Bab 8 Hari puncak acara
by Karyaku019
13:39,Sep 17,2023
Tanpa terasa, hari Entrepreneurship Day di Universitas indonesia akhirnya tiba. Sejak sehari sebelumnya, daniel tampak sudah sibuk mengawasi pembangunan booth di lokasi acara yang berada di Gedung Pertemuan. Alhasil, seluruh fasilitas pendukung acara pun sudah terbangun dengan baik.
Ia sebenarnya sudah bisa langsung pulang dan bercengkrama dengan istri tercinta setelah pekerjaannya selesai. Namun, ada seseorang yang membuat pria tersebut tetap berada di sana. Sosok tersebut kini sedang duduk di depan sebuah meja yang berada di salah satu booth pameran yang masih kosong, sambil menatap ke layar laptop di hadapannya.
Daniel pun berinisiatif mendekatinya. “Masih sibuk?” Tanya pria tersebut sambil mengambil kursi dan duduk tepat di hadapan sang perempuan yang mengenakan jilbab tersebut.
Melihat kedatangan daniel, sosok bernama ayu itu pun mengalihkan perhatiannya dari layar laptop yang telah begitu menyita perhatiannya selama beberapa minggu terakhir. Saat mengetahui teman baiknya itu sudah duduk di depannya, perempuan cantik itu langsung menutup layar laptop. “Susah jelasinnya. Tapi udah beres kok semua, tenang saja.”
“Yakin?”
“Yakin. Kamu sendiri bagaimana, semua persiapan sudah beres?”
“Beres dong, Bos. Semua sudah selesai, mulai dari booth pameran sampai ke kelengkapan panggung sudah siap. Konsumsi pun besok akan langsung diantarkan oleh Laras ke sini,” jawab daniel.
“Kamu mau di sini sampai kapan, ayu?” daniel melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sepuluh malam.
“Sudah waktunya pulang.”
“Paling seperempat atau setengah jam lagi.”
“Mau pulang bareng? Rumah kita lumayan searah kan?” Dalam hati, ayu bingung mendengar pertanyaan tersebut. Kok tumben? Seingatnya, tidak pernah daniel mengajaknya pulang bareng seperti ini.
“Oh, iya iya,” ujar daniel yang langsung kikuk mendengar jawaban tersebut. Ia pun tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya.
“Tumben kamu nawarin, daniel?”
“Errr, gak Aku cuma khawatir aja kalau kamu pulang sendirian. Ini kan sudah malam. Bagus lah kalau suami kamu jemput.” daniel terlihat gelisah dan salah tingkah, ia memegang apapun di depannya dengan maksud untuk menghilangkan rasa kikuk, tapi malah menjatuhkan pulpen milik ayu.
“Eh sori.” ayu mengerutkan kening melihat temannya sesama dosen ini tiba-tiba langsung salah tingkah cuma karena dirinya mengatakan akan dijemput sang suami.
Padahal, hampir setiap hari dia memang selalu dijemput oleh suaminya. Tapi perempuan jelita tersebut sudah punya terlalu banyak pikiran, dan tidak mau menambahnya lagi. Ia pun kembali membuka layar laptop dan melanjutkan pekerjaannya. “Aku kerja dulu ya, daniel. Nanggung tinggal dikit lagi selesai.”
“Baiklah. Kalau begitu aku pamit ya, yu. Sampai jumpa besok.”
“See you, daniel.”
***
Hari pun berlalu, dan malam kini telah berganti pagi. Persiapan acara Entrepreneurship Day di gedung pertemuan pun siap mencapai puncaknya dengan pembukaan acara yang akan berlangsung sesaat lagi. Di belakang panggung, seorang mahasiswi cantik bernama Fani maharani sudah siap untuk mengawasi jalannya acara yang akan berlangsung di panggung utama.
Ia telah menggenggam sepucuk kertas berisi susunan acara, serta radio HT yang tersambung ke earpiece di telinganya untuk berkomunikasi dengan panitia yang lain. Ia pun tampak sibuk memeriksa smartphone miliknya, berjaga-jaga apabila ada pesan khusus dari para pembicara yang ia undang untuk hadir.
Ini merupakan pengalaman pertama bagi fani menangani jalannya sebuah acara yang cukup besar. Karena itu, ia tampak berusaha melakukan banyak hal sekaligus demi menjaga semuanya tetap lancar.
“Eh, sayang. Sudah oke kok… sekarang tinggal menunggu acara pertama pukul sembilan,” jawab fani dengan bersemangat. Ia tersenyum lebar.
“Baiklah kalau begitu, aku keliling dulu ya untuk memeriksa yang lain,” ujar bayu sambil memeluk tubuh indah sang kekasih. Fani pun membalas pelukan itu, meski tampak canggung karena tidak bisa melepaskan berbagai peralatan komunikasi di tangannya.
Begitu bayu pergi, fani berusaha memeriksa kembali susunan acara yang akan berlangsung, agar ia bisa mengingatnya di luar kepala. Untuk acara pertama akan langsung ada pidato pembukaan oleh Pak heri, rektor Universitas indonesia. Melihat nama heriyanto di dokumen yang ia pegang, fani pun langsung bergidik ngeri. Pak heri tampak sedang sibuk memeriksa dokumen di balik meja kerjanya. Ia seperti tidak mendengar suara fani yang memang tidak terlalu kencang.
“Permisi, Pak,” fani kembali mengeluarkan sapaan dengan nada suara yang lebih kencang. Setelah itu, barulah sang Rektor menyadari kehadirannya.
“Oh, kamu sudah datang, fani. Saya kira tidak jadi. Silakan duduk,” ujar Pak heri sambil menunjuk sebuah kursi yang berada di hadapannya.
Pria tua itu kemudian membereskan dokumen yang berada di mejanya tanpa bangkit dari tempatnya duduk. Fani melangkah dengan hati-hati menuju kursi yang ditunjuk oleh sang Rektor tua. Perempuan tersebut kemudian melihat-lihat seantero ruangan yang baru ia masuki untuk pertama kalinya. Di bagian kiri dia bisa melihat foto para rektor Universitas indonesia dari masa ke masa, dengan foto Pak Heri sebagai rektor saat ini di posisi paling ujung.
Saat melirik ke belakang, fani bisa melihat rak-rak besar yang diisi piala-piala dan berbagai penghargaan milik perguruan tinggi swasta tempatnya menuntut ilmu tersebut. Sedangkan di hadapannya, di belakang kursi Pak heri, ada jendela besar yang langsung menghadap ke luar gedung.
Dalam hati, fani mengakui betapa bagusnya pemandangan dari jendela itu karena posisi ruangan tersebut memang cukup tinggi.
Setelah meletakkan bokongnya yang montok di atas kursi, fani menatap ke arah sang Rektor, berusaha menebak-nebak apa maksud Pak heri memanggilnya ke ruangan ini. Meski tak terlihat dari luar, jantung perempuan berjilbab tersebut sebenarnya berdetak sangat cepat, mengingat posisi mereka yang hanya berdua di ruangan yang sepi itu.
“Jadi begini, fani,” Pak heri memulai obrolan sambil tersenyum ke arah perempuan tersebut.
“Seingat saya, ini adalah kali pertama kamu menjadi panitia dan seksi acara di acara besar yang diadakan kampus. Benar begitu?” Fani pun mengangguk.
“Nah, saya hanya ingin mengingatkan tentang sesi Pak agung wijaya yang merupakan perwakilan dari sponsor utama acara ini. Beliau sudah sering mendukung kampus kita dalam acara-acara penting, dan tengah berencana untuk memberikan bantuan pembangunan infrastruktur kampus di kemudian hari.”
“Iya, itu saja. Atau kamu ingin menyampaikan sesuatu?” fani tidak menjawab, dan hanya menggelengkan kepala. Dalam hati, fani pun bernapas lega.
Interaksi pertamanya dengan sang Rektor ternyata tidak seseram yang ia bayangkan. Namun begitu ia berdiri dari kursinya, perempuan tersebut melihat ada dua buah berkas dokumen yang tergeletak di atas meja kerja Pak Bayu.
Meski dari arah yang berlawanan, ia bisa membaca jelas nama yang tertera di bagian depan dokumen tersebut. Itu adalah nama kedua teman baiknya,seril dan sonya. Hatinya pun kembali bergejolak.
“Kok berdiri saja di situ, fani? Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?” Ujar Pak heri tiba-tiba.
“Eh… tidak ada, Pak,” fani langsung memalingkan pandangannya dari kedua dokumen tersebut.
“Saya permisi dulu. Mari Pak,” ujar sang perempuan cantik itu sambil setengah berlari ke arah pintu, dan pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Dalam hati ia merasa penasaran mengapa dokumen dengan nama kedua sahabatnya tersebut bisa ada di atas meja kerja Pak heri.
Apakah keduanya memang sedang ada masalah dalam hal perkuliahan? Namun ia sama sekali tidak pernah mendengar keduanya mengeluh tentang masalah akademis. Tanpa diduga oleh fani, acara Entrepreneurship Day hari ini berjalan sangat lancar.
Pak heri membuka dengan pidato yang sederhana, tetapi cukup bisa memancing perhatian pengunjung dan tamu undangan yang hadir. Beberapa acara panel diskusi yang berlangsung setelahnya pun diminati oleh para mahasiswa yang datang ke lokasi acara.
Kini, acara akan dilanjutkan dengan presentasi dari Pak agung wijaya, yang merupakan perwakilan sponsor utama acara tersebut.
Fani pun kembali mengingat pesan dari Pak heri, dan berusaha memperhatikan detail-detail kecil agar tidak ada yang terlewat sebelum sosok tersebut naik ke atas panggung.
Perempuan cantik itu pun memperhatikan bagaimana tim sound system dan liaison officer (LO) yang memang ia tugaskan untuk mengawal Pak agung, menangani persiapan beliau. Pria tersebut tampak sudah menggenggam mic dan clicker untuk mengontrol file presentasi.
“Pak agung butuh minum mungkin sebelum naik ke atas panggung?” Tanya fani yang baru teringat bahwa sang pembicara mungkin butuh asupan cairan sebelum tampil.
Sesi ini berlangsung tepat sebelum acara makan siang, sehingga bisa saja sang pembicara sudah merasa lapar atau haus.
“Tidak usah, fani. Aman kok,” ujar pria berusia sekitar 35 tahun tersebut.
Meski usianya masih terbilang muda, tetapi karirnya menanjak begitu cepat sehingga bisa langsung mengisi posisi penting di perusahaan teknologi tempatnya bekerja.
Mereka berdua memang sudah berkomunikasi lewat email beberapa hari sebelum acara, sehingga sudah mengenal nama satu sama lain. Lewat pesan elektronik, fani telah menjelaskan teknis acara, dan meminta data-data yang diperlukan, mulai dari foto, deskripsi lengkap tentang karier beliau, hingga file presentasi yang ingin ditampilkan di atas panggung.
Menjelang acara, Pak agung memang sempat mengganti file presentasi tersebut karena menurutnya ada beberapa informasi di file sebelumnya yang salah atau kurang update. Hal ini pun telah fani sampaikan kepada tim multimedia.
“Oke, Pak. Silakan naik ke atas panggung,” ujar seorang tim pengarah acara yang sudah siap memulai sesi berikutnya.
Pak agung pun menurut dan langsung menuju posisi yang sudah disiapkan. Dari sisi panggung, fani bisa melihat Pak Heri tampak duduk dengan santai di kursi paling depan yang disiapkan khusus untuk beliau.
Di sampingnya berjejer petinggi-petinggi kampus, dan tokoh-tokoh lain yang tidak begitu ia kenal. Sepertinya mereka merupakan perwakilan dari perusahaan dan yayasan yang rutin memberikan dana sumbangan untuk kampus tempatnya menimba ilmu.
Sekitar dua puluh menit awal, presentasi tersebut berjalan dengan lancar. Pak agung menjelaskan dengan semangat bagaimana awalnya perusahaan tempatnya bekerja bisa berdiri dan berkembang sebesar sekarang.
Ia pun menceritakan bagaimana ia bisa direkrut sebagai salah satu dari pegawai paling awal di perusahaan tersebut, karena tidak sengaja melamar di acara bursa lowongan kerja, seperti Entrepreneurship Day hari ini. Fani masih ingat betul file presentasi yang dikirimkan.
Ia sebenarnya sudah bisa langsung pulang dan bercengkrama dengan istri tercinta setelah pekerjaannya selesai. Namun, ada seseorang yang membuat pria tersebut tetap berada di sana. Sosok tersebut kini sedang duduk di depan sebuah meja yang berada di salah satu booth pameran yang masih kosong, sambil menatap ke layar laptop di hadapannya.
Daniel pun berinisiatif mendekatinya. “Masih sibuk?” Tanya pria tersebut sambil mengambil kursi dan duduk tepat di hadapan sang perempuan yang mengenakan jilbab tersebut.
Melihat kedatangan daniel, sosok bernama ayu itu pun mengalihkan perhatiannya dari layar laptop yang telah begitu menyita perhatiannya selama beberapa minggu terakhir. Saat mengetahui teman baiknya itu sudah duduk di depannya, perempuan cantik itu langsung menutup layar laptop. “Susah jelasinnya. Tapi udah beres kok semua, tenang saja.”
“Yakin?”
“Yakin. Kamu sendiri bagaimana, semua persiapan sudah beres?”
“Beres dong, Bos. Semua sudah selesai, mulai dari booth pameran sampai ke kelengkapan panggung sudah siap. Konsumsi pun besok akan langsung diantarkan oleh Laras ke sini,” jawab daniel.
“Kamu mau di sini sampai kapan, ayu?” daniel melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sepuluh malam.
“Sudah waktunya pulang.”
“Paling seperempat atau setengah jam lagi.”
“Mau pulang bareng? Rumah kita lumayan searah kan?” Dalam hati, ayu bingung mendengar pertanyaan tersebut. Kok tumben? Seingatnya, tidak pernah daniel mengajaknya pulang bareng seperti ini.
“Oh, iya iya,” ujar daniel yang langsung kikuk mendengar jawaban tersebut. Ia pun tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya.
“Tumben kamu nawarin, daniel?”
“Errr, gak Aku cuma khawatir aja kalau kamu pulang sendirian. Ini kan sudah malam. Bagus lah kalau suami kamu jemput.” daniel terlihat gelisah dan salah tingkah, ia memegang apapun di depannya dengan maksud untuk menghilangkan rasa kikuk, tapi malah menjatuhkan pulpen milik ayu.
“Eh sori.” ayu mengerutkan kening melihat temannya sesama dosen ini tiba-tiba langsung salah tingkah cuma karena dirinya mengatakan akan dijemput sang suami.
Padahal, hampir setiap hari dia memang selalu dijemput oleh suaminya. Tapi perempuan jelita tersebut sudah punya terlalu banyak pikiran, dan tidak mau menambahnya lagi. Ia pun kembali membuka layar laptop dan melanjutkan pekerjaannya. “Aku kerja dulu ya, daniel. Nanggung tinggal dikit lagi selesai.”
“Baiklah. Kalau begitu aku pamit ya, yu. Sampai jumpa besok.”
“See you, daniel.”
***
Hari pun berlalu, dan malam kini telah berganti pagi. Persiapan acara Entrepreneurship Day di gedung pertemuan pun siap mencapai puncaknya dengan pembukaan acara yang akan berlangsung sesaat lagi. Di belakang panggung, seorang mahasiswi cantik bernama Fani maharani sudah siap untuk mengawasi jalannya acara yang akan berlangsung di panggung utama.
Ia telah menggenggam sepucuk kertas berisi susunan acara, serta radio HT yang tersambung ke earpiece di telinganya untuk berkomunikasi dengan panitia yang lain. Ia pun tampak sibuk memeriksa smartphone miliknya, berjaga-jaga apabila ada pesan khusus dari para pembicara yang ia undang untuk hadir.
Ini merupakan pengalaman pertama bagi fani menangani jalannya sebuah acara yang cukup besar. Karena itu, ia tampak berusaha melakukan banyak hal sekaligus demi menjaga semuanya tetap lancar.
“Eh, sayang. Sudah oke kok… sekarang tinggal menunggu acara pertama pukul sembilan,” jawab fani dengan bersemangat. Ia tersenyum lebar.
“Baiklah kalau begitu, aku keliling dulu ya untuk memeriksa yang lain,” ujar bayu sambil memeluk tubuh indah sang kekasih. Fani pun membalas pelukan itu, meski tampak canggung karena tidak bisa melepaskan berbagai peralatan komunikasi di tangannya.
Begitu bayu pergi, fani berusaha memeriksa kembali susunan acara yang akan berlangsung, agar ia bisa mengingatnya di luar kepala. Untuk acara pertama akan langsung ada pidato pembukaan oleh Pak heri, rektor Universitas indonesia. Melihat nama heriyanto di dokumen yang ia pegang, fani pun langsung bergidik ngeri. Pak heri tampak sedang sibuk memeriksa dokumen di balik meja kerjanya. Ia seperti tidak mendengar suara fani yang memang tidak terlalu kencang.
“Permisi, Pak,” fani kembali mengeluarkan sapaan dengan nada suara yang lebih kencang. Setelah itu, barulah sang Rektor menyadari kehadirannya.
“Oh, kamu sudah datang, fani. Saya kira tidak jadi. Silakan duduk,” ujar Pak heri sambil menunjuk sebuah kursi yang berada di hadapannya.
Pria tua itu kemudian membereskan dokumen yang berada di mejanya tanpa bangkit dari tempatnya duduk. Fani melangkah dengan hati-hati menuju kursi yang ditunjuk oleh sang Rektor tua. Perempuan tersebut kemudian melihat-lihat seantero ruangan yang baru ia masuki untuk pertama kalinya. Di bagian kiri dia bisa melihat foto para rektor Universitas indonesia dari masa ke masa, dengan foto Pak Heri sebagai rektor saat ini di posisi paling ujung.
Saat melirik ke belakang, fani bisa melihat rak-rak besar yang diisi piala-piala dan berbagai penghargaan milik perguruan tinggi swasta tempatnya menuntut ilmu tersebut. Sedangkan di hadapannya, di belakang kursi Pak heri, ada jendela besar yang langsung menghadap ke luar gedung.
Dalam hati, fani mengakui betapa bagusnya pemandangan dari jendela itu karena posisi ruangan tersebut memang cukup tinggi.
Setelah meletakkan bokongnya yang montok di atas kursi, fani menatap ke arah sang Rektor, berusaha menebak-nebak apa maksud Pak heri memanggilnya ke ruangan ini. Meski tak terlihat dari luar, jantung perempuan berjilbab tersebut sebenarnya berdetak sangat cepat, mengingat posisi mereka yang hanya berdua di ruangan yang sepi itu.
“Jadi begini, fani,” Pak heri memulai obrolan sambil tersenyum ke arah perempuan tersebut.
“Seingat saya, ini adalah kali pertama kamu menjadi panitia dan seksi acara di acara besar yang diadakan kampus. Benar begitu?” Fani pun mengangguk.
“Nah, saya hanya ingin mengingatkan tentang sesi Pak agung wijaya yang merupakan perwakilan dari sponsor utama acara ini. Beliau sudah sering mendukung kampus kita dalam acara-acara penting, dan tengah berencana untuk memberikan bantuan pembangunan infrastruktur kampus di kemudian hari.”
“Iya, itu saja. Atau kamu ingin menyampaikan sesuatu?” fani tidak menjawab, dan hanya menggelengkan kepala. Dalam hati, fani pun bernapas lega.
Interaksi pertamanya dengan sang Rektor ternyata tidak seseram yang ia bayangkan. Namun begitu ia berdiri dari kursinya, perempuan tersebut melihat ada dua buah berkas dokumen yang tergeletak di atas meja kerja Pak Bayu.
Meski dari arah yang berlawanan, ia bisa membaca jelas nama yang tertera di bagian depan dokumen tersebut. Itu adalah nama kedua teman baiknya,seril dan sonya. Hatinya pun kembali bergejolak.
“Kok berdiri saja di situ, fani? Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?” Ujar Pak heri tiba-tiba.
“Eh… tidak ada, Pak,” fani langsung memalingkan pandangannya dari kedua dokumen tersebut.
“Saya permisi dulu. Mari Pak,” ujar sang perempuan cantik itu sambil setengah berlari ke arah pintu, dan pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Dalam hati ia merasa penasaran mengapa dokumen dengan nama kedua sahabatnya tersebut bisa ada di atas meja kerja Pak heri.
Apakah keduanya memang sedang ada masalah dalam hal perkuliahan? Namun ia sama sekali tidak pernah mendengar keduanya mengeluh tentang masalah akademis. Tanpa diduga oleh fani, acara Entrepreneurship Day hari ini berjalan sangat lancar.
Pak heri membuka dengan pidato yang sederhana, tetapi cukup bisa memancing perhatian pengunjung dan tamu undangan yang hadir. Beberapa acara panel diskusi yang berlangsung setelahnya pun diminati oleh para mahasiswa yang datang ke lokasi acara.
Kini, acara akan dilanjutkan dengan presentasi dari Pak agung wijaya, yang merupakan perwakilan sponsor utama acara tersebut.
Fani pun kembali mengingat pesan dari Pak heri, dan berusaha memperhatikan detail-detail kecil agar tidak ada yang terlewat sebelum sosok tersebut naik ke atas panggung.
Perempuan cantik itu pun memperhatikan bagaimana tim sound system dan liaison officer (LO) yang memang ia tugaskan untuk mengawal Pak agung, menangani persiapan beliau. Pria tersebut tampak sudah menggenggam mic dan clicker untuk mengontrol file presentasi.
“Pak agung butuh minum mungkin sebelum naik ke atas panggung?” Tanya fani yang baru teringat bahwa sang pembicara mungkin butuh asupan cairan sebelum tampil.
Sesi ini berlangsung tepat sebelum acara makan siang, sehingga bisa saja sang pembicara sudah merasa lapar atau haus.
“Tidak usah, fani. Aman kok,” ujar pria berusia sekitar 35 tahun tersebut.
Meski usianya masih terbilang muda, tetapi karirnya menanjak begitu cepat sehingga bisa langsung mengisi posisi penting di perusahaan teknologi tempatnya bekerja.
Mereka berdua memang sudah berkomunikasi lewat email beberapa hari sebelum acara, sehingga sudah mengenal nama satu sama lain. Lewat pesan elektronik, fani telah menjelaskan teknis acara, dan meminta data-data yang diperlukan, mulai dari foto, deskripsi lengkap tentang karier beliau, hingga file presentasi yang ingin ditampilkan di atas panggung.
Menjelang acara, Pak agung memang sempat mengganti file presentasi tersebut karena menurutnya ada beberapa informasi di file sebelumnya yang salah atau kurang update. Hal ini pun telah fani sampaikan kepada tim multimedia.
“Oke, Pak. Silakan naik ke atas panggung,” ujar seorang tim pengarah acara yang sudah siap memulai sesi berikutnya.
Pak agung pun menurut dan langsung menuju posisi yang sudah disiapkan. Dari sisi panggung, fani bisa melihat Pak Heri tampak duduk dengan santai di kursi paling depan yang disiapkan khusus untuk beliau.
Di sampingnya berjejer petinggi-petinggi kampus, dan tokoh-tokoh lain yang tidak begitu ia kenal. Sepertinya mereka merupakan perwakilan dari perusahaan dan yayasan yang rutin memberikan dana sumbangan untuk kampus tempatnya menimba ilmu.
Sekitar dua puluh menit awal, presentasi tersebut berjalan dengan lancar. Pak agung menjelaskan dengan semangat bagaimana awalnya perusahaan tempatnya bekerja bisa berdiri dan berkembang sebesar sekarang.
Ia pun menceritakan bagaimana ia bisa direkrut sebagai salah satu dari pegawai paling awal di perusahaan tersebut, karena tidak sengaja melamar di acara bursa lowongan kerja, seperti Entrepreneurship Day hari ini. Fani masih ingat betul file presentasi yang dikirimkan.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved