Bab 3 Quina Bawa Pacarnya Pulang (1)

by Fakhrusnissa 17:03,Jul 07,2021
Ezra mengangkat tangan dan melihat jam tangannya yang mahal, dia berkata, “Telat tiga puluh detik, ke depannya harus jaga kebiasaan baik untuk tepat waktu.”

Quina berpikir dalam hati dengan marah, lain kali aku telat tiga puluh menit, lihat kamu bisa apa denganku.

Tetapi dia tidak berani berkata seperti itu. Hanya satu tatapan yang dingin dari pria itu saja sudah bisa membuat jantungnya berdebar karena takut.

….

Setibanya di Kantor Catatan Sipil, keefektifan kerja petugas sangat cepat.

Tidak seberapa lama, dua buah buku nikah masing-masing dibagikan ke dalam tangan Ezra dan Quina.

Setelah berjalan keluar dari Kantor Catatan Sipil, Quina langsung bertanya, “Aku tanya sebentar, kamu rencana kapan cerai? Biar aku punya persiapan hati.”

Dia merasa pria ini hanya karena dorongan sesaat, setelah dorongannya mereda, Ezra akan bercerai dengannya.

Ezra mengernyit samar-samar, sepertinya merasa tidak senang karena perkataan Quina. Tatapannya yang dingin menyapu Quina, lalu dia berkata.

“Pernikahan tentara tidak bisa diceraikan.”

“Apa, apa maksudnya?” Quina terbengong kaget.

Pernikahan apa yang tidak bisa diceraikan?

“Aku adalah tentara.”

Ezra merasa reaksi dari istri kecilnya yang lugu imut ini sedikit terlalu lamban.

Tentara?

Quina pun terbengong.

Astaga! Kenapa rasanya ini adalah sebuah jebakan besar? Bahkan yang tidak dapat panjat keluar.

“Ceritakan kondisi Ayah dan Ibu mertua denganku.” Ezra mengajukan permintaan. Ayah dan ibu mertua pun dia panggil dengan begitu alami.

“Kamu mau apa?” Quina bertanya dengan waspada.

Apakah ingin menyelidiki kondisi keluarganya? Eh, meski tadi sudah dilihat ketika melakukan pencatatan sipil tadi.

“Kunjungi mereka.” Ezra berkata terus terang.

“Ah? Tidak perlu, tidak perlu.” Quina bergegas mengibaskan tangan untuk menolak.

Jika ayah dan ibu tahu kemarin malam dia tidak pulang ke rumah adalah karena cinta satu malam dengan seorang pria asing, serta pasangan cinta satu malam itu menjadi suaminya secara hukum….

Akibatnya tidak dapat dibayangkan.

“Cepat katakan.” Ezra memerintah dengan suara yang dingin berat namun penuh wibawa.

Quina bergidik, Ezra tanya apa, dia hanya bisa menjawab dengan jujur.

….

Satu jam kemudian.

Ezra dan Quina sekali lagi muncul di depan pintu Komplek Sadewa.

“Ei, kita bahas satu hal.” Quina memegangi sabuk pengaman dengan dua tangan, dia berkata sambil menahan rasa gelisah dan takut.

“Aku punya nama, kamu juga bisa panggil aku suami.” Ezra mengoreksi panggilan Quina.

Quina berpikir sejenak, “ Ezra, kamu….”

“Aku tidak suka orang lain panggil nama lengkapku.” Ezra memotong perkataan Quina dengan tanpa ekspresi.

Tidak bisa panggil nama lengkap, kalau begitu Ezra?

Quina langsung bergeleng, tidak bisa, terlalu mesra, dia tidak bisa memanggilnya.

Tetapi, memanggil suami sepertinya lebih mesra lagi.

Quina menggigit ujung lidahnya dengan kuat, lalu dia memberanikan diri berkata, “E, Ezra….”

“Panggilnya belum mulus, ke depannya banyak latihan lagi.” Ezra masih lumayan puas dengan penampilan Quina.

“Orangtuaku lebih konservatif, nanti bisa tidak kamu jangan bilang kita sudah ambil buku nikah, aku khawatir mereka tak sanggup terima. Nanti kita sepakat dulu, bilang saja sedang pacaran.”

Ezra terdiam, tidak ada yang bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan.

Setelah beberapa detik, Ezra berkata, “Aku tahu.”

Setelah turun dari mobil, Ezra mengitari ke kursi samping pengemudi dan membukakan pintu mobil untuk Quina. Lalu dia membawa hadiah dan menemani Quina memasuki kompleks.

Jantung Quina berdebar kencang dan otaknya berdengung, ada perasaan ironis seperti hendak naik ke panggung eksekusi.

Melihat Quina membawa seorang pria yang tampan luar biasa, tetangga-tetangga di dalam komplek pun datang berkerumun dengan penasaran.

“Quina, apa ini pacarmu? Wah, bawa pulang ke rumah untuk temui orangtua ya?” Mpok Minah berkedip kepada mereka dengan mengusik, lalu dia berbicara sendiri, “Biasanya lihat kamu lumayan tidak peka, tak disangka pandanganmu luar biasa juga, selamat ya, selamat.”

“Ini mungkin keberuntungan orang bodoh.” Mpok Yati menatap Ezra yang bertubuh tinggi kekar dan beraura gagah kuat, nada bicaranya sedikit cemburu.

Dia berpikir bahwa putrinya lebih cantik dan lebih lincah dari Quina, kenapa putrinya tidak menemui pria yang begitu unggul?

Tuhan benar-benar tidak adil.

“Rencana kapan nikah?” Mpok Oneng bergegas bertanya.

“Pacarmu kerja di perusahaan mana?”

“Keluarganya buka usaha apa?”

“….”

Beberapa bibi bertanya selang-seling, Quina sama sekali tidak dapat menyela, hanya bisa tersenyum pahit.

Dalam hati dia menggerutu, pacar apa ini, jelas-jelas adalah pelaku perdagangan manusia yang menipu para gadis.

“Maaf, Bibi-bibi, aku dan Quina sedikit dikejar waktu, bicara lain hari saja.” Dengan tepat waktu Ezra menyelamatkan Quina, serta membagikan sebungkus permen impor eksklusif dan buah-buahan kepada beberapa bibi tersebut.

“Baik, baik, baik. Kalau begitu kami tidak ganggu lagi. Tadi aku lihat ayah Quina sudah pulang, kalian cepat pergilah.” Mendengar Ezra berkata seperti itu, beberapa bibi juga tidak enak untuk bertanya lagi.

Melihat Ezra begitu paham, serta membelikan permen dan buah-buahan untuk dibagikan kepada mereka, perasaan baik pun melonjak drastis.

“Tadi ketika kamu beli barang di mall, sudah duga akan ketemu bibi-bibi ini?” Setelah bibi-bibi sudah pergi, Quina bertanya dengan sedikit penasaran.

Ketika Ezra membeli permen, dia masih membujuknya untuk jangan beli, dia mengatakan orangtuanya tidak begitu suka makan permen.

Tak disangka begitu memasuki kompleks saja sudah bertemu dengan beberapa bibi itu, tepat bisa digunakan sebagai pemberian.

“Jaga-jaga.” Ezra menjawab dengan datar.

Quina tidak bisa menyangkal atas kecermatan hati Ezra

Ketika sampai di depan pintu rumah, tiba-tiba Quina merasa sangat gugup, sangat takut. Dia ingin melangkah mundur.

Ezra melirik Quina, lalu dia mengangkat tangan menekan bel pintu.

“Ei, kenapa kamu?”

Quina berseru kaget ingin menghentikannya, tetapi sudah terlambat. Dia masih belum melakukan persiapan hati bagaimana mengatakannya dengan ayah dan ibu.

“Serahkan semuanya padaku.”

Tidak lama setelah Ezra berbicara, pintu sudah dibuka.

“Maaf, kamu….” Pertama-tama Ibu Libra melihat Ezra yang tinggi kekar, lalu dia baru melihat Quina, “Quina, ini siapa?”

“Halo Bibi, aku adalah….” Tidak menunggu Ezra selesai berbicara, Quina bergegas menyelak, “Pacar, Ibu, dia adalah pacarku, hehehe….”

Sebenarnya Quina takut Ezra akan sembarangan bicara, mengatakan dia adalah suaminya atau yang sejenisnya.

Ibu Libra tertegun beberapa detik, lalu dia berteriak ke dalam rumah, “Suamiku, ada masalah besar, Quina bawa pacarnya pulang.”

Mendengarnya, Ayah Libra tergesa-gesa berlari keluar. Melihat pria yang tinggi besar dan tampan di sisi putrinya, dia juga terbengong sejenak.

Setelah sadar kembali, Ayah Libra menahan kekagetannya, dia mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah, “Ayo, ayo, ada masalah apa bicarakan di dalam saja.”

Di ruang tamu.

Ayah Libra duduk di atas sofa dengan ekspresi serius, dalam diam dia mengamati Ezra. Aura dari pria ini terlalu tajam dan kuat, bagaimanapun juga tidak dapat ditutupi, sekali lihat sudah tahu pasti bukan orang biasa.

Sementara raut wajah yang tampan dan dingin itu, Ayah Libra merasa sedikit familiar, tetapi dia tidak bisa mengingat di mana dia pernah melihatnya.

Quina duduk di samping Ezra, dia sangat gugup sekali.

“Kamu pacarnya Quina?” Ayah Libra bertanya dengan serius.

Quina menjawab terlebih dahulu, “Iya, dia benar adalah pacarku.”

“Tidak suruh kamu bicara.” Ayah Libra memenatap tajam putrinya sendiri, lalu dia menoleh pada Ezra, “Aku mau kamu yang katakan, iya atau tidak?”

“Iya.” Ezra menjawab.

“Nama, umur, pekerjaan, kondisi keluarga.” Ayah Libra melontarkan beberapa pertanyaan berturut-turut.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

1112