Bab 5 Kekasih dosen Ira yang egois
by Karyaku019
23:45,Sep 15,2023
Saat para sahabatnya telah pergi untuk melaksanakan tugas mengajar mereka masing-masing, ira pun naik ke ruangan dosen yang terletak di lantai 2 gedung Fakultas Ilmu Komputer. Ruangan itu masih belum begitu ramai karena hari masih terhitung pagi.
Tak jarang pula dosen yang hanya mempunyai satu atau dua kelas perkuliahan biasanya akan langsung datang ke kelas dan pergi tanpa sempat mampir ke ruangan tersebut.
Dengan langkah santai, ira berjalan menuju meja kerjanya yang berada hampir di pojok ruangan. Meja tersebut terkesan simpel, hanya ada sebuah layar komputer, keyboard, dan mouse, dengan CPU yang terletak di bawah meja.
Selain itu, ada juga beberapa dokumen bertumpuk rapi di atas meja. Kebanyakan dokumen itu merupakan lembar tugas para mahasiswa. Namun jumlahnya memang hanya sedikit, karena mayoritas lembar tugas yang sudah selesai dikoreksi biasanya diserahkan ke bagian Tata Usaha untuk dirapikan di file cabinet sesuai angkatan dan jurusan.
Perempuan itu melirik ke arah jam tangannya, dan menyadari masih ada banyak waktu sebelum dia harus mengajar di kelas. Karena itu, ia memutuskan untuk memeriksa tugas kuliah para mahasiswa yang selama ini terbengkalai, sebelum kemudian kembali mengerjakan tanggung jawab membuat konten publikasi untuk acara Entrepreneurship Day.
Namun begitu ira baru mau memulai pekerjaan, terdengar nada dering yang berasal dari smartphone miliknya. Seorang lelaki yang ia kenal tampak menghubunginya lewat sambungan WhatsApp Call.
“Halo. Ada apa Mas?” Ujar ira membuka pembicaraan.
“Kok ditelpon jawabnya Halo? Harusnya kamu mengucapkan salam dulu dong,” ujar sang lelaki di ujung lain sambungan telepon. Padahal dia sendiri tidak mengucapkan salam yang dimaksud. “Lain kali jangan sampai lupa.”
Saat mendengar teguran itu, ira jadi merasa bersalah. Ia merasa sudah seharusnya ia mengingat hal tersebut, karena pria yang menghubunginya kali ini merupakan sosok yang sangat religius, setidaknya di hadapan orang-orang. Karena itu, ia pun pasti mengharapkan ira untuk mempunyai pola pikir dan cara berperilaku yang sama.
“Maaf, Mas ryan. ira lupa karena sedang sibuk memeriksa tugas mahasiswa.”jawabnya.
“Oke, tapi itu bukan alasan. Hal yang seperti ini lebih penting dari pekerjaan apapun. Lain kali jangan diulang lagi.”ucap Ryan diseberang sambungan telpon.
“Iya, Mas,” jawab ira sedikit tertahan.
Berhubungan asmara dengan Mas ryan memang dipenuhi momen-momen seperti ini, di mana ira sering sekali dianggap melakukan kesalahan dan menyalahi aturan, dan Mas ryan akan selalu memperingatkannya. Memang sih, hal tersebut memang tidak pernah berlanjut ke pertengkaran hebat, karena ira sendiri cenderung pasrah dan menerima saja semua teguran dari kekasihnya.
ryan sendiri sepertinya senang merasa lebih pintar dan lebih alim dibanding orang lain, terlebih dari calon istrinya. Hal ini sering membuat ira berpikir apakah semua hubungan yang langgeng akan selalu diawali dengan dinamika seperti ini? Di mana sang perempuan harus terus menerus memenuhi ego dari sang lelaki?.
“Ada apa, Mas? Tumben nelpon pagi-pagi.”ucap Ira.
“Begini, Dek. Hari Rabu minggu depan Ummi mau belanja bulanan ke hypermart, dan biasanya aku yang menemani. Tapi kebetulan aku harus pergi ke luar kota untuk urusan bisnis. Bisa gak kalau Adek yang menemani Ummi?” Tanya ryan.
Meski belum resmi menikah atau bahkan melamar ira secara resmi, pria tersebut memang sering memberikan perintah-perintah aneh seperti ini. Apabila memungkinkan, ira sebenarnya tidak keberatan untuk melakukannya.
Perempuan tersebut berprasangka baik saja bahwa Mas ryan bermaksud mendekatkan ira dengan keluarganya, agar hubungan mereka berjalan lancar. Namun, terkadang permintaan tersebut datang mendadak, dan seperti tidak memastikan dulu apakah ira ada kesibukan lain atau tidak, seperti yang terjadi saat ini.
“Hmm, harus Rabu banget, Mas? Kalau hari Minggu saja bagaimana?”tanya Ira.
“Memangnya kenapa hari Rabu? Kamu ada jadwal ngajar kuliah?” Ryan balik nanya.
ira bisa merasakan nada kesal, sekaligus meremehkan pekerjaannya sebagai seorang pengajar dari intonasi Mas ryan. Memang sih, dia bisa saja meminta dosen lain untuk menggantikan dirinya untuk mengajar apabila dibutuhkan. Namun ira adalah sosok yang bertanggung jawab dan enggan menggunakan privilege tersebut, kecuali dalam keadaan benar-benar terdesak.
“Ya kebetulan tidak ada jadwal ngajar sih, Mas. Tapi di hari itu ada acara Entrepreneurship Day, dan aku jadi salah satu panitia acara, jadi harus standby,” jelas ira.
Ia ingat sudah pernah menceritakan hal ini kepada sang kekasih, tetapi sepertinya pria tersebut tidak mengingatnya. Di antara keduanya, selalu ira yang mengingat hal-hal penting tentang hubungan mereka.
“Huh, ya sudah kalau begitu. Nanti aku minta tolong diana saja,” ujar ryan dengan nada kesal.
Lagi-lagi diana, pikir ira. Perempuan yang namanya baru disebut oleh pria tersebut sebenarnya sama dengan dirinya, sama-sama anak dari salah satu teman orang tua ryan. Entah mengapa, perempuan tersebut seringkali ikut serta dalam aktivitas keluarga ryan.
ira pernah menanyakan hal tersebut kepada sang kekasih, tetapi pria itu meyakinkan bahwa tidak ada hubungan khusus antara dirinya dan diana, dan komitmennya hanya untuk ira. Namun sejak zaman dahulu kala, mana sih janji lelaki yang bisa dipercaya?
“Baik, Mas. Sekali lagi mohon maaf.”ucap Ira lesuh.
ryan langsung menutup sambungan telepon tanpa basa basi dan tanpa mengucapkan apa-apa lagi.
ira pun merebahkan tubuhnya yang indah di kursi duduknya dengan lunglai. Rencana untuk mengawali hari dengan penuh semangat dan produktivitas tinggi menjadi hancur lebur hanya karena telepon dari ryan. Dan ini bukan pertama kalinya hal itu terjadi. Perempuan berjilbab itu pun jadi mempertanyakan keputusannya untuk berkomitmen dengan pria bernama ryan itu. Apakah mereka bisa cocok?
Di tengah proses merenung, ira baru sadar bahwa dirinya adalah satu-satunya dosen yang masih tertinggal di ruangan tersebut. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Komputer yang lain sudah pergi ke kelas masing-masing untuk mengisi sesi pagi. Ruangan tersebut pun jadi terasa sepi, seperti sepinya hati ira yang haus akan kehangatan cinta, bukan komunikasi dingin seperti yang baru saja terjadi dengan kekasihnya.
Namun tiba-tiba keheningan itu terusik oleh suara pintu ruangan yang dibuka dari luar. ira pun segera menengok ke arah asal suara dan melihat seorang pria pendek berperut buncit sedang memasuki ruangan tersebut secara perlahan. Kulit wajahnya yang gelap tampak sudah dipenuhi keriput di sana-sini, sehingga jelas tidak masuk kategori seorang pria tampan di mata ira.
Perempuan tersebut pun mengenali pria itu, karena memang fotonya terpampang jelas di seantero kampus, termasuk di dokumentasi penting universitas. Namanya juga tertera di semua ijazah yang dikeluarkan oleh UI.
“Selamat pagi, Pak heri,” sapa ira yang berusaha terlihat ramah dan meski apabila boleh ia lebih memilih untuk bersikap acuh.
Seperti para dosen dan mahasiswa lain di Universitas ini, ia pun sudah mendengar cerita yang sering berseliweran tentang pria tersebut di lingkungan kampus, terutama tentang gosip miring seputar perilaku mesumnya.
Pria tersebut adalah heriyanto, Rektor Universitas indonesia yang berusia sekitar 55 tahun. Setahu ira, pria itu sudah mengisi jabatan rektor selama lebih dari 10 tahun, jauh sebelum dosen cantik itu bekerja di sana. Saat ini ia berstatus sebagai duda, tapi fakta bahwa ada perempuan yang sempat mau menikah dengan pria seperti itu saja sudah aneh di mata ira.
“Selamat pagi Bu ira, sendiri saja? Yang lain ke mana?” Tanya Pak heri sambil berjalan mendekat ke meja ira.
Matanya tampak memandang ke sekeliling ruangan, berusaha mencari dosen lain selain ira yang mungkin masih berada di ruangan tersebut.
“Pak Saud tidak ada di sini ya?”tanyanya lagi.
“Duh, ngapain sih dia pakai jalan ke sini?” Gumam ira dalam hati.
Hati perempuan tersebut pun berdebar. Tentu bukan karena merasa suka akan pria tua tersebut, tetapi lebih ke merasa takut kalau Pak heri akan melakukan hal-hal yang tidak baik kepada dirinya. ira terbayang gosip tentang sang rektor. Duh, mana sendirian pula.
Tak jarang pula dosen yang hanya mempunyai satu atau dua kelas perkuliahan biasanya akan langsung datang ke kelas dan pergi tanpa sempat mampir ke ruangan tersebut.
Dengan langkah santai, ira berjalan menuju meja kerjanya yang berada hampir di pojok ruangan. Meja tersebut terkesan simpel, hanya ada sebuah layar komputer, keyboard, dan mouse, dengan CPU yang terletak di bawah meja.
Selain itu, ada juga beberapa dokumen bertumpuk rapi di atas meja. Kebanyakan dokumen itu merupakan lembar tugas para mahasiswa. Namun jumlahnya memang hanya sedikit, karena mayoritas lembar tugas yang sudah selesai dikoreksi biasanya diserahkan ke bagian Tata Usaha untuk dirapikan di file cabinet sesuai angkatan dan jurusan.
Perempuan itu melirik ke arah jam tangannya, dan menyadari masih ada banyak waktu sebelum dia harus mengajar di kelas. Karena itu, ia memutuskan untuk memeriksa tugas kuliah para mahasiswa yang selama ini terbengkalai, sebelum kemudian kembali mengerjakan tanggung jawab membuat konten publikasi untuk acara Entrepreneurship Day.
Namun begitu ira baru mau memulai pekerjaan, terdengar nada dering yang berasal dari smartphone miliknya. Seorang lelaki yang ia kenal tampak menghubunginya lewat sambungan WhatsApp Call.
“Halo. Ada apa Mas?” Ujar ira membuka pembicaraan.
“Kok ditelpon jawabnya Halo? Harusnya kamu mengucapkan salam dulu dong,” ujar sang lelaki di ujung lain sambungan telepon. Padahal dia sendiri tidak mengucapkan salam yang dimaksud. “Lain kali jangan sampai lupa.”
Saat mendengar teguran itu, ira jadi merasa bersalah. Ia merasa sudah seharusnya ia mengingat hal tersebut, karena pria yang menghubunginya kali ini merupakan sosok yang sangat religius, setidaknya di hadapan orang-orang. Karena itu, ia pun pasti mengharapkan ira untuk mempunyai pola pikir dan cara berperilaku yang sama.
“Maaf, Mas ryan. ira lupa karena sedang sibuk memeriksa tugas mahasiswa.”jawabnya.
“Oke, tapi itu bukan alasan. Hal yang seperti ini lebih penting dari pekerjaan apapun. Lain kali jangan diulang lagi.”ucap Ryan diseberang sambungan telpon.
“Iya, Mas,” jawab ira sedikit tertahan.
Berhubungan asmara dengan Mas ryan memang dipenuhi momen-momen seperti ini, di mana ira sering sekali dianggap melakukan kesalahan dan menyalahi aturan, dan Mas ryan akan selalu memperingatkannya. Memang sih, hal tersebut memang tidak pernah berlanjut ke pertengkaran hebat, karena ira sendiri cenderung pasrah dan menerima saja semua teguran dari kekasihnya.
ryan sendiri sepertinya senang merasa lebih pintar dan lebih alim dibanding orang lain, terlebih dari calon istrinya. Hal ini sering membuat ira berpikir apakah semua hubungan yang langgeng akan selalu diawali dengan dinamika seperti ini? Di mana sang perempuan harus terus menerus memenuhi ego dari sang lelaki?.
“Ada apa, Mas? Tumben nelpon pagi-pagi.”ucap Ira.
“Begini, Dek. Hari Rabu minggu depan Ummi mau belanja bulanan ke hypermart, dan biasanya aku yang menemani. Tapi kebetulan aku harus pergi ke luar kota untuk urusan bisnis. Bisa gak kalau Adek yang menemani Ummi?” Tanya ryan.
Meski belum resmi menikah atau bahkan melamar ira secara resmi, pria tersebut memang sering memberikan perintah-perintah aneh seperti ini. Apabila memungkinkan, ira sebenarnya tidak keberatan untuk melakukannya.
Perempuan tersebut berprasangka baik saja bahwa Mas ryan bermaksud mendekatkan ira dengan keluarganya, agar hubungan mereka berjalan lancar. Namun, terkadang permintaan tersebut datang mendadak, dan seperti tidak memastikan dulu apakah ira ada kesibukan lain atau tidak, seperti yang terjadi saat ini.
“Hmm, harus Rabu banget, Mas? Kalau hari Minggu saja bagaimana?”tanya Ira.
“Memangnya kenapa hari Rabu? Kamu ada jadwal ngajar kuliah?” Ryan balik nanya.
ira bisa merasakan nada kesal, sekaligus meremehkan pekerjaannya sebagai seorang pengajar dari intonasi Mas ryan. Memang sih, dia bisa saja meminta dosen lain untuk menggantikan dirinya untuk mengajar apabila dibutuhkan. Namun ira adalah sosok yang bertanggung jawab dan enggan menggunakan privilege tersebut, kecuali dalam keadaan benar-benar terdesak.
“Ya kebetulan tidak ada jadwal ngajar sih, Mas. Tapi di hari itu ada acara Entrepreneurship Day, dan aku jadi salah satu panitia acara, jadi harus standby,” jelas ira.
Ia ingat sudah pernah menceritakan hal ini kepada sang kekasih, tetapi sepertinya pria tersebut tidak mengingatnya. Di antara keduanya, selalu ira yang mengingat hal-hal penting tentang hubungan mereka.
“Huh, ya sudah kalau begitu. Nanti aku minta tolong diana saja,” ujar ryan dengan nada kesal.
Lagi-lagi diana, pikir ira. Perempuan yang namanya baru disebut oleh pria tersebut sebenarnya sama dengan dirinya, sama-sama anak dari salah satu teman orang tua ryan. Entah mengapa, perempuan tersebut seringkali ikut serta dalam aktivitas keluarga ryan.
ira pernah menanyakan hal tersebut kepada sang kekasih, tetapi pria itu meyakinkan bahwa tidak ada hubungan khusus antara dirinya dan diana, dan komitmennya hanya untuk ira. Namun sejak zaman dahulu kala, mana sih janji lelaki yang bisa dipercaya?
“Baik, Mas. Sekali lagi mohon maaf.”ucap Ira lesuh.
ryan langsung menutup sambungan telepon tanpa basa basi dan tanpa mengucapkan apa-apa lagi.
ira pun merebahkan tubuhnya yang indah di kursi duduknya dengan lunglai. Rencana untuk mengawali hari dengan penuh semangat dan produktivitas tinggi menjadi hancur lebur hanya karena telepon dari ryan. Dan ini bukan pertama kalinya hal itu terjadi. Perempuan berjilbab itu pun jadi mempertanyakan keputusannya untuk berkomitmen dengan pria bernama ryan itu. Apakah mereka bisa cocok?
Di tengah proses merenung, ira baru sadar bahwa dirinya adalah satu-satunya dosen yang masih tertinggal di ruangan tersebut. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Komputer yang lain sudah pergi ke kelas masing-masing untuk mengisi sesi pagi. Ruangan tersebut pun jadi terasa sepi, seperti sepinya hati ira yang haus akan kehangatan cinta, bukan komunikasi dingin seperti yang baru saja terjadi dengan kekasihnya.
Namun tiba-tiba keheningan itu terusik oleh suara pintu ruangan yang dibuka dari luar. ira pun segera menengok ke arah asal suara dan melihat seorang pria pendek berperut buncit sedang memasuki ruangan tersebut secara perlahan. Kulit wajahnya yang gelap tampak sudah dipenuhi keriput di sana-sini, sehingga jelas tidak masuk kategori seorang pria tampan di mata ira.
Perempuan tersebut pun mengenali pria itu, karena memang fotonya terpampang jelas di seantero kampus, termasuk di dokumentasi penting universitas. Namanya juga tertera di semua ijazah yang dikeluarkan oleh UI.
“Selamat pagi, Pak heri,” sapa ira yang berusaha terlihat ramah dan meski apabila boleh ia lebih memilih untuk bersikap acuh.
Seperti para dosen dan mahasiswa lain di Universitas ini, ia pun sudah mendengar cerita yang sering berseliweran tentang pria tersebut di lingkungan kampus, terutama tentang gosip miring seputar perilaku mesumnya.
Pria tersebut adalah heriyanto, Rektor Universitas indonesia yang berusia sekitar 55 tahun. Setahu ira, pria itu sudah mengisi jabatan rektor selama lebih dari 10 tahun, jauh sebelum dosen cantik itu bekerja di sana. Saat ini ia berstatus sebagai duda, tapi fakta bahwa ada perempuan yang sempat mau menikah dengan pria seperti itu saja sudah aneh di mata ira.
“Selamat pagi Bu ira, sendiri saja? Yang lain ke mana?” Tanya Pak heri sambil berjalan mendekat ke meja ira.
Matanya tampak memandang ke sekeliling ruangan, berusaha mencari dosen lain selain ira yang mungkin masih berada di ruangan tersebut.
“Pak Saud tidak ada di sini ya?”tanyanya lagi.
“Duh, ngapain sih dia pakai jalan ke sini?” Gumam ira dalam hati.
Hati perempuan tersebut pun berdebar. Tentu bukan karena merasa suka akan pria tua tersebut, tetapi lebih ke merasa takut kalau Pak heri akan melakukan hal-hal yang tidak baik kepada dirinya. ira terbayang gosip tentang sang rektor. Duh, mana sendirian pula.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved