Bab 4 Demi kemanusiaan.

by Lizbeth Lee 14:05,Oct 20,2023
“Saya adalah kakak baginya, Tuan. Nona Claudia, sudah menjaga mendiang adik saya saat sakit di rumah bordir itu.”

Matteo hanya menjawab. “Ooo.... “ Saat mendengar cerita Tommy.
“Lalu, Claudia adalah siapa bagimu?” Suara itu terdengar begitu mengintimidasi di telinga Tommy.

“Sa-saya tidak berani, Tuan. Saya juga hanya menganggapnya sebagai adik saya.” Keringat dinginnya tiba-tiba saja bercucuran. Padahal Matteo tidak sedang melakukan apa pun.

Tak seberapa lama mobil Rolls-Royce Ghost milik Paul yang dikendarai oleh Matteo diparkirnya di tempat khusus. “Turunlah!” perintah Matteo kepada Tommy.

Setelah menunggu hampir satu jam pintu kamar ICU yang ditempati oleh Claudia terbuka dan terlihat seseorang yang dari tadi ditunggunya.

“Tommy! Hiks, hiks … hiks ...,” isak Claudia.

Tommy lalu berlari dengan kaki pincang dan memeluk Claudia ikut terisak melihat keadaan Claudia saat ini. Wajahnya lebam bengkak tak beraturan, bibirnya juga pecah, sekujur tubuhnya terdapat banyak sekali perban, Tommy tak kuasa menahan air matanya. Ia begitu prihatin akan nasib Claudia, ia pernah berjanji akan satu hal. Namun, seolah takdir selalu saja memberikan cobaan yang begitu besar bagi keduanya, janji tersebut hingga saat ini belum juga berhasil ditepatinya.

“Apa yang terjadi denganmu, Claudia?” tanya Tommy. “Siapa yang berbuat seperti ini? Apakah, Lalit sialan itu? Apakah, lelaki India itu?” Claudia hanya menganggukkan kepalanya dan kembali menangis serta memeluk Tommy, semua itu hanya disaksikan oleh Paul dan Matteo.

“Sudah ... sudah ... jangan menangis lagi, sekarang kamu aman di sini, okey? Lalit sudah tidak ada lagi, tenangkan dirimu,” bisik Tommy sambil memeluk dan mengusap kepala Claudia yang berlindung di dadanya.

“Sekarang beristirahatlah, aku harus kembali sebelum Casandra mencariku. Jagalah dirimu baik-baik yah, aku akan mengunjungimu lagi jika diijinkan oleh Tuan baru mu.”

“Tuan Baru? Oh Tuhan ... aku sudah dibeli. Aku, sudah berpindah tangan lagi, dari satu Tuan ke Tuan yang lain. Tuhan, aku harus bagaimana?” batin Claudia semakin ketakutan dan tak sanggup memberikan komentar apa pun atas hidupnya lagi.

“Aku rasa dia harus beristirahat,” potong Paul yang gerah melihat Claudia dipeluk-peluk oleh Tommy. Dia, tidak suka miliknya disentuh oleh orang lain. Tommy lalu melepas pelukannya dan membisikkan sesuatu kepada Claudia, hingga membuat Claudia lebih tenang.

“Tidurlah,” ucap Tommy, lalu menaikkan selimut menutupi tubuh Claudia. Hingga, ia yakin Claudia sudah benar-benar memejamkan matanya, Tommy lalu berbalik dan memAndang serius kepada kedua orang di hadapannya itu.

“Tuan, ada yang harus aku beritahukan kepada kalian berdua. Apakah, kita bisa berbicara di depan?” tanya Tommy dengan serius, keduanya mengangguk bersamaan dan kini mereka bertiga telah duduk di sebuah sofa pada ruangan khusus rapat para dokter-dokter spesialis.

“Apa, yang ingin kau beritahukan hingga kami harus menyediakan ruangan ini untuk mu, Tommy?” Matteo selalu saja mengintimidasi lawan bicaranya. Tapi kali ini ada yang lebih penting yang harus disampaikan oleh Tommy, sebelum semuanya terlambat.

“Tuan, Claudia adalah penghibur khusus di tempat kami, dia sebelumnya dibeli oleh Nyonya Besar dari satu tempat Bordir di Amerika. Lalu dia dibawa ke Barcelona ke tempat terakhir kalian menebusnya yaitu Club Parradise. Nyonya Besar yang belum pernah kami temui selain Casandra telah berpesan untuk memperlakukan Claudia seburuk mungkin tapi dia tidak boleh mati, tidak boleh dijual atau berpindah tangan kepada majikan baru dengan pembelian putus. Siapa saja yang ingin menjamahnya harus memakai kondom, karena Nyonya mengingatkan bahwa Claudia tidak boleh sampai hamil. Dia berpesan akan menjemput Claudia tepat saat usianya dua puluh satu tahun, yaitu dua minggu dari sekarang.”

“Nyonya Besar, terkenal sangat kejam, Tuan. Oleh karena itu seperti yang Anda lihat sendiri, bagaimana Casandra ketakutan dan hendak pergi meninggalkan Club Parradise sesegera mungkin agar dapat menyelamatkan hidupnya. Tuan, kumohon pergilah dari Barcelona, pergilah, Tuan! Selamatkan Claudia sesegera mungkin, Tuan!! PERGILAH TUAN!” Tommy cukup emosional saat menceritakan garis besar informasi yang dia tau tentang Claudia.

Betapa tercengangnya Paul mendengarkan informasi dari Tommy, bagaimana mungkin ada seorang sesama wanita yang begitu jahat terobsesi untuk menyiksa seorang wanita muda yang tak berdaya. Siapa sebenarnya Nyonya Besar, yang dibicarakan oleh Tommy. Jika benar apa yang disampaikan oleh Tommy, bukankah nyawa Claudia saat ini benar-benar dalam keadaan yang berbahaya? Ternyata, Claudia bukan hanya terjebak dengan perdagangan manusia, tapi ada sesuatu yang lebih dari kasus ini.

“Paul, hidupmu berbeda dengan hidup ku. Mengapa, membuat segala sesuatunya menjadi sangat sulit hanya karena seorang wanita? Saat ini kau sedang bersama denganku, lalu bagaimana jika aku ada tugas lain dan harus pergi lantas terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan menimpa dirimu?” cecar Matteo setelah menyuruh Tommy untuk pergi ke kamar Claudia sementara dia berunding dengan adiknya.

“Lalu kau akan membiarkan Claudia tersiksa setelah tau apa yang akan dialaminya dan sudah dilaluinya selama ini? Matteo, kemana hatimu, hah?!! Sebenarnya apa yang kau kerjakan selama ini hah? Aku cukup terkejut melihatmu membunuh begitu banyak orang, bahkan dalam kurun waktu tidak sampai satu jam, Matteo! Katakan sejujurnya apa pekerjaanmu?” gantian Paul mencecar kakaknya.

“Kita tidak sedang membahas kehidupanku, Paul!”

“Pikirkanlah apa yang akan menimpanya, tidakkah kau merasa iba kepada wanita lemah itu?” Paul tidak menyangka dengan penolakan dan sikap antipasti dari Matteo.

“Lalu kau rela berkorban nyawa deminya?” Matteo juga tidak terima dengan sikap Paul yang dirasanya terlalu bersimpati kepada seseorang yang baru dikenalnya. Bahkan sampai terobsesi untuk memiliki Claudia, ia tidak menyangka jika saudaranya itu mau menerima resiko yang seharusnya tidak perlu mereka ambil hanya karena seorang wanita murahan.

“Yah! aku rela, aku jatuh cinta pada pAndangan pertama dengannya dan tentu saja aku rela mati deminya, demi cintaku padanya.” Paul menjawab tanpa rasa ragu sama sekali sampai membuat Matteo tercengang melihat adiknya itu.

“Kau sangat menjijikkan, Paul! Apakah, kau tidak belajar dari apa yang terjadi pada orang tua kita? Apakah cinta lantas menyatukan mereka, hah?! Lihat kita, lihat aku, apakah ini hasil dari cinta?! Aku hidup dengan keras dan hanya mengenal kekerasan! Hidup atau mati, dan cintaku hanya kepada satu-satunya keluarga yang saat ini dengan bodohnya rela mati demi seorang perempuan yang sudah digilir entah dengan berapa laki-laki!” bentak Matteo berapi-api sambil menggebrak meja. Ia begitu marah saat dibantah oleh adiknya sendiri.

Nafas Paul tetap tenang, namun wajahnya memerah, sangat merah menahan emosi yang dicoba untuk diredamnya. “Jika kau keberatan berada di sisiku, aku tidak memaksamu. Tapi, aku tidak akan meninggalkan wanita itu, sekali pun bukan atas nama cinta, tapi ini semua aku lakukan atas nama kemanusiaan. Aku minta maaf, jika kau dibesarkan oleh Papi dengan penuh kekerasan, aku juga minta maaf jika aku dibesarkan dengan penuh kasih dan sayang oleh Mami. Aku, aku juga minta maaf baru sanggup mencarimu di saat kita sudah dewasa seperti ini Matteo,” ucap Paul terdengar cukup lirih.

Tangan Matteo mengepal begitu kuat saat mendengar penuturan Paul, memang benar jika semua yang terjadi, semua perbedaan ini bukanlah kesalahan mereka. Bukankah keduanya dididik dengan cara yang berbeda, dan keduanya juga sama-sama memiliki keinginan menjadi yang terbaik sesuai dengan versi masing-masing.

“Aku, tidak setuju dengan keputusanmu, Paul. Kau tau, ini sangatlah beresiko.” Matteo mendesis, frustasi dan jengkel bercampur menjadi satu.

“Aku tau, baiklah kalau begitu …”

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

128