Bab 3 Sadar

by Lizbeth Lee 15:06,Sep 22,2023

Suara kemeluduk tubuh jatuh terdengar begitu jelas menghantam tangga kayu rumah Arumi, ditambah teriakan panik dari Devara membuat jantung Citra dan beberapa pelanggan yang berada di toko tersebut langsung berlari ke belakang untuk melihat apa yang terjadi. Suara langkah kaki buru-buru turun dari tangga sambil memanggil-manggil Arumi semakin membuat suasana panik.

“Ada apa Dev?” pekik Citra melangkah cepat dan melihat Arumi tergeletak di bawah dengan kepala yang sudah mengeluarkan darah.

“Ah! Rumi! Yah Tuhan!” tangis Citra pecah sudah melihat kondisi Arumi yang sudah tidak ada sadarkan diri.

“Arumi tiba-tiba jatuh tante, Devara harus bawa Arumi ke rumah sakit.” Sahut Devara panik dan langsung menggendong Arumi lalu menyeberang ke rumahnya.

“Pak Tono tolong pak! Tolong!” teriak Devara memanggil supirnya dengan panik.

Semua yang mendengar suara Devara langsung keluar termasuk Vina yang terkejut melihat Devara menggendong tubuh Arumi dengan darah mengalir dari dahinya. Tanpa bertanya panjang lebar Vina langsung meraih kunci mobil yang ada di pos satpam.

“Mama antarin nak, Pak Tono baru pergi jemput papa,” ucap Vina sambil membuka pintu mobilnya dan ketika Vina mau masuk ke mobil terlihat Citra sedang berlari menuju kerumahnya dengan derai air mata.

“Ayo mbk Citra masuk duduk di depan yah.” Ajak Vina langsung di jawab dengan anggukan kepala tanpa bisa berkata-kata. Toko tahu dan tempe milik keluarga Arumi baru saja di tutup dengan tergesah, beberapa pembeli yang menjadi saksi saat kejadian memandang dengan penuh keprihatinan dan mengharapkan agar Arumi baik-baik saja.

“Rum... bangun Rum... loe kok ceroboh banget sih Rum? Gw mohon bangun Rum.” Lirih Devara dengan mata berkaca-kaca.

“Dev, apa yang terjadi kok Arumi bisa sampe gini?” tanya Vina prihatin sambil melihat Citra yang sudah tidak bisa berkata-kata lagi selain menangis.

“Kita makan siang ma, terus Rumi mau turun ke gudang, nggak tau gimana tiba-tiba Rumi jatuh gitu aja di tangga. Devara kaget dan nggak sempat nolong Rumi. Maafin Devara tante, maafin Devara yang nggak sempat nolong Arumi.” Sesal Devara.

Dengan cepat Citra menyeka air matanya dan menoleh kebelakang untuk melihat Devara dengan mata sembabnya, “Nggak apa-apa Dev, kamu sudah dengan sigap menggendong Arumi, sebentar lagi kita sampai di UGD, tante yakin Arumi baik-baik saja. Jangan menyalahkan dirimu sendiri yah, ini hanya sebuah kecelakaan.” Jawab Citra berusaha tegar dihadapan Devara yang terlihat hancur karena rasa bersalah.

“Iyah Dev, ini kita uda masuk area rumah sakit. Nanti kamu dan tante Citra langsung ke UGD mama parkir mobil dulu terus nyusul yah.” Ucap Vina memberikan pengarahan.

Sesampainya di Unit Gawat Darurat rumah sakit Devara segera membawa Arumi berbaring di atas ranjang dorong. Arumi segera mendapatkan penanganan intensif dari dokter jaga, Citra segera mengurus administrasinya dan Vina memarkir mobilnya lalu mengambil ponsel dan menghubungi suaminya.

“Pa, Arumi kecelakaan jatuh dari tangga rumahnya, tolong bantu Pa,” Pinta Vina saat Soni mengangkat ponselnya.

“Waduh, Papa langsung turun sekarang mah, untung aja Papa belum pulang habis meeting ini. Yah udah kita ketemu di bawah yah Ma,” jawab Soni.

“Iyah Pa sampai jumpa.” Ucap Vina lalu mematikan ponselnya.

Ia melangkah menuju ke UGD dan melihat Devara sedang duduk sendirian menunggu di depan perawatan intensif. Tak seberapa lama terlihat suaminya yang masih menggunakan pakaian dokter segera melesat masuk ke dalam ruangan tersebut tanpa menghiraukan sekitarnya.

“Apa yang terjadi?” tanya Soni di dalam ruangan pemeriksaan kepada dokter jaga.

“Menurut cerita pemuda di depan, pasien jatuh tiba-tiba dalam keadaan sadar tanpa ada tanda-tanda pusing atau apapun Pak Dokter. Saya sudah mengambil darahnya untuk memeriksa kadar hemoglobin dalam darahnya. Dugaan saya sementara pasien anemia sedang.” Terang dokter jaga tersebut.

“Suruh periksa lengkap yah, jangan hanya hemoglobin saja.” Perintah Soni lalu memeriksa luka pada kepala Arumi yang sudah mendapatkan dua jahitan. Serta melihat tangan kanan dan kaki kiri yang dalam proses sementara di gips.

“Kaki tangan yang patah bagian mana saja?” tanya Soni.

“Pergelangan tangannya retak pak dokter, kaki kiri pada pergelangaan tidak patah tapi keseleo.” Jawab dokter jaga.

“Baiklah kalau semua sudah beres pindahkan ke kamar VVIP saya penjamin pasien ini.” Perintah Soni kepada suster yang memegang kertas bertuliskan kamar kelas tiga adalah pilihan Citra untuk anaknya.

Kondisi ekonomi keluarga Arumi saat ini memang lagi seret-seretnya karena mereka harus membayar cicilan bank setiap bulannya. Memiliki rumah produksi sendiri adalah target kedua orang tua Arumi, tapi ternyata cicilan bank sangat berat. Sudah lima tahun mereka hidup pas-pasan membayar sekolah Arumi yang mahal juga membuat kedua orang tuanya harus pandai-pandai mengatur keuangan. Arumi benar-benar tidak mau terpisah oleh Devara sejak masuk taman kanak-kanak hingga SMA.

“Baik Pak Dokter.” Sahut suster tersebut.

Soni lalu menghampiri anak dan istrinya, terlihat juga Citra sudah berada dalam pelukan Vina yaang berusaha menenangkan sahabatnya, wajah Devara begitu cemas dan kacau, menarik nafas sejenak Soni mendekat.

“Kalian sekarang tunggulah di kamar cendana nomor seratus delapan puluh, nanti Arumi akan di bawa di sana begitu sadar, jangan khawatir yah mbak Citra, Arumi sudah di tangani dengan baik.
Begitu sadar kita langsung pindahkan ke kamar perawatannya.” Terang Soni sekaligus menenangkan sahabat di hadapannya.

“Terima kasih Mas, tapi saya daftarnya di kelas tiga kok dipindahkan kekamar lain?” tanya Citra masih tidak tau jika yang memindahkan kamar anaknya adalah Soni.

“Sudah nggak apa-apa, saya tadi yang memindahkan. Mah, bawa Mbak Citra ke atas gih, Devara masih mau nungguin Arumi disini?” tanya Soni.

“Iyah pa, Devara disini saja sampai Arumi sadar.” Jawab Devara dengan lesu.

“Iyah sudah, papa ke laboratorium dulu kalau begitu yah.” Sahut Soni lalu menepuk pundak anaknya dan segera melangkah meninggalkan Devara yang mengingat kejadian tadi dirumah.

Setelah menunggu kurang lebih setengah jam suster dalam ruangan langsung memanggil Devara, “Mas, itu pacarnya uda sadar.” Ucap si suster sambil senyum-senyum sendiri.

Melihatnya Devara begitu jengah dan langsung melangkah masuk kedalam ruangan penanganan intensif tanpa menjawab sepatah kata apapun. Ia melangkah dan melihat wajah pucat Arumi yang meringis menahan rasa sakit di kepala, tangan dan kakinya.

“Rum...” panggil Devara dengan lembut.

“Dev, gw kenapa kok tangan kaki gw di gips kayak mumi gini?” tanya Arumi sambil mengerjabkan kedua matanya dan masih meringis sesekali menahan rasa pusing di kepalanya.

“Loe jatuh dari tangga kayak gedebok pisang Rum, loe buat kita semua jantungan. Kenapa sih kalo jalan selalu aja loe nggak hati-hati. Bisa nggak sih? Loe jaga diri loe sendiri.” Omel Devara sambil menahan air mata di pelupuk matanya karena tidak bisa membayangkan jika akibat kecerobohan Arumi akan lebih fatal dari yang saat ini terjadi.

“Oh Iyah, gw jatuh tadi. Dev gw bukannya nggak hati-hati tapi tadi pas jalan kaki gw tiba-tiba nggak bisa di gerakin, kayak kekancing ditempat gitu. Gw nggak kesandung atau apapun itu namanya Dev.” Terang Arumi mengingat apa yang terjadi tadi ditangga sebelum akhirnya dia tidak sadarkan diri.

“Hah? kok bisa? Nanti gw bilang ke papa gw yah, biar dia periksa loe lebih teliti lagi.” terang Devara.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

90