Bab 9 Kantin Kampus
by Lizbeth Lee
15:20,Sep 22,2023
Mendengar pertanyaaan yang begitu menohok dari Devara membuat lidah Jefry begitu keluh, apalagi ekspresi wajah Devara juga tidak kalah terpukul dan terlihat begitu cemas dengan jawab yang akan disampaikan oleh Jefry.
“Dijawab Jef, jangan bikin gw deg deg an kayak gini,” tuntut Devara kini berhenti dihadapan Jefry yang tubuhnya lebih pendek darinya. Lagi-lagi Devara menuntut Jefry untuk segera membua mulutnya.
“Iyah Kak... Kak Arumi positif kena parkinson. Tadi Om Soni dan Tante Vina kerumah, uda ngejelasin semua. Tapi kita nggak boleh keliatan murung Kak, kita harus menjaga perasaan Kak Arumi teap bersemangat.” Terdduduk sudah Devara di lantai lorong Rumah Sakit dengan wajah begitu terpukul.
Semua suara yang terdengar jelas sejak tadi, kini hanya bagaikan sebuah dengungan yang menulikan telinganya. Bagaimana dia harus memikirkan keadaan Arumi kedepannya membuatnya tidak bisa tenang. Apalagi Jefry juga menjelaskan bagaimana progress penurunan kesehatan yang akan dialami oleh Arumi kedepannya.
“Dia harus selalu bahagia Kak.” Ucap Jefry mengakhiri oenjelasannya kepada Devara. Hanya satu kaliamat terakhir itu yang direkamnya dengannya baik. Yaitu Arumi harus selalu bahagia, jangan ada kesedihan apapun untuk kedepannya. Biarlah Devara mengorbankan hatinya yang merana asal Aarumi bisa bahagia dan hidup lebih lama lagi.
Kini Devara dan Jefry bergegas untuk belanja dan kembali kedalam kamar perawatan Arumi. “Devara, Loe bisa ambilin ponsel gw dirumah nggak?” tanya Arumi harap-harap cemas. Mengingat Demas sudah menyimpan nomornya passti sebentar lagi Demas akan menghubunginya.
“Ini Kak, tadi uda gw bawa, soalnya ada nomor asing yang miscall melulu sejak tadi. Takuytnya penting banget, atau dari teman kampus Loe gitu kan? Siaapa tau.” Jefry lantas mengeluarkan ponsel tersebut dari dalam tas selempangnya.
“Yah ampun, Loe kenapa sih kok tumben baik banget sama gw?” kekeh Arumi sambil memicingkan mata memandang adiknya penuh curiga.
“Halah jangan G’R Loe kak, Loe kira ini semua gratisan gitu? Habis sembuh dari ssini Loe kudu bantuin gw untuk buatin tugas buat gambar bercerita. Sekolahan gw makin aneh aja nih! Kita disuruh buat poster, Loe tau kan gw sebel banget disuruh gambar, jadi Loe harus bantuin gw. Ingat! Ini nggak gratis, okay?” kini giliran Jefry yang memicing menunggu jawaban dari Arumi.
“Gmpanglah itu, nanti gw bantuin. Siniin hp gw cepetan!” Arumi sudah tidak sabar melihat adiknya terus saja memegang ponselnya tanpa berniat memberikan kepadanya.
“Okay! Tapi satu lagi.” Jefry langsung mengurungkan niatnya untuk memberikan posnel tersebut kepada Arumi.
“Apalagi Anjir! Loe bikin ge gedek banget yah.” Kini arumi sudah melotot maksimal, hingga membuat Jefry menahan tawanya.
“Ini yang telepon dari tadi pacar Loe yah?” goda Jefry, merah sudah wajah Arumi mendengar kata pacar.
“Siniin cepat! Loe mulai melanggar privasi Gw yah! Dev... tolongin gw dong... kok Loe dari tadi diem aja liat Gw dianiaya adik gw.” Rengejk Arumi memasang wajah paling melas, kini giliran Devara yang terbahak melihat kelakuan Arumi. Devara hanya mengangguk lalu merebut ponsel Arumi dari tangan Jefry. Hingga membuat Jefry kembali ingin merebut ponsel tersebut dari tangan Devara. “Kalau masih pendek nggak udah ngelunjak deh.” Ejek Devara,
“Anjir, Loe body shaming yah sama gw Kak Dev.” Ucap Jefry tidak terima. Arumi melihat kelakuan sahabat dan adiknya sekeyika terpingkal apalagi mendengar Jefry yang merasa dihina bukan main oleh Devara.
Kedua saling pandang dalam diam, tapi tau isi hati masing-masing, yah kurang lebih maksudnya ‘Tuh lihat akhirnya Arumi tertawa juga, syukurlah...’
Tanpa terasa tiga hari sudah Arumi dirawat dan kini sudah boleh pulang dari Rumah sakit. Selama tiga hari itu pula, Arumi setiap haari selalu saja bertukar pesan dengan Demas. Ia mengatakan kepada Demas untuk tidak perlu ke Rumah Sakit lagi, karena sebentar lagi dirinya akan pulang. Walau Demass terus memaksa tapi Arumi tetap menolak.
Arumi takut, jika ada rahasia keluarga atau apapun itu terdengar oleh Demass. Sesampai dirumah Arumi diminta untuk istirahat total selama tiga hari lagi kedepan, tapi Arumi sudah tidak tahan hanya dirumah saja, dihari kedua Arumi begitu ngotot untuk segera kembali kekampus.
“Ma... Aarumi uda bosen disini terus ma,... Arumi pengen ke kuliah, apalagi sebenatr lagi ujian akhir semester ma, nanti Arumi ketinggalan pelajaran gimana?” rengan Arumi benar-benar sudah tidak kuat hanya sellau dirumah saja. Apalagi Araumi jjuga masih dilarang untuk membantu di toko.
Hari pertama gips ditangannya dibuka, Arumi sudah membatu Jefry ddengan membuat gambar bercerita untuk dijadikan poster tugas sekolah sang adik. Tapi menggambar itu adalah hal yang sangat kecil bagi Arumi. Sehari saja ssudah sselesai.
Kini apalagi yang akan arumi lakukan, apalagi Devara sudah mulai masuk kuliah dan akan pulang di sore hari, jika pulang saatsiang pun dia akan kembali lagi kekampus dan kembali disaat menjelang petang.
“Ayolah Ma...” kembali Arumi merengek karena tidak mendengar jawaban apapun dari mamanya.
“Yah udah besok kamu boleh masuk kuliah tapi harus papa antar jemput yah.” Tegas Citra berharap tidak ada bantahan lagi.
“Loh! Kok Arumi jadi kayak anak SMP lagi mah? Nggak mau kalaukayak gitu Arumi ma! Kan nanti Arumi perginya sama Devara ma... pulang juga sama Devara. Ayolah ma...” lagi-lagi suara Arumi membuat telinga Citra sangat terganggu di tambah lagi Arumi kini bergelanyut manja terus menerus ditangan Citra.
“Tapi kan Devara beda fakultas sama kamu, Rum,” tegas Citra, tetap saja pasti ada jadwal kuliah yang berbeda kan dalam satu minggu ini.
Memang benar mereka memiliki jurusan yang berbeda dan benar juga jika mereka memiliki jadwal yang begitu berbeda. “Iyah udah gini aja ma... kalo Devara nggak bisa pulang sama Arumi,, nanti Arum hubungi papa untuk dijemput, tapi kalau pergi Arum nggak mau diantar ma...” Citra akhirnya menghela nafas panjang, rasanya keduanya sudah menemukan titik tengah.
“Yah sudah kalau begitu... janji yah Rum.” Kembali Citra memicingkan matanya dan menatap tajam kepada anaknya.
“Janji ma!” pekik Arumi dengan bahagia, kemudian Arumi kembali naik kelantau dua rumahnya dan segera menghempaskan tubuhnya diatas ranjang sederhananya, lalu mengirimkan pesan singkat tersebut kepada Demas.
“Dem! Besok gw masuk. Kita jadi makan bakso kan?” lalu Arumi menekan menyentuh tombol send pada ponselnya tersebut. Menunggu sekitar lima menit akhirnya ada suara notifikasi masuk di ponselnya.
Cengkling! Cengkling!
Begitulah kurang lebih suara pesan masuk tersebut. Aruma bergegas membuka oesan singkat tersebut. Sambil senyum-senyum sendiri.
“Okay besok Gw jemput di kelas yah..., atau kita ketemuan aja di kantin? Eh kita ketemuan aja dikantin yah.. jam dua belas siang. Okay?” Arumi membaca pesan tersebut dengan berdebar dan bahagia luar biasa.
Kini bersiaplah Arumi menuju ke kampus, dan mengikuti pelajaran dengan baik. Hingga pukul setengah dua belas bell mata kuliah pengantar ekonomi makro akhirnya berakhir juga. Sambil memeluk binder ditangannya, Arumi berjalan dengan begitu riang sekalgus menahan rasa gugup untuk menunggu kedatangan Demas.
Ia tida memesan apapun untuk sementara, lalu Arumi juga masih sempat mengirim kembali pesan kepada Demas, “Dem, gw uda dikantin yah.” Terlihat laporannya sudah terkirim tapi belum dibaca oleh Demas. Sambil menunggu Arumi membuka kembali ponsenya dan membaca beberapa pesan Demas sambil senyum-senyj sendiri.
“Eh! Ada si bakul tahu disini! Ngapain Loe senyum-senyum sendiri kayak orang gila disini?!” Bunga sudah berkacak pinggang dihadapan Arumi sambil menatap sinis
“Dijawab Jef, jangan bikin gw deg deg an kayak gini,” tuntut Devara kini berhenti dihadapan Jefry yang tubuhnya lebih pendek darinya. Lagi-lagi Devara menuntut Jefry untuk segera membua mulutnya.
“Iyah Kak... Kak Arumi positif kena parkinson. Tadi Om Soni dan Tante Vina kerumah, uda ngejelasin semua. Tapi kita nggak boleh keliatan murung Kak, kita harus menjaga perasaan Kak Arumi teap bersemangat.” Terdduduk sudah Devara di lantai lorong Rumah Sakit dengan wajah begitu terpukul.
Semua suara yang terdengar jelas sejak tadi, kini hanya bagaikan sebuah dengungan yang menulikan telinganya. Bagaimana dia harus memikirkan keadaan Arumi kedepannya membuatnya tidak bisa tenang. Apalagi Jefry juga menjelaskan bagaimana progress penurunan kesehatan yang akan dialami oleh Arumi kedepannya.
“Dia harus selalu bahagia Kak.” Ucap Jefry mengakhiri oenjelasannya kepada Devara. Hanya satu kaliamat terakhir itu yang direkamnya dengannya baik. Yaitu Arumi harus selalu bahagia, jangan ada kesedihan apapun untuk kedepannya. Biarlah Devara mengorbankan hatinya yang merana asal Aarumi bisa bahagia dan hidup lebih lama lagi.
Kini Devara dan Jefry bergegas untuk belanja dan kembali kedalam kamar perawatan Arumi. “Devara, Loe bisa ambilin ponsel gw dirumah nggak?” tanya Arumi harap-harap cemas. Mengingat Demas sudah menyimpan nomornya passti sebentar lagi Demas akan menghubunginya.
“Ini Kak, tadi uda gw bawa, soalnya ada nomor asing yang miscall melulu sejak tadi. Takuytnya penting banget, atau dari teman kampus Loe gitu kan? Siaapa tau.” Jefry lantas mengeluarkan ponsel tersebut dari dalam tas selempangnya.
“Yah ampun, Loe kenapa sih kok tumben baik banget sama gw?” kekeh Arumi sambil memicingkan mata memandang adiknya penuh curiga.
“Halah jangan G’R Loe kak, Loe kira ini semua gratisan gitu? Habis sembuh dari ssini Loe kudu bantuin gw untuk buatin tugas buat gambar bercerita. Sekolahan gw makin aneh aja nih! Kita disuruh buat poster, Loe tau kan gw sebel banget disuruh gambar, jadi Loe harus bantuin gw. Ingat! Ini nggak gratis, okay?” kini giliran Jefry yang memicing menunggu jawaban dari Arumi.
“Gmpanglah itu, nanti gw bantuin. Siniin hp gw cepetan!” Arumi sudah tidak sabar melihat adiknya terus saja memegang ponselnya tanpa berniat memberikan kepadanya.
“Okay! Tapi satu lagi.” Jefry langsung mengurungkan niatnya untuk memberikan posnel tersebut kepada Arumi.
“Apalagi Anjir! Loe bikin ge gedek banget yah.” Kini arumi sudah melotot maksimal, hingga membuat Jefry menahan tawanya.
“Ini yang telepon dari tadi pacar Loe yah?” goda Jefry, merah sudah wajah Arumi mendengar kata pacar.
“Siniin cepat! Loe mulai melanggar privasi Gw yah! Dev... tolongin gw dong... kok Loe dari tadi diem aja liat Gw dianiaya adik gw.” Rengejk Arumi memasang wajah paling melas, kini giliran Devara yang terbahak melihat kelakuan Arumi. Devara hanya mengangguk lalu merebut ponsel Arumi dari tangan Jefry. Hingga membuat Jefry kembali ingin merebut ponsel tersebut dari tangan Devara. “Kalau masih pendek nggak udah ngelunjak deh.” Ejek Devara,
“Anjir, Loe body shaming yah sama gw Kak Dev.” Ucap Jefry tidak terima. Arumi melihat kelakuan sahabat dan adiknya sekeyika terpingkal apalagi mendengar Jefry yang merasa dihina bukan main oleh Devara.
Kedua saling pandang dalam diam, tapi tau isi hati masing-masing, yah kurang lebih maksudnya ‘Tuh lihat akhirnya Arumi tertawa juga, syukurlah...’
Tanpa terasa tiga hari sudah Arumi dirawat dan kini sudah boleh pulang dari Rumah sakit. Selama tiga hari itu pula, Arumi setiap haari selalu saja bertukar pesan dengan Demas. Ia mengatakan kepada Demas untuk tidak perlu ke Rumah Sakit lagi, karena sebentar lagi dirinya akan pulang. Walau Demass terus memaksa tapi Arumi tetap menolak.
Arumi takut, jika ada rahasia keluarga atau apapun itu terdengar oleh Demass. Sesampai dirumah Arumi diminta untuk istirahat total selama tiga hari lagi kedepan, tapi Arumi sudah tidak tahan hanya dirumah saja, dihari kedua Arumi begitu ngotot untuk segera kembali kekampus.
“Ma... Aarumi uda bosen disini terus ma,... Arumi pengen ke kuliah, apalagi sebenatr lagi ujian akhir semester ma, nanti Arumi ketinggalan pelajaran gimana?” rengan Arumi benar-benar sudah tidak kuat hanya sellau dirumah saja. Apalagi Araumi jjuga masih dilarang untuk membantu di toko.
Hari pertama gips ditangannya dibuka, Arumi sudah membatu Jefry ddengan membuat gambar bercerita untuk dijadikan poster tugas sekolah sang adik. Tapi menggambar itu adalah hal yang sangat kecil bagi Arumi. Sehari saja ssudah sselesai.
Kini apalagi yang akan arumi lakukan, apalagi Devara sudah mulai masuk kuliah dan akan pulang di sore hari, jika pulang saatsiang pun dia akan kembali lagi kekampus dan kembali disaat menjelang petang.
“Ayolah Ma...” kembali Arumi merengek karena tidak mendengar jawaban apapun dari mamanya.
“Yah udah besok kamu boleh masuk kuliah tapi harus papa antar jemput yah.” Tegas Citra berharap tidak ada bantahan lagi.
“Loh! Kok Arumi jadi kayak anak SMP lagi mah? Nggak mau kalaukayak gitu Arumi ma! Kan nanti Arumi perginya sama Devara ma... pulang juga sama Devara. Ayolah ma...” lagi-lagi suara Arumi membuat telinga Citra sangat terganggu di tambah lagi Arumi kini bergelanyut manja terus menerus ditangan Citra.
“Tapi kan Devara beda fakultas sama kamu, Rum,” tegas Citra, tetap saja pasti ada jadwal kuliah yang berbeda kan dalam satu minggu ini.
Memang benar mereka memiliki jurusan yang berbeda dan benar juga jika mereka memiliki jadwal yang begitu berbeda. “Iyah udah gini aja ma... kalo Devara nggak bisa pulang sama Arumi,, nanti Arum hubungi papa untuk dijemput, tapi kalau pergi Arum nggak mau diantar ma...” Citra akhirnya menghela nafas panjang, rasanya keduanya sudah menemukan titik tengah.
“Yah sudah kalau begitu... janji yah Rum.” Kembali Citra memicingkan matanya dan menatap tajam kepada anaknya.
“Janji ma!” pekik Arumi dengan bahagia, kemudian Arumi kembali naik kelantau dua rumahnya dan segera menghempaskan tubuhnya diatas ranjang sederhananya, lalu mengirimkan pesan singkat tersebut kepada Demas.
“Dem! Besok gw masuk. Kita jadi makan bakso kan?” lalu Arumi menekan menyentuh tombol send pada ponselnya tersebut. Menunggu sekitar lima menit akhirnya ada suara notifikasi masuk di ponselnya.
Cengkling! Cengkling!
Begitulah kurang lebih suara pesan masuk tersebut. Aruma bergegas membuka oesan singkat tersebut. Sambil senyum-senyum sendiri.
“Okay besok Gw jemput di kelas yah..., atau kita ketemuan aja di kantin? Eh kita ketemuan aja dikantin yah.. jam dua belas siang. Okay?” Arumi membaca pesan tersebut dengan berdebar dan bahagia luar biasa.
Kini bersiaplah Arumi menuju ke kampus, dan mengikuti pelajaran dengan baik. Hingga pukul setengah dua belas bell mata kuliah pengantar ekonomi makro akhirnya berakhir juga. Sambil memeluk binder ditangannya, Arumi berjalan dengan begitu riang sekalgus menahan rasa gugup untuk menunggu kedatangan Demas.
Ia tida memesan apapun untuk sementara, lalu Arumi juga masih sempat mengirim kembali pesan kepada Demas, “Dem, gw uda dikantin yah.” Terlihat laporannya sudah terkirim tapi belum dibaca oleh Demas. Sambil menunggu Arumi membuka kembali ponsenya dan membaca beberapa pesan Demas sambil senyum-senyj sendiri.
“Eh! Ada si bakul tahu disini! Ngapain Loe senyum-senyum sendiri kayak orang gila disini?!” Bunga sudah berkacak pinggang dihadapan Arumi sambil menatap sinis
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved