Bab 10 Halo, Apa Kabar

by Bae Suah 08:01,Oct 30,2023
Berpikir sesuatu telah terjadi pada Lee Seungjae, Kim Hyejin mengambil jaketnya dan berdiri, melangkah menuju pintu keluar tanpa menyapa yang lain.

Baek Hyeon juga sedang makan di meja yang sama dengannya. Melihat bahwa Kim Hyejin tidak terlihat baik-baik saja, langsung mengambil kunci mobilnya, mengejarnya dan bertanya, "Apa yang terjadi?"

Kim Hyejin memaksakan senyum, "Aku mau pergi ke Rooster. Kalian nikmati saja makan malamnya.”

Baek Hyeon mengguncang kunci mobil di tangannya, "Aku akan mengantarmu."

Kim Hyejin merasa cemas di dalam hatinya dan tidak lagi menolak, mengucapkan terima kasih dengan lembut.

Dua puluh menit kemudian, mobil berhenti di lantai bawah Rooster.

Kim Hyejin keluar dari mobil dan berjalan cepat menuju pintu masuk. Angin dingin menerpa jaketnya, memperlihatkan betisnya yang ramping dan indah.

Setelah menaiki lift, dia segera tiba di lantai tiga, yaitu Ruang Sora.

Kim Hyejin langsung mendorong pintu dan melangkah masuk.

Kebetulan dia melihat Yang Minseo mengangkat sendok sup di tangannya dan menyodorkan ke bibir Lee Seungjae.

Mereka berdua saling berhadapan. Pipi Yang Minseo memerah dan sedikit berlinang. Dia menyuapi Lee Seungjae sup. Di antara sudut matanya, ada perasaan lembut yang terlihat.

Kim Hyejin terpaku di tempatnya.

Jari-jarinya mencengkeram gagang pintu sampai buku-buku jarinya memutih. Hatinya saat ini terasa seperti tertusuk duri.

Begitu berdarah dan menyakitkan.

Dengan tatapan kosong, dia melihat ke arah Lee Seungjae.

Meskipun dia sedang menangkup segelas anggur di tangannya, alisnya jernih dan sikapnya tenang. Jadi, bagaimana mungkin dia dalam keadaan mabuk?

Yang Minseo melihatnya datang dan secara provokatif bergerak ke arah Lee Seungjae. Senyum puas terkembang di wajahnya.

Kim Hyejin tersenyum pada dirinya sendiri.

"Permisi." Setelah menjatuhkan kata-kata itu, dia menoleh dan melangkah pergi.

Seo Yesol buru-buru mendorong kursinya untuk menyusulnya, lalu menarik lengannya. Dia menariknya ke arah Lee Seungjae dan menekannya ke kursi, "Noona lah yang seharusnya duduk di sebelah Hyung. Duduklah."

Dia menepuk pundaknya dengan lembut, memintanya untuk tidak bersikap impulsif.

Lee Seungjae menatap bahu Kim Hyejin yang ditepuk oleh Seo Yesol, terdiam sejenak. Tidak lama setelah itu, dia mengambil handuk yang sudah disterilkan dan menyekanya di bahu Kim Hyejin.

Kim Hyejin tersenyum.

Bahunya ditepuk oleh Seo Yesol dan dia merasa kotor.

Bagaimana dengan dia sendiri?

Siapa yang lebih kotor saat dia dan Yang Minseo berpelukan dan berciuman, bahkan sekarang saling menyuapi?

Kim Hyejin mengatupkan bibirnya rapat-rapat, takut jika dia membuka mulutnya, segala macam kata-kata yang tidak menyenangkan akan terlontar.

Tiga tahun dalam pernikahan, dia tidak pernah bertengkar dengannya sekali pun, tidak pernah marah sekalipun. Bahkan dua tahun yang lalu, ketika dia tidak bisa berdiri, marah-marah, menghancurkan barang-barang di rumah sampai kehilangan kesabaran, Kim Hyejin tidak pernah mengeluh atau kesal kepadanya.

Sekarang, setelah perceraian sudah dekat, dia tidak perlu lagi melanggar aturan.

Dia hanya menyalahkan dirinya sendiri.

Ketika dia mendengar bahwa sesuatu telah terjadi pada Lee Seungjae, dia seharusnya tidak panik sampai datang ke mari. Dia benar-benar mempermalukan dirinya sendiri.

Ada saat-saat kebuntuan yang terasa di ruangan ini.

Lee Seungjae menoleh menatap Yang Minseo dan berkata, "Minseo, kamu pulanglah."

Bibir Yang Minseo sedikit cemberut, sedikit enggan, tetapi dia berdiri dan berkata kepada Kim Hyejin, "Hyejin Eonni, jangan marah. Seungjae Oppa dan aku hanya makan malam. Kakak Seo Yesol bisa bersaksi tentang hal itu."

Seo Yesol duduk di samping dan menoleh ke samping tanpa menghiraukannya.

Makan udang bisa menciptakan gambaran yang begitu intim? Memberinya minum sampai menyuapi makan? Apa ini yang dinamakan makan malam?

Jika bukan karena fakta bahwa dia menatap keduanya dengan saksama dari samping, mungkin dua orang itu sudah langsung berguling dan melakukannya.

Melihat tidak ada orang yang memintanya tetap tinggal, Yang Minseo mengambil jaketnya dari sandaran kursi dan hendak pergi.

Ujung jaketnya terayun, membuat cangkir teh di atas meja jatuh ke lantai, memecahkannya menjadi beberapa bagian.

Yang Minseo sibuk membungkuk untuk mengambilnya, tetapi jari telunjuknya mengenai sepotong porselen yang tajam dan langsung mengeluarkan darah.

Dia menjerit pelan, mencengkeram jari telunjuknya. Air mata mengalir di matanya dan ujung jarinya bergetar.

Sambil berpegangan pada sudut meja, dia berkata pada Lee Seungjae sambil meringis kesakitan, "Sakit, tanganku sakit. Seungjae Oppa, maukah kamu membawaku ke rumah sakit untuk membalut lukanya?"

Seo Yesol tersenyum, "Aku akan mengantarmu ke sana. Noona di sini, jadi kamu tunggu di sini saja.”

Mata Yang Minseo menajam. Dia memiringkan tangannya yang berlumuran darah, mencengkeram lengan baju Lee Seungjae dengan erat dan menolak untuk melepaskannya. Matanya memerah, menatapnya penuh kesakitan, lalu mengatakan, "Seungjae Oppa, aku ingin kamu yang mengantarku.”

Lee Seungjae terdiam sepersekian detik, berdiri dan berkata pada Kim Hyejin, "Biarkan Seo Yesol mengantarmu kembali. Aku akan menemuimu setelah mengantar Minseo ke rumah sakit."

setelah mengatakan itu, dia mengambil tas Yang Minseo dan berjalan keluar sambil memegangi pundaknya.

Kim Hyejin ternyata sangat tenang.

Tanpa panik, dia memanggil pelayan dan membayar pesanan.

Setelah membayar pesanan, dia juga mengemas hidangan yang belum tersentuh satu per satu.

Setelah berkemas, dia dengan sopan berterima kasih kepada pelayan dan memberinya tip uang dua lembar.

Sambil membawa makanan yang sudah dikemas, dia berjalan keluar bersama Seo Yesol.

Hal ini dilakukan untuk menghindari Lee Seungjae dan Yang Minseo.

Dia tidak ingin melihat mereka berdua meringkuk satu sama lain dan saling memperhatikan satu sama lain.

Itu terlalu menyakitkan.

Sambil menunggu lift, Seo Yesol diam-diam menatap Kim Hyejin yang benar-benar sangat tenang. Dia menghela napas dalam, mengatakan, “Noona, kamu adalah wanita yang baik."

"Terima kasih." Kim Hyejin berdiri tegak dan anggun. Wajahnya menunjukkan senyuman indah seperti pahatan.

"Wanita yang baik itu baik dalam segala hal, tapi kalau terlalu baik, rasanya jadi sedikit membosankan. Pria menyukai wanita yang bermartabat dan murah hati di luar. Tapi, kalau di rumah sebaiknya kamu sedikit berontak. Kamu harus lebih fleksibel dan harus berubah. Kamu bisa merajuk kalau memang saatnya merajuk. Kamu bisa bersikap tidak tahu malu kalau memang sudah saatnya bersikap tidak tahu malu. Itu semua juga harus dibarengi taktik yang bagus. Noona, pikirkanlah baik-baik atau kamu tidak akan bisa bersaing dengan Yang Minseo," kata Seo Yesol dari lubuk hatinya yang terdalam.

"Apa Yang Minseo juga suka berontak?” Kim Hyejin bertanya dengan lembut.

"Sial. Dia berontak sampai tidak terbendung." Mendengar hal ini, Seo Yesol menjadi marah, "Jika aku tidak duduk di sebelah mereka barusan, mungkin mereka berdua sudah bergumul dan melakukannya. Noona harus menemukan cara untuk menjaga hati suami Noona.”

Jemari Kim Hyejin mencubit tali tasnya dengan paksa. Hatinya penuh dengan perasaan campur aduk.

Dia berpikir bahwa mencintai seseorang sudah cukup selama dia benar-benar baik pada mereka. Namun, dia tidak menyadari bahwa itu masih jauh dari cukup.

Namun, ketika ia disuruh menjadi lebih berontak, dia tidak bisa melakukannya.

Dia tumbuh bersama kakek dan neneknya. Kakeknya adalah orang yang serius, neneknya orang yang berwibawa. Ibunya bahkan orang yang sangat lurus dalam menjalani hidup.

Sikap memberontak adalah sesuatu yang tidak dimilikinya dari akarnya.

Mereka berdua turun ke lantai bawah.

Lee Seungjae tidak pergi, berdiri di samping mobil sambil merokok, menunggunya.

Melihat mereka keluar, dia mematikan rokoknya, menyapa keduanya. Dia memegang pundak Kim Hyejin dengan lembut, sedikit membungkuk untuk menatapnya. Sikapnya benar-benar sangat lembut, "Aku akan segera kembali. Jangan berpikir yang tidak-tidak.”

Kim Hyejin sangat sedih sampai-sampai dia tersenyum.

Lee Seungjae bisa saja menyakitinya sepenuhnya. Dengan begitu, Kim Hyejin bisa menemukan alasan untuk membencinya.

Namun, dia bersikap begitu lembut dan sopan, lengkap dengan tatapan lembut dan penuh kasih sayang. Sikap ini bahkan membuat Kim Hyejin tidak bisa membencinya.

Dia hanya bisa berkata dengan nada sedikit kesal, "Cepat antar dia ke rumah sakit."

"Ya." Melihat dia tidak peduli, Lee Seungjae berbalik dan masuk ke dalam mobil.

Sopir menyalakan mobil dan melaju ke arah rumah sakit.

Kim Hyejin berkata pada Seo Yesol, "Aku datang dengan kolegaku. Jamuan makan kami masih belum selesai. Kamu tidak perlu mengantarku. Terima kasih.”

"Ya. Jangan lupa apa yang aku katakan. Kau satu-satunya yang kami akui sebagai istrinya.”

"Terima kasih."

Kim Hyejin berjalan ke mobil Baek Hyeon dan duduk di dalamnya.

Baek Hyeon menyalakan mobilnya dan bertanya, "Siapa pria itu?"

"Yang mana?"

"Putra kedua dari Grup Lee, Lee Seungjae."

Kim Hyejin tidak bisa berkata apa-apa.

Mau mengatakan kalau pria itu adalah mantan suaminya, tetapi mereka belum bercerai.

Jika mengatakan kalau suaminya, pria itu sudah mengajukan gugatan cerai, membayar biaya perpisahan dan hatinya sudah sejak lama jatuh pada Yang Minseo.

Kim Hyejin terdiam beberapa dan menjawab, "Saudara."

"Nama keluargamu Kim, nama keluarganya Lee. Apa dia saudara sepupumu?”

Kim Hyejin mengiakan pelan.

Tiga tahun lalu, karena Lee Seungjae mengalami cedera kaki dan terkurung di kursi roda, mereka tidak bisa melangsungkan pesta pernikahan. Jadi, mereka hanya mendaftarkan pernikahan mereka. Tidak ada yang tahu bahwa mereka sudah menikah, kecuali orang-orang yang sangat dekat dengan mereka.

Sekarang, mereka akan bercerai. Tidak perlu mempermasalahkan hal seperti itu. Jawab saja sepupu.

Melihatnya tertekan, Baek Hyeon bertanya, "Apa kamu baik-baik saja?"

"Ya."

"Bohong. Jelas sekali kamu ada banyak yang sedang kamu pikirkan."

"Tuan Baek, wanita seperti apa yang disukai laki-laki?" Kim Hyejin akhirnya mengutarakan apa yang dia pikirkan.

Baek Hyeon tersenyum, Ini tergantung masing-masing orang. Ada yang suka wanita sedikit berisi, ada yang suka wanita kurus. Kalau aku ...."

Dari sudut matanya, dia melirik sisi wajah Kim Hyejin.

Wajah lonjong dan proporsional. Matanya besar, bulu matanya panjang seperti sepasang sayap kupu-kupu kalau sedang berkedip.

Cahaya yang masuk melalui lampu jalan, ditaburkan dengan halus di wajahnya. Sosoknya sedikit terdistorsi, membuatnya terlihat makin cantik seperti lukisan.

Jantungnya berdetak kencang, lalu mengatakan, "Aku lebih menyukai yang seperti Nona Kim. Lembut dan tenang, cantik bahkan tanpa dibuat-buat. Nona Kim sangat berbakat, tetapi tidak sombong, juga tidak terburu nafsu.”

Kim Hyejin tersenyum dengan sangat ringan.

Ternyata masih ada pria yang menghargai dirinya.

Ternyata disukai tidak harus terlalu melelahkan.

Dia tidak perlu menjadi murahan, mudah berubah, kurang ajar dan licik. Ternyata masih ada orang yang menyukai dia yang seperti ini.

"Aku hanya seorang pengrajin yang merestorasi artefak. Bagaimana aku bisa menyombongkan diri?” Kim Hyejin berada dalam suasana hati yang sedikit lebih baik.

"Tidak berlebihan kalau mengatakan tingkatmu dalam merestorasi lukisan dan kaligrafi kuno telah mencapai puncak industri. Banyak orang yang disebut ahli, tapi seumur hidup, mereka tidak akan bisa mencapai level Nona Kim."

"Tuan Baik, terima kasih atas pujiannya. Aku belajar dari kakek dan nenekku sejak masih kecil. Mereka mengajariku satu per satu secara langsung. Ditambah lagi, aku juga belajar dengan cepat di usia dini dan memiliki banyak kesempatan untuk berlatih. Jika aku masih belum bisa melakukannya dengan baik, bukankah aku akan merasa bersalah kepada kakek nenekku?"

"Bakat dan kerja keras juga penting, begitu juga dengan karakter. Memulihkan buku-buku dan lukisan kuno terlalu sulit. Tidak banyak anak muda saat ini yang mau belajar. Bahkan hampir sudah tidak ada lagi yang mau melakukannya.”

"Itu benar."

Saat mobil berbelok di tikungan, Kim Hyejin berkata, "Apa kamu mau mengantarku pulang? Aku tidak ingin kembali ke restoran."

"Baiklah."

Sesampainya di lingkungan Keluarga Kim.

Kim Hyejin turun dari mobil sambil membawa makanan yang sudah dikemas.

Baek Hyeon mengikuti dan turun dari mobil, "Sudah malam, biar kuantar ke atas."

"Terima kasih."

Menerima makanan yang sudah dikemas dari tangan Kim Hyejin, Baek Hyeon tersenyum. Tumbuh dikelilingi oleh para pemuda dan pemudi yang kaya raya, baru kali ini dia melihat makanan yang dikemas untuk dibawa pulang.

Restorasi lukisan antik dan kaligrafi adalah profesi yang tidak digemari, tetapi penghasilannya lumayan. Dengan bakar Kim Hyejin, dia memberinya gaji yang sangat tinggi. Seharusnya dia bisa hidup tanpa perlu berhemat.

Setelah mengantar Kim Hyejin ke lantai bawah gedung, Baek Hyeon masih belum mau beranjak. Dia menahannya untuk berbicara sebentar. Mereka membicarakan pekerjaan.

Kim Hyejin teramat cantik. Bahkan hanya dengan berbicara dengannya saja sudah membuat Baik Hyeon merasa nyaman.

Tiba-tiba, mata Kim Hyejin membeku.

Sesosok tubuh yang tinggi dan tegap terlihat berjalan ke arah mereka dari kejauhan.

Orang itu sangat tinggi. Sosoknya yang jangkung berjalan dengan santai dan terlihat cukup karismatik. Bahkan dari jarak sejauh itu, Kim Hyejin langsung mengenalinya sebagai Lee Seungjae.

Dia bertanya-tanya dalam hati. Bukankah pria itu pergi mengantar Yang Minseo ke rumah sakit? Bagaimana dia bisa kembali begitu cepat?

Menyadari perubahan sikap Kim Hyejin, Baek Hyeon menoleh dan berkata sambil tersenyum, "Sepupumu datang."

Kim Hyejin berdebar dan samar-samar mengiakan pelan.

Ketika Lee Seungjae mendekat, Baek Hyeon mengulurkan tangan kanannya ke arahnya dan dengan sopan berkata, "Kamu pasti sepupu Kim Hyejin. Halo, aku rekannya Kim Hyejin, Baek Hyeon."

Lee Seungjae menunduk ke arah Kim Hyejin. Matanya menatapnya lekat dan sedingin es, “Aku sepupumu?"

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

110