Bab 2: Keluar Dengan Tangan Kosong

by Moonlit Night 11:56,Mar 15,2025
Welliam melihat jam. Malam ini dia masih mempunyai misi pembunuhan.

Dia membuka laci meja untuk mengambil surat cerai. Dia lantas melemparkan surat cerai dan pulpen ke arah Zara.

"Aku pun sudah urus surat cerai. Cepat tanda tangan, lalu angkat kaki dari rumah ini!"

Zara memegang pipinya yang bengkak dengan satu tangan, sementara tangan lainnya membuka dokumen perceraian. Setelah melihat isinya dengan saksama, rasa tidak terima terpancar di matanya.

Ibunya yang juga masih menempelkan tangan di wajahnya, ikut mengintip isi dokumen tersebut. Seketika wajahnya merah padam karena marah. "Kenapa Zara harus keluar dari rumah dengan tangan kosong? Apa hakmu?

"Hak apa? Hak karena dia murahan. Kamu tahu arti kata murahan? Artinya dia tidak berharga. Satu hal lagi yang paling penting, kepalan tanganku jauh lebih kuat daripada mulutmu. Mau coba?"

Tatapannya berubah gentar saat melihat Welliam. Dia ingin kembali mengacau, berteriak, dan membuat keributan.

Namun, sebelum sempat melakukannya, Welliam sudah menebak niatnya. Dengan santai, dia meraih pisau buah dari keranjang di meja. Dia menancapkan pisau di apel sambil tersenyum dingin. "Kalau kamu sampai berteriak atau berbuat gaduh, akan kupotong lidahmu."

Melihat tatapan dingin Welliam, tubuh Miranda gemetar hebat. Dengan suara gagap, dia berkata, "Kamu ... kamu ... kamu, jangan mengancamku. Aku bisa melaporkanmu atas tindakan kekerasan!"

"Laporkan saja. Namun, kamu melaporkanku, aku akan menabrak mati anakmu, membakar rumahmu, menggali kuburan leluhurmu, dan memberi tahu tetanggamu kalau mulutmu busuk karena setiap malam kamu mencuri kotoran untuk dimakan. Oh iya, aku juga akan menyebarkan gosip bahwa putrimu selingkuh."

""Itu tidak benar! Kamu ... kamu memfitnahku! Aku bisa melaporkanmu atas pencemaran nama baik."

"Benar, ini memang fitnah. Sekalipun benar, lalu apa? Kamu pikir ada yang peduli dengan kebenaran? Mereka hanya akan percaya pada apa yang ingin mereka percaya. Ini era hiburan. Siapa tahu, kamu bisa menjadi selebritas internet karena ini. Bahkan, aku telah menyiapkan nama untukmu: Kehidupan Busuk Si Kumbang Kotoran."

Raut wajah Welliam langsung menggelap marah. Tatapan matanya makin dingin. Dia mengangkat pisau buah yang dipegang dan menancapkannya ke meja. Bunyi tajam pisau terdengar. Meskipun tipis, pisau itu menembus permukaan meja marmer dengan mudah.

Semua orang tersentak takut, sampai-sampai wajah mereka makin pucat pasi.

Tatapan dingin Welliam kini tertuju pada Zara. Dia berkata, "Rasa sabarku ada batasnya. Kalau kamu menolak tanda tangan, pisau berikutnya akan membuat adikmu kehilangan kelelakiannya."

"Jangan coba-coba meragukan perkataanku. Kalau kamu nekat mencobanya, kamu pasti akan menyesal."

Selama ini, dia telah merancang segalanya dengan begitu matang. Namun, kini dia harus pergi tanpa memperoleh sepeser pun. Dia merasa tidak terima. Namun, tatapan Welliam yang penuh dengan hawa pembunuh membuat tubuhnya merinding. Tatapan tersebut bukan seperti milik manusia. Itu adalah tatapan pemangsa yang siap menerkam mangsanya.

Rasa takut menguasai dia sepenuhnya. Tak berani menunda lebih lama, dia menandatangani surat cerai dengan tangan gemetar.

Welliam mengambil surat cerai tersebut. Dia meliriknya sekilas sebelum berkata dengan nada datar, "Besok pagi pukul sepuluh, temui aku di depan Kantor Catatan Sipil untuk mengambil akta cerai. Sekarang, angkat kaki dari rumah ini. Cepat."

Tanpa berani membantah, mereka semua buru-buru bergegas keluar. Ada yang menutup wajah, ada yang memegang kepala, semua berlari terseok-seok menuju pintu.

"Zara."

Welliam tiba-tiba memanggilnya.

Tubuh Zara menegang. Dengan ketakutan, dia memutar badannya ke belakang.

Welliam tersenyum sinis. Dia menatapnya beberapa detik dan berkata dengan suara dingin, "Pergilah."

Sebenarnya, dia sempat berpikir untuk mengatakan pada Zara bahwa dirinya memang kaya. Rumah itu dibeli tunai, begitu pula mobilnya.

Welliam tidak pernah mengatakannya pada Zara bukan karena tidak memercayainya. Namun, karena perempuan itu sendiri yang mengaku bersamanya bukan karena uang. Katanya, dia tidak suka orang kaya dan lebih mementingkan perasaan daripada materi.

Saat itu, Welliam percaya pada kata-katanya. Namun, saat ini dia sadar itu semua hanya taktiknya. Sebuah tipu daya untuk membuatnya lengah.

Welliam sempat ingin mengungkapkan kebenaran padanya dan menghancurkan harga dirinya. Namun, mereka belum resmi bercerai. Kalau dia mengungkapkannya sekarang, itu mungkin hanya akan menambah masalah. Oleh karena itu, dia menahan diri sejenak. Tunggu hingga perceraian resmi selesai, dia baru akan mengungkapkan segalanya.

"Kakek Albert, lihat watak keluargamu ini. Mereka semua sama sepertimu, penuh kebusukan. Lima belas tahun lalu kamu menjebakku, lima belas tahun kemudian cucumu melakukan hal yang sama. Apa aku memang berutang pada keluargamu?"

Welliam membatin kesal. Setelah mengecek jam, dia sadar waktunya hampir tiba. Dia lantas menenangkan emosinya sebelum akhirnya beranjak keluar.

Di depan kompleks perumahan, sebuah van dengan cat yang mulai mengelupas tampak terparkir di sudut gelap persimpangan.

Welliam membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. Sesaat kemudian, mesin menyala dan mobil melaju perlahan ke dalam kegelapan malam.

Sopirnya adalah pria paruh baya bertubuh kurus dengan tatapan tajam. Wajahnya terlihat polos, seperti seseorang yang mudah terlupakan di tengah keramaian. Namun, dia bukan orang sembarangan. Dia adalah pembunuh bayaran level S yang berjuluk Moran.

Dalam dunia pembunuh bayaran, peringkat dimulai dari level D, naik ke C, B, A, lalu S.

Pembunuh level S sudah termasuk di antara yang terbaik di industri ini. Namun, dalam kategori S sendiri, ada tingkatan lebih lanjut. Misalnya, Welliam adalah level SSS, salah satu yang paling ditakuti di daftar pembunuh bayaran.

Misi malam ini terdiri dari tim beranggotakan lima orang. Selain Moran sang pengemudi, ada dua pembunuh level A, Scythe dan Shadow.

Sedangkan Welliam? Dalam dunia pembunuh bayaran, dia memiliki julukan Drogo.

Drogo adalah julukan pemberian Kakek Albert. Welliam sangat membencinya. Menurutnya, julukan itu terdengar aneh. Lihat saja pembunuh lain. Ada yang disebut Poison Sting, Dark Soul, Phantom, dan julukan lain yang lebih keren. Sementara dia? Julukannya terdengar biasa, seperti orang biasa saja.

Bayangkan ada yang bertanya, "Siapa pembunuh terbaik di dunia?" Lalu, jawabannya. "Oh, itu si Drogo yang paling hebat." Dengar saja, julukan itu terdengar sangat tidak menarik

Akan tetapi, kini Welliam akhirnya memahami makna di balik julukannya. Kakek Albert memang keparat. Namun, kemampuannya tidak bisa diremehkan. Diam-diam, dia telah melatih sekelompok pembunuh terbaik tanpa sepengetahuan markas. Jumlahnya ada dua belas orang, yang dikenal sebagai Dark Zodiac.

Welliam adalah salah satu anggotanya.

Ketika Kakek Albert meninggal, dia menyerahkan kelompok Dark Zodiac kepadanya.

"Drogo, kamu terlambat satu menit."

Suara seseorang tiba-tiba terdengar dari kursi penumpang depan. Dia adalah pria dari Negara Barlun. Dia bertubuh tinggi besar, berambut pirang keriting, dan bermata biru. Senyumnya selalu tampak licik. Dia dikenal dengan julukan Hades dan merupakan pemimpin dalam misi kali ini.

"Hmm." Welliam hanya menggumam. Kata-katanya penuh peringatan. "Hari ini aku sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Jangan cari masalah denganku

Seperti Welliam, Hades juga seorang pembunuh level SSS. Dalam dunia ini, dua orang terbaik tidak bisa hidup di satu naungan. Mereka berdua kerap bertikai. Hades berkali-kali mencoba menantangnya tanpa pernah berhasil sekali pun.

Hades menyeringai dingin. "Kamu kena potong 2 miliar."

Tiba-tiba, cahaya dingin melintas.

Hades tertegun. Tangannya yang sedang menggenggam pistol perlahan melemas. Dia mengangkat kedua tangan dengan ragu-ragu. Sebuah belati tajam menempel tepat di arteri lehernya. Dinginnya mata pisau membuat seluruh bulu kuduknya merinding.

Scythe dan Shadow, yang berada di kursi belakang secara refleks hendak melancarkan serangan. Mereka adalah anak buah yang setia pada Hades.

Akan tetapi, mereka langsung diam bergerak dengan wajah yang pucat pasi. Entah sejak kapan, dua pisau lempar telah menancap di lengan baju mereka dan menjepit mereka di sandaran kursi.

"Aku sudah peringatkan. Hari ini aku tidak sedang dalam suasana hati yang baik. Jika kalian berani menggangguku lagi, sebelum menyelesaikan target, aku akan menghabisi kalian lebih dulu."

Welliam menjauhkan belatinya dari leher Hades dengan santai.

Belati miliknya memiliki bilah yang sangat tipis dan tajam. Karena bentuknya mirip daun willow, belati ini pun disebut belati willow.

Wajah Hades menggelap. Matanya berkilat dengan penuh kebencian, tetapi dia tidak berani melawan lagi. Dia sadar dalam ruang sesempit ini, pistolnya tidak akan pernah lebih cepat daripada pisau lempar milik Welliam. Akan tetapi, dia tidak akan melupakan dendam ini.

Welliam menghadap Scythe dan Shadow di belakang dengan tangan terulur.

Wajah mereka pucat pasi ketika rasa takut menguasai. Dengan tangan gemetar, mereka mencabut pisau yang menancap di lengan baju mereka dan menyerahkannya kepada Welliam.

Welliam melengos sinis. Dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia memilih memejamkan mata untuk beristirahat.

Setengah jam kemudian, mobil berhenti di jalan berkelok yang menanjak.

Mata Welliam pun terbuka dan melirik pemandangan di luar jendela. Jalan ini mengarah ke Gunung Arathan.

Gunung Arathan dikelilingi pepohonan lebat di dua sisi dan perairan di satu sisi. Di atas gunung itu, terdapat kawasan pemukiman elit yang terkenal di Kota Averton. Siapa pun yang menghuni kawasan ini pasti orang kaya dan berpengaruh. Sepertinya target malam ini adalah seorang konglomerat.

Welliam mendengus dalam hati. Kenapa orang-orang kaya selalu berpikir tinggal di gunung membuat mereka lebih istimewa? Kenapa tidak sekalian tinggal di langit saja? Jalan berliku ini panjang, terjal, dan berbahaya untuk dilalui.

Saat itu sudah tengah malam. Awan hitam menutupi langit, bintang-bintang nyaris tak terlihat.

Di kejauhan, dua pasang lampu mobil perlahan naik dari kaki gunung, cahaya lampunya tampak mencolok di tengah malam gelap.

"Mereka datang. Ingat, target kita seorang perempuan. Jangan bunuh dia."

Suara Hades terdengar serius.

Welliam menaikkan alis. Target harus dibiarkan hidup? Berarti ini bukan sekadar misi pembunuhan biasa. Pasti ada motif lain.

"Drogo, kamu masih duduk di situ untuk apa?"

Hades dan pembunuh lain sudah bersiap, tetapi Welliam masih terlihat santai. Dia tampak bersandar malas di kursi.

Kelopak mata Welliam terkulai, sementara ekspresinya lesu. "Berapa orang yang menjaga target?"

"Empat pengawal. Bunuh semuanya."

Welliam menguap malas. "Hanya empat orang? Kalian pasti bisa mengatasinya sendiri. Jika memang perlu bantuan, aku akan turun tangan."

Baginya, misi ini terlalu membosankan. Bahkan, dia malas bertanya tentang identitas targetnya.

Mata Hades memicing tajam di tengah malam yang gelap. "Kamu tidak ingin mendapat bayaran?"

Welliam menyeringai sinis. "Kalau ada satu sen pun dari bagianku yang hilang, aku akan mengambil nyawa kalian sebagai gantinya."

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

50