Bab 10: Tidak Bisa Menerima Kekalahan?

by Moonlit Night 11:56,Mar 15,2025
Welliam mengemudikan mobilnya menuju mal. Lagi pula, dia tidak mungkin mengunjungi rumah Keluarga Sinclair tanpa membawa buah tangan.

Meskipun Keluarga Sinclair tidak kekurangan uang, nilai sebuah hadiah bukan terletak pada harganya, melainkan pada ketulusannya.

Kakek Gerrard dari Keluarga Sinclair sudah berusia lanjut. Dari cara berpakaiannya terlihat bahwa dia menyukai ketenangan dan kesederhanaan. Oleh karena itu, Welliam memilih satu set permainan catur premium sebagai hadiah untuknya.

Untuk Nicholas, hadiah berupa anggur atau teh berkualitas sudah cukup.

Sementara untuk ibu Emily, produk kecantikan dan kesehatan yang membantu menjaga kebugaran dan kecantikan pasti akan menjadi pilihan tepat.

Setelah selesai berbelanja, Welliam mengambil ponselnya untuk menghubungi Emily. Semalam, mereka sudah saling menukar nomor.

Welliam mengendarai mobilnya menuju rumah Keluarga Sinclair.

Sesampainya di sana, Emily berdiri di ambang pintu untuk menanti kedatangannya. Wajar saja, saat ini dia harus berperan sebagai pacar Welliam.

Melihat Welliam keluar dari mobil dan melangkah ke arahnya sambil memegang hadiah, Emily merasa agak gugup.

Dia yakin bahwa Welliam tidak akan melukainya. Namun, setiap kali teringat kebrutalan dan ketegasannya ketika mengambil keputusan semalam, rasa takut tetap muncul.

"Emily."

Welliam menyapanya dengan nada akrab saat menghampiri dirinya.

Wajah putih Emily langsung merona merah. Dia merasa agak malu karena belum terbiasa dengan sapaan semesra itu.

Keluarga Sinclair tinggal di sebuah vila mewah empat lantai.

Emily memandu Welliam ke ruang tamu.

Keluarga Sinclair tampak sudah berkumpul di sana.

"Kakek, Paman, Bibi, selamat siang!"

Welliam menyapa dengan sopan, tetapi tetap percaya diri.

Setelah itu, dia menaruh hadiah yang dia bawa ke atas meja. "Ini hanya sedikit tanda hormat dariku."

Nicholas mempersilakannya duduk di sofa sampingnya. "Silakan duduk."

"Terima kasih, Paman."

Welliam pun duduk dengan tenang dan menatap balik pandangan tajam dari Keluarga Sinclair.

Nicholas akhirnya membuka pembicaraan. "Emily sudah menceritakan sedikit tentangmu, tetapi ada beberapa hal yang masih belum jelas bagi kami."

Welliam tersenyum. "Silakan bertanya, Paman."

"Emily bilang kamu baru saja pulang dari luar negeri. Saat ini kamu kamu bekerja di Grup Talhart?"

Welliam memberi anggukan. "Benar. Pagi ini, aku baru saja menerima surat pengangkatan yang menugaskanku sebagai manajer umum. Hanya saja, aku belum sempat ke kantor."

Nicholas dan Keluarga Sinclair yang lain langsung terkejut.

"Surat pengangkatan sudah keluar, tetapi kamu belum ke kantor?"

Welliam menjawab dengan senyum santai. "Cuma jabatan manajer umum, bukan sesuatu yang luar biasa. Dibanding dengan Emily dan mengenal keluarga kalian, hal itu terasa kurang penting."

Nicholas dan Keluarga Sinclair makin terkejut.

Manajer umum baginya cuma jabatan biasa?

Anak muda ini benar-benar percaya diri, bahkan terkesan arogan.

Manajer umum adalah jabatan tinggi, posisi yang diidamkan oleh banyak orang dan tidak mudah diraih sepanjang karier mereka. Namun, setelah resmi diangkat, bukannya segera bekerja, dia malah lebih memilih menemui calon mertua?

Tindakannya memang menunjukkan seberapa seriusnya Welliam terhadap Emily dan bagaimana dia menghormati keluarga mereka. Namun, sikapnya ini terlihat seperti pria yang terlalu terbuai oleh asmara.

Haruskah mereka senang karena Welliam begitu perhatian terhadap Emily? Atau justru khawatir karena dia tidak bisa membedakan prioritas mana yang lebih penting?

Welliam tetap tenang dan menjawab dengan serius. "Surat pengangkatan itu tidak akan ke mana-mana. Namun, kalau aku tidak datang kemari hari ini, bisa-bisa pacarku yang menghilang."

Tentu saja, Welliam sendiri yang sudah mengeluarkan surat pengangkatan itu melalui komputer milik Franz. Kini Franz sudah tewas, tidak mungkin ada yang bisa membatalkan pengangkatan tersebut.

Setelah itu, Nicholas dan istrinya menanyakan beberapa hal lainnya kepada Welliam. Misalnya seperti dari mana asal keluarganya? Siapa saja anggota keluarganya? Di universitas luar negeri mana dia berkuliah?

Welliam sudah menyusun jawaban untuk semua pertanyaan itu hingga dia menjawab dengan lancar dan tanpa keraguan.

Sejauh ini, mereka merasa bahwa Welliam cukup memenuhi standar mereka.

Sebab, mereka belum mengetahui kalau Welliam baru saja bercerai. Kalau mereka sampai mengetahuinya, hasilnya mungkin akan berbeda. Bisa jadi dia akan langsung disuruh angkat kaki.

Apalagi, Keluarga Sinclair bukan keluarga sembarangan. Mereka sangat mempertimbangkan status dan reputasi. Kalau pacar putri mereka pernah bercerai, tidak peduli apa pun alasannya, hal itu tetap akan menjadi celaan yang bisa mencoreng nama baik keluarga mereka.

Oleh karena itu, Welliam berniat untuk mengungkapkan kebenaran. Dia berkunjung ke sini untuk membalas budi. Setelah keselamatan Emily terjamin, dia akan pergi tanpa meninggalkan jejak.

"Welliam, tetaplah di sini untuk makan siang."

Suara itu berasal dari Gerrard, kakek Emily yang sejak tadi diam.

Welliam agak tertegun sejenak sebelum akhirnya setuju dengan anggukan. "Baik, terima kasih, Kakek!"

"Kamu bisa bermain catur?"

Welliam kembali mengangguk. "Sedikit."

Kakek Albert sangat gemar bermain catur. Dulu, dia sering menghabiskan waktu bermain dengannya. Oleh karena itu, kemampuan caturnya termasuk lumayan.

"Bagus. Masih ada waktu sebelum makan siang. Mari kita bermain beberapa ronde?"

Hah, "bermain beberapa ronde"? Kedengarannya cukup profesional.

Welliam mengangguk dengan senyum sopan.

Gerrard mengajak Welliam ke ruang baca. Setelah papan catur siap, mereka duduk berhadapan dan mulai bermain. Catur yang digunakan adalah hadiah yang dibawa Welliam tadi.

Sepertinya hadiahnya tepat dan sesuai dengan selera Kakek Gerrard.

Sebelum memulai, Gerrard mengingatkannya. "Welliam, tidak perlu menahan diri. Aku ingin melihat sejauh mana keahlianmu."

Welliam mengangguk dengan senyum sopan.

Di ronde pertama, Gerrard mengalami kekalahan sangat telak.

Dari gaya bermainnya, sang kakek memang tampak seperti seorang ahli. Namun, dalam praktiknya, kemampuan catur Kakek Gerrard ternyata masih jauh dibandingkan dengan Kakek Albert.

Saat menengadah ke arahnya, dia melihat ekspresi tidak puas di wajah Gerrard.

"Tadi kakek sendiri yang bilang tidak perlu menahan diri. Namun, sekarang setelah kalah malah menunjukkan wajah tidak puas. Apa mungkin kakek tidak tahan kalah?" Welliam hanya bisa membatin tak berdaya.

Merasa sedikit canggung, Welliam mengusap tengkuknya. "Kakek Gerrard, tadi kita sepakat untuk bermain serius. Atau mungkin Kakek sengaja mengalah?"

Gerrard tetap memasang wajah serius. "Welliam, seseorang dapat tercermin dalam permainannya. Melalui catur, kita bisa melihat pola pikir dan strategi seseorang."

Welliam hanya bisa terdiam dan membatin. "Jadi, maksud kakek, karakterku ini buruk? Kakek ini benar-benar curang. Semua perkataanmu menguntungkan diri sendiri, bahkan tidak bisa membantahnya!"

Gerrard melanjutkan. "Dari permainan barusan, aku bisa lihat kalau kamu lebih suka menyerang daripada bertahan. Anak muda memang wajar masih sulit mengendalikan kelebihan dirinya. Namun, dalam dunia bisnis, itu adalah kesalahan fatal. Kamu harus belajar menyembunyikan kemampuanmu dan menguasai strategi serangan serta pertahanan secara seimbang agar bisa menjadi pemenang sejati."

Welliam tertegun. Sebagai seseorang yang telah bertahan di dunia bisnis selama puluhan tahun, jelas Gerrard memiliki wawasan yang tajam. Penilaiannya memang benar, dia lebih suka mengandalkan serangan daripada bertahan.

Akan tetapi, sebagai seorang pembunuh bayaran, baginya serangan adalah bentuk pertahanan terbaik. Tentu saja, pemikiran itu tidak bisa dia ungkapkan. Sebab, Kakek Gerrard pasti tidak akan menerima pemikirannya.

"Terima kasih atas nasihatnya, Kakek Gerrard. Pasti akan aku ingat."

"Bagus, mari kita lanjutkan."

Mereka pun kembali fokus pada permainan catur.

Pada ronde kedua, Welliam kalah.

Pada ronde ketiga, Welliam kembali kalah.

Dalam beberapa ronde berikutnya, hasilnya tetap sama.

Setelah meraih sejumlah kemenangan berturut-turut, Kakek Gerrard tampak sangat puas. Kini, senyumnya sangat lebar.

"Kakek ini mengajarkanku untuk menyembunyikan emosi, tetapi dirinya sendiri justru tidak bisa menahan ekspresi. Saat kalah, dia cemberut. Saat menang, dia tersenyum bahagia. Di mana keteguhan tadi dia ajarkan padaku." Welliam kembali membatin.

Namun, memang begitulah orang tua. Makin tua, makin seperti anak kecil.

"Kakek Gerrard, permainan caturmu sungguh luar biasa. Aku sama sekali tidak bisa melawan. Aku menyerah!"

Welliam memang berwatak dominan. Namun, dia tetap paham cara etika pergaulan. Satu pujian licin darinya bisa membuat suasana lebih baik. Benar saja, Kakek Gerrard pun langsung tertawa bahagia.

Gerrard berkata dengan senyuman, "Anak muda gampang terpengaruh oleh pendapat orang lain. Baik dalam catur maupun bisnis, yang terpenting adalah kemampuan menguasai pikiran lawan."

"Tadi, perkataanku telah memengaruhi strategimu. Kamu menjadi terlalu berhati-hati. Kamu bertahan terlalu banyak dan kurang menyerang."

Welliam hampir saja memutar bola matanya. Dia membatin. "Andai kakek bukan kakeknya Emily, aku pasti akan buat kakek kalah hingga ragu dengan seluruh strategi hidupmu."

Namun, Welliam tetap memasang ekspresi hormat dengan. Dia bangkit untuk membungkuk hormat. "Terima kasih atas bimbingannya, Kakek Gerrard. Aku telah belajar banyak hari ini."

Gerrard tertawa lepas dan suaranya penuh semangat. Jelas dia merasa sangat puas.

Dia mengecek jam. "Baik, cukup untuk hari ini. Waktunya makan siang. Nanti, temani kakek minum sedikit."

Welliam diam-diam menarik napas lega. Sejauh ini, kesan Kakek Gerrard terhadapnya masih cukup baik.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

50