Bab 4 Terlalu Dekat

by Bae Suah 08:01,Oct 30,2023
Wajah pucat seukuran telapak tangan Yang Minseo tampak terlalu mirip dengan wajahnya.

Tidak dapat dikatakan secara pasti di mana letak kemiripannya, hanya saja sekilas terlihat sangat mirip.

Setidaknya harus melihatnya beberapa kali untuk bisa membedakannya.

Di bawah penilaian sederhana, Yang Minseo adalah versi mungil, dengan alis tipis, hidung kecil, mulut mungil dan kesan sosok yang berkaca-kaca dan rapuh.

Kim Hyejin memiliki lebih banyak ketenangan dari dirinya, serta ketangguhan yang terpancar dari sosoknya.

Hingga saat ini, Kim Hyejin baru tahu bahwa dia adalah sosok pengganti di hati Lee Seungjae.

Dia tersenyum sendiri menyadari akan hal itu. Tidak heran tiga tahun yang lalu, Lee Seungjae hanya melihatnya sekali dan langsung setuju untuk menikah dengannya. Ternyata ini alasannya.

"Seungjae, kalian datang." Choi Ahra, ibu Yang Minseo, menyambut mereka dengan senyum yang dipaksakan.

Saat matanya menyapu Kim Hyejin, tatapannya langsung berubah kurang bersahabat.

Lee Seungjae memberikan anggukan kecil sebagai respons.

Choi Ahra berjalan ke ranjang rumah sakit dan dengan lembut menepuk pundak Yang Minseo, "Minseo, Seungjae Oppa ada di sini untuk menemuimu."

Yang Minseo perlahan membuka matanya dan matanya menelusuri wajah Kim Hyejin tanpa banyak menunjukkan keterkejutan, seolah-olah dia sudah tahu bahwa mereka berdua terlihat mirip.

Dia melihat ke arah Lee Seungjae dengan berlinang air mata, lalu berkata dengan lembut, "Seungjae Oppa, aku tidak bunuh diri. Aku hanya tidak bisa tidur dan minum beberapa pil tidur tambahan. Ibuku membuat keributan dan malah mengantarku rumah sakit agar perutku bisa dibersihkan. Aku minta maaf telah merepotkanmu dan Hyejin Eonni sampai datang selarut ini."

Mata Choi Ahra memerah dan membentak, "Berapa banyak obat yang kamu minum? Kamu memakan hampir satu botol! Kalau Ibu tidak menyadarinya tepat waktu, kamu pasti sudah ...."

Dia menutup mulutnya dan terisak.

Lee Seungjae duduk di tepi tempat tidur dan menatap Yang Minseo dengan mata tertunduk. Nadanya menyayangi dan dibumbui dengan sedikit teguran, "Jangan pernah melakukan hal bodoh seperti itu lagi, ya?"

"Hmm." Yang Minseo mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Sosoknya saat ini terlihat patuh, tetapi begitu menyedihkan.

Lee Seungjae mengambil saputangan dan dengan hati-hati menyeka air mata di sudut matanya. Gerakannya selembut menyeka porselen yang paling mahal.

Sorot matanya lembut dan penuh kasih sayang.

Kim Hyejin menatap Lee Seungjae dan terpaku.

Setelah tiga tahun menikah, pria ini tidak pernah memperlakukannya dengan kasih sayang seperti itu.

Ini mungkin perbedaan antara cinta dan tidak ada cinta.

Meskipun Yang Minseo telah meninggalkannya di saat-saat terberatnya, dia tetap mencintainya.

Mungkin bagi sebagian pria, tidak ada gunanya mencintai wanita lain di dunia ini kecuali wanita yang telah menyiksanya.

Seperti ada tulang ikan yang tersangkut di tenggorokannya, Kim Hyejin tidak bisa bertahan lebih lama lagi dan mengatakan, "Kalian luangkan waktu kalian. Aku akan pergi dulu."

Mendengar kata-kata itu, Lee Seungjae menatapnya dengan ekspresi yang sangat datar, "Jelaskan pada Minseo sebelum pergi."

Kim Hyejin menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Nona Yang, Seungjae dan aku ... karena kami tidak ingin membuat Nenek kesal ...."

Rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan, Kim Hyejin tidak bisa berkata apa-apa lagi dan berbalik pergi.

Ini adalah pertama kalinya dia tidak mematuhi Lee Seungjae dan pertama kalinya dia kehilangan kesabaran di depannya.

Saat pintu tertutup, Yang Minseo berkata pada Lee Seungjae, "Seungjae Oppa, kejar Hyejin Eonni. Dia sepertinya marah."

Lee Seungjae terdiam sejenak, "Tidak apa-apa. Dia tidak akan marah."

"Dia memiliki temperamen yang baik kalau begitu." Yang Minseo berkata pelan, "Aku tidak menyadari kalau Hyejin Eonni memiliki temperamen yang baik, lembut dan murah hati, sama sekali tidak seperti seseorang dari desa pegunungan kecil. Aku awalnya berpikir kalau dia tidak cukup baik untukmu."

Lee Seungjae terdengar sedikit tidak nyaman, "Meskipun dia dibesarkan di sebuah desa pegunungan kecil, ibu dan neneknya adalah seorang guru. Kakeknya adalah seorang pemulih buku-buku dan lukisan kuno di sebuah museum sebelum dia pensiun. Jadi, dia juga dianggap berasal dari keluarga yang terpelajar."

"Pantas saja."

Keduanya tiba-tiba kehabisan kata-kata untuk diucapkan.

Suasana menjadi hening untuk beberapa saat.

Yang Minseo dengan hati-hati mencoba bertanya, "Hyejin Eonni cantik dan memiliki sifat yang baik. Kamu pasti sangat mencintainya, ‘kan?"

Lee Seungjae sedang menatap ponselnya dan menjadi sedikit terganggu. Ketika dia mendengar pertanyaan itu, dia mendongak dan mengatakan, "Apa yang kamu katakan barusan?”

Sedikit kekecewaan muncul di mata Yang Minseo, "Seungjae Oppa, lebih baik kamu mengantar Hyejin Eonni. Tidak aman seorang perempuan sepertinya keluar sendirian di tengah malam."

Lee Seungjae berdiri, "Aku akan mengantarnya kembali dan menemuimu lagi setelah itu.

Yang Minseo berkata dengan lembut, "Pergilah."

Lee Seungjae beranjak dan pergi.

Melihat punggungnya, mata Yang Minseo menjadi suram.

Saat Lee Seungjae berjalan pergi, Choi Ahra membentak, "Kamu ini! susah payah membuatnya datang kemari, tapi kenapa malah membiarkannya pergi?"

Yang Minseo mengerutkan kening, "Apa Ibu tidak bisa melihat kalau Seungjae Oppa sedang tidak tenang? Pria itu ada di sini tapi dia mengkhawatirkan Kim Hyejin itu. Jadi, lebih baik biarkan dia pergi dengannya. Kalau-kalau terjadi sesuatu pada wanita itu di jalan, dia akan menyalahkan dirinya sendiri dan mungkin menyalahkanku."

Choi Ahra mengatakan, "Kamu masih kecil, tapi pemikiranmu sudah jauh lebih luas dari Ibumu.”

Pada saat Lee Seungjae menemukan Kim Hyejin, dia sudah hampir sampai di pintu masuk rumah sakit.

Sosoknya yang ramping dibayangi oleh angin musim semi yang dingin, terlihat bagus seperti sebatang bambu dalam lukisan tinta.

Lee Seungjae berjalan dengan cepat beberapa langkah untuk menyusulnya.

Tak satu pun dari mereka mengatakan apa pun. Mereka berjalan bahu-membahu seperti itu, senyap seperti malam yang gelap.

Setelah keluar dari gerbang, Kim Hyejin berbelok di tikungan dan pergi menunggu taksi di tepi jalan.

Lee Seungjae meraih pergelangan tangannya dan menariknya ke arah tempat parkir.

Masuk ke dalam mobil.

Lee Seungjae membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah kartu dari dalam dan menyelipkannya ke dalam saku jas Kim Hyejin, "Aku bersikap buruk malam ini. Ini sedikit kompensasi, kodenya adalah hari ulang tahunmu."

Kim Hyejin merasa sedikit terhina.

Di matanya, dia adalah sesuatu yang bisa dia abaikan begitu saja dengan uang. Pria itu bahkan tidak perlu repot-repot membujuknya.

Dia hanya akan membujuk Yang Minseo.

Merogoh sakunya, Kim Hyejin hendak mengeluarkan kartu itu.

Lee Seungjae menekan tangannya, nadanya dalam dan tak tertahankan, "Ambillah. Aku tidak bisa memberimu hal lain selain uang."

Hati Kim Hyejin terasa seperti disesaki pasir, membuatnya tercekik.

Apa yang dia inginkan bukanlah uangnya.

Di tengah perjalanan.

Lee Seungjae menerima telepon dari Nenek Lee, "Apa kamu mengabaikan kata-kataku? Kembali ke sini sekarang juga."

"Sebentar lagi sampai di rumah." Lee Seungjae berkata dengan suara lemah dan menutup telepon setelah itu.

Kembali ke kediaman Keluarga Lee.

Begitu keduanya memasuki pintu.

Mereka melihat Nenek Lee duduk lemah di sofa. Wajahnya pucat, tetapi matanya berbinar-binar saat menatap keduanya.

Dia mengulurkan tangan, lalu mengatakan, "Berikan ponselmu."

Lee Seungjae mengeluarkan ponselnya dan memberikannya.

Nenek Lee mencari nomor Yang Minseo dan menghubungi nomor tersebut.

Ketika panggilan tersambung, dia berkata dengan tegas, "Nona Yang, Seungjae adalah seorang pria yang sudah berkeluarga. Jadi, tolong jaga sikapmu dan jangan meneleponnya untuk apa pun! Karena kalian sudah putus tiga tahun lalu, jangan melihat ke belakang lagi dan jangan punya pikiran obsesif tentang Seungjae!"

Tanpa menunggu Yang Minseo menjawab, dia langsung menutup telepon dan melemparkan ponsel itu ke atas meja.

Lee Seungjae mengerutkan kening, "Minseo mengalami depresi berat dan tidak bisa menerima tekanan seperti itu.”

Nenek Lee mencibir, "Bahkan kalau dia terkena kanker juga bukan urusanmu! Yang harusnya paling kamu khawatirkan adalah istri di sampingmu!"

Mata Lee Seungjae sedikit memerah, "Nenek ...."

Nenek Lee menutup mulutnya dan terbatuk-batuk dengan keras.

Kim Hyejin bergegas membantunya berdiri.

Dia membantu Nenek Lee berbaring di tempat tidur dan menenangkannya. Setelah itu, Kim Hyejin baru kembali ke kamar tidur tamu.

Dia melihat Lee Seungjae baru saja selesai menelepon dan meletakkan ponselnya di meja samping tempat tidur.

Dia mungkin sedang membujuk Yang Minseo.

Kim Hyejin diam-diam pergi ke sofa dan mengambil bantal panjang dan meletakkannya di tengah tempat tidur.

Selimut lain diambil dari lemari pakaian. Masing-masing dari mereka memiliki satu.

Kim Hyejin melepas jaket yang dia kenakan, mengangkat selimut untuk berbaring.

Saat itu sudah pukul tiga pagi dan dia sangat mengantuk. Otaknya sudah sangat berantakan. Dia tidak ingin memikirkan apa pun, hanya ingin tidur.

Begitu kepalanya menyentuh bantal, dia langsung tertidur lelap.

Dia tidur sampai siang.

Begitu membuka matanya, Kim Hyejin terkejut dan melihat wajah setampan ukiran menatapnya dengan cemberut yang dalam.

Jarak keduanya begitu dekat, begitu dekat hingga mereka bisa mendengar napas masing-masing.

Hidung Lee Seungjae yang mancung menyentuh sudut dahinya dan matanya yang gelap penuh dengan kekaguman.

Seluruh tubuh Kin Hyejin berada dalam pelukannya dengan tangan melingkar erat di pinggangnya. Kakinya juga berada di kaki Lee Seungjae. Sikap mereka saat ini begitu intim.

Sikap ambigu itu membuat kalut. Udara di sekitar pun terasa panas.

Kim Hyejin seolah seperti tersengat listrik. Dia panik dan melepaskan pelukannya pada pinggang Lee Seungjae, melepaskan diri dari pelukannya. Dia setengah marah, setengah merengek, "Bagaimana aku bisa berakhir di pelukanmu?"

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

110