendiri yang menawarkan untuk mengoleskan minyak telon neneng dengan salah tingkah mulai meneteskan minyak telon di telapak tangannya dan mulai berjongkok disamping pak ahmad dan mengarahkan tangannya menuju perut pak ahmad, tangan neneng mulai mengusap usap perut pak ahmad neneng sengaja membuang mukanya agar tidak melihat tonjolan disarung pak ahmad

pak ahmad : “bontot. . . .”

ustadzah neneng : “eee iyah pak”

pak ahmad : “bontot tau kan bapak cinta banget sama ibu, sampe sekarag bapak enggak menikah lagi”

ustadzah neneng : “iya pak aku tau bapak setia hehe, aku juga enggak mau punya ibu tiri”

pak ahmad : “tapi bapak tersiksa setelah ibu kamu meninggal”

ustadzah neneng : “kenapa pak ? bapak sakit ?” (menatap wajah pak ahmad)

pak ahmad : “bukan, tapi coba lihat ini bapa harus menahan ini bertahun

tahun“ (menggenggam kontolnya dari balik sarung)

ustadzah neneng : “ih bapak . . . . .” (membuang muka namun sedikit melirik ke arah tonjolan sarung)

pak ahmad : “bontot mau bantu bapak enggak ?”

ustadzah neneng : “bantu apa pak” (menundukan wajahnya)

pak ahmad tiba tiba berdiri dan mengangkat sarungnya sampai keperut dan duduk kembali sehingga kontolnya yang coklat gelap gendut dan dikelilingi urat yang menonjol terekspos dengan jelas tanpa terhalang apapun, neneng yang melihat hal itu hanya bisa melongo kembali melihat batang kontol laki laki, kali ini kontol yang dia lihat sangat berbeda dengan kontol reyhan kontol pak ahmad lebih gelap kekar dan besar

pak ahmad : “yang sakit yang bagian sini bontot oles minyak telonnya disini

aja” (menggoyang goyangkan pinggulnya sehingga kontolnya ikut bergoyang)

ustadzah neneng : “emmm” (diam menunduk ke bawah)

pak ahmad : “bontot enggak kasian sama bapak ? bapak udah nahan ini bertahun tahun buat setia sama ibu”

pak ahmad mulai melancarkan alibinya soal istrinya seperti saat dia merayu indah agar mau malayaninya, neneng yang saat itu merasa bimbang dia merasa kasihan kepada bapaknya sekaligus takut melihat kontol sebesar itu kontol milik reyhan saja sudah membuatnya kelojotan apalagi kontol pak ahmad yang ukurannya 2x lipat dengan warna yang lebih gelap dan bulu2 jembut yang lebat semakin membuatnya ngeri, ditambah dia takut apabila bapaknya ingin menikah lagi

pak ahmad : “bontot. . . .”

ustadzah neneng : “ehh iya pak” (dengan reflek telapak tangan neneng mulai diarahkan ke batang kontol pak ahmad)

pak ahmad : “kocokin ya bontot bapak udah sakit enggak tahan”

nenengpun mulai menyentuh batang kontol pak ahmad tangannya sempat ditarik kembali saat bersentuhan dengan kontol pak ahmad karena terasa panas hangat, dengan pelan tangan neneng yang sudah dilumuri minyak telon mencoba menggenggam kontol pak ahmad namun telapak tangannya saja tidak bisa menggenggam keseluruhan batang kontol pak ahmad urat uratnya yang menonjol mulai terasa di telapak tangan neneng

pak ahmad : “ehmmmmm enak bontot kocokin naik turunin tangannya. . .”

neneng hanya bisa menuruti arahan pak ahmad neneng mulai menaik turunkan telapak tangannya dengan bantuan minyak telon kontol pak ahmad teras licin dan lebih hangat kepala kontolnyna yang coklat muda mulai sedikit memerah akibat kocokan neneng

pak ahmad : “achhhhhhh enak bontot terus pake dua tangan”

neneng yang memang tangannya tidak mampu menggenggam semua batang kontol pak ahmad belum mampu membuat pak ahamd puas karena masih ada bagian batang kontolnya yang belum tersentuh tangan putih lembut neneng, neneng yang hanya bisa pasrah dan merasa sudah terlanjur ikut saja apa yang diarahkan oleh bapaknya itu, neneng mulai melumuri telapak tangannya yang sebelah lagi dengan minyak telon, pak ahmda yang sudah tidak sabar mulai menggeser kursinya hingga kini neneng berada ditengah selangakangan pak ahmad dan mukanya menghadap kontol yang sedang berdiri tegak dengan dua bola yang menggantung keras dibawahnya

pak ahmad : “cepet dong bontot udah enggak tahan bapak”

nenengpun kembali mengenggam batang kontol pak ahmad namun kini dengan kedua tangannya, sehingga membuat pak ahmad kembali menikmati sensasi baru, karena terlalu licin neneng mengocok dari kepala kontol pak ahmad sampai menghantam selangkangan pak ahmad yang dipenuhi bulu “plok plok plok plok” karena semakin licin semakin cepat kocokan dari neneng sehingga membuat pak ahmad kelojotan, neneng kini sudah mulai tidak membuang mukanya neneng fokus melihat batang kontol pak ahmad entah kenapa dia merasa kagum dan gemas karena ukurannya sehingga membuat neneng berusaha untuk lebih cepat mengocoknya, dan tanpa disadari lendir2 mulai membasahi memeknya, pak ahmad yang merasa pertahanannya akan jebol mulai menghentikan neneng

pak ahmad : “ehmmm sebentar bontot ahhh. . . .” (menghentikan kocokan neneng)

pak ahmad mulai mengatur nafasnya dia tidak mau menyelesaikan kegiatan ini dengan cepat setelah dia berhasil mendapatkan indah, kini seolah pak ahmad mendapatkan mainan baru kembali dirinya seolah sedang berpoligami

pak ahmad : “bontot coba berdiri”

ustadzah neneng : “kenapa sih pak ?” (sambil menuruti perintah pak ahmad)

nenengpun menurut dan berdiri di apitan selangkangan pak ahmad bodynya yang semok tidak kalah dengan indah bahkan lebih kencang karena belum menikah, gunung kembarnya yang ikut bergoyang dibalik kain tipis piama saat neneng berdiri, dan selangkangannya yang mulai sedikit terlihat basah membuat pak ahmad seemakin bernafsu

pak ahmad : “bontot bener2 udah gede ya, ini buktinya” (meremas toket sebelah kanan neneng)

ustadzah neneng : “achhh ihh bapak geli tau haha”

pak ahmad : “abis gemsin ini jugak” (menepuk pantat neneng)

ustadzah neneng : “ih bapak mah” pak ahmad : “sini pangku sama bapak dulu kan kamu paling suka dipangku”

ustadzah neneng : “aku kan udah gede pak malu ah”

pak ahmad : “malu sama siapa enggak ada orang, kakak kamu jugak keluar semua, cepet sini bapak kangen mangku kamu” (sambil menepuk pahanya)

entah kenapa neneng menurut saja dengan permintaan bapaknya itu dia mulai mencoba duduk dipangkuan bapaknya setelah mencoba beberapa posisi pangkuan dan tidak terasa nyaman karena kontol pak ahmad yang sedanga mengacung keatas ahirnya mereka memutuskan untuk memangku dengan cara neneng menghadap pak ahmad dan menjepit badan pak ahmad dengan selangkangannya, posisi itu membuat kontol pak ahmad terjepit antara memek neneng dan perutnya sehingga membuat pak ahmad terasa nyaman meskipun harus menahan bobot tubuh neneng yang sedikit berat kareana kemontokanya, dengan posisi itu juga toket neneng kini membusung didepan diwajah pak ahmad

ustadzah neneng : “aku berat ya pak ?”

pak ahmad: “iya nih bontot udah gede jadi agak berat hehe”

ustadzah neneng : “aku gendut dong”

pak ahmad : “bukan gendut tapi montok, apalagi ini nih

ehmmmmmmmm” (membenamkan wajahnya di gunung kembar neneng) ustadzah neneng : “ahhh geli hahah bapak ih haha” (menggelinjang ke kanan dan ke kiri)

pak ahmad : “hahh hahh bapak sampe engak bisa naffas hehe, buka dong bapak mau liat aslinya segede apa penasaran”

Bersambung

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

229