Bab 5: Rela Melangkah ke Dalam Bahaya
by Moonlit Night
11:56,Mar 15,2025
Welliam tampak terkejut. "Kamu ... kamu masih ingat?"
"
Peristiwa itu sudah berlalu lima belas tahun. Dia mengira Emily pasti telah melupakannya."
Namun, di saat yang sama, Welliam juga merasa lega dan bahagia. Ini membuktikan bahwa dia tidak salah mengenali orang. Emily memang gadis cilik yang telah menolongnya saat itu. Saat kejadian, ada juga seorang wanita yang sangat perhatian di sisinya. Mungkin itu adalah ibu Emily.
Mata Emily yang jernih mengerjap. Ternyata ini alasannya? Akhirnya, dia paham kenapa pria di ini mau menolongnya?
Rasa ingin tahunya muncul. "Kenapa kamu bisa tahu gadis cilik itu aku? Apa karena sekotak permen lolipop itu? Apa kamu tidak takut telah keliru menolong orang?"
Welliam menjawab dengan senyuman. "Selain permen lolipop itu, juga mengingat tahi lalat di tengah alismu. Namun, sekalipun kamu bukan gadis cilik itu, aku akan tetap menolongmu. Kalau pun salah orang, itu bukan masalah besar."
Tatapan takut Emily perlahan mereda. Namun, saat dia memandang para pengawal yang sudah tewas, hatinya kembali terasa pilu.
Welliam menarik napas panjang. "Aku kira ini cuma misi pembunuhan biasa. Namun, siapa sangka akan berjumpa lagi denganmu. Jika aku mengetahui lebih awal, aku pasti sudah bertindak sejak tadi."
Emily melihatnya dengan serius. "Apa kamu sering membunuh?"
Welliam mengangguk pelan.
Wajah cantik Emily yang semula sudah kembali segar kini kembali memucat.
Melihat reaksinya, Welliam menatap sekilas dan berkata, "Dunia tempatku hidup berbeda dengan duniamu. Kalau aku tidak membunuh, justru aku yang akan dibunuh. Sama seperti dulu. Kalau aku tidak berjumpa denganmu, mungkin aku sudah lama menjadi seonggok tanah di kuburan."
"Apa yang terjadi padamu waktu itu? Kamu berlumuran darah. Saat itu usiamu masih belasan tahun, bukan? Dokter mengatakan luka-lukamu berasal dari pemukulan brutal. Nyawamu nyaris tak tertolong."
Emily tak habis pikir. Orang seperti apa yang tega berbuat sekejam itu pada anak berusia belasan tahun?
Tatapan Welliam sedikit menggelap, tetapi suaranya tetap tenang. "Aku beruntung bertemu kalian saat itu. Kalian membawaku ke rumah sakit, bahkan membayarkan biaya perawatanku. Akan tetapi, ketika aku siuman, kalian sudah pergi. Selama bertahun-tahun, aku selalu ingin berterima kasih."
Welliam bangkit dan melihat Emily dengan lekat. Sorot matanya yang biasanya dingin dan penuh kebengisan kini hanya tersisa ketulusan. Dia membungkuk ringan. "Terima kasih!"
Emily merasa canggung. Dia tidak tahu harus berbuat apa. "Kamu ... kamu tidak melakukan ini. Barusan kamu juga sudah menolongku, kan? Kita impas sekarang!"
Welliam tertawa kecil. "Prinsip hidupku sederhana. Dendam harus dibalas, begitu pula dengan kebaikan."
Kemudian, nada suaranya lebih serius. "Emily, saat ini kamu sedang berada dalam bahaya besar. Aku akan melindungi kamu dengan segenap kemampuanku. Tidak perlu takut padaku. Setelah semuanya selesai, aku akan pergi dengan sendirinya."
"Sebenarnya, tarif jasaku sangat mahal. Namun, untukmu, gratis. Karena lima belas tahun lalu, kamu sudah membayarnya."
Emily memahami maksudnya, yang Welliam maksud adalah biaya perawatannya di rumah sakit dulu.
Dia mengangguk pelan dan berkata dengan suara lirih. "Kalau begitu, terima kasih!"
Pria ini memang telah menghabisi banyak nyawa. Namun, entah mengapa,dia yakin kedua pria ini tidak akan menyakitinya.
Namun, dia tidak tahu. Demi melindunginya, Welliam telah menjerumuskan dirinya ke dalam bahaya. Bukan karena terpaksa, tetapi karena pilihan sendiri. Kini, dia harus harus menghadapi ancaman dari seluruh organisasi pembunuh bayaran sambil tetap menjaga keselamatannya.
Keputusan Welliam akan dianggap sebagai pengkhianatan terhadap seluruh organisasi pembunuh. Mulai saat ini, dia harus menghadapi perburuan tanpa henti, hingga salah satu dari mereka benar-benar lenyap.
Namun, Welliam sudah mempersiapkan diri untuk ini. Saat dia menghabisi Hades dan pembunuh lain, dia tahu betul bahwa dia akan berhadapan dengan seluruh organisasi pembunuh bayaran.
Dengan cekatan, dia membereskan tempat kejadian agar tidak ada jejak yang terlacak.
Baginya, melakukan hal ini bukanlah sesuatu yang sulit.
Dia juga mengajarkan Emily tentang skenario yang harus dia sampaikan kepada polisi dan keluarganya. "Saat perjalanan pulang, kalian diserang oleh para pembunuh. Semua pengawal tewas. Kamu dipaksa menyerahkan dokumen penelitian obat kanker. Saat kamu akan dibunuh mereka, tiba-tiba muncul kelompok lain yang menghabisi mereka. Kelompok lain itu kabur setelah mengambil dokumen itu. Kamu sendiri berhasil selamat karena bersembunyi di dalam mobil."
Setelah merancang alibi dengan matang, Welliam menghubungi polisi sekaligus menyampaikan kabar kepada Keluarga Sinclair.
Sekitar sepuluh menit kemudian, polisi sampai di lokasi.
Saat mendapati lokasi kejadian yang begitu mengerikan, semua orang yang hadir langsung pucat pasi.
Mereka langsung menutup lokasi kejadian. Setelah bertemu Welliam dan Emily, mereka melakukan pemeriksaan rutin.
Emily menceritakan kembali kejadiannya sesuai dengan yang telah diajarkan oleh Welliam.
Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh di lokasi, polisi menemukan bahwa keterangan Emily sesuai dengan bukti yang ada. Akan tetapi, mereka tetap meminta keduanya untuk ikut ke kantor polisi guna memberikan keterangan resmi.
Emily berusaha menjaga ketenangannya. Namun, rasa cemasnya sulit disembunyikan. Genggamannya pada tangan Welliam pun makin erat hingga buku-buku jarinya memucat.
Di sisi lain, Welliam menunjukkan kepiawaiannya dalam berakting. Raut wajahnya seolah menunjukkan rasa takut dan keterkejutan. Padahal faktanya, batinnya tetap tenang tanpa sedikit pun kegelisahan.
Baginya, memanipulasi tempat kejadian perkara adalah keterampilan dasar seorang pembunuh bayaran. Sudah tidak terhitung berapa kali dia melakukan hal serupa.
Baru menjelang dini hari mereka akhirnya diperbolehkan meninggalkan kantor polisi.
Di luar, Keluarga Sinclair sudah menanti dengan cemas. Ketika mereka sampai di lokasi kejadian, Welliam dan Emily telah lebih dulu dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
"Emily ...."
Seorang wanita anggun dan menawan yang memakai gaun brokat putih berlari tergesa-gesa ke arahnya. Wajahnya penuh kekhawatiran saat memeriksa kondisi Emily dari atas hingga bawah. "Apa kamu terluka?"
Keluarga Sinclair yang lain langsung mengerubungi mereka, menanyakan keadaan Emily dengan penuh kekhawatiran.
Sementara itu, Welliam memperhatikan wanita anggun tadi dengan tatapan penuh kelembutan. Dia ingat sosoknya dengan jelas. Bertahun-tahun lalu, wanita ini dan Emily yang membawanya ke rumah sakit.
Setelah yakin Emily baik-baik saja meski mengalami sedikit trauma, Keluarga Sinclair akhirnya merasa lega. Namun, sisa ketakutan masih tampak jelas di wajah mereka.
"Emily, sebenarnya apa yang terjadi?"
Pertanyaan itu datang dari seorang pria tua berambut putih yang memakai pakaian tradisional.
Dia bernama Gerrard Sinclair. Kakek Emily sekaligus pendiri Grup Sinclair. Meskipun dia telah lama pensiun dari dunia bisnis, wibawa dan pengaruhnya masih sangat besar.
Sekali lagi, Emily menceritakan kembali versi yang dibuat oleh Welliam. Saat dia mengatakan bahwa mereka berhasil selamat dengan susah payah, orang-orang baru sadar akan sesuatu. Masih ada satu orang lagi di lokasi kejadian tadi.
Seluruh tatapan pun beralih kepada Welliam.
"Kakek, Paman, bibi, salam kenal. Aku pacarnya Emily. Namaku Welliam Oscar. Kalian bisa panggil aku Welliam saja."
Dengan senyum ramah, Welliam memperkenalkan dirinya. Namun, dalam hati dia agak menyesal. Seharusnya tadi dia mengajari Emily satu skenario tambahan. Misalnya tentang bagaimana dia dengan gagah berani melindungi Emily, atau bahkan mengorbankan diri untuk menahan serangan. Dengan begitu, Keluarga Sinclair pasti akan lebih mudah menerimanya.
Keluarga Sinclair tampak terkejut. Mereka memerhatikan Welliam dari ujung kepala hingga kaki.
Pacar?
Sejak kapan Emily memiliki pacar?
Mereka pun serempak mengalihkan tatapan ke arah Emily.
Merasa agak gugup, wajah cantik Emily mulai merona merah. Namun, dia tetap berusaha terlihat tenang dan mengangguk pelan.
"Emily, sejak kapan kamu mulai berpacaran? Kenapa Ayah sama sekali tidak mengetahuinya?"
Suara yang terdengar berat dan tajam itu berasal dari Nicholas Sinclair, ayah Emily. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, kulitnya kecokelatan karena sering beraktivitas di luar ruangan. Meskipun wajahnya tampak biasa saja, aura dan karisma yang dia pancarkan begitu kuat. Wajar saja, saat ini dia adalah pemimpin utama Grup Sinclair.
Dengan raut wajah bingung, dia melontarkan pertanyaan kepada Emily.
Sementara itu, Welliam diam-diam bersyukur karena Emily lebih banyak mewarisi keunggulan ibunya. Kalau lebih mirip ayahnya, pasti benar-benar menyedihkan.
Dengan ekspresi agak malu, Emily tergagap. "Kami ... kami telah berpacaran selama tiga bulan. Sebenarnya, malam ini aku berniat mengajaknya mengunjungi rumah untuk bertemu kalian. Namun, insiden ini justru terjadi. Kalau bukan karena Welliam, aku mungkin sudah mati sekarang."
Mendengar itu, senyum tipis muncul di sudut bibir Welliam. Ternyata dia terlalu meremehkannya. Emily lebih cerdas dari yang dia duga. Dari ucapannya barusan, ada dua hal penting yang tersirat. Pertama, dia menegaskan bahwa dia tidak akan mengkhianatinya atau melaporkannya ke polisi.
Kedua, gadis ini sudah tidak takut padanya. Sebaliknya, dia mulai menerima perlindungan darinya.
"
Peristiwa itu sudah berlalu lima belas tahun. Dia mengira Emily pasti telah melupakannya."
Namun, di saat yang sama, Welliam juga merasa lega dan bahagia. Ini membuktikan bahwa dia tidak salah mengenali orang. Emily memang gadis cilik yang telah menolongnya saat itu. Saat kejadian, ada juga seorang wanita yang sangat perhatian di sisinya. Mungkin itu adalah ibu Emily.
Mata Emily yang jernih mengerjap. Ternyata ini alasannya? Akhirnya, dia paham kenapa pria di ini mau menolongnya?
Rasa ingin tahunya muncul. "Kenapa kamu bisa tahu gadis cilik itu aku? Apa karena sekotak permen lolipop itu? Apa kamu tidak takut telah keliru menolong orang?"
Welliam menjawab dengan senyuman. "Selain permen lolipop itu, juga mengingat tahi lalat di tengah alismu. Namun, sekalipun kamu bukan gadis cilik itu, aku akan tetap menolongmu. Kalau pun salah orang, itu bukan masalah besar."
Tatapan takut Emily perlahan mereda. Namun, saat dia memandang para pengawal yang sudah tewas, hatinya kembali terasa pilu.
Welliam menarik napas panjang. "Aku kira ini cuma misi pembunuhan biasa. Namun, siapa sangka akan berjumpa lagi denganmu. Jika aku mengetahui lebih awal, aku pasti sudah bertindak sejak tadi."
Emily melihatnya dengan serius. "Apa kamu sering membunuh?"
Welliam mengangguk pelan.
Wajah cantik Emily yang semula sudah kembali segar kini kembali memucat.
Melihat reaksinya, Welliam menatap sekilas dan berkata, "Dunia tempatku hidup berbeda dengan duniamu. Kalau aku tidak membunuh, justru aku yang akan dibunuh. Sama seperti dulu. Kalau aku tidak berjumpa denganmu, mungkin aku sudah lama menjadi seonggok tanah di kuburan."
"Apa yang terjadi padamu waktu itu? Kamu berlumuran darah. Saat itu usiamu masih belasan tahun, bukan? Dokter mengatakan luka-lukamu berasal dari pemukulan brutal. Nyawamu nyaris tak tertolong."
Emily tak habis pikir. Orang seperti apa yang tega berbuat sekejam itu pada anak berusia belasan tahun?
Tatapan Welliam sedikit menggelap, tetapi suaranya tetap tenang. "Aku beruntung bertemu kalian saat itu. Kalian membawaku ke rumah sakit, bahkan membayarkan biaya perawatanku. Akan tetapi, ketika aku siuman, kalian sudah pergi. Selama bertahun-tahun, aku selalu ingin berterima kasih."
Welliam bangkit dan melihat Emily dengan lekat. Sorot matanya yang biasanya dingin dan penuh kebengisan kini hanya tersisa ketulusan. Dia membungkuk ringan. "Terima kasih!"
Emily merasa canggung. Dia tidak tahu harus berbuat apa. "Kamu ... kamu tidak melakukan ini. Barusan kamu juga sudah menolongku, kan? Kita impas sekarang!"
Welliam tertawa kecil. "Prinsip hidupku sederhana. Dendam harus dibalas, begitu pula dengan kebaikan."
Kemudian, nada suaranya lebih serius. "Emily, saat ini kamu sedang berada dalam bahaya besar. Aku akan melindungi kamu dengan segenap kemampuanku. Tidak perlu takut padaku. Setelah semuanya selesai, aku akan pergi dengan sendirinya."
"Sebenarnya, tarif jasaku sangat mahal. Namun, untukmu, gratis. Karena lima belas tahun lalu, kamu sudah membayarnya."
Emily memahami maksudnya, yang Welliam maksud adalah biaya perawatannya di rumah sakit dulu.
Dia mengangguk pelan dan berkata dengan suara lirih. "Kalau begitu, terima kasih!"
Pria ini memang telah menghabisi banyak nyawa. Namun, entah mengapa,dia yakin kedua pria ini tidak akan menyakitinya.
Namun, dia tidak tahu. Demi melindunginya, Welliam telah menjerumuskan dirinya ke dalam bahaya. Bukan karena terpaksa, tetapi karena pilihan sendiri. Kini, dia harus harus menghadapi ancaman dari seluruh organisasi pembunuh bayaran sambil tetap menjaga keselamatannya.
Keputusan Welliam akan dianggap sebagai pengkhianatan terhadap seluruh organisasi pembunuh. Mulai saat ini, dia harus menghadapi perburuan tanpa henti, hingga salah satu dari mereka benar-benar lenyap.
Namun, Welliam sudah mempersiapkan diri untuk ini. Saat dia menghabisi Hades dan pembunuh lain, dia tahu betul bahwa dia akan berhadapan dengan seluruh organisasi pembunuh bayaran.
Dengan cekatan, dia membereskan tempat kejadian agar tidak ada jejak yang terlacak.
Baginya, melakukan hal ini bukanlah sesuatu yang sulit.
Dia juga mengajarkan Emily tentang skenario yang harus dia sampaikan kepada polisi dan keluarganya. "Saat perjalanan pulang, kalian diserang oleh para pembunuh. Semua pengawal tewas. Kamu dipaksa menyerahkan dokumen penelitian obat kanker. Saat kamu akan dibunuh mereka, tiba-tiba muncul kelompok lain yang menghabisi mereka. Kelompok lain itu kabur setelah mengambil dokumen itu. Kamu sendiri berhasil selamat karena bersembunyi di dalam mobil."
Setelah merancang alibi dengan matang, Welliam menghubungi polisi sekaligus menyampaikan kabar kepada Keluarga Sinclair.
Sekitar sepuluh menit kemudian, polisi sampai di lokasi.
Saat mendapati lokasi kejadian yang begitu mengerikan, semua orang yang hadir langsung pucat pasi.
Mereka langsung menutup lokasi kejadian. Setelah bertemu Welliam dan Emily, mereka melakukan pemeriksaan rutin.
Emily menceritakan kembali kejadiannya sesuai dengan yang telah diajarkan oleh Welliam.
Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh di lokasi, polisi menemukan bahwa keterangan Emily sesuai dengan bukti yang ada. Akan tetapi, mereka tetap meminta keduanya untuk ikut ke kantor polisi guna memberikan keterangan resmi.
Emily berusaha menjaga ketenangannya. Namun, rasa cemasnya sulit disembunyikan. Genggamannya pada tangan Welliam pun makin erat hingga buku-buku jarinya memucat.
Di sisi lain, Welliam menunjukkan kepiawaiannya dalam berakting. Raut wajahnya seolah menunjukkan rasa takut dan keterkejutan. Padahal faktanya, batinnya tetap tenang tanpa sedikit pun kegelisahan.
Baginya, memanipulasi tempat kejadian perkara adalah keterampilan dasar seorang pembunuh bayaran. Sudah tidak terhitung berapa kali dia melakukan hal serupa.
Baru menjelang dini hari mereka akhirnya diperbolehkan meninggalkan kantor polisi.
Di luar, Keluarga Sinclair sudah menanti dengan cemas. Ketika mereka sampai di lokasi kejadian, Welliam dan Emily telah lebih dulu dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
"Emily ...."
Seorang wanita anggun dan menawan yang memakai gaun brokat putih berlari tergesa-gesa ke arahnya. Wajahnya penuh kekhawatiran saat memeriksa kondisi Emily dari atas hingga bawah. "Apa kamu terluka?"
Keluarga Sinclair yang lain langsung mengerubungi mereka, menanyakan keadaan Emily dengan penuh kekhawatiran.
Sementara itu, Welliam memperhatikan wanita anggun tadi dengan tatapan penuh kelembutan. Dia ingat sosoknya dengan jelas. Bertahun-tahun lalu, wanita ini dan Emily yang membawanya ke rumah sakit.
Setelah yakin Emily baik-baik saja meski mengalami sedikit trauma, Keluarga Sinclair akhirnya merasa lega. Namun, sisa ketakutan masih tampak jelas di wajah mereka.
"Emily, sebenarnya apa yang terjadi?"
Pertanyaan itu datang dari seorang pria tua berambut putih yang memakai pakaian tradisional.
Dia bernama Gerrard Sinclair. Kakek Emily sekaligus pendiri Grup Sinclair. Meskipun dia telah lama pensiun dari dunia bisnis, wibawa dan pengaruhnya masih sangat besar.
Sekali lagi, Emily menceritakan kembali versi yang dibuat oleh Welliam. Saat dia mengatakan bahwa mereka berhasil selamat dengan susah payah, orang-orang baru sadar akan sesuatu. Masih ada satu orang lagi di lokasi kejadian tadi.
Seluruh tatapan pun beralih kepada Welliam.
"Kakek, Paman, bibi, salam kenal. Aku pacarnya Emily. Namaku Welliam Oscar. Kalian bisa panggil aku Welliam saja."
Dengan senyum ramah, Welliam memperkenalkan dirinya. Namun, dalam hati dia agak menyesal. Seharusnya tadi dia mengajari Emily satu skenario tambahan. Misalnya tentang bagaimana dia dengan gagah berani melindungi Emily, atau bahkan mengorbankan diri untuk menahan serangan. Dengan begitu, Keluarga Sinclair pasti akan lebih mudah menerimanya.
Keluarga Sinclair tampak terkejut. Mereka memerhatikan Welliam dari ujung kepala hingga kaki.
Pacar?
Sejak kapan Emily memiliki pacar?
Mereka pun serempak mengalihkan tatapan ke arah Emily.
Merasa agak gugup, wajah cantik Emily mulai merona merah. Namun, dia tetap berusaha terlihat tenang dan mengangguk pelan.
"Emily, sejak kapan kamu mulai berpacaran? Kenapa Ayah sama sekali tidak mengetahuinya?"
Suara yang terdengar berat dan tajam itu berasal dari Nicholas Sinclair, ayah Emily. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, kulitnya kecokelatan karena sering beraktivitas di luar ruangan. Meskipun wajahnya tampak biasa saja, aura dan karisma yang dia pancarkan begitu kuat. Wajar saja, saat ini dia adalah pemimpin utama Grup Sinclair.
Dengan raut wajah bingung, dia melontarkan pertanyaan kepada Emily.
Sementara itu, Welliam diam-diam bersyukur karena Emily lebih banyak mewarisi keunggulan ibunya. Kalau lebih mirip ayahnya, pasti benar-benar menyedihkan.
Dengan ekspresi agak malu, Emily tergagap. "Kami ... kami telah berpacaran selama tiga bulan. Sebenarnya, malam ini aku berniat mengajaknya mengunjungi rumah untuk bertemu kalian. Namun, insiden ini justru terjadi. Kalau bukan karena Welliam, aku mungkin sudah mati sekarang."
Mendengar itu, senyum tipis muncul di sudut bibir Welliam. Ternyata dia terlalu meremehkannya. Emily lebih cerdas dari yang dia duga. Dari ucapannya barusan, ada dua hal penting yang tersirat. Pertama, dia menegaskan bahwa dia tidak akan mengkhianatinya atau melaporkannya ke polisi.
Kedua, gadis ini sudah tidak takut padanya. Sebaliknya, dia mulai menerima perlindungan darinya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved