Bab 14 Keluar Saja
by Tatiana Angelique
16:37,Aug 19,2021
Tania mengambil dokumen dan pergi ke ruang kantor Presdir.
Dia mengetuk pintu dengan lembut, tidak ada jawaban dari dalam, takut menunda urusan jadi langsung mendorong pintu dan masuk ke dalam.
Aswin sedang menundukkan kepala melihat dokumen, menaikkan pandangan langsung melihat Tania yang berjalan masuk, mata gelapnya tampak seperti diwarnai oleh tinta hitam, mengeluarkan cahaya gelap.
“Siapa yang mengizinkanmu masuk?”
“Aku……aku hanya ke sini untuk mengantarkan dokumen.” Tania merasakan aura dingin dalam ucapannya, lalu menjelaskan.
Ada sebuah jendela kaca besar di dalam ruang kantor Aswin, dia di dalam bisa melihat situasi di luar. Barusan adegan Tania dan Barney bicara di luar, dia melihat semua itu.
Dia benci pada Barney, sejak kecil sampai dewasa selalu membencinya.
Meskipun Barney adalah kakaknya, tapi mereka adalah saudara satu ayah beda ibu. Barney adalah anak yang ayahnya lahirkan bersama pacar pertamanya sebelum ayah menikahi ibunya, kemudian di bawa ke keluarga Raharja, tinggal dan tumbuh besar di sisi kakeknya, Reiner Raharja.
Ayahnya adalah Fredi Raharja dan ibunya adalah Yeoni bisa bersatu karena pernikahan yang ditentukan oleh keluarga besar, setelah menikah Fredi sepanjang tahun mengabaikan Yeoni.
Ketika dia berusia 15 tahun, Barney mengalami sakit parah. Fredi menyalahkan Yeoni tidak pergi merawat Barney, bagaimanapun dia adalah putra tertua keluarga Raharja.
Saat Yeoni membawa Aswin pergi ke rumah sakit, mereka mengalami kecelakaan, Yeoni langsung mati di tempat, kedua kaki Aswin patah karena tabrakan.
Setiap kali dia melihat Barney, pasti akan ada semacam rasa muak, terutama tahu hubungan Tania dengannya tidak biasa, bahkan melakukan hubungan tidak jelas di perusahaan, tidak menghindar dari kecurigaan sama sekali, di dalam hatinya seperti ada sebuah gunung berapi, sedang bersiap meletus.
Tania agak tenang, berjalan ke depan meletakkan dokumen ke hadapan Aswin, tidak menyangka, malah diambil oleh Aswin, lalu tersebar di lantai.
Sifat pria ini tidak pasti, sejak awal dia sudah memiliki persiapan batin, mendekat dengan santai, selembar demi selembar memungutnya.
Ketika Tania masuk, pintu tidak ditutup, perilakunya yang rendahan di dalam, dilihat jelas oleh orang yang ada dalam ruang kantor sekretaris, semua berkeringatan untuknya, kecuali wajah Irvin yang penuh kegembiraan di atas penderitaan orang lain.
"Tunggu ketika kamu memerlukannya, aku baru antar saja." Tania berkata dengan nada tenang, kemudian berbalik dan akan pergi.
"Siapa yang memintamu pergi?"
"Ini hari pertama aku bekerja, masih ada banyak hal yang tidak aku pahami, mohon Presdir bisa memaafkan."
"Kamu juga tahu ini adalah hari pertama bekerja, ternyata berani bertindak sembarangan, selain terlibat hubungan tidak jelas dengan pria di luar sana, bahkan datang ke perusahaan, juga tidak tahu menahan diri.”
“Kamu jangan memfitnahku, aku bahkan masih belum kenal orang di sini.”
“Keluar saja, aku tidak ingin melihatmu.”
Tania berbalik, genangan air mata yang selalu ada dalam mata, seketika langsung mengalir.
Ketika dia kembali ke kantor, mata memerah.
Begitu Irvin melihat dia membawa kembali dokumen-dokumen itu, wajah penuh penghinaan mengatakan: “ Tania, bagaimana kamu melakukan sesuatu, bahkan pekerjaan mengantar dokumen saja tidak bisa dilakukan dengan baik."
Tania tidak tahu bahwa Aswin sengaja tidak nenerima dokumen itu, atau Irvin sengaja membiarkan dus pergi mengangar dokumen, dia tahu bahwa sekarang dua orang ini dia tidak sanggup menyinggungnya.
"Maaf, sekretaris Irvin, lain kali aku akan memperhatikannya."
Dia adalah orang baru, di dalam ruang kantor tidak ada yang bantu bicara untuknya.
Irvin mengambil kesempatan untuk membawa setumpuk dokumen lagi dan meletakkannya di atas meja Tania, “Ini adalah data yang perlu dilaporkan besok, perlu kamu periksa, tidak boleh terjadi kesalahan sedikit pun.”
Tania mengambil dan melihatnya, begitu banyak angka yang padat, hanya bisa memaksakan diri menyetujuinya, “Aku akan melakukannya dengan baik.”
Melihat sudah hampir pulang kerja, di atas meja Tania penuh dokumen, hari ini pasti harus bekerja lembur.
Seiring orang-orang dalam ruang kantor perlahan mulai pergi, hanya tersisa Tania yang ada di depan komputer terus menatap dokumen.
Ketika dia keluar dari ruang kantor sudah hampir dini hari.
Sejak awal Tania sudah menelepon Mbok Chusnul untuk memberitahu dia bahwa dirinya malam ini tidak akan kembali ke Bay Garden, dia pergi Rumah Sakit Raharja untuk menemani neneknya.
Aswin kembali ke Bay Garden, menemukan Tania masih belum pulang, langsung memanggil Mbok Chusnul untuk bertanya.
“Tuan muda, Nyonya pergi ke rumah sakit, aku pikir kamu tahu.”
“Panggil dia pulang.”
Jika biasanya Mbok Chusnul masih bisa membujuk beberapa kata, tapi melihat ekspresi wajah Aswin malam ini yang sangat suram, dia hanya bisa menelepon Tania agar dia bisa pulang ke vila.
Tania tiba di rumah sakit, nenek sedang tidur.
Melihat nenek tinggal di ruang pasien kelas atas, mendapat perawatan yang bagus sekali, baru ada sedikit kehangatan yang muncul dalam hatinya.
Dia berbaring di samping ranjang neneknya, tidak terasa malah tertidur. Dia bermimpi, mimpi penyakit nenek sudah sembuh, dia berdua dengan nenek pergi ke desa untuk menjalani kehidupan yang tenang dan bahagia.
Dia terbangun dari mimpi indahnya karena getaran, ternyata ponsel berdering pada saat ini, Tania ambil dan mengangkat telepon, itu suara Mbok Chusnul.
Tania mematikan telepon, melihat nenek yang sedang menatapnya dengan mata penuh kasih sayang.
“Nenek, kamu sudah bangun.”
“Tania, mengapa begitu malam masih ke sini.”
“Aku datang untuk menemani anda.”
“Pulanglah lebih awal.”
Mungkin nenek mendengar panggilan teleponnya, tidak ingin dia dipersulit jadi mendesaknya untuk pulang dulu.
“Nenek, besok aku baru datang melihatmu lagi.”
Tania berjalan keluar rumah sakit, sudah terlalu malam, jarak Rumah Sakit Raharja agak jauh dari kota, tidak terlalu leluasa untuk mendapatkan taksi. Dia berjalan ke depan, tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti di hadapannya, dia terkejut sekali.
Bayangan dia diculik oleh bawahan Bonny sebelumnya masih belum menghilang, tanpa sadar dia langsung ingin melarikan diri.
Supir memanggil: “Nyonya, aku datang menjemputmu pulang ke Bay Garden.”
Tania menemukan bahwa itu adalah supir yang mengantarnya pergi ke Rumah Tua keluarga Raharja, baru merasa tenang.
Supir membuka pintu mobil belakang, meminta Tania duduk dengan baik.
Hari ini dia sungguh terlalu lelah, baru naik mobil sudah tertidur.
