Bab 8 Dilamar Aiden

by Princess Kinan 10:56,Aug 03,2023
Saat itu Aiden dan Agneta tengah berada di dalam mobil menuju ke kantor. Aiden bertanya mengenai keadaan Regan karena sewaktu menjemput ke rumah Agneta, ia tidak bertemu Regan.
“Dia baik-baik saja dan tetap ceria seperti biasanya. Aku sudah memberi tahu Regan untuk tidak menerima ajakan dari siapa pun, termasuk teman kerjaku.” Agneta menjelaskan.
Agneta masih kesal mengingat kemarin Regan pergi dengan Davero tanpa sepengetahuan siapa pun. Agneta merasakan kegelisahan masih bergelayut di benaknya.
“Tetapi aku tidak tahu kalau di kantor kita ada karyawan bernama Vero, terutama di divisimu.” Aiden masih heran dan itu membuat Agneta sedikit bingung dan lidahnya terasa kelu untuk menjawab.
“Dia bukan pegawai di kantor. Mungkin aku salah bicara. Dia adalah temanku waktu sekolah dulu dan belum lama ini kebetulan kami bertemu kembali,” ujar Agneta tanpa ingin menatap ke arah Aiden.
“Begitu, ya?” Aiden berusaha mempercayainya, apalagi selama ini Agneta tidak pernah sekalipun membohonginya.
“Iya,” ucap Agneta sambil menoleh ke arah Aiden yang sedang menatapnya.
“Pekan ini orang tuaku ingin bertemu denganmu. Aku ingin segera menikahimu, Agneta.”
Degh!
Wajah Agneta mendadak tegang dan bingung mendengar penuturan Aiden yang sangat mendadak itu.
“Aku sudah mencoba membujuk mereka dan pada akhirnya mereka ingin bertemu denganmu dan Regan,” ucap Aiden tanpa melihat reaksi Agneta.
“A-apa ini tidak terlalu cepat?” tanya Agneta gugup.
“Ini sudah cukup lama, Agneta. Aku sudah menunggumu setahun ini. Apa kamu masih belum yakin padaku?” tanya Aiden sambil terus fokus mengemudi. “Bahkan Regan saja sudah mau menerimaku sebagai ayahnya, lalu apa yang membuatmu bimbang?”
Aiden membuat Agneta terus membisu dan memalingkan wajahnya ke arah lain seakan tak ingin menatap Aiden, ia menatap jauh melewati celah panorama gedung-gedung pencakar langit.
“Apa kamu masih belum yakin padaku?” Aiden mengulang pertanyaannya sebelum meminggirkan mobilnya ke bahu jalan.
Aiden mengubah posisi duduknya, menghadap ke arah Agneta. Ia menarik kedua tangan Agneta ke dalam genggamannya, membuat mereka saling menatap dengan tatapan yang tak bisa dibaca satu sama lain.
“Ada apa, Agneta?”
“Aku—” Agneta terdiam sesaat, seakan memikirkan jawaban tepat yang memberatkan hatinya hingga sekarang.
Keheningan berlangsung cukup lama, diiringi helaan napas panjang sebelum akhirnya Agneta menjawab. “Aku tidak tahu, Aiden.”
“Beri aku kesempatan, Agneta. Aku akan membahagiakanmu dan Regan, aku berjanji,” ucapnya begitu tulus hingga membuat Agneta tak tega.
“Will you marry me, Agneta?” Aiden menatap manik mata Agneta dengan teduh dan tulus penuh cinta.
Melihat sikap Aiden selama ini dan saat ini ketika melamar dirinya, hati Agneta merasa lebih tak tega lagi. Aiden adalah pria yang sangat baik, bahkan dia benar-benar bersabar menghadapi Agneta yang hingga saat ini masih belum sepenuhnya mencintai atau memberi Aiden kepastian. Sudah satu tahun lebih Aiden menunggu Agneta untuk menerimanya dan ini menjadi lamaran ketiga yang Aiden ajukan kepada Agneta.
Sanggupkah ia menolak seperti lamaran sebelumnya? Agneta begitu kalut. Tidak mungkin ia menolak seperti dulu. Sebelumnya Agneta menolak lamaran Aiden dengan alasan Regan yang belum mengenal dan menerima Aiden sebagai calon ayahnya. Namun, sekarang keadaannya sudah jauh berubah.
“Agneta?”
Suara Aiden memanggil namanya menyadarkan Agneta dari lamunan. Sebenarnya tidak ada yang kurang dari Aiden, segalanya sempurna bahkan lebih dari apa pun yang bisa diberikan. Aiden memiliki paras tampan dengan lesung pipi yang membuat ketampanannya bertambah. Selain itu juga Aiden adalah seorang wakil direktur dari sebuah perusahaan ternama di Indonesia. Dia memiliki hati yang sangat baik, bahkan tak pernah sekalipun ia marah pada Agneta ataupun Regan. Aiden sangatlah sabar bahkan dalam hal meluluhkan hati Agneta dan menunggunya meski cinta itu tak kunjung bersambut ke dalam sebuah pernikahan. Apakah sekarang waktunya? Agneta bertanya-tanya di dalam dirinya.
“Ya, Aiden. Aku bersedia,” jawab Agneta setelah berseteru dengan hati dan pikirannya. “Hari ini aku memutuskan untuk menikah denganmu,”
“Terima kasih. Aku mencintaimu, Agneta.” Aiden tersenyum lebar dan langsung menarik tubuh Agneta ke dalam pelukannya, mengusap punggung Agneta dengan lembut.
Segalanya tak bisa disembunyikan lagi sekarang. Aiden sangat bahagia, penantiannya selama ini tidak akan berakhir sia-sia. Agneta menutup matanya, dia mungkin salah mengambil keputusan dan seakan ada sebuah rajam yang menusuk hatinya.
***
“Apa ada kabar baru dari Tuan Oktavio, Aiden?” tanya Davero sambil membaca berkas ketika mereka duduk di sofa yang ada di ruangan kerja direktur.
“Sudah. Dia menerima kesepakatan kita,” jawab Aiden sambil terus tersenyum.
“Good,” puji Davero yang kemudian menutup berkas, lalu menatap Aiden. “Apa yang membuatmu tampak bahagia hari ini?”
Aiden langsung menampilkan senyuman paling lebarnya. “Ya, Brother! Aku pria yang paling bahagia hari!”
“Well, apa kau menang dalam berjudi kali ini?” tanya Davero meraih minumannya.
“Lebih dari itu. Ini soal pacarku. Akhirnya Agneta menerima lamaranku untuk menikah.”
Dave tersedak minumannya sendiri saat mendengar penuturan Aiden.
“Kau baik-baik saja?” tanya Aiden beranjak dari duduknya dan mengeluarkan sapu tangan untuk Davero yang masih batuk tanpa henti.
“It’s Okay. Kau bilang apa tadi?” tanya Davero memastikan setelah batuknya mereda, lalu mengusap mulutnya dengan sapu tangan.
“Agneta menerima lamaranku dan pekan ini dia akan bertemu orang tuaku untuk membicarakan hubungan kami selanjutnya,” jelas Aiden masih dengan senyuman lebarnya.
“Benarkah?” tanya Davero datar, berusaha berpikir jernih.
“Tentu saja. Kau tahu aku sudah menunggunya selama satu tahun dan sudah pernah ditolak dua kali. Akan tetapi, pada akhirnya segalanya membuahkan hasil!” serunya penuh kemenangan dan membuat Davero tersenyum sinis.
“Selamat kalau begitu,” ucap Dave masih tanpa ekspresi.
“Kau harus datang akhir pekan nanti dan ikut makan malam bersama kami,” ajak Aiden.
“Pasti,” ucap Davero menerima undangan Aiden dengan senyum misterius.
***
Agneta datang bersama Aiden tanpa Regan yang kena demam dan dirawat Iren di rumah. Mereka telah tiba di sebuah restoran yang menjadi tempat pertemuan dengan kedua orang tua Aiden. Agneta tampak cantik dengan menggunakan dress hitam polos selutut menambah keanggunan pada tubuhnya yang ramping. Rambutnya dibiarkan terurai dan ditata dengan rapi. Aiden terlihat gagah dengan kemeja biru putih dibalut jas abu-abunya dan menuntun Agneta masuk ke dalam restoran menuju private room yang sudah dipesan untuk mereka.
“Aku takut, Aiden.” Agneta mengeratkan pegangannya di lengan Aiden.
“Tenangkan dirimu, Agneta. Semuanya akan baik-baik saja.” Aiden mengusap tangan Agneta yang berada di lengannya dan memasuki ruangan luas itu saat dua orang waiter membukakan pintu.
Di dalam ruang sudah menunggu pasangan suami-istri paruh baya yang duduk. Keduanya sama-sama menoleh saat Aiden menyapa mereka. Agneta sedikit tak nyaman melihat tatapan Ibu Aiden yang menelusuri dari atas hingga ke bawah.
“Mom, Dad, perkenalkan ini Agneta.” Aiden tersenyum saat memperkenalkan sang kekasih kepada kedua orang tuanya yang sudah bangkit dari duduk mereka. “Agneta, ini adalah Ibu dan Papaku,” lanjutnya memperkenalkan kedua orang tuanya.
“Agneta,” ucap Agneta sambil mengulurkan tangannya kepada Ayah Aiden yang langsung disambut ramah olehnya. Namun, reaksi berbeda didapati dari Ibu Aiden yang masih menatap Agneta cukup lama seolah tengah meneliti setiap bagian terkecil sebelum akhirnya menyambut uluran tangan Agneta dengan singkat.
Mereka berempat kembali duduk di atas sofa dengan posisi saling berhadapan. Agneta merasa semakin tak nyaman dengan tatapan yang di tujukan oleh Ibu Aiden. Beberapa pelayan datang menyuguhkan dua botol anggur termahal dan menuangkan anggur itu ke dalam empat gelas berkaki. Lalu, mereka kembali meninggalkan ruangan. Tidak lama beberapa pelayan kembali datang untuk menawarkan daftar menu makan malam mereka. Selama proses itu, tak ada satu orang pun yang membuka suara hingga akhirnya semua pelayan pergi meninggalkan ruangan setelah hidangan dipesan.
“Sebaiknya kita makan malam dulu,” saran ayah Aiden.
“Tidakkah kalian ingin menungguku?” sahut Davero yang membuat Agneta menahan napas karena kaget atas kehadiran yang tak disangka-sangka.
“Ah, Davero sudah datang. Kemarilah, Nak! Mommy senang kau datang,” sambut Ibu Aiden yang segera memeluknya.
Bahkan ketika memeluk Ibu Aiden, tatapan Davero tetap tertuju kepada Agneta yang balik menatapnya penuh kebencian.
“Wah! Inikah karyawan kita yang sudah memikatmu, Kakak Sepupu?” tanya Davero penuh penekanan yang membuat Agneta memalingkan wajahnya sedikit malu.
Kenapa pria itu harus datang kemari? Demikian Agneta berpikir.
“Iya. Agneta juga pasti sudah mengenalmu, Davero. Benar 'kan, Agneta?” Aiden mengalihkan perhatiannya untuk mengajak Agneta ikut serta ke dalam pembicaraan.
“Eh? Ya, saya mengenal Pak Davero.” Agneta menjawab dengan gelisah
“Tentu saja. Mana mungkin dia tidak mengenalku. Bukankah begitu, Nona Agneta?” kelakar Davero dengan kepuasan melihat Agneta tersenyum lemah.
***

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

57