Bab 1 Buku Harian
by Lizbeth Lee
15:03,Sep 22,2023
Suara bel kampus seperti biasa berbunyi dua kali dan terdengar lebih panjang menandakan jika waktu jam pelajaran telah berakhir. Terlihat wajah seorang gadis cantik berambut pendek dengan poni sangat gelisah bahkan mau menangis. Bolak balik ia bongkar isi tasnya dan melihat laci pada mejanya namun tetap saja Ia tidak dapat menemukan sebuah benda yang di carinya hingga membuat keringat dingin mengalir di pelipis wajahnya.
“Sudahlah Rum, bisa aja ketinggal itu buku harian di rumah loe. Yuk pulang yuk, nanti gw bantu cariin Rum.” Bujuk Devara yang sudah melihat wajah Arumi memerah dan berkeringat.
“Nggak bakal ada dirumah Dev, buku hariannya tadi pagi emang gw bawa ke kampus. Kitakan mau ketoko buku di seberang, gw rencananya mau beli sampulnya! Gw yakin ada yang usil banget ngambil buku harian gw Dev.” Rengek Arumi dengan mata berkaca-kaca.
“Iyah uda kita laporin ke dosen aja yuk, biar kita bisa buka cctv di kelas, yuk Rum... gak usah nangis gitu juga kali, kayak harta berharga aja yang hilang Rum.” Kekeh Devara sambil mengusap kepala Arumi dengan Gemas.
“Itu hidup mati gw Dev, isi dalam buku itu kalo sampe jatuh ketangan orang yang salah gw bakal malu seumur hidup gw.” Sahut Arumi yang benar-benar gugup karena kehilangan buku yang berisikan rahasia besarnya.
“Okay deh, kalo gitu kita harus menyelamatkan barang berharga loe sekarang juga.” Ucap Devara berubah menjadi lebih serius dan menggandeng tangan Arumi untuk menuju ke ruang dosen.
Namun dalam perjalanan terlihat begitu banyak anak-anak sekolah berkumpul di majalan dinding, sesekali mahasiswa perempuan melirik sinis dan mencibir saat melihat Arumi. Baik Devara ataupun Arumi merasakan kejanggalan situasi disekeliling mereka. Beberapa mahasiswa laki-laki juga mengejek Arumi dan mensiul Arumi sambil membacakan beberapa sajak yang begitu di kenal oleh Arumi.
Jantung Arumi berdetak begitu kencang, airmatanya jatuh begitu saja tanpa bisa di cegah. Arumi lantas melepaskan pegangan tangannya Devara dan menerobos barisan teman-temannya yang serius melihat pada satu arah yaitu majalan dinding. Menyadari Arumi yang menerobos di tengah-tengah mereka, para murid-murid tersebut memberikan jalan agar Arumi juga dapat melihat apa yang sedang mereka lihat sambil terkikik.
Arumi langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya, “Buka! Buka kaca di majalah dinding ini! Kurang ajar kalian yah! Ini namanya pelanggaran privasi!” teriak Arumi kalap karena malu. Mendengar suara teriakan Arumi, Devara juga menyusul dengan cepat menerobos barisan para mahasiswa yang masih berdiri sambil cekikikan melihat kepanikan Arumi.
“Ada apa Rum?” tanya Devara begitu panik.
Lalu tiba-tiba datanglah seorang mahasiswa yang paling di segani dan di takuti oleh para mahasiswa lainnya yang ada di kampus, “Ada apa ini?!” tanya Demas sambil tersenyum lalu wajahnya memerah melihat beberapa lembar kertas yang berasal dari buku harian ditempel di majalah dinding menulis namanya berkali-kali. Ia ikut membaca dan mengalihkan pandangannya pada seorang gadis yang sudah menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Dem tolong panggil anggota BEM yang megang kunci mading dan turunkan ini semua.” Pinta Devara sudah tidak tega melihat rasa malu yang di tahan oleh Arumi.
Bukannya mendengar permintaan tolong dari Devara, Demas malah menggapai tangan Arumi sengaja membuka wajah yang di tutup oleh gadis imut ini. “Kenapa tutup muka kayak gitu?” tanya Demas sambil mengulum bibirnya.
Perlahan Arumi mengangkat wajahnya dan menatap wajah tampan Demas. Kakinya begitu lemas saat sadar pria yang disukainya dalam diam selama satu tahun lebih ini kini berbicara dengannya bahkan menyentuh tangannya. Telapak tangan Arumi sampai gemetaran karena rasa gugup yang tidak tertahankan.
Sudah kepalang basah, semua rahasia hidupnya sudah diketahui banyak orang bahkan hampir satu fakultas. Memberanikan diri walau terpaksa adalah satu-satunya jalan ninja bagi Arumi untuk segera keluar dari kerubungan para mahasiswa yang saat ini seolah sedang nonton acara layar tancap. Arumi menarik nafas dalam-dalam, Ia masih menoleh sejenak kepada Devara yang menatapnya dengan entahlah tatapan apa itu, tapi Arumi menebak itu adalah tatap iba, lalu kembali menatap wajah Demas dengan segenap keberanian yang dia kumpulkan menjadi satu.
“Dem, gw uda naksir sama loe dari jaman semester dua. Maafkan tentang buku harian gw yang tersebar entah siapa pelakunya dan gw ngaku semua yang tertulis di buku harian itu benar adanya.” Ucap Arumi dengan cepat sambil tertunduk dan memejakan matanya.
Perasaan Arumi berdebar hingga membuat tangannya gemetar sangking gugupnya menunggu tanggapan dari pria idamannya.
Arumi tidak berharap cintanyaa diterima oleh Demas, dia hanya berharap bisa segera pulang dari kampus saja saat itu. Ini sudah jam pulang tapi rasanya semua para mahasiswa masih asik aja melihat Arumi dan segala kebodohannya bak sebuah tontonan. Bahkan ada beberapa para mahasiswi centil terkenal yang suka membully kini sedang merekam Arumi ketika dia menyatakan cintanya sambil tertawa sinis, berharap Arumi akan mendapatkan penolakan oleh ketua BEM tersebut.
Devara yang menyadari keadaan sekitarnya hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dengan sangat keras, Ia tidak suka sahabatnya di perlakukan seperti ini. Devara sadar jika banyak sekali anak-anak yang iri dengan kecantikan Arumi dan kedekatan Arumi dengannya. Tapi apa yang mereka lakukan dengan mempermalukan Arumi seperti ini benar-benar sudah kelewat batas. Kini harapan Devara adalah menunggu mulut Demas untuk terbuka dan menyelesaikan kecanggungan situasi mereka.
“Gw juga suka kok sama loe Rum. Kenapa loe sampe gemetaran kayak gini?” kekeh Demas tiba-tiba sambil menatap wajah datar seorang laki-laki yang merupakan salah satu saingannya di kampus, dia adalah Devara.
“Hah?!” pekik Arumi terkejut mendengar jawaban Devara sampai lupa menutup mulutnya yang berbentuk O karena melongo.
“Kok Hah?! Loe bilang kalo loe suka sama gw kan? Gw juga bilang kalo Gw juga suka sama loe. Artinya apa kalo gitu?” sahut Demas menahan tawa sambil menunjuk kening Arumi dengan telunjuknya.
“Artinya apa?” Tanya Arumi masih terkejut dengan penjelasan Demas.
Demas tertawa diikuti beberapa mahasiswa lainnya yang ikut tertawa dengan adegan keduanya di depan majalah dinding fakultas, “Guys! Mulai hari ini gw pacaran sama Arumi. Jangan ada yang usil dan ngebully dia lagi, kalau itu terjadi berarti urusan kalian sama gw. Sekarang bubar jalan!” perintah Demas kepada para mahasiswa yang berkumpul.
Seluruh mahasiswa langsung saja bubar dengan suara yang terdengar seperti tawon. Ada yang benar-benar ikut senang dengan resminya pasangan Demas dan Arumi, ada yang terkesan tidak perduli, dan ada yang begitu sirik seperti keempat geng mahasiswi yang selalu saja suka membully anak-anak lainnya.
“Shit! Gw kira cintanya bakal di tolak, kalo kayak gini gimana lagi cara gw untuk bikin malu tuh anak bakul tahu yah.” Celoteh Bunga dengan sinis.
“Easy Nga, kan kalo dia pacaran sama Demas, rencana loe ngedeketin Devara makin terbuka lebar tuh.” Bisik salah temannya bernama Nona.
“Hem... pinter loe Non. Yuk balik, keburu muntah gw lihat pemandangan didepan gw. Sisa bukunya buang aja ke sampah. Siapa tau dia masih mau mungutin sampah.” Perintah Bunga dan pergi begitu saja.
“Sudahlah Rum, bisa aja ketinggal itu buku harian di rumah loe. Yuk pulang yuk, nanti gw bantu cariin Rum.” Bujuk Devara yang sudah melihat wajah Arumi memerah dan berkeringat.
“Nggak bakal ada dirumah Dev, buku hariannya tadi pagi emang gw bawa ke kampus. Kitakan mau ketoko buku di seberang, gw rencananya mau beli sampulnya! Gw yakin ada yang usil banget ngambil buku harian gw Dev.” Rengek Arumi dengan mata berkaca-kaca.
“Iyah uda kita laporin ke dosen aja yuk, biar kita bisa buka cctv di kelas, yuk Rum... gak usah nangis gitu juga kali, kayak harta berharga aja yang hilang Rum.” Kekeh Devara sambil mengusap kepala Arumi dengan Gemas.
“Itu hidup mati gw Dev, isi dalam buku itu kalo sampe jatuh ketangan orang yang salah gw bakal malu seumur hidup gw.” Sahut Arumi yang benar-benar gugup karena kehilangan buku yang berisikan rahasia besarnya.
“Okay deh, kalo gitu kita harus menyelamatkan barang berharga loe sekarang juga.” Ucap Devara berubah menjadi lebih serius dan menggandeng tangan Arumi untuk menuju ke ruang dosen.
Namun dalam perjalanan terlihat begitu banyak anak-anak sekolah berkumpul di majalan dinding, sesekali mahasiswa perempuan melirik sinis dan mencibir saat melihat Arumi. Baik Devara ataupun Arumi merasakan kejanggalan situasi disekeliling mereka. Beberapa mahasiswa laki-laki juga mengejek Arumi dan mensiul Arumi sambil membacakan beberapa sajak yang begitu di kenal oleh Arumi.
Jantung Arumi berdetak begitu kencang, airmatanya jatuh begitu saja tanpa bisa di cegah. Arumi lantas melepaskan pegangan tangannya Devara dan menerobos barisan teman-temannya yang serius melihat pada satu arah yaitu majalan dinding. Menyadari Arumi yang menerobos di tengah-tengah mereka, para murid-murid tersebut memberikan jalan agar Arumi juga dapat melihat apa yang sedang mereka lihat sambil terkikik.
Arumi langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya, “Buka! Buka kaca di majalah dinding ini! Kurang ajar kalian yah! Ini namanya pelanggaran privasi!” teriak Arumi kalap karena malu. Mendengar suara teriakan Arumi, Devara juga menyusul dengan cepat menerobos barisan para mahasiswa yang masih berdiri sambil cekikikan melihat kepanikan Arumi.
“Ada apa Rum?” tanya Devara begitu panik.
Lalu tiba-tiba datanglah seorang mahasiswa yang paling di segani dan di takuti oleh para mahasiswa lainnya yang ada di kampus, “Ada apa ini?!” tanya Demas sambil tersenyum lalu wajahnya memerah melihat beberapa lembar kertas yang berasal dari buku harian ditempel di majalah dinding menulis namanya berkali-kali. Ia ikut membaca dan mengalihkan pandangannya pada seorang gadis yang sudah menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Dem tolong panggil anggota BEM yang megang kunci mading dan turunkan ini semua.” Pinta Devara sudah tidak tega melihat rasa malu yang di tahan oleh Arumi.
Bukannya mendengar permintaan tolong dari Devara, Demas malah menggapai tangan Arumi sengaja membuka wajah yang di tutup oleh gadis imut ini. “Kenapa tutup muka kayak gitu?” tanya Demas sambil mengulum bibirnya.
Perlahan Arumi mengangkat wajahnya dan menatap wajah tampan Demas. Kakinya begitu lemas saat sadar pria yang disukainya dalam diam selama satu tahun lebih ini kini berbicara dengannya bahkan menyentuh tangannya. Telapak tangan Arumi sampai gemetaran karena rasa gugup yang tidak tertahankan.
Sudah kepalang basah, semua rahasia hidupnya sudah diketahui banyak orang bahkan hampir satu fakultas. Memberanikan diri walau terpaksa adalah satu-satunya jalan ninja bagi Arumi untuk segera keluar dari kerubungan para mahasiswa yang saat ini seolah sedang nonton acara layar tancap. Arumi menarik nafas dalam-dalam, Ia masih menoleh sejenak kepada Devara yang menatapnya dengan entahlah tatapan apa itu, tapi Arumi menebak itu adalah tatap iba, lalu kembali menatap wajah Demas dengan segenap keberanian yang dia kumpulkan menjadi satu.
“Dem, gw uda naksir sama loe dari jaman semester dua. Maafkan tentang buku harian gw yang tersebar entah siapa pelakunya dan gw ngaku semua yang tertulis di buku harian itu benar adanya.” Ucap Arumi dengan cepat sambil tertunduk dan memejakan matanya.
Perasaan Arumi berdebar hingga membuat tangannya gemetar sangking gugupnya menunggu tanggapan dari pria idamannya.
Arumi tidak berharap cintanyaa diterima oleh Demas, dia hanya berharap bisa segera pulang dari kampus saja saat itu. Ini sudah jam pulang tapi rasanya semua para mahasiswa masih asik aja melihat Arumi dan segala kebodohannya bak sebuah tontonan. Bahkan ada beberapa para mahasiswi centil terkenal yang suka membully kini sedang merekam Arumi ketika dia menyatakan cintanya sambil tertawa sinis, berharap Arumi akan mendapatkan penolakan oleh ketua BEM tersebut.
Devara yang menyadari keadaan sekitarnya hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dengan sangat keras, Ia tidak suka sahabatnya di perlakukan seperti ini. Devara sadar jika banyak sekali anak-anak yang iri dengan kecantikan Arumi dan kedekatan Arumi dengannya. Tapi apa yang mereka lakukan dengan mempermalukan Arumi seperti ini benar-benar sudah kelewat batas. Kini harapan Devara adalah menunggu mulut Demas untuk terbuka dan menyelesaikan kecanggungan situasi mereka.
“Gw juga suka kok sama loe Rum. Kenapa loe sampe gemetaran kayak gini?” kekeh Demas tiba-tiba sambil menatap wajah datar seorang laki-laki yang merupakan salah satu saingannya di kampus, dia adalah Devara.
“Hah?!” pekik Arumi terkejut mendengar jawaban Devara sampai lupa menutup mulutnya yang berbentuk O karena melongo.
“Kok Hah?! Loe bilang kalo loe suka sama gw kan? Gw juga bilang kalo Gw juga suka sama loe. Artinya apa kalo gitu?” sahut Demas menahan tawa sambil menunjuk kening Arumi dengan telunjuknya.
“Artinya apa?” Tanya Arumi masih terkejut dengan penjelasan Demas.
Demas tertawa diikuti beberapa mahasiswa lainnya yang ikut tertawa dengan adegan keduanya di depan majalah dinding fakultas, “Guys! Mulai hari ini gw pacaran sama Arumi. Jangan ada yang usil dan ngebully dia lagi, kalau itu terjadi berarti urusan kalian sama gw. Sekarang bubar jalan!” perintah Demas kepada para mahasiswa yang berkumpul.
Seluruh mahasiswa langsung saja bubar dengan suara yang terdengar seperti tawon. Ada yang benar-benar ikut senang dengan resminya pasangan Demas dan Arumi, ada yang terkesan tidak perduli, dan ada yang begitu sirik seperti keempat geng mahasiswi yang selalu saja suka membully anak-anak lainnya.
“Shit! Gw kira cintanya bakal di tolak, kalo kayak gini gimana lagi cara gw untuk bikin malu tuh anak bakul tahu yah.” Celoteh Bunga dengan sinis.
“Easy Nga, kan kalo dia pacaran sama Demas, rencana loe ngedeketin Devara makin terbuka lebar tuh.” Bisik salah temannya bernama Nona.
“Hem... pinter loe Non. Yuk balik, keburu muntah gw lihat pemandangan didepan gw. Sisa bukunya buang aja ke sampah. Siapa tau dia masih mau mungutin sampah.” Perintah Bunga dan pergi begitu saja.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved