Bab 11 Memendam Rasa Sakit
by Princess Kinan
10:58,Aug 03,2023
“Aduh.”
Agneta menabrak dan menumpahkan minuman ke pakaian seseorang yang berada di depannya. Secara refleks ia segera mengeluarkan beberapa helai tisu dari dalam tas selempang dan membersihkan pakaian orang itu dengan gugup.
“Tidak apa-apa, Agneta.”
Suara itu langsung membuat Agneta menengadahkan kepala dan tatapan mereka langsung bertemu.
“Kak Davero?” gumamnya.
“Sudahlah, tidak apa-apa.” Davero tersenyum. “Kamu sendirian?” tanya Davero menyadarkan Agneta dari keterpakuannya dan langsung memalingkan wajah dengan pipi merona, kemudian membenarkan posisi kacamatanya.
“Iya, aku sendirian.” Agneta menunduk karena semakin merasa malu dan gugup. Dia tidak berani menatap langsung mata Davero.
“Kau mau pulang bersamaku?” ajak Dave.
Jantung Agneta semakin berdegup lebih cepat. Ia tidak sanggup bicara saat bersama Davero. Dia seperti zat cair dan Davero adalah zat padatnya. Zat cair yang hanya mampu mengikuti zat padat dan memenuhi ruangannya.
“Tidak, Kak. Aku bisa pulang sendiri,” tolak Agneta.
Sebenarnya Agneta ingin sekali pulang bersama Davero, tetapi dia merasa malu dan tak bisa berlama-lama di samping Davero karena malu.
“Baiklah kalau begitu. Aku duluan ya,” pamit Davero yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Agneta sendirian yang masih menatapnya.
***
“Apa yang Lo pikirkan, Agneta?” tanya Sella membuat Agneta menoleh.
“Tidak ada. Aku hanya sedikit memikirkan pelajaran,” dusta Agneta.
“Ayolah, jangan berbohong. Kita baru saja selesai UN dan sebentar lagi acara pesta untuk pelepasa. Apa yang Lo pikirkan?” tanya Sella lagi, memaksa Agneta mengatakan yang sebenarnya.
“Kalau aku berkata jujur, apa kamu akan mentertawakanku?” tanya Agneta sedikit ragu.
“Tentu saja tidak. Cepat katakan, ada apa?”
“Aku memikirkan Kak Davero,” gumam Agneta nyaris berbisik.
“Apa?” pekik Sella. “Davero teman nongkrong Evan?” tanya Sella memastikan dan Agneta hanya mengangguk.
“Ya Tuhan, Davero itu terkenal gay, Netha!”
“Apa!” Kali ini Agneta yang terpekik kaget.
“Menurut Evan, dia sama sekali tidak pernah dekat dengan seorang wanita walau banyak yang terang-terangan mendekatinya.”
“Tetapi dia tidak mungkin gay,” ucap Agneta masih berusaha menampik rumor itu. “Aku yakin itu,” gumamnya.
“Mana gue tau,” ucap Sella sambil mengangkat bahu kanannya. “Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Ayo kita ke kantin saja.”
Agneta mengangguk kikuk dan mengikuti Sella walau kepalanya masih berpikir dan menggarisbawahi kata gay itu dan Davero tidak mungkin seorang gay.
***
Agneta menyempatkan diri ke toko buku sepulang sekolah sendirian karena Sella dijemput oleh Evan. Ia berjalan tenang sambil menyelempang tas di bahu kanannya. Namun, ia menghentikan langkahnya sebelum mencapai ke toko buku dan malah bersembunyi di balik dinding saat melihat Davero tersenyum menggendong seekor anjing kecil yang mirip anak serigala dengan bulu berwarna abu-abu terang bersih di sebuah toko hewan.
Agneta tanpa sadar ikut tersenyum dan mengambil potret Davero dari tempat persembunyiannya. Katakanlah dia kini menjadi seorang penggemar, tetapi ia tak merasa menyesal sama sekali. Setelahnya, ia memperhatikan Davero yang terlihat memasukkan anak anjing itu ke dalam kandang berukuran sedang dan membawanya pergi. Ketika Davero keluar dari toko itu, Agneta bersembunyi di balik dinding hingga Davero tak akan melihatnya.
“Devaro pasti akan menyukai hadiah ini,” gumamnya dan beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Devaro?
***
Agneta memijit dahinya saat mengingat masa-masa menggelikan dan juga membuatnya ingin menghapus kenangan itu. Davero sungguh memiliki dua perbedaan sikap yang sangat kentara dan Agneta telah tertipu olehnya. Davero di matanya seperti iblis yang menyerupai malaikat dan Agneta adalah salah wanita dari sekian wanita yang terpesona oleh segala tipu muslihatnya.
“Bunda!” panggil Regan.
“Kemarilah, Sayang,” sambut Agneta dengan mengulurkan tangan kanannya ke arah Regan yang mendekat. “Kenapa belum tidur?”
Agneta membelai kedua pipi gembil Regan.
“Belum ngantuk,” jawab Regan dengan polos yang membuat Agneta tersenyum. Ia membawa tubuh Regan untuk duduk di atas meja bar karena saat itu Agneta tengah duduk di kursi meja bar. Awalnya ingin menyeduh teh hangat untuk menenangkan diri karena kejadian di mobil Devaro, tetapi ia malah mengingat masa lalu yang datang kembali.
“Kamu lapar?” tanya Agneta, Regan menggelengkan kepalanya.
“Bunda,”
“Kenapa, Sayang?” tanya Agneta.
“Kapan Om Vero datang lagi ke sini?”
Degh!
Raut wajah lembut Agneta berubah menjadi tegang. Ia menatap Regan yang bertanya polos di hadapannya.
“Kenapa kamu menanyakannya? Dia hanya teman kerja, Bunda,” ucap Agneta sedikit bergetar.
Hatinya bergemuruh antara rasa takut dan emosi. Ada sisi di dalam hatinya yang tidak rela Regan mulai membagi rasa rindunya kepada Davero. Apakah ini keegoisan seorang Ibu? Bagaimanapun, Regan adalah anaknya, yang ia besarkan selama lima tahun ini dan Agneta tidak rela kalau pria itu mengetahuinya dan tiba-tiba saja mengambil alih hak asuh Regan.
Itu tidak boleh terjadi! batin Agneta bergemuruh.
“Bunda, kenapa melamun?” tanya Regan membuat Agneta tersenyum kikuk dan mengusap pipi Regan kembali dengan lembut.
“Weekend nanti kita main lagi dengan Ayah Aiden ya,” ajak Agneta mengalihkan pikiran Regan dari Davero.
“Main ke mana, Bunda?” tanya Regan tampak bersemangat.
Syukurlah, ini tak berlanjut lama. Pikir Agneta.
“Kita akan diskusikan nanti dengan Ayah Aiden. Sebaiknya sekarang kita tidur. Besok kamu harus sekolah,” ucap Agneta sambil menggendong Regan ke tempat tidur.
***
Davero menatap pigura besar yang menampilkan dua orang pria dengan usia yang jauh berbeda dan dua orang perempuan yang juga dengan usia yang terpaut jauh. Kedua tangannya sedikit mengepal melihat semua yang ada di hadapannya.
“Hai Mom, Dad, Devara,” gumam Davero tersenyum sinis.
Davero berdiri di sana dengan sebelah tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya dan sebelah lagi memegang gelas berisi cairan berwarna coklat terang dicampur dengan es batu. Matanya yang tajam menatap pigura itu tanpa berkedip. Bahkan tanpa sadar, pupil matanya semakin menggelap dan rahangnya mengeras.
Aku tidak akan pernah melepaskan keluargaku lagi.
***
Agneta menabrak dan menumpahkan minuman ke pakaian seseorang yang berada di depannya. Secara refleks ia segera mengeluarkan beberapa helai tisu dari dalam tas selempang dan membersihkan pakaian orang itu dengan gugup.
“Tidak apa-apa, Agneta.”
Suara itu langsung membuat Agneta menengadahkan kepala dan tatapan mereka langsung bertemu.
“Kak Davero?” gumamnya.
“Sudahlah, tidak apa-apa.” Davero tersenyum. “Kamu sendirian?” tanya Davero menyadarkan Agneta dari keterpakuannya dan langsung memalingkan wajah dengan pipi merona, kemudian membenarkan posisi kacamatanya.
“Iya, aku sendirian.” Agneta menunduk karena semakin merasa malu dan gugup. Dia tidak berani menatap langsung mata Davero.
“Kau mau pulang bersamaku?” ajak Dave.
Jantung Agneta semakin berdegup lebih cepat. Ia tidak sanggup bicara saat bersama Davero. Dia seperti zat cair dan Davero adalah zat padatnya. Zat cair yang hanya mampu mengikuti zat padat dan memenuhi ruangannya.
“Tidak, Kak. Aku bisa pulang sendiri,” tolak Agneta.
Sebenarnya Agneta ingin sekali pulang bersama Davero, tetapi dia merasa malu dan tak bisa berlama-lama di samping Davero karena malu.
“Baiklah kalau begitu. Aku duluan ya,” pamit Davero yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Agneta sendirian yang masih menatapnya.
***
“Apa yang Lo pikirkan, Agneta?” tanya Sella membuat Agneta menoleh.
“Tidak ada. Aku hanya sedikit memikirkan pelajaran,” dusta Agneta.
“Ayolah, jangan berbohong. Kita baru saja selesai UN dan sebentar lagi acara pesta untuk pelepasa. Apa yang Lo pikirkan?” tanya Sella lagi, memaksa Agneta mengatakan yang sebenarnya.
“Kalau aku berkata jujur, apa kamu akan mentertawakanku?” tanya Agneta sedikit ragu.
“Tentu saja tidak. Cepat katakan, ada apa?”
“Aku memikirkan Kak Davero,” gumam Agneta nyaris berbisik.
“Apa?” pekik Sella. “Davero teman nongkrong Evan?” tanya Sella memastikan dan Agneta hanya mengangguk.
“Ya Tuhan, Davero itu terkenal gay, Netha!”
“Apa!” Kali ini Agneta yang terpekik kaget.
“Menurut Evan, dia sama sekali tidak pernah dekat dengan seorang wanita walau banyak yang terang-terangan mendekatinya.”
“Tetapi dia tidak mungkin gay,” ucap Agneta masih berusaha menampik rumor itu. “Aku yakin itu,” gumamnya.
“Mana gue tau,” ucap Sella sambil mengangkat bahu kanannya. “Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Ayo kita ke kantin saja.”
Agneta mengangguk kikuk dan mengikuti Sella walau kepalanya masih berpikir dan menggarisbawahi kata gay itu dan Davero tidak mungkin seorang gay.
***
Agneta menyempatkan diri ke toko buku sepulang sekolah sendirian karena Sella dijemput oleh Evan. Ia berjalan tenang sambil menyelempang tas di bahu kanannya. Namun, ia menghentikan langkahnya sebelum mencapai ke toko buku dan malah bersembunyi di balik dinding saat melihat Davero tersenyum menggendong seekor anjing kecil yang mirip anak serigala dengan bulu berwarna abu-abu terang bersih di sebuah toko hewan.
Agneta tanpa sadar ikut tersenyum dan mengambil potret Davero dari tempat persembunyiannya. Katakanlah dia kini menjadi seorang penggemar, tetapi ia tak merasa menyesal sama sekali. Setelahnya, ia memperhatikan Davero yang terlihat memasukkan anak anjing itu ke dalam kandang berukuran sedang dan membawanya pergi. Ketika Davero keluar dari toko itu, Agneta bersembunyi di balik dinding hingga Davero tak akan melihatnya.
“Devaro pasti akan menyukai hadiah ini,” gumamnya dan beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Devaro?
***
Agneta memijit dahinya saat mengingat masa-masa menggelikan dan juga membuatnya ingin menghapus kenangan itu. Davero sungguh memiliki dua perbedaan sikap yang sangat kentara dan Agneta telah tertipu olehnya. Davero di matanya seperti iblis yang menyerupai malaikat dan Agneta adalah salah wanita dari sekian wanita yang terpesona oleh segala tipu muslihatnya.
“Bunda!” panggil Regan.
“Kemarilah, Sayang,” sambut Agneta dengan mengulurkan tangan kanannya ke arah Regan yang mendekat. “Kenapa belum tidur?”
Agneta membelai kedua pipi gembil Regan.
“Belum ngantuk,” jawab Regan dengan polos yang membuat Agneta tersenyum. Ia membawa tubuh Regan untuk duduk di atas meja bar karena saat itu Agneta tengah duduk di kursi meja bar. Awalnya ingin menyeduh teh hangat untuk menenangkan diri karena kejadian di mobil Devaro, tetapi ia malah mengingat masa lalu yang datang kembali.
“Kamu lapar?” tanya Agneta, Regan menggelengkan kepalanya.
“Bunda,”
“Kenapa, Sayang?” tanya Agneta.
“Kapan Om Vero datang lagi ke sini?”
Degh!
Raut wajah lembut Agneta berubah menjadi tegang. Ia menatap Regan yang bertanya polos di hadapannya.
“Kenapa kamu menanyakannya? Dia hanya teman kerja, Bunda,” ucap Agneta sedikit bergetar.
Hatinya bergemuruh antara rasa takut dan emosi. Ada sisi di dalam hatinya yang tidak rela Regan mulai membagi rasa rindunya kepada Davero. Apakah ini keegoisan seorang Ibu? Bagaimanapun, Regan adalah anaknya, yang ia besarkan selama lima tahun ini dan Agneta tidak rela kalau pria itu mengetahuinya dan tiba-tiba saja mengambil alih hak asuh Regan.
Itu tidak boleh terjadi! batin Agneta bergemuruh.
“Bunda, kenapa melamun?” tanya Regan membuat Agneta tersenyum kikuk dan mengusap pipi Regan kembali dengan lembut.
“Weekend nanti kita main lagi dengan Ayah Aiden ya,” ajak Agneta mengalihkan pikiran Regan dari Davero.
“Main ke mana, Bunda?” tanya Regan tampak bersemangat.
Syukurlah, ini tak berlanjut lama. Pikir Agneta.
“Kita akan diskusikan nanti dengan Ayah Aiden. Sebaiknya sekarang kita tidur. Besok kamu harus sekolah,” ucap Agneta sambil menggendong Regan ke tempat tidur.
***
Davero menatap pigura besar yang menampilkan dua orang pria dengan usia yang jauh berbeda dan dua orang perempuan yang juga dengan usia yang terpaut jauh. Kedua tangannya sedikit mengepal melihat semua yang ada di hadapannya.
“Hai Mom, Dad, Devara,” gumam Davero tersenyum sinis.
Davero berdiri di sana dengan sebelah tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya dan sebelah lagi memegang gelas berisi cairan berwarna coklat terang dicampur dengan es batu. Matanya yang tajam menatap pigura itu tanpa berkedip. Bahkan tanpa sadar, pupil matanya semakin menggelap dan rahangnya mengeras.
Aku tidak akan pernah melepaskan keluargaku lagi.
***
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved