chapter 7 Siapa Takut?!
by Howie
22:09,Dec 07,2023
Sandra melihat api yang menari-nari di atas kue kecil itu dengan haru.
Air matanya pun menetes.
Saat ini dia merasa terharu, sedih dan tidak berdaya.
Willian duduk di sebelahnya dan berkata, "Hari ini kamu boleh meminjam pundakku sesukamu."
Sandra memeluk Willian sambil menangis.
Entah sudah berapa lama Sandra bersandar di pundak Willian.
Laki-laki itu menepuk punggung Sandra dan berkata, "Sudahlah, jangan menagis lagi, nanti mienya keburu dingin."
Tanpa disadari, tepukan itu membuat bra yang dikenakan Sandra lepas.
Willian menjadi kikuk.
Sandra juga hanya bisa tercengang.
Wanita itu melepaskan pelukannya dan merasa sedikit waspada.
Willian tersenyum dengan sungkan dan berkata, "Percayalah, aku tidak sengaja melakukannya."
Sandra menutup dadanya. Wajah dan telinganya memerah. Dia berkata, "Tutup matamu!"
Willian menutup matanya dan mendengar suara Sandra yang sedang mengaitkan branya kembali.
Setelah cukup lama, Sandra tidak menyuruh Willian untuk membuka matanya.
Setelah Willian membuka matanya, dia melihat Sandrayang sedang memakan mie sambil menatapnya.
"Kenapa menatapku?" tanya Willian.
"Siapa juga yang menatapmu!" Sandra mengalihkan pandangannya.
Setelah keduanya terdiam sejenak, Willian bertanya, "Apa rencanamu selanjutnya?"
Sepertinya Sandra menyukai mie buatannya, dia memakannya dengan lahap dan tidak mendengar perkataan Willian.
Setelah meminum kuah mienya, Sandra mengelap mulutnya dengan tisu.
Willian kembali menyalakan lilin di kue kecil itu dan berkata, "Sudah hampir jam 12, cepat berdoa dan tiup lilinnya."
Sandra memejamkan matanya dan mulai berdoa.
Setelah itu dia meniup lilinnya.
Willian kembali menanyakan pertanyaan yang tadi belum dijawab oleh Sandra. "Apa rencanamu selanjutnya?"
"Bukannya kamu sudah berjanji untuk menafkahiku dan juga bayi ini?"
"Oke!" Willian menjawabnya tanpa berpikir panjang.
Sandra masih saja menganggap Willian sebagai rakyat jelata yang tidak tahu diri.
"Kalau begitu, apa hubungan kita akan begini-begini saja?" tanya Sandra.
"Kamu mau kita menikah secara resmi? Boleh!"
"Bagaimana kalau keluargaku dan Keluarga Qin membuat perhitungan denganmu?"
"Siapa takut?! Tapi apa kamu bersedia menikahi kurir sepertiku?"
"Standar hidupku sangat tinggi, kalau kamu tidak mampu menafkahiku, aku akan menceraikanmu!" ujar Sandra dengan jengkel.
Willian menjulurkan tangannya dan membersihkan bibir Sandra.
Sandra mengelak, tapi Willian masih saja mengelap bibirnya dengan tisu, bahkan mencubit pipinya.
"Jangan khawatir, putri yang terbuang ..."
Sandra memandangi Willian dengan pasrah.
"Kenapa? Kamu takut?"
Willian melihat ke arah jam dinding dan berkata, "Kalau begitu besok kita menikah!"
Sandra melihat Willian yang sedang mencuci piring, kemudian berkata, "Siapa juga yang takut! Awas saja kalau nanti kamu tiba-tiba membatalkan pernikahan!"
Willian hanya tersenyum. Ponsel di sakunya bergetar, dia melihat nama kontak "Devon" di layar ponselnya.
Dia berjalan ke balkon untuk menjawab panggilan itu.
"Apa Kak Willian masih berada di Kota Jola?" Sebuah suara laki-laki muda yang lembut pun terdengar.
"Iya, memangnya kenapa?" tanya Willian sambil menyalakan rokok.
"Aku menerima kabar bahwa Orochi, penjahat yang menempati peringkat keempat dalam daftar pembunuh paling berbahaya akan pergi ke Kota Jola untuk membunuhmu."
Willian mengangkat alisnya dan bertanya dengan nada menghina. "Apa berita itu bisa dipercaya?"
"Sangat bisa dipercaya! Kemampuan bertarungnya memang biasa saja, tapi dia sangat licik. Kamu harus berhati-hati!"
Willian mengisap rokoknya dan berkata, "Jangan khawatir, ini hanya masalah kecil. Bantu aku menyelidiki posisinya, besok aku akan mencari waktu yang tepat untuk menghajarnya."
Sandra melihat Willian yang sedang menerima telepon di balkon.
Ponsel miliknya juga tidak berhenti bergetar, ayah dan ibunya selalu mencoba meneleponnya.
Sandra lantas memblokir nomor ponsel kedua orang tuanya tanpa pikir panjang.
Saat dirinya hendak mematikan ponselnya, Sonia tiba-tiba meneleponnya.
"Ada apa?"
"Sandra sayang! Selamat ulang tahun, ya!"
Sandra tersenyum dan berkata, "Terima kasih, sahabatku!"
"Hari ini aku sangat sibuk sampai melupakan ulang tahunmu!"
"Tidak masalah!" Sandra menopang dagunya dengan satu tangan dan melihat Willian di balkon.
Sebenarnya Willian cukup tampan, asal sifatnya lebih cuek dan tidak jago membual.
"Apa aku orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untukmu?"
"Bukan, kamu yang kedua."
Sandra menggigit kue pemberian Willian.
"Hah? Siapa? Apa Tante Hanna yang pertama kali memberi selamat padamu?"
"Bukan!" Sandra tersenyum pahit.
"Om Jordan?"
"Bukan juga."
"Tidak mungkin si babi jelek itu 'kan?"
"Willian yang pertama kali mengucapkan selamat tahun untukku."
"Willian? Maksudmu, si kurir itu?"
Sandra menggigit sendok kue dan dengan senang berkata, "Benar!"
"Astaga! Kenapa kamu menghubunginya lagi?"
"Aku akan menikah dengannya besok."
"Apa? Otakmu miring, ya? Dia itu cuma kurir miskin! Dia bahkan tidak layak untuk membawakan sepatumu!" Sonia tidak terima kalau sahabatnya itu menikah dengan kurir.
"Sandra, aku tahu keluargamu sedang mengalami kesulitan, tapi kamu jangan bertindak gegabah!" tambah Sonia.
Sandra tidak menjawab, Sonia lantas bertanya, "Ada di mana kamu sekarang?"
"Di rumah Willian."
Sonia tercengang, dia lantas mengambil napas panjang dan berkata, "Tenangkan dirimu, aku akan mencarikan solusi untukmu. Saat ini, cara terbaik untuk memulihkan perekonomian keluargamu adalah memenangkan proyek distrik baru itu!"
"Kakekku mengenal orang yang berhasil memenangkan proyek itu. Beri aku waktu, aku pasti akan memohon sendiri pada orang itu agar dia mau bekerja sama dengan Keluarga Su! Sandra, kamu harus menjalani hidupmu dengan baik, jangan menikah dengan kurir rendahan! Jangan khawatir, aku pasti bisa membujuk orang itu, aku siap mengeluarkan banyak uang demi hal ini!"
Selesai berbicara, Sonia menutup teleponnya.
Sandra melihat riwayat panggilan di layar ponselnya.
Dia merasa terharu karena masih ada Sonia yang begitu peduli padanya.
Dia melihat Willian yang masih menerima telepon di balkon dan samar-samar mendengar laki-laki itu berkata, "Dragon Bay Komplek A Nomor 6? Baik, aku mengerti."
"Kak Willian, ada satu hal yang harus aku sampaikan," kata Devon dengan sungkan.
"Apa itu?" Willian memainkan koreknya.
"Kemarin lusa, Nona Besar menanyakan di mana kamu sekarang."
Tak!
Korek yang dipegang Willian terjatuh, laki-laki itu dengan panik berkata, "Kamu tidak memberitahunya kalau aku berada di kota ini, 'kan?"
Devon Lei hanya tertawa kecil, dia berkata, "Kakak tahu 'kan seperti apa sifat Nona Besar? Dulu dia sudah pernah mengikatku, kalau aku tidak memberitahunya, bisa-bisa aku dikebiri!"
"Kamu tidak harus menjualku begitu! Kita ini saudara beda ibu!" Willian mulai panik.
"Tapi Kak Willian tahu sendiri 'kan seperti apa kekuasaan Nona Besar? Dia 'kan putri orang terkaya di Kota Berli, dia bahkan sudah melakukan banyak cara untuk mengajarmu. Terima saja dia! Tidak ada salahnya 'kan menumpang di rumah mertua?"
"Najis!"
"Ba, baik! Aku akan menutup teleponnya!" Devon menutup teleponnya.
Willian berjalan mondar-mandir di balkon dengan marah.
Seorang wanita bertubuh gempal dan kekar dengan rambut ekor kuda melintas di benaknya.
Dia bahkan lebih mencemaskan wanita itu daripada Orochi.
Saat dia sedang memikirkan cara untuk menghindari wanita itu, ponselnya kembali berdering.
Nomor tak dikenal sedang meneleponnya.
Willian merasa sangat gugup sehingga dia tidak berani menjawab panggilan itu. Dia hanya bisa melihat layar ponselnya dengan tidak berdaya.
Tidak lama kedudian, ponselnya kembali bergetar. Ada SMS masuk.
Willian melihat pesan tersebut.
"Tuan, salam kenal! Nama saya Sonia Lin, cucu Pak Sutarjo. Maaf saya menghubungi Anda tengah malam begini. Saya ingin membicarakan proyek distrik baru yang baru saja Anda menangkan. Saya mempunyai sebuah ide yang sangat menguntungkan untuk Anda. Kira-kira kapan Anda bisa meluangkan waktu untuk bertemu dengan saya?"
Air matanya pun menetes.
Saat ini dia merasa terharu, sedih dan tidak berdaya.
Willian duduk di sebelahnya dan berkata, "Hari ini kamu boleh meminjam pundakku sesukamu."
Sandra memeluk Willian sambil menangis.
Entah sudah berapa lama Sandra bersandar di pundak Willian.
Laki-laki itu menepuk punggung Sandra dan berkata, "Sudahlah, jangan menagis lagi, nanti mienya keburu dingin."
Tanpa disadari, tepukan itu membuat bra yang dikenakan Sandra lepas.
Willian menjadi kikuk.
Sandra juga hanya bisa tercengang.
Wanita itu melepaskan pelukannya dan merasa sedikit waspada.
Willian tersenyum dengan sungkan dan berkata, "Percayalah, aku tidak sengaja melakukannya."
Sandra menutup dadanya. Wajah dan telinganya memerah. Dia berkata, "Tutup matamu!"
Willian menutup matanya dan mendengar suara Sandra yang sedang mengaitkan branya kembali.
Setelah cukup lama, Sandra tidak menyuruh Willian untuk membuka matanya.
Setelah Willian membuka matanya, dia melihat Sandrayang sedang memakan mie sambil menatapnya.
"Kenapa menatapku?" tanya Willian.
"Siapa juga yang menatapmu!" Sandra mengalihkan pandangannya.
Setelah keduanya terdiam sejenak, Willian bertanya, "Apa rencanamu selanjutnya?"
Sepertinya Sandra menyukai mie buatannya, dia memakannya dengan lahap dan tidak mendengar perkataan Willian.
Setelah meminum kuah mienya, Sandra mengelap mulutnya dengan tisu.
Willian kembali menyalakan lilin di kue kecil itu dan berkata, "Sudah hampir jam 12, cepat berdoa dan tiup lilinnya."
Sandra memejamkan matanya dan mulai berdoa.
Setelah itu dia meniup lilinnya.
Willian kembali menanyakan pertanyaan yang tadi belum dijawab oleh Sandra. "Apa rencanamu selanjutnya?"
"Bukannya kamu sudah berjanji untuk menafkahiku dan juga bayi ini?"
"Oke!" Willian menjawabnya tanpa berpikir panjang.
Sandra masih saja menganggap Willian sebagai rakyat jelata yang tidak tahu diri.
"Kalau begitu, apa hubungan kita akan begini-begini saja?" tanya Sandra.
"Kamu mau kita menikah secara resmi? Boleh!"
"Bagaimana kalau keluargaku dan Keluarga Qin membuat perhitungan denganmu?"
"Siapa takut?! Tapi apa kamu bersedia menikahi kurir sepertiku?"
"Standar hidupku sangat tinggi, kalau kamu tidak mampu menafkahiku, aku akan menceraikanmu!" ujar Sandra dengan jengkel.
Willian menjulurkan tangannya dan membersihkan bibir Sandra.
Sandra mengelak, tapi Willian masih saja mengelap bibirnya dengan tisu, bahkan mencubit pipinya.
"Jangan khawatir, putri yang terbuang ..."
Sandra memandangi Willian dengan pasrah.
"Kenapa? Kamu takut?"
Willian melihat ke arah jam dinding dan berkata, "Kalau begitu besok kita menikah!"
Sandra melihat Willian yang sedang mencuci piring, kemudian berkata, "Siapa juga yang takut! Awas saja kalau nanti kamu tiba-tiba membatalkan pernikahan!"
Willian hanya tersenyum. Ponsel di sakunya bergetar, dia melihat nama kontak "Devon" di layar ponselnya.
Dia berjalan ke balkon untuk menjawab panggilan itu.
"Apa Kak Willian masih berada di Kota Jola?" Sebuah suara laki-laki muda yang lembut pun terdengar.
"Iya, memangnya kenapa?" tanya Willian sambil menyalakan rokok.
"Aku menerima kabar bahwa Orochi, penjahat yang menempati peringkat keempat dalam daftar pembunuh paling berbahaya akan pergi ke Kota Jola untuk membunuhmu."
Willian mengangkat alisnya dan bertanya dengan nada menghina. "Apa berita itu bisa dipercaya?"
"Sangat bisa dipercaya! Kemampuan bertarungnya memang biasa saja, tapi dia sangat licik. Kamu harus berhati-hati!"
Willian mengisap rokoknya dan berkata, "Jangan khawatir, ini hanya masalah kecil. Bantu aku menyelidiki posisinya, besok aku akan mencari waktu yang tepat untuk menghajarnya."
Sandra melihat Willian yang sedang menerima telepon di balkon.
Ponsel miliknya juga tidak berhenti bergetar, ayah dan ibunya selalu mencoba meneleponnya.
Sandra lantas memblokir nomor ponsel kedua orang tuanya tanpa pikir panjang.
Saat dirinya hendak mematikan ponselnya, Sonia tiba-tiba meneleponnya.
"Ada apa?"
"Sandra sayang! Selamat ulang tahun, ya!"
Sandra tersenyum dan berkata, "Terima kasih, sahabatku!"
"Hari ini aku sangat sibuk sampai melupakan ulang tahunmu!"
"Tidak masalah!" Sandra menopang dagunya dengan satu tangan dan melihat Willian di balkon.
Sebenarnya Willian cukup tampan, asal sifatnya lebih cuek dan tidak jago membual.
"Apa aku orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untukmu?"
"Bukan, kamu yang kedua."
Sandra menggigit kue pemberian Willian.
"Hah? Siapa? Apa Tante Hanna yang pertama kali memberi selamat padamu?"
"Bukan!" Sandra tersenyum pahit.
"Om Jordan?"
"Bukan juga."
"Tidak mungkin si babi jelek itu 'kan?"
"Willian yang pertama kali mengucapkan selamat tahun untukku."
"Willian? Maksudmu, si kurir itu?"
Sandra menggigit sendok kue dan dengan senang berkata, "Benar!"
"Astaga! Kenapa kamu menghubunginya lagi?"
"Aku akan menikah dengannya besok."
"Apa? Otakmu miring, ya? Dia itu cuma kurir miskin! Dia bahkan tidak layak untuk membawakan sepatumu!" Sonia tidak terima kalau sahabatnya itu menikah dengan kurir.
"Sandra, aku tahu keluargamu sedang mengalami kesulitan, tapi kamu jangan bertindak gegabah!" tambah Sonia.
Sandra tidak menjawab, Sonia lantas bertanya, "Ada di mana kamu sekarang?"
"Di rumah Willian."
Sonia tercengang, dia lantas mengambil napas panjang dan berkata, "Tenangkan dirimu, aku akan mencarikan solusi untukmu. Saat ini, cara terbaik untuk memulihkan perekonomian keluargamu adalah memenangkan proyek distrik baru itu!"
"Kakekku mengenal orang yang berhasil memenangkan proyek itu. Beri aku waktu, aku pasti akan memohon sendiri pada orang itu agar dia mau bekerja sama dengan Keluarga Su! Sandra, kamu harus menjalani hidupmu dengan baik, jangan menikah dengan kurir rendahan! Jangan khawatir, aku pasti bisa membujuk orang itu, aku siap mengeluarkan banyak uang demi hal ini!"
Selesai berbicara, Sonia menutup teleponnya.
Sandra melihat riwayat panggilan di layar ponselnya.
Dia merasa terharu karena masih ada Sonia yang begitu peduli padanya.
Dia melihat Willian yang masih menerima telepon di balkon dan samar-samar mendengar laki-laki itu berkata, "Dragon Bay Komplek A Nomor 6? Baik, aku mengerti."
"Kak Willian, ada satu hal yang harus aku sampaikan," kata Devon dengan sungkan.
"Apa itu?" Willian memainkan koreknya.
"Kemarin lusa, Nona Besar menanyakan di mana kamu sekarang."
Tak!
Korek yang dipegang Willian terjatuh, laki-laki itu dengan panik berkata, "Kamu tidak memberitahunya kalau aku berada di kota ini, 'kan?"
Devon Lei hanya tertawa kecil, dia berkata, "Kakak tahu 'kan seperti apa sifat Nona Besar? Dulu dia sudah pernah mengikatku, kalau aku tidak memberitahunya, bisa-bisa aku dikebiri!"
"Kamu tidak harus menjualku begitu! Kita ini saudara beda ibu!" Willian mulai panik.
"Tapi Kak Willian tahu sendiri 'kan seperti apa kekuasaan Nona Besar? Dia 'kan putri orang terkaya di Kota Berli, dia bahkan sudah melakukan banyak cara untuk mengajarmu. Terima saja dia! Tidak ada salahnya 'kan menumpang di rumah mertua?"
"Najis!"
"Ba, baik! Aku akan menutup teleponnya!" Devon menutup teleponnya.
Willian berjalan mondar-mandir di balkon dengan marah.
Seorang wanita bertubuh gempal dan kekar dengan rambut ekor kuda melintas di benaknya.
Dia bahkan lebih mencemaskan wanita itu daripada Orochi.
Saat dia sedang memikirkan cara untuk menghindari wanita itu, ponselnya kembali berdering.
Nomor tak dikenal sedang meneleponnya.
Willian merasa sangat gugup sehingga dia tidak berani menjawab panggilan itu. Dia hanya bisa melihat layar ponselnya dengan tidak berdaya.
Tidak lama kedudian, ponselnya kembali bergetar. Ada SMS masuk.
Willian melihat pesan tersebut.
"Tuan, salam kenal! Nama saya Sonia Lin, cucu Pak Sutarjo. Maaf saya menghubungi Anda tengah malam begini. Saya ingin membicarakan proyek distrik baru yang baru saja Anda menangkan. Saya mempunyai sebuah ide yang sangat menguntungkan untuk Anda. Kira-kira kapan Anda bisa meluangkan waktu untuk bertemu dengan saya?"
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved