Bab 15 15. Putus dan Jelaskan

by Irma W 00:00,Jun 01,2021
Amora sudah menjelaskan semuanya pada keluarganya. Tentang pernikahannya dengan Gery yang akan segera dilaksanakan. Hanya saja, Amor tidak menjelaskan secara pasti mengapa dirinya bisa sampai mau menikah dengan Gery sementara dirinya sendiri sudah memiliki kekasih.

Semalam hampir saja Amora tidak tidur tentunya. Ia hanya memikirkan bagaimana cara memutuskan Andy secara baik-baik tanpa membuatnya terluka. Mungkin hanya sekitar dua jam saja Amora merasakan dua matanya terlelap sebelum akhirnya terbangun saat mendengar suara tikus di plafon langit-langit kamarnya.

“Hari ini aku harus menemui Andy,” kata Amora.

Amora menyeret kedua kakinya turun dari atas ranjang. Setelah menjuntai dan memakai sandal bulunya, Amora mengucek-ngucek mata lalu menguap. “Tapi ... bagaimana caranya aku menjelaskan?”

Uapan dari mulutnya kini berubah menjadi desahan berat. Berat seperti tertimpa reruntuhan gunung. Benarkah?

Amora sendiri pernah menolak saat Andy mengajaknya menikah. Amora beralasan belum siap dan masih ingin bekerja. Namun, bagaimana jika Andy tahu kalau Amora justru akan menikah dengan orang lain? Sungguh ini sangatlah sulit.

“Kau mau kemana, sayang?” tanya Ambar pada Putri. Ambar sempat melirik ke arah jam dinding.

“Aku ada perlu,” jawab Putri singkat. Tidak lagi berkata apapun, Putri bergegas pergi setelah menjambret sepotong roti tawar di atas meja.

“Dia mau kemana?” tanya Atmaja yang sudah siap dengan pakaian dan atribut perkebunan.

Ambar angkat bahu lalu menuang air putih untuk sang suami. “Katanya ada urusan.”

Atmaja menerima uluran gelas itu kemudian duduk dan meneguknya hingga habis.

“Kau sudah mau ke ladang?” tanya Ambar.

“Iya.” Atmaja meletakkan gelas kosong di atas meja. “Sudah lama aku tidak menengok ke perkebunan kita.”

“Kau yakin?”

Atmaja berdiri lalu tersenyum. “Aku sehat. Kau tenang saja.”

Baru saja Atmaja beranjak keluar lewat pintu belakang, Amora muncul sambil membenarkan posisi tasnya yang hampir jatuh dari pundak.

“Kau mau kemana!” tanya Ambar bernada menyalak. “Apa mau mengobral tubuhmu pada orang kaya itu!”

Astaga! Amora sontak tersentak dengan ucapan itu. Bisa-bisanya seorang ibu tiri yang selalu Amora hormati bisa berkata sekeji itu dengan mudah. Kalau saja Amora tidak memiliki rasa sopan santun, saat itu juga Amora sudah menampar pipi dengan daging tebal itu. Setebal bibirnya yang suka bicara tanpa dikontrol.

Menenangkan hatinya sendiri, Amora terpaksa melempar senyum. “Aku ada perlu, dan memang mungkin aku akan menemui pria itu,” tegas Amora.

Brak!

Amora membanting pintu cukup keras saat meninggalkan rumah. Jalannya begitu cepat menyusuri jalanan lurus keluar dari perumahan yang ditinggali orang-orang dengan rumah yang sederhana.

“Bagaimana bisa aku punya ibu tiri yang begitu menyakitkan hati?” keluh Amora masih dalam kondisi dua kaki yang berjalan dengan grusa-grusu.

“Taksi!” teriak Amora sambil melambaikan tangan.

Mobil taksi berwarna biru berhenti dan kemudian Amora langsung masuk. Mobil taksi pun melaju sesuai dengan arahan yang dikatakan Amora. Yaitu, menuju sebuah apartemen sederhana di pinggiran kota. Di sanalah Andy tinggal.

“Tidak biasanya kamu datang menemuiku di sini?” tanya Andy sambil meletakkan segelas sirup rasa melon di atas meja. “Kau tidak kuliah?”

Putri meraih gelas tersebut. “Terimakasih.”

Putri meneguknya sekali lalu meletakkan kembali di atas meja. “Aku hanya ingin bicara hal penting denganmu.”

Andy agak merasa risih dan tidak nyaman ketika Putri yang biasanya aktif dan kecentilan mendadak kalem dan tenang layaknya wanita dewasa. Ini justru menimbulkan rasa curiga Andy pada Putri.

“Tentang apa?” tanya Andy.

Putri sedikit takut saat bibirnya ingin berucap. Karena menyadari dirinya ada rasa untuk Andy, Putri merasa takut kalau dia tidak akan tega melihat raut wajah Andy setelah tahu apa yang akan ia katakan. Namun, putri tidak ada pilihan. Andy memang harus tahu.

“Apa hubunganmu dan Amora masih berlanjut?” tanya Putri.

Andy mengerutkan dahi. “Masih. Kenapa memangnya?”

“Apa Amora belum bilang padamu?”

Andy semakin dibuat penasaran. Cara Putri berbicara terdengar aneh dan membuat Andy takut sendiri.

“Bicara tentang apa?” tanya Andy.

Putri memasang wajah sedih. Sebenarnya bukan sedih yang dibuat-buat, tapi Putri memang merasa tidak enak hati pada Andy. Biar bagaimanapun juga ini adalah kesempatan Putri untuk mendapatkan Andy. Meskipun nantinya Andy akan marah atau kecewa, tapi Putri harus mengatakannya.

“Sebelumnya aku minta maaf karena lancang sudah ikut campur, tapi kau memang berhak tahu.”

Andy sudah mulai gelisah dan curiga. “Katakan saja. Aku tidak apa-apa.”

“Em ... Amora, dia ... dia akan menikah,” kata Putri pada akhirnya.

Bukan terkejut dengan wajah sedih, melainkan Andy memasang senyum sumringah. Putri tebak Andy sudah salah paham.

“Jadi, Amora sudah siap menikah denganku? Benarkah begitu?” wajah binar Andy terlihat nyata sampai-sampai tidak sadar sudah menangkup kedua tangan putri.

Kalau sudah begini, Putri yang jadi salah tingkah. Putri benar-benar yakin kalau Andy sudah salah tangkap dengan perkataannya.

Putri meringis kemudian menarik kedua tangannya perlahan dari genggaman Andy. “Bukan begitu. Maksudku ... Amora, em ... dia akan menikah dengan orang lain.”

“A-apa!” Andy ternganga lebar dengan mata menyala. “Apa maksudmu?”

Putri mendesis dan menggigit bibir. Ia mendadak takut untuk menjelaskan lebih detail lagi. Wajah Andy membuat Putri bergidik ngeri dan ingin menyudahi pembicaraan ini. Namun, Andy sudah terlanjur sangat penasaran.

“Katakan Putri, apa maksudmu? Siapa yang mau menikah dengan Amora?” Andy kali ini mengguncang pundak Putri.

“Aku ... aku bingung cara menjelasnya.”

Cekleeek!

Pintu dibuka oleh seseorang dari luar. Andy dan Putri menoleh secara bersamaan ke arah pintu tersebut. Detik berikutnya Amora muncul dan tentunya mereka semua memasang wajah yang sulit untuk ditebak oleh masing-masing.

“Pu-Putri? Kau di sini?” tanya Amora lirih.

Putri menelan ludah kemudian sedikit menggeser posisi duduknya menjauh dari Andy. Andy sendiri saat ini tengah menatap aneh pada Amora. Membuat Amora jadi salah tingkah.

“Sedang apa kau di sini?” Amora maju dan bertanya pada Putri.

“Apa itu benar?” Andy justru menyela pembicaraan. “Amora? Apa itu benar?”

Amora mengerutkan dahi karena tidak mengerti. “Apa maksudmu? Apanya yang benar?”

Mengalihkan pandangan sejenak dari wajah Andy yang sangar, Amora menatap jeli ke arah Putri. Pada akhirnya Amora mengerti apa yang dimaksud Andy.

“Aku bisa jelaskan semua,” kata Amora. “Ini tidak seperti yang kau pikirkan.”

“Jadi memang benar? Kau sungguh akan menikah?”

Amora terdiam karena bingung harus menjawab dan menjelaskan yang bagaimana. Ingin menjelaskan sendiri pada Andy, tapi ternyata Putri sudah menyerobotnya lebih dulu. Tidak ibu tidak anak, semua memang selalu mengacaukan hidup Amora.

“Iya. Itu benar,” jawab Amora kemudian. “Tapi ... aku ada alasan.” Amora mendongak dan mendekati Andy.

“Aku akan jelaskan!” Amora berjongkok dan meraih tangan Andy.

Andy membuang muka dan diam. Menatap wajah Amora rasanya tidak kuat untuk dilakukan.
***

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

89