Bab 15 Kakak Perempuan Suami Yang Licik
by Leony Abrey
09:59,May 23,2020
Ini sepertinya adalah cara dia menyapa.
Emily sama sekali tidak peduli, dia sudah terbiasa dengan ekspresi menyindir.
DiKeluarga Wijaya, hanya ada senyuman Nyonya Tua Laila adalah sungguh-sungguh, adalah hangat.
Rupa orang lain melihat dia, semuanya seperti melihat seekor cacing bau yang merangkak keluar dari dalam lubang rakyat miskin, merasa dia menikah kemari, adalah demi memohon belas kasihan dan minta terhadap mereka.
“Kamu seorang diri pulang, pacar laki-laki kamu mana?” Austin sambil membalik majalah, sambil bertanya, seperti sengaja mengalihkan topik pembicaraan, tidak membiarkan dia terlalu memperhatikan Emily.
“Dia sudah pulang, besok akan datang berkunjung kedalam rumah.” Justine Wijaya mengangkat-angkat bahu, ujung mulut mengangkat sedikit senyuman, “kamu bilang seharusnya menyiapkan resepsi tunangan aku dulu, atau resepsi pernikahan kamu?”
“Tentu saja adalah persiapkan resepsi tunangan kamu dulu.” Sebuah suara rendah menyebar dari atas lantai.
Nyonya Besar Adelin melihat putri, atas wajah membawa senyuman yang penuh kasih sayang.
“Aku sudah mencari orang menghitung, tanggal lahir Austin dan Emily tidak cocok menikah tahun ini, harus menunggu musim gugur tahun depan baru bisa, tanggal lahir kamu dan Felix paling cocok menikah tahun ini.”
Dia sama sekali tidak berencana menyelenggarakan resepsi pernikahan untuk putra dan Emily, orang seperti Emily yang serakah dan rendah begini, tidak pantas menjadi menantu perempuan Keluarga Wijaya.
Tunggu dia sudah melahirkan anak, menyelesaikan surat wasiat tuan tua, bisa berpesan terhadap nyonya tua, langsung sudah bisa mengusir dia.
“Mami, sebelum resepsi pernikahan, lebih banyak mengajari dia beberapa tata cara, orang desa tingkah lakunya kasar, sampai tata cara dasar juga tidak mengerti, jika diluar melakukan lelucon, bukannya membuat wajah Keluarga Wijaya sangat memalukan.” Dalam nada Justine Wijaya membawa sindiran yang sangat parah.
“Kamu jangan menyulitkan dia lagi, ada beberapa barang adalah dibawa sejak lahir, bagaimana belajar juga tidak bisa.”
Nyonya Besar Adelin melambai-lambai tangan, dengan menyindir ketawa.
Dia sama sekali tidak ingin mengajari dia menjadi nyonya orang kaya, justru mau membiarkan dia memalukan, membiarkan dia kehilangan muka, membiarkan dia tidak ada tempat untuk menyembunyikan diri dari kemaluan, jika tidak bagaimana mencari alasan mengusir dia pergi?
“Barang yang formalitas belajar tidak belajar tidak masalah, jangan ketularan terlalu banyak bau tembaga sudah cukup.” Suara Austin dari belakang majalah pelan-pelan menyebar keluar.
Dia ingat wanita ini sangat suka uang, menikah kemari adalah demi mas kawin sepuluh juta.
Jari tangan Emily yang menyimpan didalam kantong mengepal dengan erat.
Dalam hati dia hanya berpikir empat huruf, orang sombong merendahkan orang lain.
Meskipun dia berasal dari kota tingkat ketiga, tetapi juga bukan orang yang tidak pernah melihat berbagai keadaan dalam masyarakat.
Bangsawan orang kaya memang kenapa, bukannya anak yang ada sebuah penampilan yang mewah, tetapi didalam malah sangat kacau balau.
Dia menarik nafas sangat dalam, diam-diam mencerna penghinaan.
Dibawah rumah orang, terpaksa harus menundukkan kepala, dia harus bersabar, tidak bisa melawan dengan mereka, mereka mengeluarkan gas tidak bersih, lambaikan lengan baju, sudah langsung bubar.
“Aku kembali kekamar duluan.” Dia ingin naik lantai atas, suara Justine Wijaya sekali lagi menyebar dari belakang, “malam hari ini King Club ada sebuah party, kamu dan Austin datang bersama.”
Emily sama sekali tidak ingin pergi party yang dinamakan masyarakat tinggi, Austin sepertinya juga tidak berencana membawa dia pergi.
Selesai makan siang, dia sudah langsung keluar, sampai malam hari juga tidak pulang.
Satu minggu, dia hanya dua hari tinggal malam didalam rumah, malam ini kira-kira juga tidak akan pulang.
Dia berencana melupakan masalah party ini, tidak kepikiran ada orang masih ingat.
“Bukannya Justine menyuruh kamu pergi mengkuti party, mengapa masih belum bergerak, terlambat adalah tidak sopan.” Nyonya Besar Adelin membawa sedikit aneh berkata.
“Aku......aku sedang mau pergi ganti baju.” Dia buru-buru berlari keatas lantai.
Saat ini, tidak pergi sudah tidak bisa.
Dia dari dalam lemari baju mencari keluar sebuah gaun biru Versace.
Pada saat dia turun, ujung mulut Nyonya Besar Adelin muncul sebuah senyuman yang sangat dingin.
Keluarga Wijaya ada desainer pakaian khusus, membuat gaun demi mereka, tetapi dia tidak akan menyuruh mereka desain pakaian untuk Emily, dia tidak pantas.
Burung gereja memakai sebagus apapun, juga tidak mungkin berubah menjadi burung hong, hanya bisa memboroskan barang.
Juga tidak tahu dia dari mana mengambil barang yang sudah lewat musim, tetapi malah lumayan cocok dengan dia.
Membiarkan dia keluar memalukan orang saja, sampai saat itu suami pulang, masih bisa memanfaatkan kesempatan menjelekkan dia.
Supir mengantar Emily sampai pintu luar club.
Laki-laki dan perempuan didalam semuanya adalah berdiri dipuncak piramida kota ini, dan dia adalah merayap dipaling bawah.
Sama sekali bukan dunia yang sama.
Berjalan masuk kemudian, dia langsung mencari sebuah tempat pojok yang tenang dan gelap, tidak ingin diperhatikan oleh siapapun.
Dia merasa diri sendiri sama sekali tidak menarik perhatian, seperti sebutir batu kecil, jatuh didalam air akan langsung tenggelam.
Sebenarnya sama sekali bukan begini.
Sejak dia masuk, langsung ada banyak mata menatap dia.
Kecantikan dia adalah tidak dapat diabaikan, sama seperti sebuah teratai keluar dari air, segar dan murni, sangat luar biasa.
Tanpa berdandan, juga sangat cantik menarik orang.
Dari dalam tubuh dia yang cantik menyebar keluar aura cantik, membuat setiap orang merasakan nyaman, seperti dimurnikan.
Tetapi mereka tidak tahu dia adalah siapa, dia adalah pertama kali muncul didalam pandangan mereka.
Jhonny menggoyangkan gelas arak didalam tangan, cairan warna merah pelan-pelan bergoyang, sama seperti darah.
Dia sedang mencari pemilik gelang itu, tidak kepikiran ternyata muncul disini.
Carmine Pratama juga sudah melihat dia, dalam mata berkedip api dendam.
Orang desa yang pantas mati, membuat dia disiram air panas, membuat Austin tidak menghiraukan dia, dia tidak mau membiarkan dia hidup enak.
Dia berkata terhadap Yoona Pramana yang disamping, “apakah sudah melihat wanita dipojok itu? Dia berdiam-diam masuk.”
“Kamu bagaimana tahu?” Yoona Pramana mengangkat alis.
“Dia adalah asisten kecil perusahaan kami yang baru diterima, datang dari pedesaan, jelas-jelas dalam rumah sangat miskin, masih berpura-pura tiap hari. Dia sering lihat Shopee, beli barang second bermerek yang sudah lewat musim, untuk berpura-pura menjadi wanita kaya, kamu lihat yang dipakai diatas badan dia itu.” Carmine Pratama dengan jahat berkata.
“Aku paling benci orang seperti ini, kurang dihajar, aku sekarang langsung kesana memberi pengajaran sebentar untuk dia.” Yoona dengan menyindir mengulurkan jari tengah.
Carmine Pratama dengan licik ketawa, dia paling suka bermain memanfaatkan orang untuk mencelakai orang.
Mata Emily terus melihat kemana-mana, dia tidak tenang dan gelisah, berharap tidak ada orang melihat dia, membiarkan dia dengan diam-diam duduk sebentar langsung pulang.
Seorang pelayan membawa piring arak berjalan dari tempat tidak jauh.
Ada orang didalam kegelapan mengulurkan satu kaki, dengan kejam tersandung dia sebentar, dia berjalan tidak stabil menyerbu kearah depan.
Gelas arak terjatuh tumpah, jatuh keatas gaun Emily, cairan merah segar, mengotori gaun dia.
“Maaf, maaf......” pelayan meminta maaf berturut-turut.
“Tidak apa-apa.” Emily melambai-lambai tangan, buru-buru mengambil tissue melap gaun.
Yoona ditempat tidak jauh ketawa dingin, barusan satu kaki itu adalah dia yang tersandung, tidak jauh juga tidak dekat, sangat lega.
Dia membalikkan badan keluar memanggil dua satpam masuk.
"Bagaimana kalian menjaga pintu, membiarkan wanita tidak benar berdiam-diam masuk, buru-buru mengusir dia keluar.” Suara dia sangat besar, seperti ingin seluruh orang didalam club mendengar.
Emily berdiri, “apakah kamu sedang mengatai aku?”
“Selain kamu masih ada siapa, disini adalah tempat level tinggi, adalah party masyarakat level tinggi, bukan tempat orang desa semacam kamu ini bisa berdiam-diam masuk.” Yoona dengan wajah yang sombong meluap-luap.
Emily sama sekali tidak peduli, dia sudah terbiasa dengan ekspresi menyindir.
DiKeluarga Wijaya, hanya ada senyuman Nyonya Tua Laila adalah sungguh-sungguh, adalah hangat.
Rupa orang lain melihat dia, semuanya seperti melihat seekor cacing bau yang merangkak keluar dari dalam lubang rakyat miskin, merasa dia menikah kemari, adalah demi memohon belas kasihan dan minta terhadap mereka.
“Kamu seorang diri pulang, pacar laki-laki kamu mana?” Austin sambil membalik majalah, sambil bertanya, seperti sengaja mengalihkan topik pembicaraan, tidak membiarkan dia terlalu memperhatikan Emily.
“Dia sudah pulang, besok akan datang berkunjung kedalam rumah.” Justine Wijaya mengangkat-angkat bahu, ujung mulut mengangkat sedikit senyuman, “kamu bilang seharusnya menyiapkan resepsi tunangan aku dulu, atau resepsi pernikahan kamu?”
“Tentu saja adalah persiapkan resepsi tunangan kamu dulu.” Sebuah suara rendah menyebar dari atas lantai.
Nyonya Besar Adelin melihat putri, atas wajah membawa senyuman yang penuh kasih sayang.
“Aku sudah mencari orang menghitung, tanggal lahir Austin dan Emily tidak cocok menikah tahun ini, harus menunggu musim gugur tahun depan baru bisa, tanggal lahir kamu dan Felix paling cocok menikah tahun ini.”
Dia sama sekali tidak berencana menyelenggarakan resepsi pernikahan untuk putra dan Emily, orang seperti Emily yang serakah dan rendah begini, tidak pantas menjadi menantu perempuan Keluarga Wijaya.
Tunggu dia sudah melahirkan anak, menyelesaikan surat wasiat tuan tua, bisa berpesan terhadap nyonya tua, langsung sudah bisa mengusir dia.
“Mami, sebelum resepsi pernikahan, lebih banyak mengajari dia beberapa tata cara, orang desa tingkah lakunya kasar, sampai tata cara dasar juga tidak mengerti, jika diluar melakukan lelucon, bukannya membuat wajah Keluarga Wijaya sangat memalukan.” Dalam nada Justine Wijaya membawa sindiran yang sangat parah.
“Kamu jangan menyulitkan dia lagi, ada beberapa barang adalah dibawa sejak lahir, bagaimana belajar juga tidak bisa.”
Nyonya Besar Adelin melambai-lambai tangan, dengan menyindir ketawa.
Dia sama sekali tidak ingin mengajari dia menjadi nyonya orang kaya, justru mau membiarkan dia memalukan, membiarkan dia kehilangan muka, membiarkan dia tidak ada tempat untuk menyembunyikan diri dari kemaluan, jika tidak bagaimana mencari alasan mengusir dia pergi?
“Barang yang formalitas belajar tidak belajar tidak masalah, jangan ketularan terlalu banyak bau tembaga sudah cukup.” Suara Austin dari belakang majalah pelan-pelan menyebar keluar.
Dia ingat wanita ini sangat suka uang, menikah kemari adalah demi mas kawin sepuluh juta.
Jari tangan Emily yang menyimpan didalam kantong mengepal dengan erat.
Dalam hati dia hanya berpikir empat huruf, orang sombong merendahkan orang lain.
Meskipun dia berasal dari kota tingkat ketiga, tetapi juga bukan orang yang tidak pernah melihat berbagai keadaan dalam masyarakat.
Bangsawan orang kaya memang kenapa, bukannya anak yang ada sebuah penampilan yang mewah, tetapi didalam malah sangat kacau balau.
Dia menarik nafas sangat dalam, diam-diam mencerna penghinaan.
Dibawah rumah orang, terpaksa harus menundukkan kepala, dia harus bersabar, tidak bisa melawan dengan mereka, mereka mengeluarkan gas tidak bersih, lambaikan lengan baju, sudah langsung bubar.
“Aku kembali kekamar duluan.” Dia ingin naik lantai atas, suara Justine Wijaya sekali lagi menyebar dari belakang, “malam hari ini King Club ada sebuah party, kamu dan Austin datang bersama.”
Emily sama sekali tidak ingin pergi party yang dinamakan masyarakat tinggi, Austin sepertinya juga tidak berencana membawa dia pergi.
Selesai makan siang, dia sudah langsung keluar, sampai malam hari juga tidak pulang.
Satu minggu, dia hanya dua hari tinggal malam didalam rumah, malam ini kira-kira juga tidak akan pulang.
Dia berencana melupakan masalah party ini, tidak kepikiran ada orang masih ingat.
“Bukannya Justine menyuruh kamu pergi mengkuti party, mengapa masih belum bergerak, terlambat adalah tidak sopan.” Nyonya Besar Adelin membawa sedikit aneh berkata.
“Aku......aku sedang mau pergi ganti baju.” Dia buru-buru berlari keatas lantai.
Saat ini, tidak pergi sudah tidak bisa.
Dia dari dalam lemari baju mencari keluar sebuah gaun biru Versace.
Pada saat dia turun, ujung mulut Nyonya Besar Adelin muncul sebuah senyuman yang sangat dingin.
Keluarga Wijaya ada desainer pakaian khusus, membuat gaun demi mereka, tetapi dia tidak akan menyuruh mereka desain pakaian untuk Emily, dia tidak pantas.
Burung gereja memakai sebagus apapun, juga tidak mungkin berubah menjadi burung hong, hanya bisa memboroskan barang.
Juga tidak tahu dia dari mana mengambil barang yang sudah lewat musim, tetapi malah lumayan cocok dengan dia.
Membiarkan dia keluar memalukan orang saja, sampai saat itu suami pulang, masih bisa memanfaatkan kesempatan menjelekkan dia.
Supir mengantar Emily sampai pintu luar club.
Laki-laki dan perempuan didalam semuanya adalah berdiri dipuncak piramida kota ini, dan dia adalah merayap dipaling bawah.
Sama sekali bukan dunia yang sama.
Berjalan masuk kemudian, dia langsung mencari sebuah tempat pojok yang tenang dan gelap, tidak ingin diperhatikan oleh siapapun.
Dia merasa diri sendiri sama sekali tidak menarik perhatian, seperti sebutir batu kecil, jatuh didalam air akan langsung tenggelam.
Sebenarnya sama sekali bukan begini.
Sejak dia masuk, langsung ada banyak mata menatap dia.
Kecantikan dia adalah tidak dapat diabaikan, sama seperti sebuah teratai keluar dari air, segar dan murni, sangat luar biasa.
Tanpa berdandan, juga sangat cantik menarik orang.
Dari dalam tubuh dia yang cantik menyebar keluar aura cantik, membuat setiap orang merasakan nyaman, seperti dimurnikan.
Tetapi mereka tidak tahu dia adalah siapa, dia adalah pertama kali muncul didalam pandangan mereka.
Jhonny menggoyangkan gelas arak didalam tangan, cairan warna merah pelan-pelan bergoyang, sama seperti darah.
Dia sedang mencari pemilik gelang itu, tidak kepikiran ternyata muncul disini.
Carmine Pratama juga sudah melihat dia, dalam mata berkedip api dendam.
Orang desa yang pantas mati, membuat dia disiram air panas, membuat Austin tidak menghiraukan dia, dia tidak mau membiarkan dia hidup enak.
Dia berkata terhadap Yoona Pramana yang disamping, “apakah sudah melihat wanita dipojok itu? Dia berdiam-diam masuk.”
“Kamu bagaimana tahu?” Yoona Pramana mengangkat alis.
“Dia adalah asisten kecil perusahaan kami yang baru diterima, datang dari pedesaan, jelas-jelas dalam rumah sangat miskin, masih berpura-pura tiap hari. Dia sering lihat Shopee, beli barang second bermerek yang sudah lewat musim, untuk berpura-pura menjadi wanita kaya, kamu lihat yang dipakai diatas badan dia itu.” Carmine Pratama dengan jahat berkata.
“Aku paling benci orang seperti ini, kurang dihajar, aku sekarang langsung kesana memberi pengajaran sebentar untuk dia.” Yoona dengan menyindir mengulurkan jari tengah.
Carmine Pratama dengan licik ketawa, dia paling suka bermain memanfaatkan orang untuk mencelakai orang.
Mata Emily terus melihat kemana-mana, dia tidak tenang dan gelisah, berharap tidak ada orang melihat dia, membiarkan dia dengan diam-diam duduk sebentar langsung pulang.
Seorang pelayan membawa piring arak berjalan dari tempat tidak jauh.
Ada orang didalam kegelapan mengulurkan satu kaki, dengan kejam tersandung dia sebentar, dia berjalan tidak stabil menyerbu kearah depan.
Gelas arak terjatuh tumpah, jatuh keatas gaun Emily, cairan merah segar, mengotori gaun dia.
“Maaf, maaf......” pelayan meminta maaf berturut-turut.
“Tidak apa-apa.” Emily melambai-lambai tangan, buru-buru mengambil tissue melap gaun.
Yoona ditempat tidak jauh ketawa dingin, barusan satu kaki itu adalah dia yang tersandung, tidak jauh juga tidak dekat, sangat lega.
Dia membalikkan badan keluar memanggil dua satpam masuk.
"Bagaimana kalian menjaga pintu, membiarkan wanita tidak benar berdiam-diam masuk, buru-buru mengusir dia keluar.” Suara dia sangat besar, seperti ingin seluruh orang didalam club mendengar.
Emily berdiri, “apakah kamu sedang mengatai aku?”
“Selain kamu masih ada siapa, disini adalah tempat level tinggi, adalah party masyarakat level tinggi, bukan tempat orang desa semacam kamu ini bisa berdiam-diam masuk.” Yoona dengan wajah yang sombong meluap-luap.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved