Bab 2 Dibebaskan!

by Lizbeth Lee 14:01,Oct 20,2023
Setelah gelang kaki itu terpasang, Claudia segera naik ke mini panggung yang berada bagian tengah ruangan, ia berdiri tegak dan memegang tiang stenliss. Disanalah Claudia menari untuk menghibur tamu yang rupanya sangat menjijikkan. Sesekali ia menyeka air matanya agar tidak mengotori wajahnya lagi dan memaksakan sebuah senyum lantas meliukkan tubuhnya mengikuti irama musik yang berdendang, sesekali pria tambun yang masih belum diketahui namanya itu ikut menari sambil mengangkat cambuk di tangan kirinya dan pisau sangkur di tangan kanannya.

Melihat kedua senjata mematikan membuat Claudia berusaha untuk tidak semakin ketakutan, Ia justru berusaha semaksimal mungkin agar pria ini merasa senang dan tidak akan mencambuknya lagi atau memukulnya lagi. Walau pun, sebenarnya Ia tidak tau apa yang diinginkan oleh pria ini, karena sejak awal dia di booking, pria ini langsung mencambuknya dengan brutal. Tangisnya bahkan sampai tak lagi bersuara sangking sakitnya dan terkejutnya. Kini Ia harus bisa menghibur pria yang sedang berteriak kegirangan.

“Heii! Heii! Hahahahaa!” Dia terus menari dan menari, mengangkat kedua tangan serta menggoyangkan bahunya penuh semangat. Saat ia membuka matanya dan menoleh dilihatnya Claudia juga menari sambil tertawa.
Wajahnya berubah menjadi geram, Ia langsung menjambak Claudia dengan tiba-tiba “Ampun! Ampun! Ampun, Tuan!” teriak Claudia panik.

Ia sampai menyatukan kedua telapak tangannya untuk memohon ampun. “Tuhan, tolong aku, Tuhan!” teriak Claudia sudah tak sanggup lagi menahan rasa sakit, ia juga sudah tidak tau lagi siapa yang harus dipanggilnya.

“Aku lah tuhanmu, Jalang! Biadab, Kau! Siapa yang suruh kau tertawa, hah?!”

Plak! Plak!

Berkali-kali ia menampar Claudia hingga bibir ranum itu pecah, suara pekikan kesakitan masih saja di kumAndangkan oleh Claudia yang begitu menderita. kepalanya mendadak pusing, ia tak sanggup lagi menjaga kesadarannya.

Bruk!

Seolah tubuhnya melayang, Claudia terjatuh di lantai, baru saja pingsan beberapa saat, rasa panas dan perih di sekujur tubuh dirasakan oleh Claudia hingga membuatnya mau tidak mau tersadar dan berteriak pilu.

“HAAAA! Tuhan! Tolong aku, Tuhan!!! Papa, Mama .. .HAAAA!” teriak Claudia kembali menggema saat sekujur tubuhnya disiram dengan alkohol. Tubuhnya bergetar dengan hebatnya, wajahnya pucat pasih, ia tidak ingin di siksa seperti ini.

“Lebih baik bunuh saja saya, Tuan,” ucapnya sangat pelan tapi masih bisa didengar oleh pria psikopat di hadapannya.

“Bunuh saja saya, Tuan ... saya tidak kuat lagi, Tuan ....” Permohonan putus asa yang sangat memilukan.

“Yah! Aku menyukainya, aku menyukainya saat kau meminta kematianmu kepadaku, Hahahahaa! Menangislah! Menangislah sekencang-kencangnya!” Pria itu lantas menjambak Claudia hingga kepalanya mendongak keatas. Wajahnya sudah tidak karu-karuan, biru lebam darah membuat wajahnya rusak. Pria itu bahkan menekan kepala Claudia di lantai dan menginjak wajah Claudia dari samping menggunakan sepatu boot yang sangat kotor.

“Kau, kurang cantik kalau seperti ini,” ucap pria itu sambil memiring-miringkan kepala Claudia ke kanan dan ke kiri, dia lantas kembali menampar Claudia yang sudah tak berdaya.

PLAK!

BRUK! Tiba-tiba saja pintu kamarnya dijebol dari luar. “Bangsat! Siapa kamu, hah?!” Dadanya kembang kempis emosi karena merasa kesenangannya diganggu oleh orang lain.

Matteo dan saudaranya begitu terkejut melihat pemAndangan sadis di ruangan itu, tak terkecuali Casandra. Ia juga terkejut hingga menutup mulut dengan kedua tangannya.

“Tuan Lalit! Apa, yang Anda lakukan?!! Oh Lord, kau membuat barang daganganku menjadi buruk sekali, dia akan dibeli!! Kau, kau!” Casandra tak sanggup menyelesaikan ucapannya lagi.

Sedangkan pria yang dipanggil Lalit, menatap emosi kepada Matteo yang diketahui adalah pelaku pendobrakkan pintu kamarnya. Ia langsung lari menerjang Matteo dengan pisau dan hendak menikam Teo saat itu juga. Sedangkan, pria yang satunya lagi sudah berlari dan mengambil selimut untuk menutupi sekujur tubuh Claudia yang berlumuran darah.

“Hiyat!”

Dor dor dor!

Baru saja dia berlari beberapa langkah ke depan tiba-tiba saja kedua kakinya dan tangan yang memegang pisau sudah ditembak oleh Teo. Hingga, membuatnya jatuh tersungkur, suara raungan kesakitan dari mulut Lalit juga terdengar begitu menjijikan di telinga Matteo.

“Kau! Bangsatt! Akh!” teriak Lalit, saat Matteo menginjak tangan kiri yang memegang cambuk, cambuk itu lantas diambil oleh Teo juga pisau milik Lalit.

“Teo, kita harus membawanya ke rumah sakit, kalau tidak dia tidak akan selamat!” Adiknya mengingatkan Theo, agar segera beranjak dari tempat ini.

Matteo yang sebenarnya belum puas ingin menyiksa Lalit, seperti bagaimana Lalit menyiksa Claudia langsung saja menembakkan kedua mata kaki Lalit hingga membuatnya kembali meraung-raung.

“Itu akan membuatmu lumpuh seumur hidupmu, dan ini!” Teriakkan kembali menggema.

“Itu akan membuatmu selamanya tidak akan bisa menyalurkan nafsu bejatmu!” Casandra juga sang adik ngilu melihat apa yang baru saja diperbuat oleh Matteo. Lalu Matteo kembali menatap tajam kepada Casandra hingga membuat wanita yang berprofesi sebagai mucikari itu gemetar dan mengangkat kedua tangannya tAnda menyerah.

“Aku, aku ... hanya menjalankan perintah nyonyaku, Tuan. Tamu ini adalah tamu titipan dari nyonya besarku, ku mohon ampunilah aku.” dengan begitu panik Casandra menatap Matteo yang memiliki raut wajah sangat bengis.

“Matteo, ayo lah,” kembali Ia dipanggil oleh adiknya. Matteo menoleh sambil menembak satu mata kaki sebelah kanan milik Casandra.

“Harusnya, ku ledakkan isi kepalamu. Tapi, aku masih ingin bertemu denganmu lagi, kau masih bisa berjalan dengan satu kaki, bukan?” desis Matteo.

“Terima kasih, Tuan! Huhuhu ..., terima kasih sudah mengampuni nyawaku,” teriak Casandra di penuhi dengan derai air mata sambil menyembah-nyembah Matteo. Tanpa memperpanjang kata Teo lantas menggendong Claudia yang sejak tadi tidak sadarkan diri menuju ke mobil milik adiknya.

Mereka menuju Bichat Claude Bernard hospital, sesampai di sana kedatangan mereka disambut oleh petugas jaga, “Aku sendiri yang akan memeriksanya, siapkan semua peralatan di ICU.”

“Baik, Dokter Paul!” sahut salah seorang perawat.

“Apakah, aku perlu mencari tau siapa keluarganya?” Matteo melihat datar pada Claudia yang terbarik tanpa sadar.

“Apakah, kau bisa melakukannya? Kita memang harus memanggil salah satu keluarganya. Tetapi, kalau memang belum dapat, aku akan menjadi wali wanita ini dan akan membayar semua biaya yang rumah sakit tagihkan kepadaku,” sahut Paul melihat iba kepada wanita yang sudah mencuri hatinya saat ia melihat bagaimana Claudia dengan anggunnya meliukkan tubuhnya sambil berpegangan pada tiang striptis beberapa kali.

“Kau, sudah kehilangan akal sehatmu, Paul!” omel Matteo san mendengus. Ia tidak suka dengan keputusan adiknya. Teo menatap ragu, saat Paul mulai mengambil tindakan medis dan menAndatangi berkas persetujuan yang dilakukannya. tindakan medis pada Claudia bisa saja akan berakibat fatal di kemudian hari karena Paul bekerja tidak sesuai dengan prosedur rumah sakit.

“Iya, aku sudah kehilangan akal sehatku, sejak …”

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

128