Bab 5 Jadi Tawanan

by Liana Dee 16:28,Aug 13,2023
Perjalanan terasa panjang dan lebih menyiksa lagi ketika harus bersama dengan pria iblis itu.


Entah ada di mana aku sekarang, kurasakan mobil berhenti berguncang, kemudian suara pintu dibuka terdengar. Aku sontak menoleh waspada saat pintu mobil samping terbuka. Sebuah tangan kasar menarik paksa tubuhku ke luar mobil hingga hampir kepalaku membentur kap.


"Ayo jalan!" perintah seorang pria, yang dari suaranya bukan milik Daniel.


Aku meronta, tapi pria itu terus menyeretku dengan paksa. Aku tak dapat melawan kekuatannya.


"Bawa dia ke kamar atas! Luis sudah menyiapkannya." Daniel memberi perintah pada pengawal yang sedang menyergapku.


Sepertinya benar aku dibawa ke sebuah rumah. Tapi, rumah siapa? Mana mungkin milik Daniel, 'kan?


Semua terjawab saat aku dilempar ke dalam kamar itu. Si pengawal membuka penutup mataku, langsung aku membuka mata lebar-lebar dan mengamati ke sekitar meski masih buram.


Aku berada di sebuah kamar bercat putih. Seseorang yang pertama kali kulihat adalah seorang pria paruh baya berbadan kurus dan berkulit kuning langsat yang berada di hadapanku. Raut wajahnya datar, tapi aku merasa bahwa dia terlihat iba padaku.


Lalu, aku menoleh ke belakang. Dua pria berbadan besar memperlihatkan wajah sangarnya agar aku terintimidasi. Aku memalingkan wajah, mencemooh dalam hati. Memangnya pasang wajah begitu bisa bikin aku takut?


Ikatan di tanganku sudah dilepas, aku menggerakkan tanganku yang pegal dan kesemutan. Lega sekali akhirnya tanganku bisa sebebas ini. Namun, apa tubuhku bisa bebas dari tempat asing ini? Bahkan aku saja tidak tahu sedang berada di mana.


"Nona Rana," sapa pria paruh baya di depanku. "Nama saya Luis, kepala pelayan di sini."


Aku tidak peduli siapa pria itu, yang ingin aku ketahui adalah: "Sekarang saya ada di mana? Kenapa saya dibawa ke sini?" tanyaku geram.


Luis tampak bingung dalam diamnya. Apa dia juga tidak tahu alasan pastinya?


"Tuan akan menjelaskannya nanti. Mulai sekarang, Anda akan tidur di sini. Saya akan membawakan makanan untuk Anda sesuai jadwal," jawab Luis, kembali bersikap kaku dan tenang.


Tunggu, maksudnya apa ini? Aku hendak beranjak dan bertanya, tetapi Luis berjalan keluar, sementara pengawal menghalangiku lalu menghempaskanku sampai jatuh.


Pintu pun dikunci setelahnya. Mereka mengurungku!


"Hei! Buka pintunya! BUKA!" Aku berteriak sambil menggedor-gedor pintu. "Kenapa saya dikurung di sini? Luis! Daniel! Siapa pun! BUKA PINTUNYA!"


Tak ada tanggapan dan aku mulai putus asa, kutendang pintu itu sambil mengumpat kesal. "Dasar brengs*k!"


Daniel, pria iblis itu! Apa lagi yang direncanakannya? Kenapa dia bisa tahu bahwa aku menyamar? Rencanaku gagal berantakan!


Aku menghampiri ranjang bersprai putih, lalu duduk di tepi ranjang. Kuedarkan pandanganku ke seluruh kamar bernuansa putih ini. Aroma lavender yang lembut terhirup. Ruangan yang begitu rapi, tertata khas ala perempuan. Apa Daniel menyiapkan kamar ini untuk perempuan-perempuan mainannya?


"Dasar playboy! Sudah berapa banyak wanita yang sudah tidur di tempat ini?" cemoohku sambil tersenyum sinis. "Mungkin cuma aku wanita yang dibawa dengan cara disekap seperti tadi. Sedangkan mereka, dengan rela ikut dengannya karena tergoda oleh ketampanan dan kekayaannya."


Aku tak mau jadi tawanannya, aku harus segera mencari jalan keluar. Pria m*sum itu bisa-bisa merenggut keperawananku jika aku berada di sini. Apa di sini ada celah untuk kabur?


Aku beranjak mengelilingi ruangan, lalu aku menghampiri jendela kamar ini. Mataku mendelik saat aku tahu bahwa lantai 2 cukup tinggi. Tidak semudah itu melompat dari atas sini ke lantai bawah.


Selain itu, untuk menembus jalan keluar pasti tidak akan mudah. Entah berapa banyak pengawal yang dimiliki, Daniel pasti menempatkan mereka di beberapa tempat yang ada di rumah ini.


Aku melirik pintu seraya menghela napas panjang. "Kalau aku tidak terkurung di sini, pasti aku bisa mencari jalan keluar tersembunyi di rumah ini," gumamku memelas.


Dan caranya adalah menurut pada Daniel?


Iih, ogah! Memikirkannya saja membuat bulu kudukku meremang. Membujuk, apalagi membuat kesepakatan dengan Daniel pasti juga tidak berhasil. Daniel bukan pria bodoh. IQ-nya saja 150.


Terus, aku harus bagaimana?


Aku tertegun kala mendengar suara derit pintu dibuka. Lantas, Luis muncul sambil membawa nampan berisi makanan. Nasi ayam panggang, puding cokelat, dan segelas air putih tertata di atas nampan.


Kupalingkan wajahku seraya melipat kedua tanganku di dada. Meski semuanya makanan kesukaanku, aku berencana mogok makan. Mungkin saja pria itu akan melepaskanku jika aku sakit-sakitan. Tapi jika dia membiarkanku mati kelaparan, tidak apa-apa juga. Setidaknya, aku mati dengan terhormat!


"Nona, silakan dimakan," kata Luis, setelah meletakkan nampan itu di meja yang bersebrangan dengan ranjang. Setelah itu, dia pamit keluar.


Sebenarnya, perutku sejak tadi berbunyi. Aku terlalu sibuk merencanakan balas dendamku sampai lupa kalau aku hanya sarapan tadi pagi. Tapi, niatku sudah bulat untuk tidak menyentuh makanan itu.


Daripada tergoda, lebih baik aku berbaring di ranjang itu. Namun, rasa lapar menggangguku meski aku sudah berusaha memejamkan mataku. Sia-sia, aku malah tidak bisa terlelap sedikitpun.


Aku bergelung di ranjang dengan menahan rasa sakit di perut yang semakin menjadi. Tenggorokanku juga mulai kering, dan aku butuh melepas dahaga.


Di sana ada air putih, 'kan? Setidaknya malam ini aku bertahan dengan minum air. Aku pun duduk, melirik pada segelas air putih yang ada di nampan. Kuhampiri meja itu, gegas meraih gelas itu, lalu menenggaknya dengan tak sabar.


Lepas sudah dahaguku. Tapi, mataku tak sengaja melirik pada makanan di atas nakas, sehingga aku tak bisa menahan lapar ini. Lantas, aku duduk pada salah satu kursi dari dua kursi yang tersedia di sana. Aku mulai menyantap nasi dan ayam panggang, hanya saja tak sampai habis.


Seberapa banyak yang Daniel cari tentangku? Dia bahkan tahu menu makanan favoritku, yang salah satunya puding cokelat dengan lelehan fla di atasnya. Kunikmati hidangan pencuci mulut itu sampai habis. Rasanya lega jika perut terisi seperti ini. Aku bisa tidur sekarang.


Aku sudah kembali ke ranjang dan bersiap untuk memejamkan mata kembali. Akan tetapi, mataku tiba-tiba terbuka.


"Tidak, aku tidak boleh tidur! Pria itu sewaktu-waktu bisa masuk ke dalam kamar, lalu...."


Aku bergidik sampai menggigil membayangkan jika pria itu menyentuh tubuhku saat tertidur. Aku memutuskan untuk duduk di atas ranjang, mendekap tubuhku dengan selimut putih. Dan untuk berjaga-jaga, aku bergegas mengunci pintu dari dalam.


Itupun belum bisa membuatku tenang. Aku tetap terjaga, bahkan sampai pagi kalau perlu!


Tapi, kenapa tiba-tiba rasanya panas begini? Ruangan ini yang panas, atau suhu tubuhku yang meningkat? Suhu pendingin ruangan sudah cukup dingin, tapi kenapa aku merasa kepanasan?


Kemudian, timbul gejala pusing yang membuat kesadaranku hilang timbul. Perlahan aku berbaring. Perasaan aneh ini membuatku gila. Aku meronta gelisah, bahkan aku sampai melepas tangtop hitam yang melekat di tubuhku.


Perasaan apa ini? Kenapa aku merasakan gairah liar yang tak pernah kubayangkan sebelumnya? Perasaan haus akan belaian seorang pria.


"Kau kenapa, Rana?" tanya Daniel, heran melihatku menggeliat di ranjang dengan napas terengah-engah, dan tubuh yang hanya memakai br4 dan celana dalam.


Perasaan gila ini membuatku tak menyadari kehadirannya.


Daniel menghampiriku dengan tercengang, dan mengamatiku beberapa saat. "Kau sakit?" tanyanya kemudian.


Aku menggeleng memelas. "Aku ... tidak tahu...," jawabku ngos-ngosan. "Aku..."


Sepertinya aku semakin menggila. Kuturunkan tali br4 warna hitam ini. Saat aku akan menurunkan tali yang satunya, Daniel menahan tanganku. Dia beranjak ke ranjang, memanjat ke atas tubuhku sambil tersenyum mes*m.


"Apa kau ingin menghilangkan rasa sakit ini?" tanya Daniel sensual, menurunkan tali br4 yang satunya.


Otakku terlalu berkabut untuk menyadari maksud dari ucapan Daniel. Aku pun menggangguk. "Iya ... tolong ... aku, Daniel..."


"Oke." Daniel mendekatkan wajahnya ke telingaku, lalu berbisik, "Aku akan memuaskanmu, Sayang."


...***...


...Epilog...


Mobil mewah hitam memasuki pekarangan rumah mewah milik Daniel. Luis menyambutnya di depan pintu, lalu merendahkan diri kala Daniel keluar dari mobil.


Luis melirik pada wanita yang matanya ditutup, begitu para pengawal mengeluarkannya dari dalam mobil. Luis tahu bahwa wanita itu adalah anak dari keluarga Dharmaji yang dijadikan jaminan oleh ayahnya.


Tuannya tampak gusar. Pasti lelah menangani gadis pemberontak seperti dia.


"Luis, apa kau sudah menyiapkan kamarnya?" tanya Daniel.


"Sudah, Tuan."


"Tempatkan dia di sana. Kurung dia, dan beri dia makan sesuai jadwal. Jangan biarkan dia keluar dari kamar itu!"


"Baik, Tuan," sahut Luis, menunduk lagi.


Daniel akan beranjak masuk ke dalam rumah, dan Luis mengikutinya, begitu juga dengan para pengawal lainnya. Luis menggiring para pengawal untuk membawa Rana ke kamarnya. Setelah itu, dia beranjak ke dapur untuk menyiapkan makanan.


Daniel sudah memberitahukan menu makanan apa saja yang disukai oleh Rana, dan Luis segera menghidangkannya di atas sebuah nampan.


Melihat sifat Rana yang pemberontak, Luis merasa wajib membantu tuannya tanpa perintah dari Daniel. Luis mengeluarkan sebuah kantong kecil berisi beberapa butir kapsul. Ia membuka sebuah kapsul, mengeluarkan isinya untuk dilarutkan pada segelas air.


"Obat perangsang ini akan membuat gadis itu patuh pada tuan Daniel," gumam Luis sambil mengaduk air yang sudah diberi obat.

Unduh App untuk lanjut membaca