Bab 14 Aku Sangat Normal
by Leony Abrey
09:59,May 23,2020
Mall sangat besar, dimana-mana adalah orang, dia tidak menemukan lelaki, dia masuk sudah langsung menghilang.
Dia mencari kemana-mana, setiap toko, setiap sudut, tetapi tidak ada, tidak ada bayangan dia.
Dia sudah pergi kemana, sudah pergi kemana?
Apakah sudah naik kelantai atas?
Mall total ada 4 lantai, dia tidak ingin melepaskan, naik eskalator, mencari keatas.
Setiap lantai setiap tempat.
Dia terengah-engah, sepasang kaki lemas, sudah tidak sanggup berjalan lagi.
Tommy, apakah itu kamu, apakah benar-benar adalah kamu? Kamu sedang dimana? Mengapa tiba-tiba muncul? Kemudian tiba-tiba menghilang lagi?
Dia berlumpuh diatas lantai, air mata dan keringat bercampur mengalir dari pipi.
“Tommy……uh……Tommy……”
Dia menangis, rupa yang kehilangan jiwa menimbulkan banyak orang yang melihat.
Austin hanya ditempat tidak jauh melihat dia, sepasang mata yang hitam sangat dingin dan marah, bersinar cahaya yang dingin.
Apa sebenarnya yang dilakukan wanita bodoh itu, apakah penyakit gila benar-benar kambuh?
Menahan kemarahan, dia berjalan kesana, tidak berkata apa-apa, menarik Emily bangun, dengan kasar mengangkat diatas pundak, berjalan mengarah keluar.
Pada saat dia berjalan masuk lift, seseorang yang memakai T-shirt berwarna putih, lelaki ganteng yang memakai celana jeans berwarna biru berjalan keluar dari lift samping, disamping dia, masih ada seorang gadis yang rambutnya berwarna cokelat……
Dalam mobil ditutupi oleh suasana murung.
Emily memeluk lutut meringkuk menjadi satu, seperti seekor udang.
Dia masih jatuh didalam keadaan yang sangat sedih dan kehilangan.
Ekspresi wajah Austin sangat kesal, “dor” membuka kulkas kecil, dari dalam mengambil sebotol air dingin, dengan kasar mencubit dagu dia, dengan memaksa menuangi sesuap air dingin kedalam.
“Apakah sudah sadar?”
Emily keselek, batuk berkali-kali baru membaik kembali.
Dia merebut air dingin didalam tangan dia, kruk kruk menuangi beberapa suap lagi.
Air yang dingin memanggil kembali akal sehat dia, membuat suasana hati dia pelan-pelan tenang kembali.
“Maaf!” dia dengan bisik berkata.
“Emily, kamu memberitahu aku dengan jujur, apakah kamu ada psikosis intermiten?” Austin memakai nada menginterogasi.
Dia sangat terkejut, ada sedikit malu, “tidak ada, tidak ada, kamu jangan salah paham, aku sangat normal.”
“Jika begitu kamu barusan sedang gila apa?” pandangan mata Austin dingin, berubah menjadi sangat kejam, kemarahan didalam hati bertambah.
“Aku……sudah melihat satu orang.” Dia bersandar diatas punggung kursi, suara sangat rendah seperti nyamuk memanggil.
Austin menertawakan sekilas, “aku lihat kamu kelihatan hantu.”
“Mungkin benar-benar adalah hantu.” Dia memeluk lengan tangan, wajah pipi sedikit memutih.
Austin sedikit bengong, dengan marah mengetuk kepala dia sebentar.
“Masih belum selesai gila?”
“Aku tidak gila, yang aku katakan itu serius. Aku melihat orang itu, adalah……teman paling baik. Tiga tahun lalu, dia disebuah kecelakaan mobil sudah meninggal. Tetapi barusan, aku sudah melihat dia, dia berdiri ditempat yang tidak jauh dari peron.” Dia tidak sadar menarik tinggi suara, suasana hati berubah ada sedikit gairah lagi.
“Apakah dia benar-benar temanmu?” Mata Austin perlahan-lahan bertambah dalam.
“Iya.” Dia pelan-pelan mengangguk kepala.
"Laki-laki atau perempuan?“Dia mengerutkan alis sebentar, suara bertahan tenang, seperti arus sebelum tsunami, mengalir pelan dan berat.
Asalkan seseorang salah bicara, pasti akan menimbulkan ombak yang mengerikan.
Otak Emily masih sadar, dia tahu, jika diri sendiri berkata adalah laki-laki, pasti akan menimbulkan kecurigaan dia, membawa masalah yang tidak perlu, langsung membuat sebuah kebohongan, “tentu saja adalah perempuan, adalah satu-satunya teman baik aku.”
Ekspresi Austin pelan-pelan damai sedikit, “apakah kamu sudah salah lihat?”
“Aku tidak ada, rupa dia, aku sangat kenal, menutup mata juga bisa mengenal keluar. Saat aku mengejar sampai peron sana, melihat dia masuk mall, aku langsung mengikuti kesana, tetapi bagaimanapun juga tidak menemukan dia. Kamu bilang apakah roh hantu dia sudah pulang, dia sudah merindukan aku, hanya pulang melihat aku.” Dia menurunkan mata, setetes air mata jatuh dari dalam mata, hancur diatas punggung tangan.
Pada saat mobil berhenti dijalan menunggu lampu merah, supir membalikkan kepala melihat, “nyonya muda, mungkin saja benar-benar adalah roh hantu, besok adalah pertengahan bulan juli. Dikampung halaman aku, pada saat hari hantu, roh hantu yang meninggal semuanya akan pulang melihat keluarga dan teman, bakar lebih banyak kertas untuk dia saja.
“Tutup mulut.” Austin melototi dia sekilas, dia ketakutan buru-buru menutup mulut, sudah tidak berani bicara lagi.
Hati Emily tenggelam dalam jurang, jika Tommy melihat rupa dia sekarang ini, akan sedih kan?
Mereka pernah bilang asal lulus langsung menikah, belajar keluar negeri bersama, berkeliling dunia bersama.
Sampai akhirnya hanya sisa dia seorang diri, tenggelam didalam neraka.
Air mata sekali lagi mengalir turun, dia menghisap-isap hidung, tidak membiarkan diri sendiri menangis keluar suara.
Austin mencubit dagu dia, mengambil selembar tissue, mengelap diwajah dia, mau mengelap kering semua bekas airmata.
“Tidak boleh menangis lagi, menangis sangat jelek, nenek melihat, masih mengira kita sedang bertengkar.”
“Kamu tidak perlu khawatir, aku akan bilang adalah pasir sudah masuk dalam mata.” Dia tersedak sebentar.
“Alasan yang jelek seperti ini, hanya ada kepala babi seperti kamu begini baru akan percaya.” Austin sentil kepala dia sebentar, serius meremehkan.
Rumah sakit akhirnya sudah sampai.
Setelah turun mobil, Austin mengangkat tangan, menarik pipinya yang kaku kesamping, “ketawa untuk aku.”
Dia keringat parah, melempar tangan dia, “jika nenek melihat kamu begini kekerasan terhadap aku, pasti akan khawatir.”
“Kamu jika tidak ketawa, seumur ini jangan ingin ketawa lagi.” Dia satu kata satu kata dengan dingin keluar mengancam, seperti adalah kemarahan masih belum hilang.
Dia menggigil, dengan sekuat tenaga membuak mulut, dengan berlebihan ketawa palsu membuat daging dia sedikit sakit.
“Apakah kamu sudah puas?”
“Sangat bagus.” Austin dengan suara rendah berkata, tangan besar membuka, bergandeng tangan dia, berjalan masuk.
Nyonya Tua Laila adalah seseorang yang ramah tamah, dengan Nyonya Besar Adelin yang sombong benar-benar sangat berbeda.
Kelihatan Nyonya Tua Laila, Austin ketawanya seperti seorang anak, “nenek, akhirnya sudah bisa datang melihat anda, aku sangat merindukan anda.”
“Aku juga merindukan kamu.” Nyonya Tua Laila ketawa-ketawa, “istri yang kakek pilih untukmu, apakah puas?”
“Puas, kakek yang memilih, bagaimana bisa tidak puas?” Austin ketawanya sangat mempesonakan orang, seperti cahaya matahari menaburkan diatas gunung es.
Hanya ada dihadapan Nyonya Tua Laila, dia baru bisa ketawa begini.
Sesaat, Emily melihat ada sedikit bengong.
Ini adalah kata orang bunga Epiphyllum mekar, seberapa indah, juga hanya adalah waktu yang pendek.
“Sini, Emily, ketempat nenek sini.” Nyonya Tua Laila mengulurkan tangan.
Emily berjalan kesana, memegang tangan dia, “nenek, anda harus cepat sembuh, kami menjemput anda pulang kerumah.”
“Ingin aku cepat sembuh, kalian harus buru-buru melahirkan cucu buyut untuk aku, pada saat tunggu cucu buyut aku sudah lahir, aku langsung sembuh total.” Nyonya Tua Laila tersenyum-senyum berkata.
Dia sendiri adalah dokter, tetapi dokter selalu tidak bisa mengobati sembuh penyakit diri sendiri.
“Demi kesembuhan anda, aku sudah mau berusaha.” Austin dengan berbakti tersenyum.
“Emily.” Nyonya Tua Laila menepuk-tepuk tangan cucu menantu perempuan, “kamu dan Austin dulu tidak pernah bertemu, masih ada banyak tempat yang harus dicocokkan. Austin diatas watak sangat mirip dengan kakek tua dia, dingin dan terkendali, kelak dia jika berani menghina kamu, kamu langsung datang memberitahu aku, aku bantu kamu memberi pelajaran kepada dia.”
“Nenek, Austin sangat baik terhadap aku, dia diluar adalah es batu, didalam rumah adalah matahari kecil yang sangat hangat.” Emily membuka mulut lebar, ketawa sangat bahagia.
Dia sangat mengagumi diri sendiri terhadap omong kosongnya yang serius.
“Masalah ini juga mirip kakek tua dia.” Nyonya Tua Laila ketawa.
Mendengar dia berkata begini, dia tenang sangat banyak.
Berkata jujur, dia sangat senang yang dinikahi adalah Emily, dan bukan Elena Tasmania.
Dia menyuruh orang sampai ke Keluarga Tasmania untuk mencari tahu, Elena Tasmania hidup mewah, sombong, sama sekali bukan pilihan yang cocok sebagai cucu menantu perempuan. Emily baik hati dan jujur, polos dan acuh tak acuh, dan juga cerdas, ini baru adalah pasangan cocok untuk cucu.
Dua orang menemani nyonya tua makan siang bersama, sampai waktu istirahat siang baru pergi meninggalkan.
Pada saat pintu kamar pasien menutup, cahaya matahari diatas wajah Austin sudah menghilang, senyuman juga sudah menghilang, hanya tinggal kedinginan, kedinginan seperti semula.
Emily dalam hati berkata, berubah wajah lebih cepat dibanding membalik buku.
Pulang sampai tanah milik bangsawan Keluarga Wijaya, dia melihat sebuah wajah baru, adalah Justine Wijaya kakak perempuan kembar Austin.
Dia memiliki kecantikan yang menarik orang, satu kepala rambut panjang yang berwarna cokelat sangat menimbulkan perhatian orang.
“Austin, ini adalah istri murah kamu?” dia melihat Emily, hehe ketawa, penuh dengan menyindir.
Dia mencari kemana-mana, setiap toko, setiap sudut, tetapi tidak ada, tidak ada bayangan dia.
Dia sudah pergi kemana, sudah pergi kemana?
Apakah sudah naik kelantai atas?
Mall total ada 4 lantai, dia tidak ingin melepaskan, naik eskalator, mencari keatas.
Setiap lantai setiap tempat.
Dia terengah-engah, sepasang kaki lemas, sudah tidak sanggup berjalan lagi.
Tommy, apakah itu kamu, apakah benar-benar adalah kamu? Kamu sedang dimana? Mengapa tiba-tiba muncul? Kemudian tiba-tiba menghilang lagi?
Dia berlumpuh diatas lantai, air mata dan keringat bercampur mengalir dari pipi.
“Tommy……uh……Tommy……”
Dia menangis, rupa yang kehilangan jiwa menimbulkan banyak orang yang melihat.
Austin hanya ditempat tidak jauh melihat dia, sepasang mata yang hitam sangat dingin dan marah, bersinar cahaya yang dingin.
Apa sebenarnya yang dilakukan wanita bodoh itu, apakah penyakit gila benar-benar kambuh?
Menahan kemarahan, dia berjalan kesana, tidak berkata apa-apa, menarik Emily bangun, dengan kasar mengangkat diatas pundak, berjalan mengarah keluar.
Pada saat dia berjalan masuk lift, seseorang yang memakai T-shirt berwarna putih, lelaki ganteng yang memakai celana jeans berwarna biru berjalan keluar dari lift samping, disamping dia, masih ada seorang gadis yang rambutnya berwarna cokelat……
Dalam mobil ditutupi oleh suasana murung.
Emily memeluk lutut meringkuk menjadi satu, seperti seekor udang.
Dia masih jatuh didalam keadaan yang sangat sedih dan kehilangan.
Ekspresi wajah Austin sangat kesal, “dor” membuka kulkas kecil, dari dalam mengambil sebotol air dingin, dengan kasar mencubit dagu dia, dengan memaksa menuangi sesuap air dingin kedalam.
“Apakah sudah sadar?”
Emily keselek, batuk berkali-kali baru membaik kembali.
Dia merebut air dingin didalam tangan dia, kruk kruk menuangi beberapa suap lagi.
Air yang dingin memanggil kembali akal sehat dia, membuat suasana hati dia pelan-pelan tenang kembali.
“Maaf!” dia dengan bisik berkata.
“Emily, kamu memberitahu aku dengan jujur, apakah kamu ada psikosis intermiten?” Austin memakai nada menginterogasi.
Dia sangat terkejut, ada sedikit malu, “tidak ada, tidak ada, kamu jangan salah paham, aku sangat normal.”
“Jika begitu kamu barusan sedang gila apa?” pandangan mata Austin dingin, berubah menjadi sangat kejam, kemarahan didalam hati bertambah.
“Aku……sudah melihat satu orang.” Dia bersandar diatas punggung kursi, suara sangat rendah seperti nyamuk memanggil.
Austin menertawakan sekilas, “aku lihat kamu kelihatan hantu.”
“Mungkin benar-benar adalah hantu.” Dia memeluk lengan tangan, wajah pipi sedikit memutih.
Austin sedikit bengong, dengan marah mengetuk kepala dia sebentar.
“Masih belum selesai gila?”
“Aku tidak gila, yang aku katakan itu serius. Aku melihat orang itu, adalah……teman paling baik. Tiga tahun lalu, dia disebuah kecelakaan mobil sudah meninggal. Tetapi barusan, aku sudah melihat dia, dia berdiri ditempat yang tidak jauh dari peron.” Dia tidak sadar menarik tinggi suara, suasana hati berubah ada sedikit gairah lagi.
“Apakah dia benar-benar temanmu?” Mata Austin perlahan-lahan bertambah dalam.
“Iya.” Dia pelan-pelan mengangguk kepala.
"Laki-laki atau perempuan?“Dia mengerutkan alis sebentar, suara bertahan tenang, seperti arus sebelum tsunami, mengalir pelan dan berat.
Asalkan seseorang salah bicara, pasti akan menimbulkan ombak yang mengerikan.
Otak Emily masih sadar, dia tahu, jika diri sendiri berkata adalah laki-laki, pasti akan menimbulkan kecurigaan dia, membawa masalah yang tidak perlu, langsung membuat sebuah kebohongan, “tentu saja adalah perempuan, adalah satu-satunya teman baik aku.”
Ekspresi Austin pelan-pelan damai sedikit, “apakah kamu sudah salah lihat?”
“Aku tidak ada, rupa dia, aku sangat kenal, menutup mata juga bisa mengenal keluar. Saat aku mengejar sampai peron sana, melihat dia masuk mall, aku langsung mengikuti kesana, tetapi bagaimanapun juga tidak menemukan dia. Kamu bilang apakah roh hantu dia sudah pulang, dia sudah merindukan aku, hanya pulang melihat aku.” Dia menurunkan mata, setetes air mata jatuh dari dalam mata, hancur diatas punggung tangan.
Pada saat mobil berhenti dijalan menunggu lampu merah, supir membalikkan kepala melihat, “nyonya muda, mungkin saja benar-benar adalah roh hantu, besok adalah pertengahan bulan juli. Dikampung halaman aku, pada saat hari hantu, roh hantu yang meninggal semuanya akan pulang melihat keluarga dan teman, bakar lebih banyak kertas untuk dia saja.
“Tutup mulut.” Austin melototi dia sekilas, dia ketakutan buru-buru menutup mulut, sudah tidak berani bicara lagi.
Hati Emily tenggelam dalam jurang, jika Tommy melihat rupa dia sekarang ini, akan sedih kan?
Mereka pernah bilang asal lulus langsung menikah, belajar keluar negeri bersama, berkeliling dunia bersama.
Sampai akhirnya hanya sisa dia seorang diri, tenggelam didalam neraka.
Air mata sekali lagi mengalir turun, dia menghisap-isap hidung, tidak membiarkan diri sendiri menangis keluar suara.
Austin mencubit dagu dia, mengambil selembar tissue, mengelap diwajah dia, mau mengelap kering semua bekas airmata.
“Tidak boleh menangis lagi, menangis sangat jelek, nenek melihat, masih mengira kita sedang bertengkar.”
“Kamu tidak perlu khawatir, aku akan bilang adalah pasir sudah masuk dalam mata.” Dia tersedak sebentar.
“Alasan yang jelek seperti ini, hanya ada kepala babi seperti kamu begini baru akan percaya.” Austin sentil kepala dia sebentar, serius meremehkan.
Rumah sakit akhirnya sudah sampai.
Setelah turun mobil, Austin mengangkat tangan, menarik pipinya yang kaku kesamping, “ketawa untuk aku.”
Dia keringat parah, melempar tangan dia, “jika nenek melihat kamu begini kekerasan terhadap aku, pasti akan khawatir.”
“Kamu jika tidak ketawa, seumur ini jangan ingin ketawa lagi.” Dia satu kata satu kata dengan dingin keluar mengancam, seperti adalah kemarahan masih belum hilang.
Dia menggigil, dengan sekuat tenaga membuak mulut, dengan berlebihan ketawa palsu membuat daging dia sedikit sakit.
“Apakah kamu sudah puas?”
“Sangat bagus.” Austin dengan suara rendah berkata, tangan besar membuka, bergandeng tangan dia, berjalan masuk.
Nyonya Tua Laila adalah seseorang yang ramah tamah, dengan Nyonya Besar Adelin yang sombong benar-benar sangat berbeda.
Kelihatan Nyonya Tua Laila, Austin ketawanya seperti seorang anak, “nenek, akhirnya sudah bisa datang melihat anda, aku sangat merindukan anda.”
“Aku juga merindukan kamu.” Nyonya Tua Laila ketawa-ketawa, “istri yang kakek pilih untukmu, apakah puas?”
“Puas, kakek yang memilih, bagaimana bisa tidak puas?” Austin ketawanya sangat mempesonakan orang, seperti cahaya matahari menaburkan diatas gunung es.
Hanya ada dihadapan Nyonya Tua Laila, dia baru bisa ketawa begini.
Sesaat, Emily melihat ada sedikit bengong.
Ini adalah kata orang bunga Epiphyllum mekar, seberapa indah, juga hanya adalah waktu yang pendek.
“Sini, Emily, ketempat nenek sini.” Nyonya Tua Laila mengulurkan tangan.
Emily berjalan kesana, memegang tangan dia, “nenek, anda harus cepat sembuh, kami menjemput anda pulang kerumah.”
“Ingin aku cepat sembuh, kalian harus buru-buru melahirkan cucu buyut untuk aku, pada saat tunggu cucu buyut aku sudah lahir, aku langsung sembuh total.” Nyonya Tua Laila tersenyum-senyum berkata.
Dia sendiri adalah dokter, tetapi dokter selalu tidak bisa mengobati sembuh penyakit diri sendiri.
“Demi kesembuhan anda, aku sudah mau berusaha.” Austin dengan berbakti tersenyum.
“Emily.” Nyonya Tua Laila menepuk-tepuk tangan cucu menantu perempuan, “kamu dan Austin dulu tidak pernah bertemu, masih ada banyak tempat yang harus dicocokkan. Austin diatas watak sangat mirip dengan kakek tua dia, dingin dan terkendali, kelak dia jika berani menghina kamu, kamu langsung datang memberitahu aku, aku bantu kamu memberi pelajaran kepada dia.”
“Nenek, Austin sangat baik terhadap aku, dia diluar adalah es batu, didalam rumah adalah matahari kecil yang sangat hangat.” Emily membuka mulut lebar, ketawa sangat bahagia.
Dia sangat mengagumi diri sendiri terhadap omong kosongnya yang serius.
“Masalah ini juga mirip kakek tua dia.” Nyonya Tua Laila ketawa.
Mendengar dia berkata begini, dia tenang sangat banyak.
Berkata jujur, dia sangat senang yang dinikahi adalah Emily, dan bukan Elena Tasmania.
Dia menyuruh orang sampai ke Keluarga Tasmania untuk mencari tahu, Elena Tasmania hidup mewah, sombong, sama sekali bukan pilihan yang cocok sebagai cucu menantu perempuan. Emily baik hati dan jujur, polos dan acuh tak acuh, dan juga cerdas, ini baru adalah pasangan cocok untuk cucu.
Dua orang menemani nyonya tua makan siang bersama, sampai waktu istirahat siang baru pergi meninggalkan.
Pada saat pintu kamar pasien menutup, cahaya matahari diatas wajah Austin sudah menghilang, senyuman juga sudah menghilang, hanya tinggal kedinginan, kedinginan seperti semula.
Emily dalam hati berkata, berubah wajah lebih cepat dibanding membalik buku.
Pulang sampai tanah milik bangsawan Keluarga Wijaya, dia melihat sebuah wajah baru, adalah Justine Wijaya kakak perempuan kembar Austin.
Dia memiliki kecantikan yang menarik orang, satu kepala rambut panjang yang berwarna cokelat sangat menimbulkan perhatian orang.
“Austin, ini adalah istri murah kamu?” dia melihat Emily, hehe ketawa, penuh dengan menyindir.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved