Bab 8 Goresan Pisau yang Menyayat

by Bae Suah 08:01,Oct 30,2023
Tertangkap basah dan ditampar beberapa kali, Yang Minseo membeku di tempatnya.

Wajahnya terasa panas dan sakit, telinganya berdengung. Pandangannya sedikit buram.

Tidak ada yang berani memukulnya sepanjang hidupnya.

Dia sangat marah dan mencengkeram lengan lawannya dan mencakarnya.

Keduanya bergulat bersama.

Sopir Keluarga Yang, yang bersembunyi di sudut jalan bergegas menghampiri dan memisahkan keduanya dengan paksa.

Yang Minseo kemudian melihat bahwa orang yang memukulnya adalah adik kandung Lee Seungjae sendiri, Lee Nayoung. Dia membeku di tempatnya saat itu juga.

Kim Hyejin juga terkejut melihat bahwa itu adalah Lee Nayoung.

Takut dia akan diintimidasi, dia berlari dan melindunginya di belakang Kim Hyejin.

Melirik pergelangan tangan Lee Nayoung yang berdarah akibat cakaran Yang Minseo, Kim Hyejin merasakan tidak tega. Dia mengeluarkan plester luka dari tasnya dan dengan hati-hati memakaikannya pada Lee Nayoung, bertanya dengan lembut, "Apa sakit?"

Lee Nayoung meringis karena sakit, "Tidak apa-apa, Eonni. Dia tidak mencakar wajahmu, ‘kan?"

Kim Hyejin menggelengkan kepalanya, "Tidak."

Lee Nayoung memelototi Yang Minseo dengan jengkel dan berkata, "Kamu tidak perlu bersikap sopan dengan orang seperti itu. Langsung tampar saja. Untuk apa buang-buang waktu dengannya? Waktu hanya untuk orang waras saja, sedangkan dia bukan!”

Yang Minseo sangat marah ketika mendengar ini.

Dia menahan amarahnya dan mengeluarkan air mata dengan susah payah, lalu berkata dengan nada sedih, "Nayoung, kita berdua tumbuh bersama sejak kecil. Aku selalu memperlakukanmu sebagai adikku sendiri, bagaimana kamu bisa ...."

Lee Nayoung menatapnya dengan tatapan kosong, "Ayolah, aku tidak punya kakak perempuan sepertimu. Oppa sangat baik padamu, seluruh keluarga kami sangat baik padamu, tapi apa? Ketika Oppa mengalami kecelakaan, kamu bahkan melarikan diri tanpa jejak. Sekarang, setelah kaki Oppa sembuh dan semuanya normal, kamu kembali untuk menggertak Eonni Hyejin. Apa kamu masih punya malu?"

Wajah Yang Minseo menjadi pucat untuk beberapa saat, lalu mengatakan, “Saat itu aku punya kesulitanku sendiri ....”

"Kesulitan omong kosong! Oppa tidak percaya, begitu pula denganku.”

Tepat saat kata-kata Lee Nayoung terlontar, ponsel Kim Hyejin berdering.

Melihat identitas penelepon, ternyata Lee Seungjae yang menelepon.

Kim Hyejin ragu-ragu sejenak dan mengangkatnya.

Lee Seungjae bertanya, "Di mana?"

"Di restoran barat di sebelah selatan pintu masuk utama Jalan Antik."

"Kebetulan aku lewat. Aku akan ke sana dalam tiga menit lagi." Dia mematikan panggilan setelah itu.

Bayangan dia dan Yang Minseo berpelukan bersama tadi malam melayang di benak Kim Hyejin, membuat hatinya sesak.

Melihat mawar putih yang Lee Seungjae berikan pada Yang Minseo di atas meja, hatinya makin sesak, seperti ada batu besar yang membebaninya, membuatnya tidak bisa bernapas dengan baik.

Beberapa menit kemudian, Lee Seungjae memasuki restoran bersama anak buahnya.

Dia tinggi, tegap dan kulitnya putih. Wajahnya sangat tampan. Berbalut celana panjang hitam, sepasang kakinya yang jenjang berjalan mengikuti angin. Perpaduan tangan dan kakinya memunculkan aura mulia, membuat orang tidak bisa berpaling.

Awalnya, orang-orang di restoran tertarik dengan pertarungan antara Yang Minseo dan Lee Nayoung.

Begitu Lee Seungjae muncul, semua mata tertuju padanya.

Melihatnya, mata Yang Minseo berbinar dan dia berlari ke arahnya. Dia merengek sambil menahan air matanya, "Seungjae Oppa!"

Alis Lee Seungjae menegang, "Kenapa kamu di sini juga?"

Mata Yang Minseo memerah dan dia berkata dengan sedih, "Aku sedang mencari Hyejin Eonni untuk menjelaskan apa yang terjadi semalam. Tapi baru bicara sebentar, dia memarahiku dan Nayoung bahkan memukulku."

Dia menunjuk pipinya yang merah dan bengkak, kembali merengek, "Sakit."

Lee Seungjae menatap ke arah Kim Hyejin, "Apa yang dia katakan itu benar?"

Kim Hyejin tersenyum.

Dia tidak menyangka kalau gadis idaman Lee Seungjae adalah wanita seperti itu. Bukan hanya tidak berperasaan, tetapi apa yang dia katakan bahkan sangat kejam.

Memang benar bahwa mereka yang disukai selalu bisa bersikap berani.

Kim Hyejin hendak berbicara ketika Lee Nayoung mengambil alih pembicaraan dengan mengatakan, "Oppa, apa kamu tidak tahu seperti apa Hyejin Eonni? Eonni adalah orang yang baik. Kalau Yang Minseo tidak memprovokasi nya, apa dia akan memarahinya? Dalam dua tahun ketika kamu tidak sehat dan kamu sangat pemarah, apakah dia pernah meninggalkanmu bahkan sekalipun? Kenapa aku memukul Yang Minseo karena dia akan mencakar wajah Eonni. Aku pikir tamparan itu terlalu murah untuknya."

Lee Seungjae menatap Yang Minseo, "Kenapa kamu memprovokasi Kim Hyejin? Kenapa kamu mau mencakar wajahnya?"

Wajah Yang Minseo memucat. Air matanya keluar dan dia berkata dengan nada menuduh, "Aku tidak melakukannya. Hyejin Eonni dan Nayoung, mereka salah paham padaku. Seungjae Oppa, kamu harus percaya padaku."

Dia mengulurkan tangan dan menarik tangan Lee Seungjae, tubuhnya jatuh ke dalam pelukannya.

Lee Nayoung melangkah maju, meraih lengannya dan dengan kasar menariknya ke samping, lalu menghardik, "Apa kamu tidak tahu malu? Kamu gila? Oppa adalah pria yang sudah menikah dan kamu masih mau memeluknya? Cih, dasar tidak tahu malu!”

Yang Minseo menutupi dadanya karena kesakitan. Air mata jatuh di wajahnya seperti manik-manik yang pecah.

Lee Seungjae sedikit mengernyit dan berkata pada Lee Nayoung, "Kamu diam saja. Minseo mengalami depresi berat, jangan membuatnya kesal."

Lee Nayoung berdecak, "Jangan gunakan depresi sebagai alasan untuk menjadi menyebalkan. Aku sudah melihat banyak orang yang mengalami depresi. Mereka masih memiliki harga diri, baik dan cantik. Sedangkan dia, sudah tidak baik, tapi jadi pengacau!"

Yang Minseo berteriak kesakitan, menutup mulutnya dan berjalan keluar.

Sopirnya sibuk mengambil tas dan ceknya, lalu mengejarnya.

Lee Seungjae berbalik dan memerintahkan pengawalnya, "Ikuti dia dan awasi dengan baik. Jangan sampai bunuh diri lagi."

"Baiklah, Tuan Lee." Pengawal itu mengikutinya keluar.

Lee Nayoung memarahinya, "Jika kamu benar-benar ingin mati, kamu harus mencari tempat di mana tidak ada orang. Kenapa malah menangis dan merengek seperti itu!”

Mata Lee Seungjae berubah dingin dan menegur, "Nayoung, kamu sudah keterlaluan!"

Kim Hyejin melindungi Lee Nayoung di belakangnya dan berkata, "Jika kamu ingin menyalahkannya, salahkan aku saja. Nayoung melakukan ini untuk melindungiku.”

Melihat Kim Hyejin, tatapan Lee Seungjae melembut. Dia mengeluarkan salep impor dari tasnya dan menyerahkannya, "Ini obat penghilang bekas luka yang aku dapatkan dari luar negeri. Oleskan sesuai petunjuk dan jangan sampai luka di leher berbekas."

Kim Hyejin menatap salep itu dengan perasaan campur aduk.

Dia tahu pria itu tidak mencintainya, tetapi terkadang dia merasa seolah-olah pria itu peduli padanya.

Dia tersenyum pada dirinya sendiri. Kalau pria itu benar-benar peduli, bagaimana mungkin hal seperti semalam bisa terjadi?

Tadi malam rasanya sangat menyakitkan.

Rasanya sangat menyakitkan sampai Kim Hyejin kehilangan keberanian untuk mempertanyakannya.

Lee Nayoung mengulurkan tangan dan mengambilnya, mendorongnya ke tangan Kim Hyejin. Dia berkata sambil memelototi Lee Seungjae, "Oppa, kalau kamu berani mengecewakan Eonni, aku tidak akan mengakuimu sebagai Oppa ku!"

Lee Seungjae berkata dengan acuh tak acuh, "Anak-anak tidak boleh mencampuri urusan orang dewasa."

"Aku hanya satu tahun lebih muda dari Eonni. Aku bukan anak kecil!"

Lee Seungjae mengabaikannya dan meraih tangan Kim Hyejin, berkata dengan hangat, "Apa kamu sudah makan? Ayo makan kalau kamu belum makan."

Kim Hyejin menarik tangannya kembali darinya seolah-olah dia tersengat listrik, "Aku sudah kenyang."

Lee Seungjae menatapnya dengan mata tertunduk. Tatapannya sangat lembut, "Apa kamu percaya padaku kalau aku mengatakan bahwa kejadian semalam adalah kesalahpahaman?"

Kim Hyejin menegakkan kepalanya, suaranya yang selalu lembut sedikit menohok, "Akulah yang pergi ke sana di waktu yang tidak tepat dan mengganggu kalian."

Senyum Lee Seungjae sangat dalam dan menunjukkan ketikdaberdayaan, "Sudahlah. Aku akan mengantarmu kembali."

Kim Hyejin mengambil tasnya dan berjalan keluar.

Lee Seungjae juga melangkahkan kakinya yang panjang dan berjalan dengan langkah lebar, diikuti oleh asistennya dari kejauhan.

Setelah meninggalkan restoran barat, mereka melewati sebuah toko bunga. Kim Hyejin membuka pintu dan melangkah masuk.

Melihat sekeliling, dia menunjuk ke arah buket bunga mawar putih dan mengatakan, "Berikan aku buket bunga."

Petugas toko bertanya, "Berapa banyak yang Nona inginkan?"

Berpikir bahwa Lee Seungjae memberikan dua puluh tangkai untuk Yang Minseo, Kim Hyejin berkata dengan tenang, "Mau dua ratus.”

Petugas itu terkejut, lalu mengatakan, "Tolong tunggu sebentar."

Setelah menunggu lama, bunga-bunga itu akhirnya selesai dibungkus. Kim Hyejin menyadari mengapa petugas itu sempat terkejut sebelumnya.

Dua ratus mawar dibungkus dengan diameter hampir satu meter.

Bunga-bunga itu besar dan berat.

Sulit baginya untuk memegangnya sendirian, tetapi rasanya lega bisa membeli bunga-bunga itu sendiri. Jadi, mengapa harus menunggu bunga-bunga itu diantarkan? Dia juga bukan tidak mampu membelinya.

Lee Seungjae mengeluarkan kartunya untuk membayar, tetapi Kim Hyejin mendahuluinya dan berkata, "Aku punya uang sendiri."

Dia mengatakannya dengan nada yang terkesan keras.

Uang yang dia gunakan untuk membayar adalah uang hasil kerja kerasnya sendiri.

Lee Seungjae tersenyum tipis, mengetahui bahwa wanita ini marah.

Setelah keluar, Kim Hyejin berjalan keluar sambil memegang buket besar mawar putih.

Buket itu sangat besar sampai tubuhnya tenggelam di dalamnya. Dia seperti ranting bambu yang panjang dan lurus.

Lee Seungjae mengulurkan tangan untuk mengambilnya.

Kim Hyejin menghindar, berusaha menghindari tangannya.

Tangan Lee Seungjae membeku di udara. Dia perlahan menariknya kembali setelah satu detik terdiam.

Keduanya berjalan berdampingan.

Melihat mawar yang padat di tangannya, Lee Seungjae bertanya, "Apa kamu juga suka mawar putih?"

"Tidak suka."

"Kenapa kamu membeli sebanyak ini kalau kamu tidak menyukainya?"

"Hmm!"

Mata Lee Seungjae mengembang sambil tersenyum, "Aku tidak menyangka kamu akan menyukai bunga. Aku pikir kamu hanya menyukai lukisan."

"Aku juga seorang wanita!"

Setelah melihat sikapnya ini, ini adalah pertama kalinya Lee Seungjae melihatnya terlihat marah. Lee Seungjae merasa itu menyegarkan, "Kalau begitu, bunga seperti apa yang kamu suka? Aku akan memberikannya padamu lain kali."

Kim Hyejin mengerucutkan bibirnya.

Dia tumbuh besar mengikuti kakek-neneknya di kaki gunung dan menyukai bunga marigold dan dandelion di pegunungan, bunga iris dan bunga matahari yang ditanam di bawah jendela rumah.

Dia menyukai bunga-bunga kecil yang sederhana dan tahan banting ini, tetapi tidak menyukai mawar impor yang terkenal dan lembut di tangannya.

Membeli begitu banyak bunga adalah murni sebuah pertaruhan.

Hampir sampai di toko barang antik, Kim Hyejin tiba-tiba berhenti dan berkata, "Kamu tidak perlu mengantarku.”

Lee Seungjae mengangkat alisnya sedikit, "Takut rekan-rekanmu akan melihatku?"

"Cepat atau lambat kita akan bercerai, bukan?" Suaranya sedikit bergetar, hatinya terasa sesak.

Saat ini seperti ini, bercerai atau tidak, seperti pisau tumpul yang mengiris daging. Rasanya sangat menyakitkan.

Lee Seungjae terdiam sejenak. Langkah kakinya terhenti. Dia melihat sosok Kim Hyejin perlahan menjauh, menatapnya lekat-lekat.

Kim Hyejin berjalan ke pintu masuk toko barang antik dan bertemu dengan pemilik toko tersebut, Baek Hyeon.

Dia tersenyum, "Buket bunga yang besar. Dari pacarmu?"

"Tidak, aku membelinya sendiri."

Senyum di wajah Baek Hyeon makin mengembang, "Ini berat. Biar aku yang pegang."

Kim Hyejin menyerahkan bunga itu padanya dan tersenyum, "Terima kasih."

Baek Hyeon setengah bercanda, "Kamu adalah andalan toko kami. Bukan masalah kalau sekadar membawakan bunga.”

"Tuan Baek memang suka bercanda."

Keduanya bercanda dan tertawa, berjalan ke dalam toko beriringan.

Lee Seungjae berdiri di sana, terlihat tampan dan tegap. Dia memperhatikan dari jauh dengan tatapan sedingin es.

Entah perasaan macam apa yang dia rasakan ini.

Seolah-olah kubis yang telah dirawat dengan hati-hati selama tiga tahun di rumahnya sendiri, tiba-tiba direngkuh oleh seekor sapi yang menerobos masuk.

Secara naluri, dia nyaris ingin mengusir sapi itu.

Baru pada saat itulah dia menyadari bahwa dia tidak selapang dada yang dia kira.

Sambil menggesekkan lidahnya ke rahangnya, Lee Seungjae menginstruksikan asisten di belakangnya, "Perintahkan seseorang untuk menyelidiki pria itu."

"Baik, Tuan Lee."

Mereka berdua masuk ke dalam mobil dan kembali ke perusahaan.

Setengah jam kemudian.

Asisten menerima telepon dan melapor pada Lee Seungjae, "Tuan Lee, nama pria itu Baek Hyeon. Dia berprofesi sebagai dokter. Toko barang antik itu adalah toko milik kakeknya. Tiga tahun yang lalu, dia memiliki catatan panggilan dengan Nyonya."

Lee Seungjae mengangkat pandangan matanya, ada cahaya dingin di bawah matanya, "Coba periksa nama lain Baek Hyeon. Periksa apakah Hyunsu atau bukan."

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

110