Bab 8 8. Berubah haluan
by Irma W
00:00,Jun 01,2021
Sepanjang perjalanan balik dari rumah Gery, Amora hanya menggerutu. Apapun yang bisa ia maki, Amora lakukan dengan mengoceh tanpa henti. Menginjakkan kaki di halaman rumah itu saja belum terjadi, bagaimana mungkin Gery sudah menyuruh kembali pulang.
“Dia memang sengaja mempermainkan aku! Dasar berengsek!” Amora mengencangkan laju motornya kemudian berbelok menuju sebuah londry yang baru ia kelola sebelum ayah mengalami musibah.
Sudah hampir satu bulan tempat itu terbengkalai karena Amora hanya fokus menemani ayah. Tempat yang harusnya Amora jadikan tempat usah harus terabaikan begitu saja. Berapa uang yang sudah Amora keluarkan, tak akan dipikirkan. Berhubung hari ini ada kesempatan, Amora pun memilih berbenah di tempat tersebut.
Tempat tersebut sebenarnya milik almarhum ibu. Amora hanya sekedar meneruskan usaha dari pada harus terhenti. Berhubung beberapa mesin cuci rusak, jadi Amora akhirnya merogoh kantongnya sendiri.
“Aku harus bereskan tempat ini,” kata Amora sambil membuka gembok pintu besi toko londrynya. “Aku akan pikirkan caranya nanti kalau sudah beres semuanya.”
“AMORA!!” lengkingan suara dari arah belakang membuat Amora tersentak. Kunci yang belum ia pegang erat pun terjatuh mengenai ujung ibu jarinya.
“Ish!” desis Amora sambil mengangkat satu kakinya. Tubuhnya memutar sambil setengah melompat mencari asal suara tersebut.
Wajah Amora seketika merengut saat mendapati sosok siapa yang baru saja memanggil namanya dengan suara melengking.
“Kau sudah kembali?” Lela datang menghambur memberi pelukan pada Amora yang belum sempat berdiri tegak.
Masih beruntung yang mengenai ujung ibu jarinya hanya kunci bukan gemboknya.
“Lepaskan aku. Aku tidak bisa bernapas,” kata Amora dengan suara tertahan.
“Ups! Sorry.” Lela angkat tangan lalu meringis sambil mundur.
“Ada perlu apa kau kemari?” tanya Amora jengkel. Kunci yang masih tergeletak di lantai Amora ambil lalu segera membuka pintu tokonya.
Dengan gaya lenggak lenggok khas wanita centil, Lela menjawil bagian perut Amora. “Tentu saja aku rindu padamu?”
Amora mendengkus dan menjulingkan mata. Wanita centil bernama Lela ini nampaknya memang sudah memantai toko londry Amora sejak lama. Sejak dua bulan yang lalu, Lela memang sudah merayu Amora untuk membuka usaha londry dan durinya mendaftar sebagai karyawan. Namun, karena Amora masih enggan, jadi ia abaikan usul Lela.
“Kau mau buka kembali londry ini kan?” tanya Lela. “Kenapa tidak bilang padaku?”
Pintu sudah terbuka lebar, Amora pun masuk diikuti Lela. “Bukan tak mau mengabari. Aku kan memang belum jelas mau buka jasa londry dalam waktu dekat.”
Sementara Amora membuka tirai jendela, Lela meraih kemoceng lalu menepuk-nepuk kursi yang berdebu sebelum duduk. “Kau sedang berbohong kan? Kau bahkan tidak menghubungiku.”
Amora menghela napas lalu ikut duduk.
“Eh, tunggu!” cegat Lela. “Jangan duduk dulu, biar aku lap.” Amora menepuk-nepuk kursi tersebut menggunakan kemoceng yang masih ia pegang.
Setelah cukup bersih, barulah Amora duduk.
“Aku bukan tidak mau menghubungimu, tapi aku sedang sedikit ada masalah,” desah Amora.
Lela bergeser lalu menatap dalam-dalam wajah Amora. “Apa ini tentang ayahmu?”
Amora balas menatap lalu mengangguk. “Sampai saat ini belum beres. Jadi aku belum bisa memikirkan pekerjaanku ataupun londry ini.”
“Maaf, aku tidak bisa membantu,” sesal Lela sambil menepuk pundak Amora.
“Itu sebabnya aku menutup diri. Aku memilih tidak menghubungi siapapun termasuk kau.”
“Aku paham.”
Meskipun terkadang mulut Lela terlalu menyebalkan saat bicara, tapi sesungguhnya hanya dia yang dekat dengan Amora. Karena Lela tipe wanita centil yang terkadang suka menggoda pria tanpa tahu tempat, itulah yang membuat Amora kadang merasa risih saat bersama Lela.
Obrolan masih berlanjut, ponsel Amora tiba-tiba berdering. Amora memutar tasnya lalu membuka resletingnya.
“Siapa ini?” gumam Amora saat sebuah nomor asing terpampang di layar ponselnya.
“Siapa?” Lela bertanya. Amora hanya angkat bahu.
“Aku angkat dulu,” Amora berdiri dan menjauh dari Lela. Lela mengangguk dan memilih membantu merapikan barang yang berserakan.
“Halo, siapa ini?” tanya Amora saat ponsel sudah menempel pada daun telinga.
“Datang ke rumahku nanti sore!” tanpa permisi, suara di seberang sana langsung menyambar begitu saja menusuk gendang telinga. Amora bahkan sempat menjauhkan sebentar ponsel tersebut dari telinganya.
“Su-suara ini? Em ...” Amora bergumam sesaat. Dan beberapa detik kemudian dua bola mata Amora membulat sempurna sambil menepuk bibirnya yang terbuka.
“Hoi! Kau dengar aku tidak!” meski ponsel masih cukup jauh dari telinga, tapi Amora dengar kalau orang di balik panggilan ini sedang memaki.
“I-iya, Tuan. Aku dengar,” jawab Amora gugup.
Dari kejauhan, Lela yang melihat wajah Amora mendadak pucat segera bertanya. “Kau baik-baik saja?”
Amora mengangguk dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.
“Kau yakin?” tanya Lina. Sebagai sepupu sekaligus orang terdekat, Lina tentu tahu apa yang direncanakan Gery.
Satu jam setelah berada di ruang ini, Gery sudah menceritakan semua hal mengenai Amora dan rencana balas dendamnya. Lina yang tidak menyangka, hanya geleng-geleng kepala walau sebenarnya ingin sekali memukul kepala Gery sekeras mungkin.
“Bagaimana mungkin kau bisa berpikiran untuk balas dendam?” kata Lina masih tidak percaya. “Kau pikir dengan cara itu, di alam sana Tania akan merasa bahagia?”
Gery sempat termenung saat tadi Lina menceramahinya dengan rencananya yang Lina anggap sangat bodoh dan gila. Karena terlalu cinta, Gery sampai lupa bahwa yang namanya kecelakaan memang bisa terjadi kapanpun dan di manapun.
“Sekarang kau yakin dengan rencanamu?” tanya Lina sambil memutar-mutar pulpen di atas meja.
“Rencana yang apa? Balas dendam untuk Tania?” Gery balik tanya.
“Bukan,” sahut Lina. “Tapi tentang Belva. Kau masih marah padanya karena meninggalkanmu tanpa alasan dulu kan?”
Ya, rencana Gery membuat kehidupan Amora hancur, sepertinya tidak akan terjadi. Setelah tahu kalau mantan kekasih yang sudah menyakitinya dulu, Gery mendadak tidak fokus lagi mengenai kecelakaan Tania dan balas dendam pada Amora.
Ada satu rencana lain yang akan Gery lakukan.
“Ingat, jangan gegabah.” Lina mengingatkan.
Gery menyeringai. “Kau tenang saja. Kau tahu kan kalau aku benci dengan Theo yang selalu dimanja ayah dan ibuku? Kau mengertilah apa maksudku kan?”
Gery tidak menjelaskan lebih panjang tentang rencananya saat ini. Namun, sebagai orang paling dekat dengan Gery, Lina sangat paham dengan apa yang dimaksud oleh Gery.
“Terserah kau saja. Asalkan nantinya kau tidak terjebak sendiri,” kata Lina. “Aku pergi dulu. Aku ada pertemuan dengan teman-temanku.”
Gery mengangguk. Berbarengan dengan Lina yang keluar dari ruangan Gery, Dion masuk membawa dua cangkir kopi hangat.
“Lho, sudah mau pergi?” tanya Dion. “Aku buatkan minum untukmu juga.”
“Buat kau saja,” kata Lina sambil mengusap dagu Dion. Dion yang terkejut hampir saja melepas genggaman pada nampan berisi dua cangkir kopi tersebut.
Sementara di tempat duduknya, Gery nampak terkekeh geli.
“Apa?” Dion ternganga sebal.
“Kau sudah sering diberi kode, tapi tidak paham juga,” kekeh Gery. “Dia itu suka padamu, Ion. Kau terima saja cintanya.”
Dion meletakkan nampan sambil mendengus. “Dia seperti itu pada setiap pria. Aku pernah melihatnya di tempat umum.” Dion bergidik ngeri.
***
“Dia memang sengaja mempermainkan aku! Dasar berengsek!” Amora mengencangkan laju motornya kemudian berbelok menuju sebuah londry yang baru ia kelola sebelum ayah mengalami musibah.
Sudah hampir satu bulan tempat itu terbengkalai karena Amora hanya fokus menemani ayah. Tempat yang harusnya Amora jadikan tempat usah harus terabaikan begitu saja. Berapa uang yang sudah Amora keluarkan, tak akan dipikirkan. Berhubung hari ini ada kesempatan, Amora pun memilih berbenah di tempat tersebut.
Tempat tersebut sebenarnya milik almarhum ibu. Amora hanya sekedar meneruskan usaha dari pada harus terhenti. Berhubung beberapa mesin cuci rusak, jadi Amora akhirnya merogoh kantongnya sendiri.
“Aku harus bereskan tempat ini,” kata Amora sambil membuka gembok pintu besi toko londrynya. “Aku akan pikirkan caranya nanti kalau sudah beres semuanya.”
“AMORA!!” lengkingan suara dari arah belakang membuat Amora tersentak. Kunci yang belum ia pegang erat pun terjatuh mengenai ujung ibu jarinya.
“Ish!” desis Amora sambil mengangkat satu kakinya. Tubuhnya memutar sambil setengah melompat mencari asal suara tersebut.
Wajah Amora seketika merengut saat mendapati sosok siapa yang baru saja memanggil namanya dengan suara melengking.
“Kau sudah kembali?” Lela datang menghambur memberi pelukan pada Amora yang belum sempat berdiri tegak.
Masih beruntung yang mengenai ujung ibu jarinya hanya kunci bukan gemboknya.
“Lepaskan aku. Aku tidak bisa bernapas,” kata Amora dengan suara tertahan.
“Ups! Sorry.” Lela angkat tangan lalu meringis sambil mundur.
“Ada perlu apa kau kemari?” tanya Amora jengkel. Kunci yang masih tergeletak di lantai Amora ambil lalu segera membuka pintu tokonya.
Dengan gaya lenggak lenggok khas wanita centil, Lela menjawil bagian perut Amora. “Tentu saja aku rindu padamu?”
Amora mendengkus dan menjulingkan mata. Wanita centil bernama Lela ini nampaknya memang sudah memantai toko londry Amora sejak lama. Sejak dua bulan yang lalu, Lela memang sudah merayu Amora untuk membuka usaha londry dan durinya mendaftar sebagai karyawan. Namun, karena Amora masih enggan, jadi ia abaikan usul Lela.
“Kau mau buka kembali londry ini kan?” tanya Lela. “Kenapa tidak bilang padaku?”
Pintu sudah terbuka lebar, Amora pun masuk diikuti Lela. “Bukan tak mau mengabari. Aku kan memang belum jelas mau buka jasa londry dalam waktu dekat.”
Sementara Amora membuka tirai jendela, Lela meraih kemoceng lalu menepuk-nepuk kursi yang berdebu sebelum duduk. “Kau sedang berbohong kan? Kau bahkan tidak menghubungiku.”
Amora menghela napas lalu ikut duduk.
“Eh, tunggu!” cegat Lela. “Jangan duduk dulu, biar aku lap.” Amora menepuk-nepuk kursi tersebut menggunakan kemoceng yang masih ia pegang.
Setelah cukup bersih, barulah Amora duduk.
“Aku bukan tidak mau menghubungimu, tapi aku sedang sedikit ada masalah,” desah Amora.
Lela bergeser lalu menatap dalam-dalam wajah Amora. “Apa ini tentang ayahmu?”
Amora balas menatap lalu mengangguk. “Sampai saat ini belum beres. Jadi aku belum bisa memikirkan pekerjaanku ataupun londry ini.”
“Maaf, aku tidak bisa membantu,” sesal Lela sambil menepuk pundak Amora.
“Itu sebabnya aku menutup diri. Aku memilih tidak menghubungi siapapun termasuk kau.”
“Aku paham.”
Meskipun terkadang mulut Lela terlalu menyebalkan saat bicara, tapi sesungguhnya hanya dia yang dekat dengan Amora. Karena Lela tipe wanita centil yang terkadang suka menggoda pria tanpa tahu tempat, itulah yang membuat Amora kadang merasa risih saat bersama Lela.
Obrolan masih berlanjut, ponsel Amora tiba-tiba berdering. Amora memutar tasnya lalu membuka resletingnya.
“Siapa ini?” gumam Amora saat sebuah nomor asing terpampang di layar ponselnya.
“Siapa?” Lela bertanya. Amora hanya angkat bahu.
“Aku angkat dulu,” Amora berdiri dan menjauh dari Lela. Lela mengangguk dan memilih membantu merapikan barang yang berserakan.
“Halo, siapa ini?” tanya Amora saat ponsel sudah menempel pada daun telinga.
“Datang ke rumahku nanti sore!” tanpa permisi, suara di seberang sana langsung menyambar begitu saja menusuk gendang telinga. Amora bahkan sempat menjauhkan sebentar ponsel tersebut dari telinganya.
“Su-suara ini? Em ...” Amora bergumam sesaat. Dan beberapa detik kemudian dua bola mata Amora membulat sempurna sambil menepuk bibirnya yang terbuka.
“Hoi! Kau dengar aku tidak!” meski ponsel masih cukup jauh dari telinga, tapi Amora dengar kalau orang di balik panggilan ini sedang memaki.
“I-iya, Tuan. Aku dengar,” jawab Amora gugup.
Dari kejauhan, Lela yang melihat wajah Amora mendadak pucat segera bertanya. “Kau baik-baik saja?”
Amora mengangguk dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.
“Kau yakin?” tanya Lina. Sebagai sepupu sekaligus orang terdekat, Lina tentu tahu apa yang direncanakan Gery.
Satu jam setelah berada di ruang ini, Gery sudah menceritakan semua hal mengenai Amora dan rencana balas dendamnya. Lina yang tidak menyangka, hanya geleng-geleng kepala walau sebenarnya ingin sekali memukul kepala Gery sekeras mungkin.
“Bagaimana mungkin kau bisa berpikiran untuk balas dendam?” kata Lina masih tidak percaya. “Kau pikir dengan cara itu, di alam sana Tania akan merasa bahagia?”
Gery sempat termenung saat tadi Lina menceramahinya dengan rencananya yang Lina anggap sangat bodoh dan gila. Karena terlalu cinta, Gery sampai lupa bahwa yang namanya kecelakaan memang bisa terjadi kapanpun dan di manapun.
“Sekarang kau yakin dengan rencanamu?” tanya Lina sambil memutar-mutar pulpen di atas meja.
“Rencana yang apa? Balas dendam untuk Tania?” Gery balik tanya.
“Bukan,” sahut Lina. “Tapi tentang Belva. Kau masih marah padanya karena meninggalkanmu tanpa alasan dulu kan?”
Ya, rencana Gery membuat kehidupan Amora hancur, sepertinya tidak akan terjadi. Setelah tahu kalau mantan kekasih yang sudah menyakitinya dulu, Gery mendadak tidak fokus lagi mengenai kecelakaan Tania dan balas dendam pada Amora.
Ada satu rencana lain yang akan Gery lakukan.
“Ingat, jangan gegabah.” Lina mengingatkan.
Gery menyeringai. “Kau tenang saja. Kau tahu kan kalau aku benci dengan Theo yang selalu dimanja ayah dan ibuku? Kau mengertilah apa maksudku kan?”
Gery tidak menjelaskan lebih panjang tentang rencananya saat ini. Namun, sebagai orang paling dekat dengan Gery, Lina sangat paham dengan apa yang dimaksud oleh Gery.
“Terserah kau saja. Asalkan nantinya kau tidak terjebak sendiri,” kata Lina. “Aku pergi dulu. Aku ada pertemuan dengan teman-temanku.”
Gery mengangguk. Berbarengan dengan Lina yang keluar dari ruangan Gery, Dion masuk membawa dua cangkir kopi hangat.
“Lho, sudah mau pergi?” tanya Dion. “Aku buatkan minum untukmu juga.”
“Buat kau saja,” kata Lina sambil mengusap dagu Dion. Dion yang terkejut hampir saja melepas genggaman pada nampan berisi dua cangkir kopi tersebut.
Sementara di tempat duduknya, Gery nampak terkekeh geli.
“Apa?” Dion ternganga sebal.
“Kau sudah sering diberi kode, tapi tidak paham juga,” kekeh Gery. “Dia itu suka padamu, Ion. Kau terima saja cintanya.”
Dion meletakkan nampan sambil mendengus. “Dia seperti itu pada setiap pria. Aku pernah melihatnya di tempat umum.” Dion bergidik ngeri.
***
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved