Bab 15 Ia Bernama Grace Chu

by Hailee 10:01,May 12,2021
“Kalian mengajakku minum, bukankah untuk meniduriku setelah aku mabuk?”

“Ayo, lakukanlah, siapapun yang meniduri bukan masalah.”

“...”

Austin Yang merasa sangat tak nyaman dipeluk oleh wanita berrok putih itu. Ia tahu ia telah terlalu mabuk dan melantur. Ia menarik tangannya dan berbalik, “Kau beruntung, saat ini aku belum sanggup, jika tidak, aku akan benar-benar melakukannya.”

Setelah Austin Yang selesai berkata, wanita berrok putih itu kembali memeluknya dan mencium bibirnya. Mata Austin Yang terbelalak, baru saja Zoe Ye merenggut ciuman pertamanya tak sampai sejam lalu, kini seorang wanita lain kembali menciumnya. Apakah orang-orang di kota besar memang sevulgar ini?

Meskipun ia berkata seperti ini, dalam hati, sebenarnya ia merasa gugup.

Ia segera mendorong wanita berrok putih itu, wanita berrok putih itu berlari ke kamar mandi sambil menutupi mulutnya, Austin Yang mengerutkan kening dan mengumpat, “Sial, ia sendiri yang berinisiatif menciumku, kini malah muntah, apakah aku semenjijikkan itu?”

Huok huok...

Austin Yang masuk ke kamar mandi dan menepuk-nepuk punggungnya, “Jika kau tak kuat minum, jangan minum terlalu banyak. Dan bagaimana bisa seorang wanita sepertimu keluar malam-malam sendirian tanpa mengajak teman, jika kau tak bertemu denganku, habislah kau malam ini.”

Tak disangka, wanita berrok putih itu tiba-tiba berbalik dan memeluk pinggang Austin Yang. Austin Yang terhuyung mundur dan jatuh terduduk. Sebelum ia sempat bangkit berdiri, wanita berrok putih itu telah berada di atasnya dan hendak menciumnya, ia juga menarik roknya sendiri turun.

Bra putihnya tampak, menunjukkan dadanya yang membusung.

Bagi pria lain, ini bisa dibilang jackpot, keberuntungan. Tapi bagi Austin Yang, ini sangat menyiksa, karena ia masih belum bisa melakukan hal yang bisa dilakukan pria normal.

Ia berusaha mendorong wanita berrok putih itu, wanita itu perlahan menarik kawatnya, dan bra tanpa tali itu terlepas. Austin Yang yang mengulurkan kedua tangannya hendak mendorongnya tertegun, pikirannya kosong, ia tak tahu harus bersikap apa, tenggorokannya menjadi kering.

Wanita berrok putih itu meraih tangannya dan meletakkannya di dadanya, “Kau suka?”

Bum!

Saat menyentuh Zoe Ye tadi, ia masih berpakaian, Austin Yang belum pernah merasakan hal seperti ini, ia merasa bagaikan tersengat listrik. Ia mendorong wanita berrok putih itu dan segera beringsut mundur. Wanita berrok putih itu jatuh terduduk ke lantai, menabrak keran shower, dan air shower pun mengucur turun. Tapi wanita berrok putih itu hanya duduk di sana dan menikmatinya.

Menatap wanita yang keras kepala tapi juga mempesona itu, Austin Yang menghela nafas panjang dan memejamkan matanya. Bermeditasi untuk menjernihkan pikiran seperti yang diajarkan kakeknya. Dulu para dokter selalu melakukan hal ini, agar pikiran lebih jernih dan bisa lebih fokus dalam mengobati pasien.

Setelah beberapa saat, Austin Yang akhirnya kembali tenang. Ia membuka matanya dan melihat wanita berrok putih itu masih duduk di sana, sekujur tubuhnya basah kuyup.

“Apakah saat mabuk semua wanita segila ini?”

Gerutu Austin Yang sambil berjalan menghampiri wanita itu dan mematikan kerannya. Ia menatap wanita berrok putih itu, tak mungkin membiarkannya basah kuyup begini, bisa-bisa besok ia akan sakit.

“Di kehidupan lampau aku pasti berhutang budi padamu,” Austin Yang menggeleng-geleng dan memejamkan mata. Dengan mengandalkan indranya yang telah dilatih kepekaannya sejak kecil, hanya dengan menggunakan indra pendengaran dan sentuhan, ia melepaskan seluruh pakaian wanita itu, mengeringkannya, menggendongnya keluar dan menyelimutinya, baru kemudian membuka matanya.

Ia duduk dan dengan kedua jarinya, ia mengetuk-ngetuk beberapa titik di atas selimut itu beberapa kali, ini bisa membantunya agar tak merasa kedinginan dan bisa lebih cepat sadar dari mabuknya.

Wanita berrok putih itu membuka matanya, pandangannya masih agak kabur, tapi lebih jelas dibandingkan sebelumnya. Ia ingat ia tadi muntah lalu basah kuyup tersiram air, kini kesadarannya mulai kembali.

Austin Yang menarik kembali tangannya dan berkata, “Kau terlalu banyak minum...”

Ah!

Sebelum Austin Yang selesai berkata, wanita itu menyadari ia tak mengenakan apapun di balik selimut itu, ia menarik selimut itu, duduk, dan menampar Austin Yang, “Bajingan!”

Sebelum ia sempat menamparnya, Austin Yang segera bangkit berdiri, “Apa kau gila?”

Jika bukan berkat dirinya, wanita berrok putih itu sejak tadi pasti telah diperkosa keempat bajingan itu. Kini bukannya berterimakasih, ia malah hendak menamparnya, sungguh tidak masuk akal.

Wanita berrok putih yang masih setengah mabuk itu tak peduli, yang ia tahu hanyalah, Austin Yang telah menelanjanginya. “Di mana ponselku, akan kulaporkan polisi, kau telah memperlakukanku dengan tidak senonoh.”

Ia meraih tasnya yang berada di sisi ranjang.

Austin Yang mengerutkan kening, karena tak ada cara lain, akhirnya ia mengetukkan jarinya dan membuat wanita itu pingsan. Setelah membaringkannya dan menyelimutinya, dengan kesal ia berkata, “Benar-benar tak tahu balas budi, jika kau benar-benar memanggil polisi, aku takkan bisa menjelaskan bahwa aku tak bersalah.”

Bagaimanapun, tak ada yang melihatnya menyelamatkan wanita itu, tapi sudah jelas ialah yang menelanjanginya.

Maka Austin Yang bergegas pergi, ia juga memperingatkan diri untuk lebih berhati-hati ke depannya. Jangan malah membawa kerugian bagi dirinya sendiri karena berusaha berbuat baik.

...

Setelah keluar dari hotel, Austin Yang tak ingin keluyuran lagi dan segera menuju kediaman Zoe Ye.

Sudah jam 3 subuh, entah apakah Zoe Ye sudah tidur atau belum. Ia menempelkan telinganya ke pintu, berusaha mendengarkan suara di dalam. Jika Zoe Ye sudah tidur, ia terpaksa terlantar di luar semalaman, jika ia belum tidur, ia akan mengetuk pintu. Zoe Ye pasti akan membukakannya karena sungkan menimbulkan keributan bagi para tetangga di malam selarut ini.

Tapi saat ia menempelkan telinganya ke pintu, tiba-tiba pintu itu terbuka, Austin Yang yang sedang mencondongkan tubuhnya kehilangan keseimbangannya dan terhuyung ke depan. Ia menabrak sesuatu yang empuk.

Ia mendongak, Zoe Ye sedang menatapnya dengan dingin, kepalanya bersandar pada dada Zoe Ye. Tapi anehnya, kali ini Zoe Ye tak mendorong ataupun membentaknya. Ini membuat Austin Yang merasa heran, tidakkah seharusnya ia menamparnya saat ini?

Ia segera berdiri tegak, “Anu...”

Sebelum ia sempat berkata, Zoe Ye berbalik dan berjalan ke balkon, duduk, lalu menenggak sebotol wine.

Apa-apaan ini?

Meskipun biasanya Zoe Ye juga sering bersikap dingin dan serius, tapi Austin Yang tak pernah melihatnya sedingin ini. Dengan rasa bersalah, ia menutup pintu, berjalan menghampirinya, dan bertanya, “Um... Kak Zoe, kenapa kau minum-minum?”

Tapi Zoe Ye berbalik dan memunggunginya, ia tak mempedulikannya dan kembali menenggak wine nya.

Austin Yang tahu Zoe Ye pasti masih marah, jika tidak, tak mungkin ia hanya diam dan duduk minum-minum di sini. Tapi Austin Yang juga tak ingin minta maaf, ia merasa ia tidak salah.

“Minum-minum saat perut kosong tak baik untuk kesehatanmu, akan kubuatkan mie untukmu.”

Ia segera masuk ke dapur, mempelajari cara menggunakan kompor, dan 10 menit kemudian, membawa semangkuk mie yang sudah matang dan meletakkannya di meja kecil di dekat pagar balkon. Tapi Zoe Ye bahkan tak mau menatap ke arahnya.

Austin Yang tersenyum getir, pantas saja kakek berpesan, jangan membuat seorang wanita marah.

“Makanlah selagi panas, aku tidur dulu.”

Melihat Zoe Ye tetap tak menjawab, Austin Yang masuk ke kamar. Setelah ia menutup pintu, Zoe Ye segera membuang minuman itu ke pipa pembuangan.

Lalu ia menghela nafas panjang, biasanya paling banter ia minum red wine, tak pernah minum white wine. Setelah Austin Yang pergi, ia keluar untuk membeli minuman lalu terus mengawasi di balkon, menunggunya kembali. Saat melihatnya tiba di bawah, ia membuka minuman itu dan menunggu di balik pintu.

Ia sengaja berbuat seperti ini di hadapan Austin Yang untuk membuatnya merasa bersalah, untuk mencapai tujuannya, dan agar ke depannya Austin Yang tak lagi mengusiknya.

Melihat tujuannya telah tercapai, Austin Yang tak lagi bersikap kurang ajar, Zoe Ye membanting botol wine itu ke lantai, lalu berpura-pura bangkit berdiri dengan terhuyung-huyung dan meraih botol satunya.

Austin Yang yang terkejut segera membuka pintu kamar dan keluar. Melihat pecahan kaca berserakan di balkon, dan Zoe Ye sedang berjalan terhuyung hendak meraih botol satunya, Austin Yang segera merenggut botol wine itu, “Apakah kalian para wanita sudah gila?”

Baru saja ia bertemu seorang wanita yang sangat mabuk yang membuatnya harus membantunya. Kini, lagi-lagi ia mendapati Zoe Ye sedang minum-minum tanpa mempedulikan kesehatannya. Austin Yang merasa tak berdaya.

Zoe Ye yang wajahnya telah memerah meski hanya minum sedikit berusaha meraih botol itu, “Saat ini ada seseorang yang terbaring kritis di Pusat Pengobatan Tradisional, tapi kau tak bersedia menolongnya. Tapi aku harus merawatmu dengan baik dan kau masih juga mengusikku, tak bolehkah aku melampiaskan amarahku?”

Austin Yang merasakan amarah yang mendalam dari nada bicara Zoe Ye. Ia tahu ia sangat jengkel padanya. Sebenarnya Zoe Ye memang merasa demikian pada Austin Yang, ia tak sepenuhnya bersandiwara.

Mereka saling bertatapan, Austin Yang merasakan suatu kejanggalan dalam ekspresi Zoe Ye. Ia membawa botol wine itu ke kamar mandi dan mengosongkan isinya, lalu menyerahkan botol kosong itu padanya dan berkata, “Bukannya aku tak bersedia menolong, aku memang tak memiliki kemampuan itu. Selain itu, aku juga tak memaksamu harus merawatku, apalagi membawaku ke Beijing, bukan?”

Setelah berkata, Austin Yang kembali masuk ke kamar dan membanting pintu.

Zoe Ye yang awalnya mengira Austin Yang akan setuju karena merasa bersalah, kini merasa heran. Ia telah bersandiwara dengan sangat baik, kenapa Austin Yang masih bisa memergoki rencananya?

Austin Yang berbaring di ranjangnya, ia tak memberitahukan peningkatan kepekaan indranya pada Zoe Ye. Mata, telinga, dan hidungnya memiliki kemampuan di atas rata-rata, ia tentu menyadari kejanggalan dalam ekspresinya.

Ia sedang memikirkan apa yang harus dilakukannya, karena saat ini setidaknya 2 orang sedang mengetesnya. Ia tak tahu bagaimana lagi ia harus menyembunyikannya. Orang-orang tetap saja mencurigainya.

Saat ia sedang berpikir, tiba-tiba ponselnya berdering. Austin Yang segera duduk, Rosy Chen yang menelepon, tapi saat ini jam 4 subuh!

Takut sedang terjadi masalah, Austin Yang segera mengangkatnya, “Bu, apakah ada masalah di rumah?”

“Tidak.”

Mendengarnya, Austin Yang menjadi lebih lega. Ia tersenyum, “Membuatku takut saja. Jika tak ada apa-apa, segera tidurlah. Sudah sangat larut, aku akan pulang mengunjungimu saat liburan musim dingin. Jika ada masalah, kau bisa menghubungi Paman Bobby atau Hazel, jangan memaksakan diri menyelesaikannya sendiri!”

Telepon itu menjadi hening, tapi sebelum Austin Yang sempat bertanya, Rosy Chen telah berkata, “Austin, seorang gadis meneleponku jam 10 malam tadi. Ia ingin meminta bantuanmu untuk menyembuhkan ayahnya. Ibu tahu permintaan kakekmu, tapi setelah ibu renungkan, ibu berharap kau bisa membuat pengecualian dan membantu ayah gadis itu.”

Ekspresinya menjadi suram, Austin Yang menggenggam ponselnya dengan erat. “Apakah ia Zoe Ye?”

Jika iya, ia takkan memaafkannya. Ia tak suka ada orang yang memanfaatkan Rosy Chen.

“Bukan, ia bernama Grace Chu.”

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

200