Bab 6 Malam yang Panas
by Liana Dee
16:29,Aug 13,2023
"Aku akan memuaskanmu, Sayang."
Memuaskanku? Maksudnya seperti apa? Kepalaku terlalu berkabut mencerna ucapan Daniel. Aku semakin tak tahan pada perasaan ini. V*ginaku berdenyut hingga rasanya menjadi sakit sekaligus menyenangkan. Mataku terpejam menikmati sensasinya.
Namun, aku mendelik saat bibirku disentuh lembut oleh bibir lain. Bibirku dikul*m bagai permen. Dan saat aku mengetahui bahwa Daniel yang melakukannya, aku terhenyak.
Kedua tanganku spontan mendorong, tetapi Daniel menekan kepalaku agar ciuman itu tak terlepas. Perasaan yang terus mendesak tak dapat menolak, bahkan aku membiarkan ciuman itu berubah liar dan panas. Lidah kami saling bersentuhan, lalu Daniel melum*tnya. Aku takjub pada hal yang belum pernah kurasakan ini.
Lalu, Daniel menurunkan kepalanya ke arah leherku. Kurasakan napasnya berembus, sebuah kecupan disematkan di leherku. Bibir kecilku mendesis pelan, jemari-jemariku tanpa sadar meremas dada Daniel.
Daniel menjauhkan wajahnya, tersenyum padaku. "Kau menyukainya? Itu baru pemanasan," katanya. "Aku akan membuatmu menggila."
Apa sih yang dibicarakan? Ucapanku itu tercekat di sela-sela napas yang terengah-engah. Sontak aku menyadari saat pria itu membuka br* yang aku pakai, lalu memainkan put*ng p*yudaraku.
"Jangan ... hentikan ..." ceracauku, tapi dalam benak aku menikmati.
Daniel menghiraukan, tanganku berusaha menjauhkan tubuhnya saat dia mengem*t put*ngku bagai bayi yang sedang menyusu. Jerit dan des*han tak dapat kutahan. Aku melakukannya seraya menanggung rasa malu karena pria itu pasti mengejekku yang beberapa kali mencoba menolak melakukan hal ini.
Pipiku memerah, napasku tak beraturan. Daniel telah menyiksaku dengan kenikmatan yang seharusnya belum boleh kurasakan. Tak sampai situ, Daniel masih meneruskan aksinya. Dia mencium tubuhku setiap senti dari dada dan perut.
Dia tersenyum saat menatap bagian sensitifku yang masih tertutup oleh cel*na d*lam. Kemudian, dia berkata, "Bagian ini yang paling aku suka. Kau juga akan suka oleh permainanku."
Aku mengangkat kepalaku sedikit. "Mau apa kau?!"
Daniel semena-mena membukanya hingga tampak area sensitifku. Tanpa ragu Daniel menciumnya. "Aku suka bau khasnya."
Pria mesum! Aku harus menghentikannya! Namun, aku tak kuasa saat jemarinya memainkan vag*naku. Dia sangat ahli. Mungkin inilah yang membuat wanita tergila-gila padanya. Harus aku akui, dia memang bisa memuaskanku dari perasaan aneh yang merasukiku tiba-tiba.
"Hantikaaan, Daniiiel...!" pekikku, mer*mas lengan Daniel yang tengah bermain di area sensitifku.
Daniel berbisik seraya tersenyum sinis. "Kau mengatakannya karena malu, 'kan? Sebenarnya, kau sangat menyukai. Mengakulah."
Iya, aku memang kalah. Permainan jemarinya di vag*naku ... aku sangat menyukainya. Tapi, aku tak mengakuinya. Saat rasa nikmat itu menjadi, aku hanya mengg*git bibir bawahku demi menahan des*han keluar.
Saat puncak kenikmatan, aku merasa ingin kencing. Ternyata, cairan kenikmatan yang keluar. Daniel menyudahi permainannya, dan kini beranjak ke atas tubuhku. Saat pikiranku masih melayang, samar-samar aku mendengarnya bergumam:
"Hati-hati, Daniel. Wanita ini masih perawan."
Bagiku, ucapan itu seperti hanya dalam angan. Namun, aku terhenyak karena merasakan hentakan keras di bagian bawahku.
"Ahhh, sakit!" pekikku.
Daniel sudah bersiaga menahan kedua lenganku agar aku tak bisa mendorong tubuhnya. Daniel mencoba menyet*buhiku.
"Hentikan! Sakit! Aaahhh..." Aku menjerit lagi begitu Daniel menghentakkan pinggulnya.
Daniel tak peduli, dia membungkamku dengan mencium bibirku sambil terus menerobos kesucianku. Rasa sakit ini tak tertahankan, air mataku keluar. Akhirnya, Daniel berhasil menembus penghalang itu. Aku menjerit kesakitan.
Ketika akhirnya jeritanku mereda. Daniel mengangkat kepalanya, dan mengecup lembut bibirku yang terbuka dan terengah-engah.
“Setelah ini … aku akan mengajarkanmu bagaimana memuaskanku,” ucapan itu menggema di dalam ruangan, bagaikan janji dari sang kegelapan.
Aku sudah benar-benar kehilangan kesadaran. Tubuhku menggeliat merasakan kenikmatan yang menggelenyar ketika rasa sakit itu menghilang, berganti dengan kenikmatan panas yang membagikan gelenyar menyiksa ke seluruh tubuhku.
Tanpa sadar aku menggerakkan pinggulku. Pria itu merasakan denyutannya yang menggenggam panas tubuhku yang tertanam jauh di dalam tubuhku. Aku mendesak dengan berani, menarik Daniel lebih dan lebih dekat lagi.
Daniel menggertakkan gigi, menahan diri, membiarkan aku menggerakkan pinggulku, mencari kenikmatan sendiri dengan sesuka hati. Dan tidak butuh waktu lama ketika akhirnya aku mencapai pemenuhan kepuasan.
“Oh… oh … Astaga..." Aku memejamkan mata ketika kenikmatan itu meledak dan membanjiri tubuhku dengan rasa panas yang tak tertahankan.
Walaupun Daniel bisa memperpanjang kenikmatannya sendiri, pemandangan akan org*sme dan denyutanku yang meremas dirinya, jauh di dalam sana, membuatnya tidak bisa menahan diri lagi. Detik itu pula, Daniel meledakkan gairahnya bergabung denganku dalam gairah yang melemahkan.
...****************...
Aku terbangun dari tidurku yang lelap. Rasa sakit di tubuhku membuatku terbangun. Mataku memicing saat sinar matahari menusuk, spontan aku memalingkan wajah. Sekilas pandanganku kabur, aku mencoba memfokuskan diri.
Kamar ini ... aku berada di sini karena rencanaku yang gagal dan...
Mataku tiba-tiba mendelik, sontak terduduk panik dengan selimut melorot hampir menutupi dadaku. Tunggu, apa yang terjadi? Aku mengintip di balik selimut, menyaksikan tubuhku dalam kondisi tel*njang bulat.
"Ini...?"
"Selamat pagi." Suara maskulin itu terdengar dekat sekali.
Aku menoleh kaget. Pemandangan di hadapanku membuat jantung bergejolak. Daniel ada di sana, di ranjang ini, kami ada dalam selimut yang sama. Aku menilik kepada selimut Daniel yang hampir saja melorot di pinggulnya. Kami sama-sama tanpa busana!
Aku masih terperangah menatap pemandangan di depanku. Daniel berbaring dengan angkuhnya, jelas-jelas tubuhnya tel*njang bulat di balik selimutnya, dan menatapku dengan tatapan berhasrat yang memiliki.
Panik, aku menarik selimutku untuk menutupi seluruh dadaku, tetapi gerakanku itu malahan membuat selimut Daniel melorot dan hampir memperlihatkan kejantanannya. Dengan malu aku memalingkan wajah dan disambut dengan senyuman jahat Daniel.
Keberanian dan kemarahanku langsung muncul ketika menyadari rasa pedih di antara ke dua pahaku. Lelaki ini memperk*saku!
Entah apa yang terjadi semalam, aku tidak ingat sama sekali. Tapi yang pasti, aku sudah dinodai oleh iblis berhati kejam ini.
“Kau benar-benar iblis yang tidak bermoral, mengambil keuntungan dari perempuan yang sangat membencimu!" desisku menahan marah, masih tidak sudi menatap Daniel.
Daniel terkekeh mendengar suara geram yang keluar dari mulutku. “Membenciku?” Dengan santai lelaki itu berdiri, tak malu dengan tubuh telanj*ngnya yang berotot. “Lihat aku, Rana, kau meninggalkan tanda-tanda di tubuhku. Kau sangat bergairah semalam seperti kucing betina yang mencakar di sana sini untuk dipuaskaan. Dan atas gairahmu semalam, aku tidak yakin kalau kau membenciku."
Aku melirik sekilas ke tubuh tel*njang Daniel yang berdiri di samping ranjang. Wajahku langsung merah padam karena malu. Bekas-bekas itu ada, tanda-tanda merah di dada, di pinggul Daniel, dan ... di dekat kejantanannya.
Benarkah aku yang melakukannya?
“Ya. Kau yang melakukannya.” Ada senyum di suara Daniel, dia seakan tahu isi pikiranku. “Dengan sangat bergairah dan lapar. Aku cuma berbaring di sana, dan kau menyantapku bulat-bulat sepanjang malam."
Sekelebat ingatan akan percintaan yang panas muncul di ingatanku, samar-samar dan tidak jelas. Tapi, aku tidak mampu mengingat semuanya. Kenapa aku tidak mampu mengingatnya? Apa yang telah terjadi padaku?
...***...
...Epilog...
Daniel membuka pintu kamar tempat Rana dikurung dengan pelan. Sudah larut malam, dan dia tidak mengharapkan Rana masih terjaga.
Kamar itu gelap dan remang-remang, tapi mata Daniel menangkap nampan makanan yang masih utuh, hanya minumannya yang habis.
Gadis keras kepala! Geram Daniel dalam hati. Dia pikir dia bisa mengancamnya dengan membiarkan dirinya sendiri kelaparan. Dia tidak tahu bahwa Daniel akan menggunakan segala cara untuk membuat Rana menyerah padanya.
Gerakan gemerisik di ranjang membuat Daniel menoleh waspada. Dalam keremangan kamar itu, dia melihat Rana terbaring di sana, gelisah. Perempuan itu belum tidur rupanya. Dan dia tampak … tidak tenang?
Ingin tahu, Daniel mendekat, menemukan Rana berbaring di sana dengan tatapan mata tersiksa. Tubuhnya menggeliat di atas ranjang berseprei satin putih itu seperti kepanasan.
“Tolong… panas…” Suara Rana mend*sah, serak seperti kesakitan.
Keningnya mengernyit, lalu Daniel duduk di tepi ranjang, dan menyentuhkan jemarinya ke dahi Rana. Suhu tubuhnya normal, dia tidak demam. Kerutan di kening Daniel makin dalam. Lalu, kenapa perempuan ini bilang kalau dia kepanasan?
“Kau mau minum?" Dengan cekatan Daniel mengambil gelas air di meja pinggir ranjang. “Sini, aku bantu kau minum.” Daniel bangkit dan mengangkat tubuh Rana, lalu mencoba membantunya duduk.
Tubuh Rana menggayut lemah di lengannya, dan napas perempuan itu terengah. “Panas … tolong … panas sekali…” Sekali lagi, Rana mend*sahkan suara itu, suara kepanasan seperti tersiksa.
Daniel meminumkan air itu kepada Rana, dan dengan rakus Rana menghirup air itu. Tapi, napasnya tetap terengah, dan dia masih tampak tersiksa oleh rasa panas yang mendera tubuhnya.
Pasti ada sesuatu. Jangan-jangan…
Daniel memundurkan tubuh Rana yang bersandar padanya supaya dia bisa mengamati Rana dengan jelas. Wajah Rana merona kemerahan, napasnya terengah, dan matanya sedikit tidak fokus, dia selalu mengeluh kepanasan. Jangan-jangan…
Dengan cepat Daniel membaringkan Rana di ranjang, dan melangkah keluar dari kamar bernuansa putih itu, membanting pintunya, lalu berteriak:
“Luis!”
Sekejap, tanpa suara seolah menggunakan sihir, Luis muncul di depannya. “Ya, Tuan.”
“Kau campurkan apa di minuman Rana?”
Luis sedikit membungkukkan tubuhnya, wajahnya tanpa ekspresi. “Saya mencampurkan obat milik saya. Tuan tahu itu obat apa."
Wajah Daniel mengeras. “Ya. Aku tahu itu obat apa, dan aku menolak memperalat wanita dalam pengaruh obat. Kau melakukan sendiri tanpa meminta izinku. Kau tahu kalau aku marah aku bisa menghukummu!”
Luis tampak tidak terpengaruh dengan kata-kata Daniel. “Anda memerintahkan saya untuk membuat perempuan itu menyerah. Dia sangat membenci Anda, dan pasti akan berontak mati-matian. Obat itulah satu-satunya cara membuat dia menyerah." Luis menatap mata Daniel. “Anda bisa meninggalkannya kalau Anda tidak ingin memanfaatkannya."
“Dia kesakitan, kau tahu itu?” geram Daniel marah. Luis mengangkat bahunya.
“Anda bisa meredakan sakitnya. Dan besok, setelah Anda memilikinya, mungkin dia akan menjadi lebih penurut."
Daniel mendecak. “Berapa banyak obat yang kau berikan padanya?”
“Dosis biasa, Tuan. Tapi, efeknya berbeda-beda tergantung orangnya,” jawab Luis.
“Jadi ini bisa berlangsung selama berjam-jam atau bisa juga sepanjang malam?” Alis Daniel naik sebelah, seakan tertarik.
“Ini bisa berlangsung selama Anda ingin bersenang-senang, Tuan.”
Daniel terdiam. Kata-kata Luis terasa begitu menggoda.
Memuaskanku? Maksudnya seperti apa? Kepalaku terlalu berkabut mencerna ucapan Daniel. Aku semakin tak tahan pada perasaan ini. V*ginaku berdenyut hingga rasanya menjadi sakit sekaligus menyenangkan. Mataku terpejam menikmati sensasinya.
Namun, aku mendelik saat bibirku disentuh lembut oleh bibir lain. Bibirku dikul*m bagai permen. Dan saat aku mengetahui bahwa Daniel yang melakukannya, aku terhenyak.
Kedua tanganku spontan mendorong, tetapi Daniel menekan kepalaku agar ciuman itu tak terlepas. Perasaan yang terus mendesak tak dapat menolak, bahkan aku membiarkan ciuman itu berubah liar dan panas. Lidah kami saling bersentuhan, lalu Daniel melum*tnya. Aku takjub pada hal yang belum pernah kurasakan ini.
Lalu, Daniel menurunkan kepalanya ke arah leherku. Kurasakan napasnya berembus, sebuah kecupan disematkan di leherku. Bibir kecilku mendesis pelan, jemari-jemariku tanpa sadar meremas dada Daniel.
Daniel menjauhkan wajahnya, tersenyum padaku. "Kau menyukainya? Itu baru pemanasan," katanya. "Aku akan membuatmu menggila."
Apa sih yang dibicarakan? Ucapanku itu tercekat di sela-sela napas yang terengah-engah. Sontak aku menyadari saat pria itu membuka br* yang aku pakai, lalu memainkan put*ng p*yudaraku.
"Jangan ... hentikan ..." ceracauku, tapi dalam benak aku menikmati.
Daniel menghiraukan, tanganku berusaha menjauhkan tubuhnya saat dia mengem*t put*ngku bagai bayi yang sedang menyusu. Jerit dan des*han tak dapat kutahan. Aku melakukannya seraya menanggung rasa malu karena pria itu pasti mengejekku yang beberapa kali mencoba menolak melakukan hal ini.
Pipiku memerah, napasku tak beraturan. Daniel telah menyiksaku dengan kenikmatan yang seharusnya belum boleh kurasakan. Tak sampai situ, Daniel masih meneruskan aksinya. Dia mencium tubuhku setiap senti dari dada dan perut.
Dia tersenyum saat menatap bagian sensitifku yang masih tertutup oleh cel*na d*lam. Kemudian, dia berkata, "Bagian ini yang paling aku suka. Kau juga akan suka oleh permainanku."
Aku mengangkat kepalaku sedikit. "Mau apa kau?!"
Daniel semena-mena membukanya hingga tampak area sensitifku. Tanpa ragu Daniel menciumnya. "Aku suka bau khasnya."
Pria mesum! Aku harus menghentikannya! Namun, aku tak kuasa saat jemarinya memainkan vag*naku. Dia sangat ahli. Mungkin inilah yang membuat wanita tergila-gila padanya. Harus aku akui, dia memang bisa memuaskanku dari perasaan aneh yang merasukiku tiba-tiba.
"Hantikaaan, Daniiiel...!" pekikku, mer*mas lengan Daniel yang tengah bermain di area sensitifku.
Daniel berbisik seraya tersenyum sinis. "Kau mengatakannya karena malu, 'kan? Sebenarnya, kau sangat menyukai. Mengakulah."
Iya, aku memang kalah. Permainan jemarinya di vag*naku ... aku sangat menyukainya. Tapi, aku tak mengakuinya. Saat rasa nikmat itu menjadi, aku hanya mengg*git bibir bawahku demi menahan des*han keluar.
Saat puncak kenikmatan, aku merasa ingin kencing. Ternyata, cairan kenikmatan yang keluar. Daniel menyudahi permainannya, dan kini beranjak ke atas tubuhku. Saat pikiranku masih melayang, samar-samar aku mendengarnya bergumam:
"Hati-hati, Daniel. Wanita ini masih perawan."
Bagiku, ucapan itu seperti hanya dalam angan. Namun, aku terhenyak karena merasakan hentakan keras di bagian bawahku.
"Ahhh, sakit!" pekikku.
Daniel sudah bersiaga menahan kedua lenganku agar aku tak bisa mendorong tubuhnya. Daniel mencoba menyet*buhiku.
"Hentikan! Sakit! Aaahhh..." Aku menjerit lagi begitu Daniel menghentakkan pinggulnya.
Daniel tak peduli, dia membungkamku dengan mencium bibirku sambil terus menerobos kesucianku. Rasa sakit ini tak tertahankan, air mataku keluar. Akhirnya, Daniel berhasil menembus penghalang itu. Aku menjerit kesakitan.
Ketika akhirnya jeritanku mereda. Daniel mengangkat kepalanya, dan mengecup lembut bibirku yang terbuka dan terengah-engah.
“Setelah ini … aku akan mengajarkanmu bagaimana memuaskanku,” ucapan itu menggema di dalam ruangan, bagaikan janji dari sang kegelapan.
Aku sudah benar-benar kehilangan kesadaran. Tubuhku menggeliat merasakan kenikmatan yang menggelenyar ketika rasa sakit itu menghilang, berganti dengan kenikmatan panas yang membagikan gelenyar menyiksa ke seluruh tubuhku.
Tanpa sadar aku menggerakkan pinggulku. Pria itu merasakan denyutannya yang menggenggam panas tubuhku yang tertanam jauh di dalam tubuhku. Aku mendesak dengan berani, menarik Daniel lebih dan lebih dekat lagi.
Daniel menggertakkan gigi, menahan diri, membiarkan aku menggerakkan pinggulku, mencari kenikmatan sendiri dengan sesuka hati. Dan tidak butuh waktu lama ketika akhirnya aku mencapai pemenuhan kepuasan.
“Oh… oh … Astaga..." Aku memejamkan mata ketika kenikmatan itu meledak dan membanjiri tubuhku dengan rasa panas yang tak tertahankan.
Walaupun Daniel bisa memperpanjang kenikmatannya sendiri, pemandangan akan org*sme dan denyutanku yang meremas dirinya, jauh di dalam sana, membuatnya tidak bisa menahan diri lagi. Detik itu pula, Daniel meledakkan gairahnya bergabung denganku dalam gairah yang melemahkan.
...****************...
Aku terbangun dari tidurku yang lelap. Rasa sakit di tubuhku membuatku terbangun. Mataku memicing saat sinar matahari menusuk, spontan aku memalingkan wajah. Sekilas pandanganku kabur, aku mencoba memfokuskan diri.
Kamar ini ... aku berada di sini karena rencanaku yang gagal dan...
Mataku tiba-tiba mendelik, sontak terduduk panik dengan selimut melorot hampir menutupi dadaku. Tunggu, apa yang terjadi? Aku mengintip di balik selimut, menyaksikan tubuhku dalam kondisi tel*njang bulat.
"Ini...?"
"Selamat pagi." Suara maskulin itu terdengar dekat sekali.
Aku menoleh kaget. Pemandangan di hadapanku membuat jantung bergejolak. Daniel ada di sana, di ranjang ini, kami ada dalam selimut yang sama. Aku menilik kepada selimut Daniel yang hampir saja melorot di pinggulnya. Kami sama-sama tanpa busana!
Aku masih terperangah menatap pemandangan di depanku. Daniel berbaring dengan angkuhnya, jelas-jelas tubuhnya tel*njang bulat di balik selimutnya, dan menatapku dengan tatapan berhasrat yang memiliki.
Panik, aku menarik selimutku untuk menutupi seluruh dadaku, tetapi gerakanku itu malahan membuat selimut Daniel melorot dan hampir memperlihatkan kejantanannya. Dengan malu aku memalingkan wajah dan disambut dengan senyuman jahat Daniel.
Keberanian dan kemarahanku langsung muncul ketika menyadari rasa pedih di antara ke dua pahaku. Lelaki ini memperk*saku!
Entah apa yang terjadi semalam, aku tidak ingat sama sekali. Tapi yang pasti, aku sudah dinodai oleh iblis berhati kejam ini.
“Kau benar-benar iblis yang tidak bermoral, mengambil keuntungan dari perempuan yang sangat membencimu!" desisku menahan marah, masih tidak sudi menatap Daniel.
Daniel terkekeh mendengar suara geram yang keluar dari mulutku. “Membenciku?” Dengan santai lelaki itu berdiri, tak malu dengan tubuh telanj*ngnya yang berotot. “Lihat aku, Rana, kau meninggalkan tanda-tanda di tubuhku. Kau sangat bergairah semalam seperti kucing betina yang mencakar di sana sini untuk dipuaskaan. Dan atas gairahmu semalam, aku tidak yakin kalau kau membenciku."
Aku melirik sekilas ke tubuh tel*njang Daniel yang berdiri di samping ranjang. Wajahku langsung merah padam karena malu. Bekas-bekas itu ada, tanda-tanda merah di dada, di pinggul Daniel, dan ... di dekat kejantanannya.
Benarkah aku yang melakukannya?
“Ya. Kau yang melakukannya.” Ada senyum di suara Daniel, dia seakan tahu isi pikiranku. “Dengan sangat bergairah dan lapar. Aku cuma berbaring di sana, dan kau menyantapku bulat-bulat sepanjang malam."
Sekelebat ingatan akan percintaan yang panas muncul di ingatanku, samar-samar dan tidak jelas. Tapi, aku tidak mampu mengingat semuanya. Kenapa aku tidak mampu mengingatnya? Apa yang telah terjadi padaku?
...***...
...Epilog...
Daniel membuka pintu kamar tempat Rana dikurung dengan pelan. Sudah larut malam, dan dia tidak mengharapkan Rana masih terjaga.
Kamar itu gelap dan remang-remang, tapi mata Daniel menangkap nampan makanan yang masih utuh, hanya minumannya yang habis.
Gadis keras kepala! Geram Daniel dalam hati. Dia pikir dia bisa mengancamnya dengan membiarkan dirinya sendiri kelaparan. Dia tidak tahu bahwa Daniel akan menggunakan segala cara untuk membuat Rana menyerah padanya.
Gerakan gemerisik di ranjang membuat Daniel menoleh waspada. Dalam keremangan kamar itu, dia melihat Rana terbaring di sana, gelisah. Perempuan itu belum tidur rupanya. Dan dia tampak … tidak tenang?
Ingin tahu, Daniel mendekat, menemukan Rana berbaring di sana dengan tatapan mata tersiksa. Tubuhnya menggeliat di atas ranjang berseprei satin putih itu seperti kepanasan.
“Tolong… panas…” Suara Rana mend*sah, serak seperti kesakitan.
Keningnya mengernyit, lalu Daniel duduk di tepi ranjang, dan menyentuhkan jemarinya ke dahi Rana. Suhu tubuhnya normal, dia tidak demam. Kerutan di kening Daniel makin dalam. Lalu, kenapa perempuan ini bilang kalau dia kepanasan?
“Kau mau minum?" Dengan cekatan Daniel mengambil gelas air di meja pinggir ranjang. “Sini, aku bantu kau minum.” Daniel bangkit dan mengangkat tubuh Rana, lalu mencoba membantunya duduk.
Tubuh Rana menggayut lemah di lengannya, dan napas perempuan itu terengah. “Panas … tolong … panas sekali…” Sekali lagi, Rana mend*sahkan suara itu, suara kepanasan seperti tersiksa.
Daniel meminumkan air itu kepada Rana, dan dengan rakus Rana menghirup air itu. Tapi, napasnya tetap terengah, dan dia masih tampak tersiksa oleh rasa panas yang mendera tubuhnya.
Pasti ada sesuatu. Jangan-jangan…
Daniel memundurkan tubuh Rana yang bersandar padanya supaya dia bisa mengamati Rana dengan jelas. Wajah Rana merona kemerahan, napasnya terengah, dan matanya sedikit tidak fokus, dia selalu mengeluh kepanasan. Jangan-jangan…
Dengan cepat Daniel membaringkan Rana di ranjang, dan melangkah keluar dari kamar bernuansa putih itu, membanting pintunya, lalu berteriak:
“Luis!”
Sekejap, tanpa suara seolah menggunakan sihir, Luis muncul di depannya. “Ya, Tuan.”
“Kau campurkan apa di minuman Rana?”
Luis sedikit membungkukkan tubuhnya, wajahnya tanpa ekspresi. “Saya mencampurkan obat milik saya. Tuan tahu itu obat apa."
Wajah Daniel mengeras. “Ya. Aku tahu itu obat apa, dan aku menolak memperalat wanita dalam pengaruh obat. Kau melakukan sendiri tanpa meminta izinku. Kau tahu kalau aku marah aku bisa menghukummu!”
Luis tampak tidak terpengaruh dengan kata-kata Daniel. “Anda memerintahkan saya untuk membuat perempuan itu menyerah. Dia sangat membenci Anda, dan pasti akan berontak mati-matian. Obat itulah satu-satunya cara membuat dia menyerah." Luis menatap mata Daniel. “Anda bisa meninggalkannya kalau Anda tidak ingin memanfaatkannya."
“Dia kesakitan, kau tahu itu?” geram Daniel marah. Luis mengangkat bahunya.
“Anda bisa meredakan sakitnya. Dan besok, setelah Anda memilikinya, mungkin dia akan menjadi lebih penurut."
Daniel mendecak. “Berapa banyak obat yang kau berikan padanya?”
“Dosis biasa, Tuan. Tapi, efeknya berbeda-beda tergantung orangnya,” jawab Luis.
“Jadi ini bisa berlangsung selama berjam-jam atau bisa juga sepanjang malam?” Alis Daniel naik sebelah, seakan tertarik.
“Ini bisa berlangsung selama Anda ingin bersenang-senang, Tuan.”
Daniel terdiam. Kata-kata Luis terasa begitu menggoda.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved