Bab 1 Jangan Melakukan Hal Yang Memalukan Lagi Di Sini
by Tatiana Angelique
16:36,Aug 19,2021
Amsterdam.
Malam, hotel nomor dua puluh tujuh.
Terdengar Suara air mengalir dari kamar mandi.
Tania Dalmian sedang berbaring di atas ranjang, melalui kaca kamar mandi yang tembus pandang, dapat terlihat pria jangkung yang berada di dalam, berdiri tegak, di bawah cahaya hangat ditutupi kabut yang berbayang-bayang.
Tadi baru saja minum segelas Alexander di bar di lantai bawah, efek alkohol perlahan-lahan mulai bereaksi, seluruh tubuh mulai terasa tidak sadar, penglihatan mulai samar-samar.
Setelah beberapa saat, terlihat seorang pria yang bertelanjang dada dengan sorotan cahaya yang memberikan efek tiga dimensi membuat otot dadanya yang kekar menjadi lebih jelas, bagian bawah tubuh yang terbungkus handuk putih sedang berjalan keluar.
Datang kehadapan dengan Aroma shower gel dan tubuh yang lebab.
Sebelum Tania bisa bereaksi, tubuh pria itu langsung menutupinya.
Ketika terbangun, masih ada suasana yang menawan di dalam ruangan, pakaian berserakan dilantai, seprai putih yang bernoda.
Tania membuka matanya dan tidak melihat pria di sebelahnya. Dia bersiap-siap untuk bangun, namun seluruh tubuhnya terasa seperti habis diremuk. Kedua kakinya turun dari tempat tidur dengan gemetar, untuk melangkah pun terasa sulit.
Hari ini adalah hari dia dan Angrety bertunangan.
Pertunangan kali ini, Angrety secara khusus mengatur upacara pertunangan di sebuah kastil di Eropa.
Tania menyalakan ponsel, sudah hampir pukul sembilan, upacara pertunangan akan dimulai pukul sepuluh. Dia langsung menelepon Angrety, tetapi tidak ada yang mengangkat.
Dia kesal mengapa dia semalam tidak menahannya.
Tania segera mandi dan memanggil taksi untuk ke kastil, tetapi sesampainya disana dia dicegat oleh pengawal di pintu.
Melihat bahwa upacara akan segera dimulai, Tania terus menerus menelepon Angrety namun tetap tidak mendapatkan jawaban, jadi dia menelepon ayahnya Hartono.
Tepat ketika Tania hendak menutup telepon, seseorang menjawab panggilannya.
" Tania, kamu diam di hotel dulu, Angrety akan segera bertunangan dengan Henny, kamu jangan datang membuat masalah."
Tut tut tut…
Ayahnya menutup telepon, suasana hati Tania seperti jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam. Ekspresi mata yang penuh dengan harapan tiba-tiba kehilangan cahayanya. Dia mungkin salah dengar, mengapa tunangannya bertunangan dengan adik perempuannya, jelas semalam masih menghabiskan malam bersamanya.
Ini tidak mungkin.
Musik ceria bergema di kastil, seolah memberitahunya bahwa ini adalah kenyataan.
Tania terduduk di tangga depan pintu kastil. Tidak tahu kapan hujan deras mulai turun, tidak bisa membedakan air yang mengalir diwajah adalah air mata atau air hujan.
Dia menatap kosong pintu kastil, tiba-tiba menemukan bahwa pengawal di pintu itu hilang.
Tania segera berdiri, mengangkat tangannya dengan berat dan menyapu tetesan air yang ada diwajahnya, dengan cepat berjalan ke kastil.
Angrety sedang memberikan pidato di atas panggung, dia secara terbuka menceritakan momen kasih sayang dan momen menyentuh dengan Henny.
Tania perlahan mendekat, apa yang Angrety katakan seperti pisau tajam yang terus menerus menusuk dada Tania.
Tatapan Henny sekilas tertuju pada sosok yang bergerak, ekspresi wajahnya semakin tegang, matanya mulai menunjukkan kepanikan.
“ Henny, bersamamu adalah keputusan yang paling tepat dalam hidupku.” Angrety menatap Henny dengan mata penuh kasih sayang.
Semua tamu menunggu dua orang yang berada diatas panggung untuk mengungkapkan janji suci terhadap satu sama lain, Henny tidak menyadari bahwa Angrety sedang menunggu tanggapannya.
Ketika Angrety menatap Henny dengan mata berapi-api, dia kebetulan menyadari keberadaan Tania di belakangnya.
Panas di matanya perlahan hilang, dia mencoba memperingatkan Tania untuk tidak mendekat dengan mata tajam.
Di atas panggung, selain sepasang calon tunangan yang berpakaian megah, ada Tania yang basah kuyup sedang berjalan ke atas panggung, tamu-tamu yang berada dibawah panggungpun mulai berbisik.
"Siapa ini, datang untuk mengacaukan pertunangan?"
"Mendobrak dan sabotase, tidak ada didikan sama sekali."
Tatapan dingin Tania meraih dua orang di atas panggung, dengan sengaja meningkatkan volumenya dan berkata: " Angrety, kamu yang selalu menjadi pacarku, sejak kapan kamu begitu mesra dengan saudara perempuanku?"
“Kamu......”
Dia berbalik dan bertanya lagi: " Henny, kamu semalam juga masih mengundangku untuk minum, memberkatiku dan Angrety, kenapa saat aku bangun tidur, yang akan bertunangan adalah kamu?"
Wajah Henny menjadi pucat, biru, kemudian memerah, sudut mulutnya berbisik.
Suara keras terdengar dari bawah panggung.
Hartono melangkah ke atas panggung dan mengambil mikrofon, "Maaf, putri sulung aku mabuk." Setelah berbicara, dia membawa Tania pergi.
Hartono tidak mau pergi, mencoba melepaskan diri dari belenggu Hartono, Hartono menggunakan suara yang hanya bisa didengar oleh dua orang, "Jangan seenaknya, pikirkan nenekmu."
Hartono menggunakan satu-satunya keluarga yaitu neneknya untuk mengancamnya.
Tania hanya bisa pergi dengan marah.
Situasi pertunangan kembali tenang.
Setelah berjalan lebih dari satu jam dari kastil, dia kembali ke kamar hotel, terduduk lemas di karpet.
Dia tidak menyangka Angrety bertunangan dengan Henny, mengapa dia menipunya sampai ke Eropa, habis manis sepah dibuang.
Tania tidak bisa langsung kembali ke dalam negeri sekarang, sebelumnya dia memberi tahu nenek bahwa Angrety akan membawanya bermain di Eropa selama beberapa hari.
Di sore hari, dia memutuskan untuk meninggalkan hotel.
Di pintu masuk hotel di lantai pertama, Angrety dan Henny baru saja keluar dari Mobil Bentley hitam.
Saat mereka melihat Tania, keduanya tercengang, seolah-olah mereka ketahuan selingkuh.
Dia berjalan ke arah Angrety dan menampar wajahnya
" Tania, kamu gila, dia sekarang tunanganku, kamu tidak berhak untuk seperti ini."
Tania mencibir, "Aku sungguh meremehkan betapa tidak malunya kalian."
Dia telah dianiaya sampai kehilangan segalanya. Dia mengumpulkan semua kekuatan dan ingin menampar Henny, tetapi Angrety meraih pergelangan tangannya dengan kuat dan menahannya, " Tania, jangan melakukan hal yang memalukan lagi di sini."
Tania berjalan di jalanan Amsterdam yang asing dengan kopernya, air mata kekecewaan terus mengalir.
Pada saat ini, ponsel terus berdering.
"Halo." Tania menjawab telepon dengan tidak mertenaga.
"Apakah Tania ? Ini dari rumah sakit."
Ketika Tania mendengar bahwa neneknya masuk rumah sakit, ada raungan di kepalanya.
Kembali ke dalam negeri dengan penerbangan terakhir, hanya tiket kelas bisnis yang tersedia, dia menahan perasaan dan membeli satu.
Tidak disangka nenek tiba-tiba jatuh sakit, awalnya aku ingin membawanya ke upacara pertunangan, tetapi nenek bersikeras untuk tidak ikut karena takut merepotkan.
Pesawat akhirnya lepas landas.
Bersandar di sandaran kursi yang nyaman, tanpa sadar dia tertidur lelap.
Dia mimpi buruk, dalam mimpi itu, neneknya menyuruhnya untuk menjaga dan mengurus dirinya sendiri, nenek akan pergi.
Tania memanggil neneknya, tiba-tiba bangkit untuk mengejar. Dia tidak sengaja menumpahkan segelas jus pada pria di sebelahnya, sepertinya pria yang duduk di sebelahnya cacat.
Wajah pria itu dingan bagaikan kulkas, hawa dingin yang mendesak.
Tania dengan cepat meminta maaf, segera mengambil tisu dan menyekanya untuknya.
Begitu tangannya menyentuh kemeja putih pria itu, dia didorong ke kursinya.
Tania tampak tertegun.
Beberapa jam berikutnya, dia sangat berhati-hati, takut membuat marah pria di sebelahnya.
Malam, hotel nomor dua puluh tujuh.
Terdengar Suara air mengalir dari kamar mandi.
Tania Dalmian sedang berbaring di atas ranjang, melalui kaca kamar mandi yang tembus pandang, dapat terlihat pria jangkung yang berada di dalam, berdiri tegak, di bawah cahaya hangat ditutupi kabut yang berbayang-bayang.
Tadi baru saja minum segelas Alexander di bar di lantai bawah, efek alkohol perlahan-lahan mulai bereaksi, seluruh tubuh mulai terasa tidak sadar, penglihatan mulai samar-samar.
Setelah beberapa saat, terlihat seorang pria yang bertelanjang dada dengan sorotan cahaya yang memberikan efek tiga dimensi membuat otot dadanya yang kekar menjadi lebih jelas, bagian bawah tubuh yang terbungkus handuk putih sedang berjalan keluar.
Datang kehadapan dengan Aroma shower gel dan tubuh yang lebab.
Sebelum Tania bisa bereaksi, tubuh pria itu langsung menutupinya.
Ketika terbangun, masih ada suasana yang menawan di dalam ruangan, pakaian berserakan dilantai, seprai putih yang bernoda.
Tania membuka matanya dan tidak melihat pria di sebelahnya. Dia bersiap-siap untuk bangun, namun seluruh tubuhnya terasa seperti habis diremuk. Kedua kakinya turun dari tempat tidur dengan gemetar, untuk melangkah pun terasa sulit.
Hari ini adalah hari dia dan Angrety bertunangan.
Pertunangan kali ini, Angrety secara khusus mengatur upacara pertunangan di sebuah kastil di Eropa.
Tania menyalakan ponsel, sudah hampir pukul sembilan, upacara pertunangan akan dimulai pukul sepuluh. Dia langsung menelepon Angrety, tetapi tidak ada yang mengangkat.
Dia kesal mengapa dia semalam tidak menahannya.
Tania segera mandi dan memanggil taksi untuk ke kastil, tetapi sesampainya disana dia dicegat oleh pengawal di pintu.
Melihat bahwa upacara akan segera dimulai, Tania terus menerus menelepon Angrety namun tetap tidak mendapatkan jawaban, jadi dia menelepon ayahnya Hartono.
Tepat ketika Tania hendak menutup telepon, seseorang menjawab panggilannya.
" Tania, kamu diam di hotel dulu, Angrety akan segera bertunangan dengan Henny, kamu jangan datang membuat masalah."
Tut tut tut…
Ayahnya menutup telepon, suasana hati Tania seperti jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam. Ekspresi mata yang penuh dengan harapan tiba-tiba kehilangan cahayanya. Dia mungkin salah dengar, mengapa tunangannya bertunangan dengan adik perempuannya, jelas semalam masih menghabiskan malam bersamanya.
Ini tidak mungkin.
Musik ceria bergema di kastil, seolah memberitahunya bahwa ini adalah kenyataan.
Tania terduduk di tangga depan pintu kastil. Tidak tahu kapan hujan deras mulai turun, tidak bisa membedakan air yang mengalir diwajah adalah air mata atau air hujan.
Dia menatap kosong pintu kastil, tiba-tiba menemukan bahwa pengawal di pintu itu hilang.
Tania segera berdiri, mengangkat tangannya dengan berat dan menyapu tetesan air yang ada diwajahnya, dengan cepat berjalan ke kastil.
Angrety sedang memberikan pidato di atas panggung, dia secara terbuka menceritakan momen kasih sayang dan momen menyentuh dengan Henny.
Tania perlahan mendekat, apa yang Angrety katakan seperti pisau tajam yang terus menerus menusuk dada Tania.
Tatapan Henny sekilas tertuju pada sosok yang bergerak, ekspresi wajahnya semakin tegang, matanya mulai menunjukkan kepanikan.
“ Henny, bersamamu adalah keputusan yang paling tepat dalam hidupku.” Angrety menatap Henny dengan mata penuh kasih sayang.
Semua tamu menunggu dua orang yang berada diatas panggung untuk mengungkapkan janji suci terhadap satu sama lain, Henny tidak menyadari bahwa Angrety sedang menunggu tanggapannya.
Ketika Angrety menatap Henny dengan mata berapi-api, dia kebetulan menyadari keberadaan Tania di belakangnya.
Panas di matanya perlahan hilang, dia mencoba memperingatkan Tania untuk tidak mendekat dengan mata tajam.
Di atas panggung, selain sepasang calon tunangan yang berpakaian megah, ada Tania yang basah kuyup sedang berjalan ke atas panggung, tamu-tamu yang berada dibawah panggungpun mulai berbisik.
"Siapa ini, datang untuk mengacaukan pertunangan?"
"Mendobrak dan sabotase, tidak ada didikan sama sekali."
Tatapan dingin Tania meraih dua orang di atas panggung, dengan sengaja meningkatkan volumenya dan berkata: " Angrety, kamu yang selalu menjadi pacarku, sejak kapan kamu begitu mesra dengan saudara perempuanku?"
“Kamu......”
Dia berbalik dan bertanya lagi: " Henny, kamu semalam juga masih mengundangku untuk minum, memberkatiku dan Angrety, kenapa saat aku bangun tidur, yang akan bertunangan adalah kamu?"
Wajah Henny menjadi pucat, biru, kemudian memerah, sudut mulutnya berbisik.
Suara keras terdengar dari bawah panggung.
Hartono melangkah ke atas panggung dan mengambil mikrofon, "Maaf, putri sulung aku mabuk." Setelah berbicara, dia membawa Tania pergi.
Hartono tidak mau pergi, mencoba melepaskan diri dari belenggu Hartono, Hartono menggunakan suara yang hanya bisa didengar oleh dua orang, "Jangan seenaknya, pikirkan nenekmu."
Hartono menggunakan satu-satunya keluarga yaitu neneknya untuk mengancamnya.
Tania hanya bisa pergi dengan marah.
Situasi pertunangan kembali tenang.
Setelah berjalan lebih dari satu jam dari kastil, dia kembali ke kamar hotel, terduduk lemas di karpet.
Dia tidak menyangka Angrety bertunangan dengan Henny, mengapa dia menipunya sampai ke Eropa, habis manis sepah dibuang.
Tania tidak bisa langsung kembali ke dalam negeri sekarang, sebelumnya dia memberi tahu nenek bahwa Angrety akan membawanya bermain di Eropa selama beberapa hari.
Di sore hari, dia memutuskan untuk meninggalkan hotel.
Di pintu masuk hotel di lantai pertama, Angrety dan Henny baru saja keluar dari Mobil Bentley hitam.
Saat mereka melihat Tania, keduanya tercengang, seolah-olah mereka ketahuan selingkuh.
Dia berjalan ke arah Angrety dan menampar wajahnya
" Tania, kamu gila, dia sekarang tunanganku, kamu tidak berhak untuk seperti ini."
Tania mencibir, "Aku sungguh meremehkan betapa tidak malunya kalian."
Dia telah dianiaya sampai kehilangan segalanya. Dia mengumpulkan semua kekuatan dan ingin menampar Henny, tetapi Angrety meraih pergelangan tangannya dengan kuat dan menahannya, " Tania, jangan melakukan hal yang memalukan lagi di sini."
Tania berjalan di jalanan Amsterdam yang asing dengan kopernya, air mata kekecewaan terus mengalir.
Pada saat ini, ponsel terus berdering.
"Halo." Tania menjawab telepon dengan tidak mertenaga.
"Apakah Tania ? Ini dari rumah sakit."
Ketika Tania mendengar bahwa neneknya masuk rumah sakit, ada raungan di kepalanya.
Kembali ke dalam negeri dengan penerbangan terakhir, hanya tiket kelas bisnis yang tersedia, dia menahan perasaan dan membeli satu.
Tidak disangka nenek tiba-tiba jatuh sakit, awalnya aku ingin membawanya ke upacara pertunangan, tetapi nenek bersikeras untuk tidak ikut karena takut merepotkan.
Pesawat akhirnya lepas landas.
Bersandar di sandaran kursi yang nyaman, tanpa sadar dia tertidur lelap.
Dia mimpi buruk, dalam mimpi itu, neneknya menyuruhnya untuk menjaga dan mengurus dirinya sendiri, nenek akan pergi.
Tania memanggil neneknya, tiba-tiba bangkit untuk mengejar. Dia tidak sengaja menumpahkan segelas jus pada pria di sebelahnya, sepertinya pria yang duduk di sebelahnya cacat.
Wajah pria itu dingan bagaikan kulkas, hawa dingin yang mendesak.
Tania dengan cepat meminta maaf, segera mengambil tisu dan menyekanya untuknya.
Begitu tangannya menyentuh kemeja putih pria itu, dia didorong ke kursinya.
Tania tampak tertegun.
Beberapa jam berikutnya, dia sangat berhati-hati, takut membuat marah pria di sebelahnya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved