Bab 12 Lebih Penting Dari Nyawa
by Bae Suah
08:01,Oct 30,2023
"Tidak apa-apa. Aku tidak sengaja menjatuhkan vas bunga." Kim Hyejin membungkuk dan berjongkok untuk mengambil pecahan porselen.
"Biar aku saja. Jangan sentuh, nanti tanganmu terluka." Lee Seungjae berjalan cepat ke kamar mandi, menariknya ke samping. Dia dengan santai meletakkan ponselnya di atas meja wastafel dan membungkuk untuk mengambil pecahan porselen.
Panggilan lupa belum dimatikan.
Kim Hyejin mengambil tempat sampah dan menyerahkannya, lalu menegurnya, "Kamu harus berhati-hati."
"Aku punya kulit yang tebal, tidak akan terluka.” Lee Seungjae mengambil beberapa pecahan porselen besar dan membuangnya ke tempat sampah.
"Bagaimana mungkin ada kulit yang tidak bisa tergores.” Kim Hyejin berjongkok di sampingnya dan membantunya mengambil pecahan porselen.
Lee Seungjae menghentikannya, "Selama dua tahun itu, aku memiliki temperamen yang buruk dan sering menjatuhkan barang setiap kali emosi. Pasti sangat tidak mudah bagimu untuk membersihkannya setiap hari."
Memikirkan siksaan selama dua tahun itu, hidung Kim Hyejin menjadi masam dan air matanya hampir jatuh.
Dia buru-buru menunduk dan berkata dengan lembut, "Tidak begitu, sungguh."
Lee Seungjae menatap bulu matanya yang panjang dan terkulai, lalu mengatakan, "Kamu sangat sabar sampai terasa tidak seperti nyata.”
Memikirkan kata-kata Seo Yesol, Kim Hyejin bertanya dengan lembut, "Bukankah kepribadianku seperti itu agak membosankan?"
Lee Seungjae tersenyum ringan, "Sedikit."
"Kamu ini." Kim Hyejin mendorong kakinya pelan.
Lee Seungjae tertawa dan memegang tangannya.
Mendengarkan suara keduanya yang saling menggoda di ponsel, Yang Minseo menutup telepon dengan marah.
Dia membanting ponselnya ke dalam mobil.
Dia sangat marah dan tidak mengatakan apa-apa sepanjang perjalanan.
Kembali ke kediaman Keluarga Yang.
Choi Ahra melihat jari-jarinya yang diperban, langsung bertanya, "Tanganmu kenapa? Kenapa kamu sangat marah?”
"Tanganku baik-baik saja, hanya luka kecil."
"Lalu kenapa kamu marah?"
Yang Minseo menjawab marah, "Dia hanya seorang gadis desa yang bekerja sebagai pengasuh untuk Seungjae Oppa selama tiga tahun, tapi Oppa melindunginya sampai seperti itu. Aku mengatakan sesuatu tentang dia dan Seungjae Oppa marah, langsung menutup telepon. Dia takut tangan wanita itu terluka saat mengambil vas yang pecah. Dia seharusnya membawaku ke rumah sakit malam ini, tapi dia mendapat telepon dari Seo Yesol yang mengatakan kalau Kim Hyejin masuk ke dalam mobil rekannya. Jadi, dia keluar dari mobil, memanggil taksi dan pergi mencari wanita itu."
Choi Ahra juga bertanya-tanya, "Kenapa dia menceraikannya padahal dia sangat peduli padanya?"
Yang Minseo mulai berpikir, "Siapa yang tahu. Terakhir kali, saat Seungjae Oppa mabuk, dia mengatakan kalau menceraikan wanita itu bukan karena aku. Dia mengatakan kalau aku hanyalah kedok. Aku tidak tahu apakah dia mengatakan yang sebenarnya atau itu hanya omongan orang mabuk saja.”
"Mungkin itu hanya omongan orang mabuk saja."
Yang Minseo memakai sandalnya, berjalan ke sofa dan duduk. Dia mengingat kembali kejadian hari itu. Rasanya makin menjengkelkan saat dia memikirkannya.
Choi Ahra mencoba menenangkannya, "Seungjae menikahi Kim Hyejin karena dia mirip denganmu. Itu menandakan kalau dia tidak bisa melupakanmu. Kamu adalah yang asli. Untuk apa kamu membandingkan dirimu dengan yang palsu? Jangan terburu-buru. Pelan-pelan saja dan beri dia proses untuk menerimamu kembali."
Yang Minseo mengerutkan kening, "Bagaimana mungkin aku tidak terburu-buru saat aku melihat betapa baiknya hubungan mereka?"
"Tidak ada gunanya terburu-buru. Kamu tidak bisa terburu-buru untuk hal semacam ini. Pikirkan saja cara untuk mendapatkannya kembali." Choi Ahra mengambil secangkir air dan memberikannya kepadanya.
Yang Minseo mengambil cangkir itu dan cemberut, lalu menyalahkannya, "Ini semua salah Ibu. Setahun yang lalu, Seungjae Oppa sudah bisa berdiri. Aku bilang aku akan mengambil cuti dari kampus untuk kembali dan mencarinya, tapi ibu tidak mengizinkanku. Ibu bersikeras untuk mengamati dulu selama setahun. Sekarang, hubungan mereka berdua jadi makin baik. Tidak ada yang bisa aku lakukan kalau sudah begitu.”
Choi Ahra menatapnya dengan tatapan kosong, "Semua kecelakaan mobil memiliki efek samping. Kalau kamu tidak mengamati dengan benar, jika dia kambuh dan duduk lagi di kursi roda, apa kamu bersedia melayaninya selama sisa hidupnya?"
Yang Minseo terdiam, menyeruput air dalam keheningan.
Setelah beberapa detik terdiam, Choi Ahra bertanya, "Cek yang kamu berikan kepada Kim Hyejin, apa dia menerimanya?"
"Tidak."
Choi Ahra terkejut, "Dia bahkan tidak tertarik dengan jumlah 40 miliar. Dia sangat serakah! Tiga tahun yang lalu, dia bersedia menikah dengan seorang yang lumpuh dengan imbalan 20 miliar. Kenapa masih berpura-pura?"
Yang Minseo sangat marah saat mendengar hal ini, "Apa Ibu tahu betapa sombongnya dia? Dia melemparkan cek ke wajahku dan mengatakan kalau dia tidak menikahi Lee Seungjae tiga tahun yang lalu, dia akan tetap menghasilkan uang 20 miliar dengan tangannya sendiri."
"Dengan tangannya sendiri?" Choi Ahra mencemooh, "Apa seorang pemulih lukisan kuno memiliki penghasilan sebanyak itu?"
"Aku sudah memeriksanya. Kakeknya, Kim Sajeong, sangat terkenal di industri ini saat dia masih hidup. Dia belajar darinya."
"Lalu kenapa?" Choi Ahra mencibir, "Jika tangannya lumpuh, apa dia masih bisa bersikap sombong?"
Mata Yang Minseo tiba-tiba membelalak dan memelototi ibunya, "Ibu, jangan main-main!"
Seminggu kemudian, siang hari.
Toko barang antik.
Kim Hyejin mengunci pintu ruang restorasi dan turun ke bawah untuk makan di restoran terdekat.
Sesampainya di sebuah restoran bergaya Hong Kong, dia memesan udang, mencari tempat duduk yang dekat dengan dinding dan makan dengan tenang.
Temperamennya lembut dan tenang. Kulitnya sangat putih, parasnya cantik. Jari-jarinya yang lentik memegang sumpit kayu hitam. Dia mengunyah perlahan dan makan dengan cara yang sangat elegan, yang sangat mencolok di restoran yang bising ini.
Setelah selesai makan dan membayar tagihan, Kim Hyejin mengambil tasnya dan berjalan ke pintu keluar dengan sikap anggun. Dia mengangkat tangan kanannya untuk mendorong pintu kaca.
Pintu kaca agak sulit untuk didorong. Setelah mendorongnya sampai celah terbuka, dia memegang tepi pintu dengan tangan kirinya dan mendorongnya keluar secara bersamaan.
Tiba-tiba, sebuah siluet berlari dengan sangat cepat dari luar, lalu membanting pintu dengan keras.
Kim Hyejin mencoba menarik tangannya kembali, tetapi sudah terlambat.
Rasa sakit yang tajam, yang seakan merobek jantungnya terasa dari jari-jarinya.
Dia hampir pingsan karena rasa sakit ini.
Kakinya sangat gemetar sampai dia tidak bisa berdiri. Jadi, dia berjongkok, memegangi tangan kirinya. Air mata mengalir di wajahnya.
Keempat jari tangan kirinya bengkak, tulang-tulang jari-jarinya seperti patah. Darah keluar dan menetes ke lantai, memunculkan warna merah terang yang mencolok.
Kepalanya terasa pusing, tetapi dia masih mendengar seseorang meminta maaf kepadanya, "Maafkan aku, aku tidak sengaja." Wanita itu berteriak keras. Dia mengenakan pakaian seperti yang digunakan pengantar makanan, lengkap dengan helmnya.
Dia mengeluarkan setumpuk uang dari tasnya dan meletakkannya di kaki Kim Hyejin, "Ini ada uang untuk biaya pengobatanmu. Ada sesuatu yang harus kulakukan, jadi aku akan menghubungimu lagi nanti, ya?"
Kim Hyejin sangat kesakitan hingga tidak bisa berbicara.
Mata yang berkaca-kaca kabur saat dia melihat tangannya.
Tangannya, tangannya, tangannya yang telah menemaninya bangun pagi, begadang, bekerja keras selama hampir dua puluh tahun dan mewarisi semua keterampilan kakeknya dan lima generasi leluhurnya.
Tangan yang dia hargai lebih dari hidupnya sejak kecil.
Tangan itu hancur begitu saja.
Tubuhnya gemetar, wajahnya pucat. Matanya terkulai, terlihat sangat putus asa.
Pemilik restoran langsung datang ketika mendengar keributan. Orang yang melukai Kim Hyejin telah melarikan diri.
Pemilik restoran mengantarnya ke rumah sakit.
Setelah menghentikan pendarahan dan melakukan rontgen, Lee Seungjae datang.
Dia sudah sepertiga jalan melalui pertemuan ketika dia mendapat telepon bahwa tangan Kim Hyejin terluka. Jadi, dia menyerahkan sisa pertemuan kepada bawahannya dan langsung bergegas ke mari.
Kim Hyejin dibantu oleh pemilik restoran untuk keluar dari departemen radiologi.
Dia sangat kurus dan lemah, sampai-sampai tidak bisa berdiri. Matanya merah dan berkaca-kaca. Sosoknya terlihat seperti kehilangan jiwanya.
Dia yang seperti ini terlihat sangat memilukan bagi siapa pun yang melihatnya.
Dengan wajah tidak mengenakan, Lee Seungjae berjalan menghampiri Kim Hyejin. Sambil menahan amarahnya, dia bertanya kepada pemilik restoran, "Siapa yang menyakitinya? Di mana orang itu?"
Pemilik restoran adalah seorang wanita berusia awal empat puluhan. Dia sedikit takut dan berkata dengan sedikit gemetar, "Aku dengar dari pelanggan di toko kalau dia adalah pengantar makanan. Dia juga sudah pergi.”
Lee Seungjae mengertakkan gigi dan menginstruksikan asisten di belakangnya, "Cari orang itu! Gali orang itu bahkan jika diperlukan!"
"Baik, Tuan Lee." Asisten bisa merasakan bahwa emosi atasannya telah mencapai tingkat kritis dan hampir meledak.
Dia tidak berani mengulur waktu dan segera membawa seseorang untuk menyelidiki.
Pemilik restoran juga tidak berani menunda-nunda, buru-buru mengikuti asisten itu kembali ke toko untuk memperlihatkan CCTV.
Karena hasil X-ray membutuhkan waktu beberapa saat untuk keluar, Lee Seungjae membantu Kim Hyejin mencari kursi dan duduk. Dia memapah dan memeluknya dengan hati-hati seperti memperlakukan bayi.
Kim Hyejin masih gemetar, tangan serta kakinya terasa dingin.
Lee Seungjae membuka kancing jasnya dengan satu tangan, melepaskannya, menyelimutkannya di atas tubuh Kim Hyejin. Dia memeluknya dengan erat. Rahang bawahnya bersandar di kepalanya, ekspresinya dingin.
Hasil rontgen keluar dan diperlihatkan kepada dokter.
Dokter mengatakan bahwa jari tengah dan jari manis Kim Hyejin patah dan harus diposisikan ulang melalui operasi.
Lee Seungjae mengirim seseorang untuk mencari ahli bedah ortopedi terbaik untuk mengoperasi Kim Hyejin.
Setelah sekitar satu jam, operasi selesai.
Setelah pengamatan pada hasil operasi, Kim Hyejin dipindahkan ke bangsal. Jarinya bengkak. Jarinya yang patah diperban. Dia juga mendapatkan infus.
Dia berada dalam kondisi yang sangat buruk sampai tidak bisa berbicara. Dia berbaring tidak bergerak seperti manusia kayu. Tatapan matanya terlihat putus asa seolah-olah langit telah runtuh.
Lee Seungjae menatapnya dalam diam untuk beberapa saat, mencelupkan handuk ke dalam air hangat, menyeka wajahnya, kemudian memberinya bubur dan obat.
Kim Hyejin dengan patuh memakan bubur dan meminum obatnya, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa.
Sekitar jam 8 malam, orang yang melukai Kim Hyejin tertangkap.
Asistennya mendatangi Lee Seungjae dan membisikkan sesuatu ke telinganya.
Raut wajah Lee Seungjae menjadi semakin dingin setelah dia mendengarkan laporan asistennya. Ketika dia mendengar keseluruhan laporan, rahangnya mengatup sepersekian detik dan alisnya berkedut beberapa kali karena marah.
Dia butuh menarik napas dalam-dalam beberapa akali untuk menenangkan diri.
Dia membungkuk dan berkata kepada Kim Hyejin, "Aku keluar sebentar. Aku akan segera kembali."
"Biar aku saja. Jangan sentuh, nanti tanganmu terluka." Lee Seungjae berjalan cepat ke kamar mandi, menariknya ke samping. Dia dengan santai meletakkan ponselnya di atas meja wastafel dan membungkuk untuk mengambil pecahan porselen.
Panggilan lupa belum dimatikan.
Kim Hyejin mengambil tempat sampah dan menyerahkannya, lalu menegurnya, "Kamu harus berhati-hati."
"Aku punya kulit yang tebal, tidak akan terluka.” Lee Seungjae mengambil beberapa pecahan porselen besar dan membuangnya ke tempat sampah.
"Bagaimana mungkin ada kulit yang tidak bisa tergores.” Kim Hyejin berjongkok di sampingnya dan membantunya mengambil pecahan porselen.
Lee Seungjae menghentikannya, "Selama dua tahun itu, aku memiliki temperamen yang buruk dan sering menjatuhkan barang setiap kali emosi. Pasti sangat tidak mudah bagimu untuk membersihkannya setiap hari."
Memikirkan siksaan selama dua tahun itu, hidung Kim Hyejin menjadi masam dan air matanya hampir jatuh.
Dia buru-buru menunduk dan berkata dengan lembut, "Tidak begitu, sungguh."
Lee Seungjae menatap bulu matanya yang panjang dan terkulai, lalu mengatakan, "Kamu sangat sabar sampai terasa tidak seperti nyata.”
Memikirkan kata-kata Seo Yesol, Kim Hyejin bertanya dengan lembut, "Bukankah kepribadianku seperti itu agak membosankan?"
Lee Seungjae tersenyum ringan, "Sedikit."
"Kamu ini." Kim Hyejin mendorong kakinya pelan.
Lee Seungjae tertawa dan memegang tangannya.
Mendengarkan suara keduanya yang saling menggoda di ponsel, Yang Minseo menutup telepon dengan marah.
Dia membanting ponselnya ke dalam mobil.
Dia sangat marah dan tidak mengatakan apa-apa sepanjang perjalanan.
Kembali ke kediaman Keluarga Yang.
Choi Ahra melihat jari-jarinya yang diperban, langsung bertanya, "Tanganmu kenapa? Kenapa kamu sangat marah?”
"Tanganku baik-baik saja, hanya luka kecil."
"Lalu kenapa kamu marah?"
Yang Minseo menjawab marah, "Dia hanya seorang gadis desa yang bekerja sebagai pengasuh untuk Seungjae Oppa selama tiga tahun, tapi Oppa melindunginya sampai seperti itu. Aku mengatakan sesuatu tentang dia dan Seungjae Oppa marah, langsung menutup telepon. Dia takut tangan wanita itu terluka saat mengambil vas yang pecah. Dia seharusnya membawaku ke rumah sakit malam ini, tapi dia mendapat telepon dari Seo Yesol yang mengatakan kalau Kim Hyejin masuk ke dalam mobil rekannya. Jadi, dia keluar dari mobil, memanggil taksi dan pergi mencari wanita itu."
Choi Ahra juga bertanya-tanya, "Kenapa dia menceraikannya padahal dia sangat peduli padanya?"
Yang Minseo mulai berpikir, "Siapa yang tahu. Terakhir kali, saat Seungjae Oppa mabuk, dia mengatakan kalau menceraikan wanita itu bukan karena aku. Dia mengatakan kalau aku hanyalah kedok. Aku tidak tahu apakah dia mengatakan yang sebenarnya atau itu hanya omongan orang mabuk saja.”
"Mungkin itu hanya omongan orang mabuk saja."
Yang Minseo memakai sandalnya, berjalan ke sofa dan duduk. Dia mengingat kembali kejadian hari itu. Rasanya makin menjengkelkan saat dia memikirkannya.
Choi Ahra mencoba menenangkannya, "Seungjae menikahi Kim Hyejin karena dia mirip denganmu. Itu menandakan kalau dia tidak bisa melupakanmu. Kamu adalah yang asli. Untuk apa kamu membandingkan dirimu dengan yang palsu? Jangan terburu-buru. Pelan-pelan saja dan beri dia proses untuk menerimamu kembali."
Yang Minseo mengerutkan kening, "Bagaimana mungkin aku tidak terburu-buru saat aku melihat betapa baiknya hubungan mereka?"
"Tidak ada gunanya terburu-buru. Kamu tidak bisa terburu-buru untuk hal semacam ini. Pikirkan saja cara untuk mendapatkannya kembali." Choi Ahra mengambil secangkir air dan memberikannya kepadanya.
Yang Minseo mengambil cangkir itu dan cemberut, lalu menyalahkannya, "Ini semua salah Ibu. Setahun yang lalu, Seungjae Oppa sudah bisa berdiri. Aku bilang aku akan mengambil cuti dari kampus untuk kembali dan mencarinya, tapi ibu tidak mengizinkanku. Ibu bersikeras untuk mengamati dulu selama setahun. Sekarang, hubungan mereka berdua jadi makin baik. Tidak ada yang bisa aku lakukan kalau sudah begitu.”
Choi Ahra menatapnya dengan tatapan kosong, "Semua kecelakaan mobil memiliki efek samping. Kalau kamu tidak mengamati dengan benar, jika dia kambuh dan duduk lagi di kursi roda, apa kamu bersedia melayaninya selama sisa hidupnya?"
Yang Minseo terdiam, menyeruput air dalam keheningan.
Setelah beberapa detik terdiam, Choi Ahra bertanya, "Cek yang kamu berikan kepada Kim Hyejin, apa dia menerimanya?"
"Tidak."
Choi Ahra terkejut, "Dia bahkan tidak tertarik dengan jumlah 40 miliar. Dia sangat serakah! Tiga tahun yang lalu, dia bersedia menikah dengan seorang yang lumpuh dengan imbalan 20 miliar. Kenapa masih berpura-pura?"
Yang Minseo sangat marah saat mendengar hal ini, "Apa Ibu tahu betapa sombongnya dia? Dia melemparkan cek ke wajahku dan mengatakan kalau dia tidak menikahi Lee Seungjae tiga tahun yang lalu, dia akan tetap menghasilkan uang 20 miliar dengan tangannya sendiri."
"Dengan tangannya sendiri?" Choi Ahra mencemooh, "Apa seorang pemulih lukisan kuno memiliki penghasilan sebanyak itu?"
"Aku sudah memeriksanya. Kakeknya, Kim Sajeong, sangat terkenal di industri ini saat dia masih hidup. Dia belajar darinya."
"Lalu kenapa?" Choi Ahra mencibir, "Jika tangannya lumpuh, apa dia masih bisa bersikap sombong?"
Mata Yang Minseo tiba-tiba membelalak dan memelototi ibunya, "Ibu, jangan main-main!"
Seminggu kemudian, siang hari.
Toko barang antik.
Kim Hyejin mengunci pintu ruang restorasi dan turun ke bawah untuk makan di restoran terdekat.
Sesampainya di sebuah restoran bergaya Hong Kong, dia memesan udang, mencari tempat duduk yang dekat dengan dinding dan makan dengan tenang.
Temperamennya lembut dan tenang. Kulitnya sangat putih, parasnya cantik. Jari-jarinya yang lentik memegang sumpit kayu hitam. Dia mengunyah perlahan dan makan dengan cara yang sangat elegan, yang sangat mencolok di restoran yang bising ini.
Setelah selesai makan dan membayar tagihan, Kim Hyejin mengambil tasnya dan berjalan ke pintu keluar dengan sikap anggun. Dia mengangkat tangan kanannya untuk mendorong pintu kaca.
Pintu kaca agak sulit untuk didorong. Setelah mendorongnya sampai celah terbuka, dia memegang tepi pintu dengan tangan kirinya dan mendorongnya keluar secara bersamaan.
Tiba-tiba, sebuah siluet berlari dengan sangat cepat dari luar, lalu membanting pintu dengan keras.
Kim Hyejin mencoba menarik tangannya kembali, tetapi sudah terlambat.
Rasa sakit yang tajam, yang seakan merobek jantungnya terasa dari jari-jarinya.
Dia hampir pingsan karena rasa sakit ini.
Kakinya sangat gemetar sampai dia tidak bisa berdiri. Jadi, dia berjongkok, memegangi tangan kirinya. Air mata mengalir di wajahnya.
Keempat jari tangan kirinya bengkak, tulang-tulang jari-jarinya seperti patah. Darah keluar dan menetes ke lantai, memunculkan warna merah terang yang mencolok.
Kepalanya terasa pusing, tetapi dia masih mendengar seseorang meminta maaf kepadanya, "Maafkan aku, aku tidak sengaja." Wanita itu berteriak keras. Dia mengenakan pakaian seperti yang digunakan pengantar makanan, lengkap dengan helmnya.
Dia mengeluarkan setumpuk uang dari tasnya dan meletakkannya di kaki Kim Hyejin, "Ini ada uang untuk biaya pengobatanmu. Ada sesuatu yang harus kulakukan, jadi aku akan menghubungimu lagi nanti, ya?"
Kim Hyejin sangat kesakitan hingga tidak bisa berbicara.
Mata yang berkaca-kaca kabur saat dia melihat tangannya.
Tangannya, tangannya, tangannya yang telah menemaninya bangun pagi, begadang, bekerja keras selama hampir dua puluh tahun dan mewarisi semua keterampilan kakeknya dan lima generasi leluhurnya.
Tangan yang dia hargai lebih dari hidupnya sejak kecil.
Tangan itu hancur begitu saja.
Tubuhnya gemetar, wajahnya pucat. Matanya terkulai, terlihat sangat putus asa.
Pemilik restoran langsung datang ketika mendengar keributan. Orang yang melukai Kim Hyejin telah melarikan diri.
Pemilik restoran mengantarnya ke rumah sakit.
Setelah menghentikan pendarahan dan melakukan rontgen, Lee Seungjae datang.
Dia sudah sepertiga jalan melalui pertemuan ketika dia mendapat telepon bahwa tangan Kim Hyejin terluka. Jadi, dia menyerahkan sisa pertemuan kepada bawahannya dan langsung bergegas ke mari.
Kim Hyejin dibantu oleh pemilik restoran untuk keluar dari departemen radiologi.
Dia sangat kurus dan lemah, sampai-sampai tidak bisa berdiri. Matanya merah dan berkaca-kaca. Sosoknya terlihat seperti kehilangan jiwanya.
Dia yang seperti ini terlihat sangat memilukan bagi siapa pun yang melihatnya.
Dengan wajah tidak mengenakan, Lee Seungjae berjalan menghampiri Kim Hyejin. Sambil menahan amarahnya, dia bertanya kepada pemilik restoran, "Siapa yang menyakitinya? Di mana orang itu?"
Pemilik restoran adalah seorang wanita berusia awal empat puluhan. Dia sedikit takut dan berkata dengan sedikit gemetar, "Aku dengar dari pelanggan di toko kalau dia adalah pengantar makanan. Dia juga sudah pergi.”
Lee Seungjae mengertakkan gigi dan menginstruksikan asisten di belakangnya, "Cari orang itu! Gali orang itu bahkan jika diperlukan!"
"Baik, Tuan Lee." Asisten bisa merasakan bahwa emosi atasannya telah mencapai tingkat kritis dan hampir meledak.
Dia tidak berani mengulur waktu dan segera membawa seseorang untuk menyelidiki.
Pemilik restoran juga tidak berani menunda-nunda, buru-buru mengikuti asisten itu kembali ke toko untuk memperlihatkan CCTV.
Karena hasil X-ray membutuhkan waktu beberapa saat untuk keluar, Lee Seungjae membantu Kim Hyejin mencari kursi dan duduk. Dia memapah dan memeluknya dengan hati-hati seperti memperlakukan bayi.
Kim Hyejin masih gemetar, tangan serta kakinya terasa dingin.
Lee Seungjae membuka kancing jasnya dengan satu tangan, melepaskannya, menyelimutkannya di atas tubuh Kim Hyejin. Dia memeluknya dengan erat. Rahang bawahnya bersandar di kepalanya, ekspresinya dingin.
Hasil rontgen keluar dan diperlihatkan kepada dokter.
Dokter mengatakan bahwa jari tengah dan jari manis Kim Hyejin patah dan harus diposisikan ulang melalui operasi.
Lee Seungjae mengirim seseorang untuk mencari ahli bedah ortopedi terbaik untuk mengoperasi Kim Hyejin.
Setelah sekitar satu jam, operasi selesai.
Setelah pengamatan pada hasil operasi, Kim Hyejin dipindahkan ke bangsal. Jarinya bengkak. Jarinya yang patah diperban. Dia juga mendapatkan infus.
Dia berada dalam kondisi yang sangat buruk sampai tidak bisa berbicara. Dia berbaring tidak bergerak seperti manusia kayu. Tatapan matanya terlihat putus asa seolah-olah langit telah runtuh.
Lee Seungjae menatapnya dalam diam untuk beberapa saat, mencelupkan handuk ke dalam air hangat, menyeka wajahnya, kemudian memberinya bubur dan obat.
Kim Hyejin dengan patuh memakan bubur dan meminum obatnya, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa.
Sekitar jam 8 malam, orang yang melukai Kim Hyejin tertangkap.
Asistennya mendatangi Lee Seungjae dan membisikkan sesuatu ke telinganya.
Raut wajah Lee Seungjae menjadi semakin dingin setelah dia mendengarkan laporan asistennya. Ketika dia mendengar keseluruhan laporan, rahangnya mengatup sepersekian detik dan alisnya berkedut beberapa kali karena marah.
Dia butuh menarik napas dalam-dalam beberapa akali untuk menenangkan diri.
Dia membungkuk dan berkata kepada Kim Hyejin, "Aku keluar sebentar. Aku akan segera kembali."
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved