Bab 5 Kecurigaan Davero
by Princess Kinan
10:52,Aug 03,2023
Davero duduk dan menatap tajam satu titik di depannya. Tangannya menggenggam gelas koktail dengan campuran sedikit es. Ingatannya melayang pada kejadian di rumah Agneta. Anak itu, Regan. Ada perasaan lain yang dapat dirasakan oleh Davero, tetapi ia tak tahu apa yang terjadi. Sentuhan tangan mungil Regan seakan mampu mencapai hatinya yang dingin dan kelam. Davero tidak pernah menyukai anak kecil, tetapi bocah itu seakan pengecualian untuknya.
Ia mengambil handphone-nya dan menghubungi seseorang untuk dia berikan perintah.
“Cari tahu tentang kehidupannya dan laporkan padaku segera!”
Sambungan telepon kemudian ditutup, Davero menenggak minumannya tandas sebelum pekikan didengarnya.
“Kau enak sekali bersantai di sini, sedangkan aku harus menyelesaikan semua pekerjaan sialan itu!”
“Aiden?” gumamnya.
“Yah, ini aku! Aku datang bukan sebagai wakilmu di perusahaan! Aku datang sebagai sepupumu dan berhentilah membuatku sibuk!”
“Kau lebih dewasa dariku dan sudah berpengalaman. Jadi wajar kau yang menyelesaikan semuanya.”
Dave mengatakannya dengan santai sambil menaruh gelas di meja.
“Kau enak mengatakan seperti itu. Gara-gara pekerjaan ini, aku jadi tidak ada waktu untuk pacarku!” ucapnya dengan kesal, Aiden duduk di sofa di hadapan Dave.
“Berhentilah merajuk padaku!” hibur Dave sambil kembali menuangkan minuman dari botol ke gelasnya.
“Kau terlihat ada masalah. Ada apa?” tanya Aiden, dia tidak terbiasa untuk berada dekat dengan peminum minuman beralkohol.
“Akhirnya aku bertemu lagi dengannya,” gumam Davero.
“Dia?” tanya Aiden sambil mengernyit, ia tidak yakin mengenai orang yang dimaksud Davero.
“Iya, dia. Wanita yang pernah hadir di masa laluku,” jawab Davero dengan gumaman.
“Di mana kau bertemu dengannya?” tanya Aiden memperhatikan wajah Davero yang terlihat mengeras.
“Dia salah satu karyawan di perusahaan!”
“Really?”
Davero mengangguk lemah.
“Ternyata dunia ini sangatlah sempit,” kata Aiden sambil tertawa kecil. “Apa aku akan mengenalnya?”
“Sepertinya tidak. Dia berada yang jauh di bawah pengawasan kita dan kau pasti tak akan mengenalnya karena dia tak berhubungan langsung dengan kita.”
“Mungkin, tetapi aku harus melihat siapa gadis itu.” Aiden menggosokkan telapak tangan kanannya ke lengan sofa.
“Suatu saat nanti kau akan mengetahuinya,” gumam Davero kemudian menenggak minumannya untuk terakhir kali.
Setelah cukup lama berbincang, Aiden beranjak keluar dari apartemen Davero. Di halaman, ia berpapasan dengan dua orang pria berwajah kembar dengan pakaian formal.
“Si kembar yang akur,” ujar Aiden bersahabat.
“Keakuran hanya kedok belaka,” ucap pria yang memiliki jambang sambil mengedipkan mata kirinya.
“Tumben kau ke sini. Ada apa?” tanya pria di sampingnya.
“Nothing.” Aiden mengedikkan bahunya. “Mungkin aku sedang merindukan sepupuku.”
“So sweet-nya,” ucap pria yang tidak memiliki jambang tersenyum geli.
Mereka adalah si saudara kembar Key dan Kay. Keyla Armando dan Kayza Armando. Mereka berdua adalah sahabat baik Davero dan juga Aiden. Namun, mereka lebih dekat dengan Davero yang usianya sementara Aiden dua tahun lebih muda dari mereka bertiga. Kay dan Key bekerja sebagai tangan kanan Davero karena rasa sayang mereka pada sahabatnya yang begitu keras kepala dan dingin. Fakta lainnya, Kay dan Key memiliki banyak perbedaan dan mereka sangat benci dibilang mirip satu sama lain. Kay yang lebih memiliki perawakan tubuh ramping dan kekar, wajahnya juga ditumbuhi bulu-bulu halus di sekitar rahangnya. Sementara Key sering disebut pria cantik yang memiliki wajah bersih. Sebenarnya wajah mereka begitu mirip, hanya karena Kay lebih suka dengan tampilan pria maskulin dan Key menyukai kebersihan begitu juga dengan merawat wajahnya sendiri agar tampak segar. Kay selalu kesal kalau disamakan dengan Key karena ia benci dibilang memiliki wajah cantik.
“Ngomong-gomong, ada apa kalian datang malam-malam ke sini?” tanya Aiden.
“Kami dipanggil bos besar. Sepertinya ada pekerjaan penting!” jawab Key sambil mengedipkan mata kirinya lagi.
Aiden mengangguk paham. “Ya sudah. Masuk sana sebelum datang kemurkaan bos kalian.”
“Kau tidak menginap di sini, Aiden?” tanya Kay.
“Tidak, aku punya rumah sendiri. Untuk apa menumpang?” ucapnya dengan santai.
“Baiklah kalau begitu, kami masuk dulu dan sampai bertemu lagi,” pamit Key.
Kay dan Key masuk ke dalam meninggalkan Aiden sendirian yang melanjutkan langkahnya menuju ke mobil.
***
Akhir pekan tiba, seperti biasanya, Aiden mengajak Agneta dan Regan bermain ke tempat wisata yang ada di Jakarta. Regan sudah merasa sangat dekat dengan Aiden, bahkan mereka sudah seperti ayah dan anak.
Agneta tengah duduk di kafe yang ada di tempat wisata itu dan meneguk moccacino kesukaannya dengan pandangan lurus ke depan di mana Aiden dan Regan tengah bermain bersama. Sesekali mereka melambai padanya yang kemudian dibalas lambaian dengan tersenyum lebar. Namun, entah kenapa pikiran Agneta tidak bisa berada di tempat yang sama. Pikirannya melayang jauh, mungkin sekali memikirkan Davero. Yah, mungkin karena pria itu kembali mengusik pikirannya dan menyita segalanya. Agneta merasa semakin tak nyaman menjalani hidup dengan kehadiran Davero. Ia ingin menyingkirkan dan mengenyahkannya, tetapi tentu saja sangat sulit. Agneta tidak tahu bagaimana caranya, tetapi Dave selalu berhasil mendominasi dan mengintimidasinya.
“Kok melamun.” Aiden mengecup kepala Agneta.
“Eh?” Agneta tersadar kemudian tersenyum kepada Aiden.
“Bunda, Egan haus,” ucap Regan yang sudah duduk di hadapan Agneta.
“Kamu mau pesan apa, Sayang? Biar Bunda belikan,” ucap Agneta.
“Mau jus,” jawab Regan
“Jus alpukat?” tanya Aiden yang diangguki Regan dengan antusias karena itu merupakan jus kesukaannya. “Baiklah, biar Ayah yang belikan ya,” ucap Aiden mengusap kepala Regan dan pergi.
“Bunda,”
“Ada apa, Sayang?” tanya Agneta.
“Om yang kemalin kok nggak datang lagi?” tanya Regan dengan begitu polos membuat Agneta kaget.
“Kenapa kamu menanyakan dia, Regan?” tanya Agneta ketus, itu membuat Regan sedikit bingung karena sikap ibunya.
“Apa Egan salah, Bunda?” tanyanya.
“Maafkan Bunda, Sayang.” Agneta menyesal sudah bersikap tidak enak pada Regan. Agneta hanya takut, sangat takut jika Regan ingin dekat dengan Davero. “Dia teman kerja Bunda dan sangat sibuk.”
Regan terdiam menatap Bundanya, ia tak berani bicara lagi sampai Aiden datang dengan membawa dua minuman.
“Habis dari sini kita akan ke mana lagi, Jagoan?” tanya Aiden sambil menyerahkan jus alpukat yang dibawanya.
“Egan capek, Ayah.”
“Mau pulang saja?” tanya Aiden lagi.
“Sebaiknya pulang saja, Aiden.” Agneta membuka suara.
“Baiklah, kita pulang ya,” ucap Aiden sambil menggendong Regan dan membawanya keluar dari kafe.
Sekilas Agneta tersenyum melihat kedekatan keluarga kecilnya bersama Aiden dan berpikir Aiden adalah pria yang sangat baik.
***
Ia mengambil handphone-nya dan menghubungi seseorang untuk dia berikan perintah.
“Cari tahu tentang kehidupannya dan laporkan padaku segera!”
Sambungan telepon kemudian ditutup, Davero menenggak minumannya tandas sebelum pekikan didengarnya.
“Kau enak sekali bersantai di sini, sedangkan aku harus menyelesaikan semua pekerjaan sialan itu!”
“Aiden?” gumamnya.
“Yah, ini aku! Aku datang bukan sebagai wakilmu di perusahaan! Aku datang sebagai sepupumu dan berhentilah membuatku sibuk!”
“Kau lebih dewasa dariku dan sudah berpengalaman. Jadi wajar kau yang menyelesaikan semuanya.”
Dave mengatakannya dengan santai sambil menaruh gelas di meja.
“Kau enak mengatakan seperti itu. Gara-gara pekerjaan ini, aku jadi tidak ada waktu untuk pacarku!” ucapnya dengan kesal, Aiden duduk di sofa di hadapan Dave.
“Berhentilah merajuk padaku!” hibur Dave sambil kembali menuangkan minuman dari botol ke gelasnya.
“Kau terlihat ada masalah. Ada apa?” tanya Aiden, dia tidak terbiasa untuk berada dekat dengan peminum minuman beralkohol.
“Akhirnya aku bertemu lagi dengannya,” gumam Davero.
“Dia?” tanya Aiden sambil mengernyit, ia tidak yakin mengenai orang yang dimaksud Davero.
“Iya, dia. Wanita yang pernah hadir di masa laluku,” jawab Davero dengan gumaman.
“Di mana kau bertemu dengannya?” tanya Aiden memperhatikan wajah Davero yang terlihat mengeras.
“Dia salah satu karyawan di perusahaan!”
“Really?”
Davero mengangguk lemah.
“Ternyata dunia ini sangatlah sempit,” kata Aiden sambil tertawa kecil. “Apa aku akan mengenalnya?”
“Sepertinya tidak. Dia berada yang jauh di bawah pengawasan kita dan kau pasti tak akan mengenalnya karena dia tak berhubungan langsung dengan kita.”
“Mungkin, tetapi aku harus melihat siapa gadis itu.” Aiden menggosokkan telapak tangan kanannya ke lengan sofa.
“Suatu saat nanti kau akan mengetahuinya,” gumam Davero kemudian menenggak minumannya untuk terakhir kali.
Setelah cukup lama berbincang, Aiden beranjak keluar dari apartemen Davero. Di halaman, ia berpapasan dengan dua orang pria berwajah kembar dengan pakaian formal.
“Si kembar yang akur,” ujar Aiden bersahabat.
“Keakuran hanya kedok belaka,” ucap pria yang memiliki jambang sambil mengedipkan mata kirinya.
“Tumben kau ke sini. Ada apa?” tanya pria di sampingnya.
“Nothing.” Aiden mengedikkan bahunya. “Mungkin aku sedang merindukan sepupuku.”
“So sweet-nya,” ucap pria yang tidak memiliki jambang tersenyum geli.
Mereka adalah si saudara kembar Key dan Kay. Keyla Armando dan Kayza Armando. Mereka berdua adalah sahabat baik Davero dan juga Aiden. Namun, mereka lebih dekat dengan Davero yang usianya sementara Aiden dua tahun lebih muda dari mereka bertiga. Kay dan Key bekerja sebagai tangan kanan Davero karena rasa sayang mereka pada sahabatnya yang begitu keras kepala dan dingin. Fakta lainnya, Kay dan Key memiliki banyak perbedaan dan mereka sangat benci dibilang mirip satu sama lain. Kay yang lebih memiliki perawakan tubuh ramping dan kekar, wajahnya juga ditumbuhi bulu-bulu halus di sekitar rahangnya. Sementara Key sering disebut pria cantik yang memiliki wajah bersih. Sebenarnya wajah mereka begitu mirip, hanya karena Kay lebih suka dengan tampilan pria maskulin dan Key menyukai kebersihan begitu juga dengan merawat wajahnya sendiri agar tampak segar. Kay selalu kesal kalau disamakan dengan Key karena ia benci dibilang memiliki wajah cantik.
“Ngomong-gomong, ada apa kalian datang malam-malam ke sini?” tanya Aiden.
“Kami dipanggil bos besar. Sepertinya ada pekerjaan penting!” jawab Key sambil mengedipkan mata kirinya lagi.
Aiden mengangguk paham. “Ya sudah. Masuk sana sebelum datang kemurkaan bos kalian.”
“Kau tidak menginap di sini, Aiden?” tanya Kay.
“Tidak, aku punya rumah sendiri. Untuk apa menumpang?” ucapnya dengan santai.
“Baiklah kalau begitu, kami masuk dulu dan sampai bertemu lagi,” pamit Key.
Kay dan Key masuk ke dalam meninggalkan Aiden sendirian yang melanjutkan langkahnya menuju ke mobil.
***
Akhir pekan tiba, seperti biasanya, Aiden mengajak Agneta dan Regan bermain ke tempat wisata yang ada di Jakarta. Regan sudah merasa sangat dekat dengan Aiden, bahkan mereka sudah seperti ayah dan anak.
Agneta tengah duduk di kafe yang ada di tempat wisata itu dan meneguk moccacino kesukaannya dengan pandangan lurus ke depan di mana Aiden dan Regan tengah bermain bersama. Sesekali mereka melambai padanya yang kemudian dibalas lambaian dengan tersenyum lebar. Namun, entah kenapa pikiran Agneta tidak bisa berada di tempat yang sama. Pikirannya melayang jauh, mungkin sekali memikirkan Davero. Yah, mungkin karena pria itu kembali mengusik pikirannya dan menyita segalanya. Agneta merasa semakin tak nyaman menjalani hidup dengan kehadiran Davero. Ia ingin menyingkirkan dan mengenyahkannya, tetapi tentu saja sangat sulit. Agneta tidak tahu bagaimana caranya, tetapi Dave selalu berhasil mendominasi dan mengintimidasinya.
“Kok melamun.” Aiden mengecup kepala Agneta.
“Eh?” Agneta tersadar kemudian tersenyum kepada Aiden.
“Bunda, Egan haus,” ucap Regan yang sudah duduk di hadapan Agneta.
“Kamu mau pesan apa, Sayang? Biar Bunda belikan,” ucap Agneta.
“Mau jus,” jawab Regan
“Jus alpukat?” tanya Aiden yang diangguki Regan dengan antusias karena itu merupakan jus kesukaannya. “Baiklah, biar Ayah yang belikan ya,” ucap Aiden mengusap kepala Regan dan pergi.
“Bunda,”
“Ada apa, Sayang?” tanya Agneta.
“Om yang kemalin kok nggak datang lagi?” tanya Regan dengan begitu polos membuat Agneta kaget.
“Kenapa kamu menanyakan dia, Regan?” tanya Agneta ketus, itu membuat Regan sedikit bingung karena sikap ibunya.
“Apa Egan salah, Bunda?” tanyanya.
“Maafkan Bunda, Sayang.” Agneta menyesal sudah bersikap tidak enak pada Regan. Agneta hanya takut, sangat takut jika Regan ingin dekat dengan Davero. “Dia teman kerja Bunda dan sangat sibuk.”
Regan terdiam menatap Bundanya, ia tak berani bicara lagi sampai Aiden datang dengan membawa dua minuman.
“Habis dari sini kita akan ke mana lagi, Jagoan?” tanya Aiden sambil menyerahkan jus alpukat yang dibawanya.
“Egan capek, Ayah.”
“Mau pulang saja?” tanya Aiden lagi.
“Sebaiknya pulang saja, Aiden.” Agneta membuka suara.
“Baiklah, kita pulang ya,” ucap Aiden sambil menggendong Regan dan membawanya keluar dari kafe.
Sekilas Agneta tersenyum melihat kedekatan keluarga kecilnya bersama Aiden dan berpikir Aiden adalah pria yang sangat baik.
***
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved