Bab 4 Part 4

by Neng Gemoy 19:41,Dec 05,2023
Seperti yang diminta oleh Mamih, aku hanya mempersiapkan fisik dan mental sebaik mungkin selama seminggu di rumah Danke. Setiap pagi aku senam di samping kolam renang. Siangnya aku berenang.
Tapi tentu saja aku harus tahu diri, bahwa aku menumpang di rumah sahabat karibku. Bukan tinggal di rumah orang tuaku. Karena itu kalau sekadar masak nasi dan cuci piring, kukerjakan dengan ikhlas. Sedikitnya apa yang bisa kukerjakan di rumah Danke, kukerjakan. Begitu juga menyapu dan mengepel lantai, kukerjakan juga.
Seperti yang dianjurkan oleh Mamih, aku pun selalu minum vitamin dan suplemen tiap hari secara teratur, supaya badanku tetap sehat. Kebetulan Danke punya lemari obat berisi segala yang kubutuhkan. Danke menyuruhku minum persediaan vitamin dan suplemen itu, tanpa harus membelinya. Sementara duit pemberian Mamih kusimpan saja di dompet, supaya dompetku jangan kosong melompong. Itu pun mengikuti anjuran Danke.
Sampai pada suatu pagi, hape pemberian Danke berdering. Ternyata Mamih yang nelepon :
“Yosef ! Kamu beruntung. Nanti sore siap - siap ya. Kamu akan dibooking oleh Bu Sharon. Dia itu paling tajir di antara wanita - wanita pelanggan kita. “
“Siap Mamih. “
“Ingat ... walau pun dia tidak seksi, dia itu sangat tajir Sef. Jadi bersikaplah sesopan dan seramah mungkin ya. “
“Iya Mam. “
“Jam lima sore kamu harus sudah ada di rumahku. Nanti kamu akan dijemput oleh sopirnya. “
“Siap Mamih. “
“Ya udah gitu aja. Sebelum jam lima kamu harus sudah standby di salon ya. “
“Iya Mamih. “
Setelah mendapat telepon dari Mamih, aku bergegas menghampiri Danke di kamarnya. “Gue mau dibooking sama Bu Sharon nanti sore Dank, “ ucapku.
“Bu Sharon ?! Wah ... itu wanita tajir melintir Sef, “ kata Danke.
“Loe pernah dibooking sama dia ?” tanyaku.
“Belum, “ Danke menggeleng.
“Kata Mamih, Bu Sharon itu jelek ya ?”
“Ah siapa bilang. Bu Sharon itu cantik kok.Tapi dia jutek. Orangnya serius. Jarang tersenyum. Tapi yang jelas dia itu sangat kaya. Orang bilang hartanya takkan habis tujuh turunan. “
“Terus gue harus gimana ?”
“Harus sopan dan ramah, “ sahut Danke, “Bicara seperlunya aja. Jangan nanya - nanya hal yang bersifat pribadi. Misalnya ... tante punya suami ? Punya anak berapa ? Nah ... jangan sekali - sekali bertanya yang seperti itu. “
“Iya. “
“Pokoknya fokus untuk memuaskan nafsu birahi dia aja. Jadi urusan loe sama dia hanya ngentot memeknya. Itu aja. “
“Hahahaaa ... iya .... iyaaa .... “
“Kalau dibooking sore, mungkin loe bakal diajak nginap. Untuk persiapan, bawas aja pakaian untuk ganti. Gak usah banyak - banyak, bawa dua stel juga cukup. Untuk bawa pakaian dua stel aja sih pakai itu juga cukup, “ kata Danke sambil menunjuk ke sebuah tas kulit hitam yang tergantung di kapstok. Tas yang bisa dijinjing ataupun diselempangkan di leher.
“Boleh gue pinjem tasnya ?” tanyaku.
“Pakailah, “ Danke mengangguk, “Nanti kalau udah punya duit, bisa beli sendiri. “
Kemudian Danke menasehatiku. Tentang trik - trik untuk menghadapi perempuan setengah baya.
Setelah itu Danke pergi. Untuk berkencan dengan wanita yang telah membookingnya.
Kelihatannya Danke sudah terkenal di mata pelanggan grup Mamih. Sehingga hampir tiap hari ada saja wanita yang membooking Danke.
Mungkinkah aku bisa sesukses Danke kelak ? Entahlah.
Yang jelas, sebelum jam 5 sore aku sudah membawa tas kulit kecil pinjaman dari Danke, berisi dua stel pakaian. Lalu berangkat meninggalkan rumah Danke. menuju rumah Mamih yang perumahannya hampir berseberangan dengan perumahan Danke. Jam 5 kurang 10 menit aku sudah tiba di rumah yang bagian bawahnya dipakai untuk salon kecantikan itu.
Tepat jam 5 sore, sebuah mobil tua berhenti di depan rumah Mamih. Sopir mobil tua itu pun tampak sudah tua. Mungkin usianya sudah 60 tahun lebih. Dia hanya berbicara sebentar dengan Mamih. Kemudian Mamih menoleh padaku, “Tuh udah ada yang jemput. Ikut pak sopir ini aja. “
“Iya Mam, “ sahutku.
Sebenarnya aku bertanya - tanya di dalam hati : Kalau orang tajir, masa mobilnya udah tua gitu ? Apakah dia pelit sekali, sehingga untuk membeli mobil baru pun tidak mau ?
Tapi aku menindas tanda tanya itu. Karena aku hanya ingin melaksanakan “tugas” dari Mamih sebaik mungkin.
Lalu tanpa bicara sepatah pun aku masuk ke dalam mobil tua yang suaranya sudah prank - prenk - pronk itu.
Setengah jam lebih aku duduk di dalam mobil itu, tanpa bicara sepatah kata pun. Karena pak sopir tua itu pun tidak bicara apa - apa.
Ketika hari sudah mulai remang - remang menuju malam, pak sopir tua itu menghentikan mobil yang dikemudikannya. Lalu menunjuk sebuah sedan panjang ... panjang sekali (belakangan aku tahu bahwa sedan panjang itu disebut limousine), sambil berkata, “”Pindah ke mobil itu Dek. “
Sopir limousine yang konon pemiliknya bisa dihitung dengan jari di kota ini, juga sudah tua. Bahkan mungkin lebih tua daripada sopir mobil tua tadi. Ia membuka pintu belakang kanan dan mempersilakanku masuk.
Aku pun masuk ke dalam limousine itu. Lalu kutemukan beberapa hal di dalamnya. Bahwa di antara seat sopir dengan seat di belakang, dibatasi oleh dinding berkaca yang ditutup lagi oleh tirai. Bahwa di kanan - kiri jok yang kududuki juga ditutupi oleh tirai. Sehingga aku tidak bisa melihat ke luar. Dari luar pun takkan bisa melihat ke dalam. Hal lain yang kurasakan, betapa harumnya di dalam mobil mewah ini. Selain daripada itu, di belakang ini terasa luas sekali. Tidak seperti di dalam sedan biasa. Bahkan ada mejanya segala, yang bisa ditaruh minuman atau makanan.
Tapi yang terpenting, di dalam mobil itu ada seorang wanita yang kutaksir usianya di atas 30 tahun tapi di bawah 40 tahun. Mengenakan baju mantel panjang, seperti jubah, berwarna coklat tua.
Begitu aku duduk di samping kanannya, wanita itu menjabat tangannya, sambil menyapaku, “Kamu bernama Yosef kan ?”
“Betul Bu. “
“Namaku Sharon. Panggil tante aja, biar jangan terlalu kaku. “
“Iya Tante. “
Limousine yang kutumpangi pun mulai bergerak, entah mau menuju ke mana.
“Kata Mamih, kamu orang baru ya, “ kata Tante Sharon lagi
“Betul Tante. “
“Sama sekali belum pernah dibooking wanita lain ?”
“Belum pernah Tante. Ini yang pertama kalinya. “
“Aku sudah melihat foto telanjangmu dari Mamih, “ ucapnya sambil memegang celana jeansku, tepat pada bagian yang agak mengembung, karena diam - diam kontolku sudah mulai ngaceng. Akibat membayangkan apa yang bakal terjadi di antara wanita itu dengan diriku.
“Coba lihat penismu, “ ucapnya sambil memijat - mijat celana jeansku tepat di bagian kontolku yang sudah rada ngaceng ini.
Aku menoleh ka kanan kiriku, dengan sikap ragu.
“Jangan takut. Tiada yang bisa melihat kita. Kan sekelilingnya ditutupi tirai. Sopir juga takkan bisa melihat ke sini, “ kata Tante Sharon.
Mendengar ucapan Tante Sharon itu, aku pun menarunkan kancing zipper celana jeansku. Lalu kupelorotkan celana jeans berikut celana dalamku sampai ke lutut. Sehingga kontolku tidak telindungi apa - apa lagi.
Tante Sharon memegang kontolku sambil berkata, “O my God ... memang panjang sekali ! Inilah yang kucari - cari selama ini ... ! “
Tante Sharon tidak cuma memegang, tapi lalu mengelus - elus dan meremasnya perlahan. Sehingga kontolku spontan ngaceng berat.
Sesaat kemudian Tante Sharon menyalakan lampu di atas kepalanya. Lalu duduk menyandar ke pintu mobil yang lebar sekali itu. Dan merentangkan mantel jubahnya. Disusul dengan penyingkapkan gaunnya. Diikuti dengan pelepasan celana dalamnya ... sehingga .... oiii ... maaaak ! Aku bisa langsung menyaksikan memeknya yang bersih dari bulu jembut itu !
Aku terlongong dibuatnya. Memandang ke arah wajah Tante Sharon yang sedang tersenyum manis, lalu memandang ke arah memeknya yang sedang diusap - usap.
“Sentuhlah ... jangan cuma dipelototin, “ kata Tante Sharon.
Bersambung

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

318