Bab 1: Semuanya Mendapat Tamparan Darinya

by Moonlit Night 11:56,Mar 15,2025
"Welliam Oscar, karena kamu sudah mengetahuinya, aku malas menjelaskan. Anggap saja ini kesalahanku. Tanda tangani saja suratnya, supaya kita bisa pisah baik-baik."

Zara Gilmer duduk di antara kedua orang tuanya. Ekspresi wajahnya seolah-olah dia yang paling teraniaya. Sikapnya menunjukkan kalau kesalahannya bukan sesuatu yang luar biasa, melainkan hanya kesalahan bisa diperbuat oleh wanita mana pun di dunia ini. Dia seperti ingin mengatakan, "Jangan terlalu perhitungan. Seorang pria seharusnya lebih berlapang dada."

Di bawah sorotan tajam keluarga itu, Welliam nyaris saja mempertanyakan apakah dirinya yang sudah berselingkuh.

Tentu saja, hingga sekarang pun dia masih tidak habis pikir. Pernikahan mereka baru berjalan dua bulan, kenapa Zara sampai berselingkuh?

"Welliam, jangan terpaku pada fakta. Zara memang telah menjadi istrimu. Namun, dia tetap berhak untuk memilih kebahagiaannya sendiri, bukan? Cepat tanda tangani surat ini."

Ibu mertuanya, Miranda Costa, mengenakan riasan tebal dengan kalung mutiara di lehernya. Tubuhnya yang gendut hampir membuat gaun motif bunga besar yang dia pakai tampak seperti akan robek. Bahkan, dari seberang meja, Welliam sudah bisa merasakan bau napasnya yang busuk.

Wajahnya yang penuh lemak bergetar, matanya yang bulat mendelik tajam. Seakan-akan kalau Welliam menolak untuk tanda tangan pada, dia akan langsung menjatuhkan diri ke lantai. Kemudian, mulai menangis dan berguling-guling..

"Welliam, situasinya sudah seperti ini. Semuanya tidak bisa diperbaiki lagi. Kamu dan Zara memang tidak cocok. Lebih baik kamu cepat tanda tangan saja."

Ayah mertuanya, Adolf Gilmer, berkata dengan sinis dan meremehkan. Perut buncitnya yang berlemak terlihat jelas dan gaya rambutnya menyerupai tokoh penjahat dalam film kungfu.

Baginya, Welliam hanyalah pria hanya pria sebatang kara di kota ini. Menindasnya pun tidak masalah.

"Hei, Welliam. Cepat tanda tangan dan angkat kakimu dari sini. Kebetulan rumah ini akan kupakai untuk pernikahanku nanti. Oh ya, sebelum pergi, jangan lupa tinggalkan kunci mobilmu."

Adik iparnya, Andrew Gilmer, berkata dengan nada suara penuh perintah. Lengannya yang penuh tato merangkul pacarnya, dengan sebatang rokok terselip di jarinya. Dia mengisap rokoknya dalam-dalam dan mengembuskan asap tipis ke udara.

Mereka semua yakin bahwa Welliam tidak punya siapa-siapa di kota ini. Kepribadiannya pun pengecut. Bahkan, saat dihina, dia tak pernah membalas. Sungguh sosok yang sangat mudah untuk ditindas.

Saat keluarga itu merasa sudah sepenuhnya mengendalikan keadaan, tiba-tiba terdengar suara notifikasi dari ponsel di tubuh Welliam.

Welliam mengalihkan tatapannya dari dokumen perceraian. Dia pun mengambil ponsel keluaran lama, kemudian melirik layar sembari berkata, "Silakan lanjutkan."

Di layar ponsel tertera serangkaian angka. Itu merupakan kode rahasia di mana hanya pembunuh bayaran yang akan paham.

Heh, 200 miliar? Siapa yang bernilai setinggi itu? Welliam membatin.

Dia mulai menghitung dengan mengurangi jumlah uang tersebut untuk markas dan anggota lainnya. Dengan level kemampuannya, dia sebenarnya masih bisa menghasilkan 20 miliar. Profesi pembunuh bayaran ini makin lama makin kompetitif saja.

Bam! Tiba-tiba, Adolf menggebrak meja dengan keras. Dia berteriak, "Welliam, apa-apaan sikapmu ini? Kamu sama sekali tidak menghormatiku, ya?"

Welliam menghapus pesan di ponselnya dengan ekspresi datar. Kemudian, dia menghadap ke arahnya. "Tidak. Aku bahkan berpikir untuk membuangmu ke dalam toilet."

Wajah sang ayah mertua langsung menegang. Tatapannya tercengang saat memandang Welliam.

Semua orang di ruangan itu pun tampak tercengang. Apa Welliam sudah gila? Bagaimana bisa dia berbicara seperti itu?

Andrew langsung bangkit dari kursinya. Dia membuang puntung rokok ke lantai dan menginjaknya dengan kasar. Dia meraih asbak di atas meja dengan ekspresi yang penuh amarah. "Hei, Welliam! Kamu cari perkara, ya?"

Welliam sama sekali tidak meliriknya. Baginya, memberi perhatian sesaat pada pecundang tak berguna ini sudah merupakan pemborosan waktu.

Dia justru menatap Zara. "Aku masih ada urusan setelah ini. Kamu cukup jawab pertanyaanku. Setelah semuanya jelas, aku akan tanda tangan di surat cerai ini."

Tatapan Zara langsung bersemangat. Dia pun mengangguk pelan.

"Pertama, kenapa kamu berkhianat dariku?"

Zara tampak ragu. Dia khawatir kalau dia berkata jujur, Welliam akan menolak tanda tangan pada surat cerai itu.

"Aku yang akan jawab." Ibu mertuanya tiba-tiba menyela. "Ketika pertama kali mengenalmu, Zara tahu kalau kamu baru pulang dari luar negeri. Awalnya, dia mengira kamu adalah anak seorang konglomerat. Tanpa menyelidikinya lebih lanjut, dia langsung menikah denganmu. Siapa sangka, ternyata kamu hanyalah pecundang yang tidak punya apa-apa?"

Welliam tertegun. Ekspresinya tampak tidak percaya. "Ternyata, dia menikah denganku karena mengira aku orang kaya raya?"

"Apa salahnya seorang wanita berusaha memperjuangkan kehidupan yang layak? Siapa sangka rumahmu ternyata masih dalam cicilan, sedangkan mobilmu juga dibeli dengan kredit. Welliam, kamu benar-benar penipu! Zara putriku benar-benar buta hingga mau menikah denganmu."

Welliam tertawa, bukan karena senang, melainkan karena amarah. Berusaha memperjuangkan kehidupan yang layak. Apakah itu hanya ungkapan halus untuk menyebut seorang wanita yang mencari pria kaya?

Dia mengatur napasnya sejenak sebelum membatin tak berdaya. "Kakek Albert, aku sudah berusaha yang terbaik. Bukan aku yang mengingkari janji, melainkan keluargamu memang terlalu busuk."

Kakek Albert adalah orang yang mengenalkannya pada profesi ini. Dia menjalani hidupnya dengan bebas dan tidak terikat. Dia dikelilingi oleh banyak saudara angkat dalam dunia hitam. Baru di usia senja dia sadar bahwa dia masih punya keluarga, yakni keluarga yang ada di hadapannya saat ini.

Saat meninggal, Kakek Albert menyerahkan segalanya kepadanya. Dia tahu suatu hari Welliam akan pulang ke negara ini. Sebelum meninggal, dia terus memohon agar keluarganya dijaga. Demi perlindungan yang lebih bagus, bahkan Kakek Albert menyuruhnya untuk menikahi sang cucu.

Tentu saja, permintaan itu muncul karena Kakek Albert punya terlalu banyak musuh akibat perbuatannya yang keji. Dia khawatir suatu hari keluarganya akan menjadi target balas dendam. Pada awalnya, Welliam tidak ingin menyanggupi permintaan tersebut. Namun, tawaran yang diberikan terlalu besar untuk ditolak.

Rencananya sederhana. Setelah pulang ke negara ini, dia berniat menemui keluarga Kakek Albert untuk memberikan mereka sejumlah uang. Dengan cara ini, dia bisa mengakhiri tanggung jawabnya. Selain itu, dia masih memiliki banyak urusan lain yang lebih penting.

Namun, setelah pulang ke negara ini dan bertemu Zara, dia merasa karakter gadis ini sangat bertolak belakang dengan Kakek Albert yang licik dan penuh tipu daya.

Zara memiliki kepribadian polos, lembut, dan baik hati. Dia kerap menolong kucing dan anjing liar di jalanan. Dia juga mudah tersipu malu. Bahkan, usai satu bulan berpacaran, dia masih akan tersipu malu karena berpegangan tangan.

Saat itu, Welliam berpikir bahwa menerima permintaan Kakek Albert adalah keputusan terbaik yang pernah dia buat.

Justru karena itu, perselingkuhan Zara begitu mengejutkan Welliam.

Kini semuanya menjadi jelas. Dia mengira dirinya adalah pemburu. Namun, ternyata Zara yang sebenarnya berburu. Pemburu terbaik selalu menyamar sebagai mangsa.

Dia mampu melihat pergerakan nyamuk dari jarak puluhan meter. Namun, dia gagal melihat sifat asli wanita ini dari kedoknya. Aktingnya terlalu sempurna. Dia adalah aktris sejati. Tidak heran. Darah Kakek Albert memang mengalir dalam dirinya. Sama liciknya, sama kejinya.

"Welliam, kamu masih lelaki atau bukan? Jangan berlama-lama, cepat tanda tangani suratnya. Kamu kira menunda akan mengubah keadaan? Dengar baik-baik, putriku sudah membuang dua bulan hidupnya bersamamu. Rumah dan mobil mungkin masih dalam cicilan, tetapi nilainya tetap ratusan miliar. Semua itu tetap punya Zara. Anggap saja sebagai ganti rugi. Sudah seharusnya kamu pergi dengan tangan kosong!"

Namun, Welliam merobek surat cerai itu hingga menjadi berkeping-keping. Dia lantas melemparkannya tepat ke wajah gendut Miranda.

"Pergi dengan tangan kosong? Kamu sedang berkhayal? Kamu mungkin belum tahu, aku paling suka menikmati sesuatu secara tanpa harus membayar. Kamu bilang jangan terpaku pada fakta? Kalau kita tidak berbicara berdasarkan fakta, lebih baik aku membangunkan kembali leluhurmu dari kuburan!"

Seluruh keluarga itu tertegun.

Andrew adalah yang pertama bereaksi. Dia mengambil asbak dan menunjuk Welliam dengan ekspresi penuh amarah. "Welliam, kamu mau mati, ya?"

Welliam langsung menendang meja ke arahnya. Meja itu menghantam lutut Andrew hingga membuatnya mengaduh kesakitan dan terjerembab ke atas meja. Sebelum sempat bangkit, sebuah tamparan keras dari Welliam mendarat di wajahnya. Akibatnya, tubuh Andrew terpelanting ke lantai, sementara kepalanya terbentur dengan suara nyaring.

"Kamu pikir siapa dirimu? Selama ini aku membiarkanmu berlagak hanya karena kamu masih kakak iparku. Kamu benar-benar mengira dirimu punya posisi di hadapanku?"

"Welliam, dasar brengsek! Berani sekali kamu menampar putra kesayanganku? Aku ...."

Plak!

Lemak di wajah Miranda pun bergetar akibat tamparan tersebut. Kalimatnya berubah menjadi jeritan kesakitan.

"Welliam, kamu ...."

Adolf bangkit dengan marah sambil menyingsingkan lengan bajunya. Namun, belum selesai bicara, sebuah tamparan keras menyentaknya. Gigi palsunya terpental keluar dan tubuhnya terjerembab ke sofa. Kepalanya pun berdenging, sementara wajahnya terasa panas dan perih.

Zara tertegun dengan ekspresi takut. Semua berpikir kalau Welliam adalah pria lemah yang bisa ditindas semaunya. Namun, sekarang, mereka menyadari bahwa dia adalah iblis yang selama ini menyamar.

Zara berharap kalau dia tetap diam, Welliam tidak akan menamparnya. Namun, dugaannya salah besar. Pria itu tanpa ragu kembali mengayunkan tangan. Tamparannya yang keras seketika membuatnya terhempas ke sofa.

"Kamu kira aku tidak akan menamparmu? Anjing liar yang menggonggong padaku saja akan mendapat dua tamparan, apalagi wanita murahan sepertimu. Kamu bilang ini hanya kesalahan kecil? Pepatah ini memang benar. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Kamu dan ibumu sama-sama murahan dan jahat. Dulu aku memperlakukanmu seperti gelas kristal, sekarang kamu hanyalah pecahan kaca."

Welliam bangkit dan menghampiri pacar Andrew. Wajah gadis itu pucat pasi. Dia ketakutan dan menggelengkan kepala dengan panik. "Aku ... aku ... aku tidak bilang apa-apa. Aku bersumpah!"

Welliam tersenyum sinis dan melayangkan tamparan keras ke wajahnya. "Jangan kira aku tidak tahu kalau kamu telah menghasut mereka di belakangku."

Kini, semua orang dalam ruangan menutupi wajah mereka. Ketakutan terpancar jelas saat mereka melihat Welliam.

Welliam menarik selembar tisu untuk membersihkan tangannya. Dia lantas tersenyum puas. "Ah, lega sekali."

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

50