“Nyonya……”
Supir panggil beberapa kali, Tania baru bangun, menemukan sudah tiba di Bay Garden.
Dia keluar dari mobil, melihat Mbok Chusnul masih berada di aula utama menunggunya, “Nyonya, kamu sudah pulang, tuan muda sedang menunggumu di dalam.”
“ Mbok Chusnul, kamu istirahat lebih awal saja.”
Tania naik ke lantai atas dengan detak jantung yang bertambah cepat.
Dia tahu Aswin masih belum tidur, adanya bayangan gelap saat masuk ke kantor tanpa mengetuk pintu, dia mengetuk pintu, terdengar suara dari dalam “masuk”, baru mendorong pintu dan masuk.
“Maaf, malam pergi ke rumah sakit, jadi agak kemalaman pulangnya.”
“Apakah pulang kemalaman, atau sama sekali tidak ingin pulang?”
Dia memang tidak ingin pulang, tapi takut bicara jujur akan membuatnya marah, “Aku sudah berjanji padamu akan menjadi Nyonya Raharja, maka aku akan menepati janjiku.”
“Kalau begitu lakukan sesuai apa yang kamu katakan, lain kali jangan terjadi hal seperti aku pulang ke rumah kamu masih belum ada di rumah.”
“Aku sudah tahu.”
Tidak terjadi badai seperti apa yang dia bayangkan, hati Tania yang tegang baru merasa agak tenang, pergi ke toilet untuk mandi.
Tania berlama-lama di kamar mandi dan tidak bersedia keluar, semalam baru melakukan sentuhan kulit dengan prianya, jika hari ini harus seranjang, sungguh terasa agak canggung.
Barusan pria sudah bersiap naik ke ranjang untuk tidur, kemungkinan pria sudah tertidur, Tania keluar dengan jalan berjinjit, mematikan lampu dan naik ke ranjang dengan lembut.
Aroma harum dan manis berlama-lama di sekitar Aswin, dia tidak bisa menahan diri untuk berbalik sejenak.
Tubuh Tania kaku sejenak, tidak berani mengeluarkan suara apa pun.
Dia mengetuk pintu dengan lembut, tidak ada jawaban dari dalam, takut menunda urusan jadi langsung mendorong pintu dan masuk ke dalam.
Aswin sedang menundukkan kepala melihat dokumen, menaikkan pandangan langsung melihat Tania yang berjalan masuk, mata gelapnya tampak seperti diwarnai oleh tinta hitam, mengeluarkan cahaya gelap.
“Siapa yang mengizinkanmu masuk?”
“Aku……aku hanya ke sini untuk mengantarkan dokumen.” Tania merasakan aura dingin dalam ucapannya, lalu menjelaskan.
Ada sebuah jendela kaca besar di dalam ruang kantor Aswin, dia di dalam bisa melihat situasi di luar. Barusan adegan Tania dan Barney bicara di luar, dia melihat semua itu.
Dia benci pada Barney, sejak kecil sampai dewasa selalu membencinya.
Meskipun Barney adalah kakaknya, tapi mereka adalah saudara satu ayah beda ibu. Barney adalah anak yang ayahnya lahirkan bersama pacar pertamanya sebelum ayah menikahi ibunya, kemudian di bawa ke keluarga Raharja, tinggal dan tumbuh besar di sisi kakeknya, Reiner Raharja.
Ayahnya adalah Fredi Raharja dan ibunya adalah Yeoni bisa bersatu karena pernikahan yang ditentukan oleh keluarga besar, setelah menikah Fredi sepanjang tahun mengabaikan Yeoni.
Ketika dia berusia 15 tahun, Barney mengalami sakit parah. Fredi menyalahkan Yeoni tidak pergi merawat Barney, bagaimanapun dia adalah putra tertua keluarga Raharja.
Saat Yeoni membawa Aswin pergi ke rumah sakit, mereka mengalami kecelakaan, Yeoni langsung mati di tempat, kedua kaki Aswin patah karena tabrakan.
Setiap kali dia melihat Barney, pasti akan ada semacam rasa muak, terutama tahu hubungan Tania dengannya tidak biasa, bahkan melakukan hubungan tidak jelas di perusahaan, tidak menghindar dari kecurigaan sama sekali, di dalam hatinya seperti ada sebuah gunung berapi, sedang bersiap meletus.
Tania agak tenang, berjalan ke depan meletakkan dokumen ke hadapan Aswin, tidak menyangka, malah diambil oleh Aswin, lalu tersebar di lantai.
Sifat pria ini tidak pasti, sejak awal dia sudah memiliki persiapan batin, mendekat dengan santai, selembar demi selembar memungutnya.
Ketika Tania masuk, pintu tidak ditutup, perilakunya yang rendahan di dalam, dilihat jelas oleh orang yang ada dalam ruang kantor sekretaris, semua berkeringatan untuknya, kecuali wajah Irvin yang penuh kegembiraan di atas penderitaan orang lain.
"Tunggu ketika kamu memerlukannya, aku baru antar saja." Tania berkata dengan nada tenang, kemudian berbalik dan akan pergi.
"Siapa yang memintamu pergi?"
"Ini hari pertama aku bekerja, masih ada banyak hal yang tidak aku pahami, mohon Presdir bisa memaafkan."
"Kamu juga tahu ini adalah hari pertama bekerja, ternyata berani bertindak sembarangan, selain terlibat hubungan tidak jelas dengan pria di luar sana, bahkan datang ke perusahaan, juga tidak tahu menahan diri.”
“Kamu jangan memfitnahku, aku bahkan masih belum kenal orang di sini.”
“Keluar saja, aku tidak ingin melihatmu.”
Tania berbalik, genangan air mata yang selalu ada dalam mata, seketika langsung mengalir.
Ketika dia kembali ke kantor, mata memerah.
Begitu Irvin melihat dia membawa kembali dokumen-dokumen itu, wajah penuh penghinaan mengatakan: “ Tania, bagaimana kamu melakukan sesuatu, bahkan pekerjaan mengantar dokumen saja tidak bisa dilakukan dengan baik."
Tania tidak tahu bahwa Aswin sengaja tidak nenerima dokumen itu, atau Irvin sengaja membiarkan dus pergi mengangar dokumen, dia tahu bahwa sekarang dua orang ini dia tidak sanggup menyinggungnya.
"Maaf, sekretaris Irvin, lain kali aku akan memperhatikannya."
Dia adalah orang baru, di dalam ruang kantor tidak ada yang bantu bicara untuknya.
Irvin mengambil kesempatan untuk membawa setumpuk dokumen lagi dan meletakkannya di atas meja Tania, “Ini adalah data yang perlu dilaporkan besok, perlu kamu periksa, tidak boleh terjadi kesalahan sedikit pun.”
Tania mengambil dan melihatnya, begitu banyak angka yang padat, hanya bisa memaksakan diri menyetujuinya, “Aku akan melakukannya dengan baik.”
Melihat sudah hampir pulang kerja, di atas meja Tania penuh dokumen, hari ini pasti harus bekerja lembur.
Seiring orang-orang dalam ruang kantor perlahan mulai pergi, hanya tersisa Tania yang ada di depan komputer terus menatap dokumen.
Ketika dia keluar dari ruang kantor sudah hampir dini hari.
Sejak awal Tania sudah menelepon Mbok Chusnul untuk memberitahu dia bahwa dirinya malam ini tidak akan kembali ke Bay Garden, dia pergi Rumah Sakit Raharja untuk menemani neneknya.
Aswin kembali ke Bay Garden, menemukan Tania masih belum pulang, langsung memanggil Mbok Chusnul untuk bertanya.
“Tuan muda, Nyonya pergi ke rumah sakit, aku pikir kamu tahu.”
“Panggil dia pulang.”
Jika biasanya Mbok Chusnul masih bisa membujuk beberapa kata, tapi melihat ekspresi wajah Aswin malam ini yang sangat suram, dia hanya bisa menelepon Tania agar dia bisa pulang ke vila.
Tania tiba di rumah sakit, nenek sedang tidur.
Melihat nenek tinggal di ruang pasien kelas atas, mendapat perawatan yang bagus sekali, baru ada sedikit kehangatan yang muncul dalam hatinya.
Dia berbaring di samping ranjang neneknya, tidak terasa malah tertidur. Dia bermimpi, mimpi penyakit nenek sudah sembuh, dia berdua dengan nenek pergi ke desa untuk menjalani kehidupan yang tenang dan bahagia.
Dia terbangun dari mimpi indahnya karena getaran, ternyata ponsel berdering pada saat ini, Tania ambil dan mengangkat telepon, itu suara Mbok Chusnul.
Tania mematikan telepon, melihat nenek yang sedang menatapnya dengan mata penuh kasih sayang.
“Nenek, kamu sudah bangun.”
“Tania, mengapa begitu malam masih ke sini.”
“Aku datang untuk menemani anda.”
“Pulanglah lebih awal.”
Mungkin nenek mendengar panggilan teleponnya, tidak ingin dia dipersulit jadi mendesaknya untuk pulang dulu.
“Nenek, besok aku baru datang melihatmu lagi.”
Tania berjalan keluar rumah sakit, sudah terlalu malam, jarak Rumah Sakit Raharja agak jauh dari kota, tidak terlalu leluasa untuk mendapatkan taksi. Dia berjalan ke depan, tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti di hadapannya, dia terkejut sekali.
Bayangan dia diculik oleh bawahan Bonny sebelumnya masih belum menghilang, tanpa sadar dia langsung ingin melarikan diri.
Supir memanggil: “Nyonya, aku datang menjemputmu pulang ke Bay Garden.”
Tania menemukan bahwa itu adalah supir yang mengantarnya pergi ke Rumah Tua keluarga Raharja, baru merasa tenang.
Supir membuka pintu mobil belakang, meminta Tania duduk dengan baik.
Hari ini dia sungguh terlalu lelah, baru naik mobil sudah tertidur.
“Nyonya……”
Supir panggil beberapa kali, Tania baru bangun, menemukan sudah tiba di Bay Garden.
Dia keluar dari mobil, melihat Mbok Chusnul masih berada di aula utama menunggunya, “Nyonya, kamu sudah pulang, tuan muda sedang menunggumu di dalam.”
“ Mbok Chusnul, kamu istirahat lebih awal saja.”
Tania naik ke lantai atas dengan detak jantung yang bertambah cepat.
Dia tahu Aswin masih belum tidur, adanya bayangan gelap saat masuk ke kantor tanpa mengetuk pintu, dia mengetuk pintu, terdengar suara dari dalam “masuk”, baru mendorong pintu dan masuk.
“Maaf, malam pergi ke rumah sakit, jadi agak kemalaman pulangnya.”
“Apakah pulang kemalaman, atau sama sekali tidak ingin pulang?”
Dia memang tidak ingin pulang, tapi takut bicara jujur akan membuatnya marah, “Aku sudah berjanji padamu akan menjadi Nyonya Raharja, maka aku akan menepati janjiku.”
“Kalau begitu lakukan sesuai apa yang kamu katakan, lain kali jangan terjadi hal seperti aku pulang ke rumah kamu masih belum ada di rumah.”
“Aku sudah tahu.”
Tidak terjadi badai seperti apa yang dia bayangkan, hati Tania yang tegang baru merasa agak tenang, pergi ke toilet untuk mandi.
Tania berlama-lama di kamar mandi dan tidak bersedia keluar, semalam baru melakukan sentuhan kulit dengan prianya, jika hari ini harus seranjang, sungguh terasa agak canggung.
Barusan pria sudah bersiap naik ke ranjang untuk tidur, kemungkinan pria sudah tertidur, Tania keluar dengan jalan berjinjit, mematikan lampu dan naik ke ranjang dengan lembut.
Aroma harum dan manis berlama-lama di sekitar Aswin, dia tidak bisa menahan diri untuk berbalik sejenak.
Tubuh Tania kaku sejenak, tidak berani mengeluarkan suara apa pun.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved