Bab 3 Kejutan Besar

by Bae Suah 08:01,Oct 30,2023
Kim Hyejin keluar dari pintu.

Dia masuk ke dalam mobil dan duduk, menarik sabuk pengaman dan memasangnya.

Setelah tidak bertemu dengan Lee Seungjae selama beberapa hari, dia terlihat sedikit lebih kurus. Namun, perawakannya masih begitu tampan dan menawan, membuat siapa pun yang melihatnya tidak bisa berpaling.

Kim Hyejin menyadari bahwa dia masih mencintai pria ini dan tidak bisa melupakannya.

"Ini hadiah karena kamu mendapatkan pekerjaan." Lee Seungjae menyerahkan sebuah kotak perhiasan beludru biru tua yang indah.

Kim Hyejin mengambilnya dan membukanya. Ternyata itu adalah ukiran batu giok berwarna putih.

Ini adalah ukiran batu giok terkenal yang telah digunakan untuk mengusir roh jahat sejak zaman kuno.

Ukiran giok ini dalam bentuk panjang, dengan arsiran garis sederhana di dalamnya. Teknik ukirannya ringkas, kasar dan kuat.

Batu giok itu hangat, ringan dan sebening kristal.

Kim Hyejin memegang kotak perhiasan itu, menoleh untuk menatap sosok tampan di depannya. Dia tersenyum tipis, lalu mengatakan, "Kenapa memberiku hadiah semahal ini?"

Lee Seungjae tersenyum ringan dan menatap matanya, "Karena kamu sedang merestorasi buku dan lukisan kuno, tidak bisa dihindari kalau kamu akan bersentuhan dengan benda-benda dari makam kuno. Jadi, ada baiknya memakai sesuatu yang dapat menangkal roh jahat. Sini, biar aku bantu memakainya."

Dia mengambil ukiran batu giok dan memakaikannya ke leher Kim Hyejin.

Saat jari-jarinya menyibak rambut Kim Hyejin, ujung jarinya secara tidak sengaja menyentuh lehernya.

Sentuhan itu terasa tipis dan dingin sampai ke tulang. Getaran yang sangat ringan menjalari kulit Kim Hyejin, membuat hatinya bergetar.

Dia selalu sensitif terhadap sentuhannya.

Memikirkan hubungan mereka saat ini, hati Kim Hyejin memburuk. Dia berkata dengan senyum yang dipaksakan, "Jangan memberiku apa pun setelah ini."

Kim Hyejin bisa menyalah artikan kalau pria ini masih memiliki perasaan yang tersisa untuknya. Dia tidak akan bisa menahan diri untuk tidak berpikir yang tidak-tidak dan bahkan mendambakan lebih.

Sambil melingkarkan jari-jarinya di setir, Lee Seungjae berkata dengan ringan, "Itu hanya ukiran batu giok kecil. Jangan terlalu memikirkannya.”

Dia pun menyalakan mobil setelah itu.

Setengah jam kemudian, mobil itu tiba di kediaman Keluarga Lee.

Begitu memasuki rumah, Nenek Lee yang berambut putih menyambutnya dan memeluk Kim Hyejin, "Aigoo, cucu perempuanku yang berharga. Aku tidak bertemu denganmu selama beberapa hari saja sudah sangat merindukanmu.”

Kim Hyejin selalu merasa bahwa sikap Nenek Lee sedikit berlebihan.

Biasanya dia selalu bersikap sopan.

Kim Hyejin tersenyum dan bertanya, "Nenek, ada hal penting apa sampai Nenek mencariku?"

Nenek Lee meraih tangannya dan melirik Lee Seungjae, lalu mengatakan, "Makanlah dulu. Kita bicarakan lagi nanti."

Makanan disiapkan dengan mewah di atas meja dan sudah tertata rapi. Kelihatannya sangat lezat.

Nenek Lee terus memberikan makanan pada Kim Hyejin dan menatapnya sambil tersenyum, "Tiga tahun yang lalu, aku memberi kesempatan pada Seungjae untuk memilih menantu perempuan yang dia mau di seluruh kota. Ada begitu banyak foto gadis-gadis, tapi Nenek langsung menyukaimu. Kamu memiliki alis yang tegas, mata yang cerah. Bisa dilihat kalau kamu akan menjadi seorang istri yang baik. Seperti yang diharapkan, Seungjae menikah denganmu. Setelah dua tahun, kakinya menjadi lebih baik dan perusahaan juga makin sukses.”

Nenek Lee tiba-tiba menutup mulutnya dan terbatuk-batuk.

Kim Hyejin buru-buru membantunya menepuk-nepuk punggungnya.

Setelah Nenek Lee selesai batuk, dia meraih tangannya, "Kamu benar-benar tidak ada tandingannya. Kamu lembut, tenang, pekerja keras dan penuh kasih sayang. Dalam dua tahun, Seungjae tidak bisa berdiri dengan kakinya dan emosinya sangat keras. Sampai-sampai banyak pengasuh dan pelayan yang tidak tahan dan pergi. Kamu adalah satu-satunya yang tidak menyerah padanya. Jika bukan karena kamu yang menemaninya melewati masa-masa sulit, mungkin keadaannya tidak akan membaik sampai seperti ini.”

Setelah mengatakan itu, Nenek Lee seperti mau menangis.

Kim Hyejin buru-buru mengambil tisu untuk menyeka air matanya.

Genggaman Lee Seungjae pada sumpitnya mengencang dan matanya menatap tajam.

Nenek Lee meliriknya dan napasnya menderu, "Nenek hanya memiliki satu keinginan yang tersisa sekarang. Nenek ingin hubunganmu dan Seungjae baik-baik saja dan segera memberikanku cucu yang gemuk."

Kim Hyejin menatap Lee Seungjae dengan canggung.

Sepertinya dia belum memberi tahu neneknya bahwa mereka akan bercerai.

Suara Nenek Lee makin melemah, "Aku sudah tua. Aku pasti akan mati suatu hari nanti. Tapi, jika aku bisa melihat kalian berdua memiliki anak sebelum aku mati, aku bisa mati dengan tenang."

Hidung Kim Hyejin terasa sakit dan dia berkata, "Nenek akan berumur panjang."

"Aku yang paling tahu tentang kondisiku. Apalagi tulang-tulangku ini sudah berusia delapan puluh tahun." Nenek Lee menutupi dadanya dan berdiri dengan kuat, "Dadaku sesak. Aku akan berbaring sebentar."

Kim Hyejin buru-buru membantu memapahnya ke kamar tidur.

Ketika hampir sampai di pintu kamar tidur.

Nenek Lee tiba-tiba berbalik dan berkata pada Lee Seungjae, "Mulai malam ini, kalian akan tinggal di sini. Kalian bisa kembali setelah Hyejin hamil.”

Lee Seungjae baru saja akan mengatakan sesuatu, tetapi Nenek Lee membungkuk dan pindah ke kamar tidur dengan langkah goyah.

Kim Hyejin membantunya dengan hati-hati, takut kalau akan menyakitinya lagi.

Setelah berbaring di tempat tidur, Nenek Lee menggenggam tangannya dan berkata dengan lembut, "Aku tahu kamu akan kembali ke rumah ibumu. Jangan khawatir. Selama Nenek masih ada, pernikahan kalian tidak akan pernah berakhir. Seungjae anak yang berbakti. Dia akan mendengarkan kata-kata Nenek."

"Tapi ...."

"Tidak ada tapi-tapian. Yang Minseo hanya bisa merasakan manisnya saja, tidak merasakan pahitnya. Orang tidak berperasaan seperti itu tidak pantas bergabung dengan Keluarga Lee.”

Kim Hyejin berhenti sejenak dan berkata, "Nenek, haruskah kita memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Nenek?"

"Tidak perlu. Pemeriksaan dokter tidak ada gunanya kalau Nenek sudah tua dan sakit-sakitan. Kembalilah dan habiskan makananmu.”

"Baiklah. Kalau begitu istirahatlah dengan baik."

Begitu Kim Hyejin keluar, Nenek Lee duduk dari tempat tidur. Dia terlihat segar dan jauh berbeda dari penampilannya yang lemah beberapa saat yang lalu.

Kim Hyejin kembali ke meja makan.

Kakek Lee memberinya sepotong daging iga dan mengatakan, "Hyejin, makanlah selagi panas."

"Terima kasih, Kakek."

Kim Hyejin memakai sarung tangan sekali pakai dan perlahan-lahan mulai memakannya.

Lee Seungjae menatap Kakeknya, lalu mengatakan, "Kakek, terakhir kali aku melihat Nenek, Nenek masih sehat. Ini baru beberapa hari, tapi keadaannya sudah selemah itu?”

Kakek Lee menghela napas berat, "Begitulah yang terjadi saat kamu bertambah tua. Mungkin satu detik dia masih hidup dan sehat, detik berikutnya dia sudah berada di dalam tanah. Kalian berdua harus bersikap baik dan jangan pernah membuatnya marah."

Wajah tampan Lee Seungjae tampak serius.

Setelah makan, mereka berdua kembali ke kamar tamu.

Begitu pintu ditutup.

Kim Hyejin bertanya, "Apa yang harus kita lakukan? Apa kita akan tinggal di sini sepanjang waktu?"

Alis Lee Seungjae menegang dan dia mengangkat tangannya untuk melepaskan dasinya, "Kondisi Nenek sangat lemah. Dia tidak boleh dikejutkan atau dibuat marah. Jadi, kita bisa tinggal beberapa hari dulu di sini, lalu bicarakan sisanya nanti.”

Kim Hyejin melihat kembali ke tempat tidur di belakangnya, "Hanya ada satu ranjang, bagaimana kita tidur?”

Bibir tipis Lee Seungjae sedikit mengait, "Tutup matamu saat tidur."

Kim Hyejin sedikit cemas, "Aku tidak sedang bercanda denganmu, aku serius."

Lee Seungjae perlahan melepaskan jam tangannya dan dengan santai melemparkannya ke meja samping tempat tidur. Dia mengatakan, "Kamu mandi dulu. Aku akan mandi setelahmu.”

"Ya."

Kim Hyejin pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, menggosok gigi dan mandi sebentar.

Setelah itu, giliran Lee Seungjae untuk mandi.

Berbaring di tempat tidur, Kim Hyejin tidak bisa tidur. Pikirannya membara kesana-kemari. Mereka sudah mau bercerai, bagaimana mungkin masih tidur di ranjang yang sama? Logika macam apa itu?

Tiba-tiba, ponsel Lee Seungjae yang diletakkan di meja samping tempat tidur berdering.

Kim Hyejin tidak suka menyentuh privasinya dan membiarkan ponselnya berdering.

Telepon berdering beberapa kali dan kemudian berhenti.

Tidak lama kemudian, ponselnya berdering lagi.

Kim Hyejin melihat identitas penelepon dan ternyata nomor tidak dikenal.

Saat menjawabnya, sebuah suara wanita mungil terdengar dari sana, "Hyejin Eonni, apa Seungjae Oppa bersamamu?"

"Dengan siapa ini?"

Wanita itu berhenti sejenak dan menjawab, "Aku salah satu adiknya.”

Mengira kalau itu adalah sepupu Lee Seungjae, Kim Hyejin berkata, "Dia sedang mandi. Kalau dia keluar, aku akan menyuruhnya meneleponmu kembali."

"Ya, terima kasih."

Setelah mandi dan keluar, Lee Seungjae tidak mengenakan pakaian, hanya handuk mandi yang melilit di pinggangnya. Dia juga memegang handuk di tangannya untuk menyeka rambutnya.

Sosok dengan bahu lebar dan kaki jenjang itu terlihat luar biasa.

Perutnya sangat kencang, otot-ototnya terlihat jelas. Dia memancarkan pesona yang mendebarkan dalam cahaya oranye di dalam kamar.

Jantung Kim Hyejin berdebar dan telinganya langsung memerah.

Dia menoleh ke samping untuk menghindari pemandangan itu dan berkata dengan lembut, "Salah satu adik perempuanmu barusan menelepon. Telepon balik saja.”

Lee Seungjae mengiakan samar dan berjalan ke meja samping tempat tidur, mengambil ponselnya dan melihatnya.

Dia berjalan keluar.

Ketika kembali lagi, wajah tampannya begitu muram. Dia bertanya dengan dingin, "Kamu sengaja melakukannya, bukan?"

Kim Hyejin membeku, "Apa?"

"Minseo bunuh diri. Apa yang kamu katakan padanya?"

Otaknya bergemuruh!

Butuh beberapa detik bagi Kim Hyejin untuk menemukan kembali suaranya, "Aku tidak tahu kalau dia adalah Yang Minseo. Dia bilang kalau dia adalah salah satu adik perempuanmu. Aku pikir itu dia salah satu sepupumu, jadi aku bilang kamu pergi mandi."

Lee Seungjae tidak berkata apa-apa hanya menunjukkan wajah dingin. Dia membuka pintu lemari, mengeluarkan pakaiannya dan mulai memakainya.

Setelah berpakaian, dia berjalan keluar dengan kakinya yang jenjang.

Kakek Lee mendengar keributan itu dan keluar untuk bertanya, "Mau ke mana tengah malam begini?"

Lee Seungjae menjawab dengan suara berat, "Pergi keluar sebentar."

"Kenapa?"

"Minseo masuk rumah sakit. Aku akan menjenguknya."

Kakek Lee meninggikan suaranya dan berkata kepada Kim Hyejin di kamar tidur tamu, "Hyejin, kamu pergilah dengannya."

Kakek Lee mengatakan keinginannya dengan lantang.

Kim Hyejin tidak dalam posisi yang baik untuk tidak mematuhinya dan hanya bisa menjawab, "Ya, Kakek."

Setelah mengenakan pakaiannya, dia pergi bersama Lee Seungjae.

Mobil melaju melewati sebuah persimpangan.

Kim Hyejin berkata, "Cari saja hotel terdekat dan turunkan aku di sana."

Lee Seungjae memegang setir dan tidak memalingkan wajahnya, "Ikutlah. Sekalian menjelaskan pada Minseo."

Hati Kim Hyejin terasa seperti tersayat sesuatu.

Meskipun dia memiliki sifat pendiam dan tidak suka keributan, dia juga memiliki alasan tersendiri.

Ini bukan salahnya sejak awal, jadi apa yang harus dijelaskan?

Menyadari ketidaksenangan nya, Lee Seungjae mengulurkan tangannya untuk mengusap rambutnya, berkata dengan suara hangat, "Minseo mengalami depresi berat. Anggap saja aku memohon padamu."

Satu jam kemudian.

Keduanya sampai di kamar Yang Minseo dirawat.

Dia baru selesai menjalani penanganan dan terbaring di ranjang rumah sakit. Wajahnya sangat pucat, rambutnya acak-acakan. Sosoknya di bawah selimut terlihat kurus kering.

Kim Hyejin terkejut saat melihat keadaannya!

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

110