Bab 10 SATAN
by Dentik
10:48,Aug 05,2023
“Tidak, jangan seperti ini Dea. Kamu tahu kan, aku sangat mencintaimu,” mohon Kevin. Ia enggan meninggalkan istrinya.
“Aku memang salah, berikan satu kesempatan lagi, aku mohon.”
Dea membuang mukanya, tak mau menatap wajah suaminya yang terasa menjijikkan. Hatinya terlanjur sakit menerima semua kebohongan itu. Segalanya sudah hancur sekarang.
“Pergilah, rumah ini tak sudi diinjak kakimu itu Mas. Bahkan keberadaanmu terasa menjijikkan disini,” usir Dea.
“Tidak! Aku tidak akan pergi,” tolak Kevin. Ucapan Dea membuat lelaki itu sakit hati.
“Keluar sekarang.” Dea berdiri, dengan langkah tertatih meninggalkan Kevin sendirian di dalam kamar. Perempuan itu sudah sangat muak menghadapi perdebatan ini.
Kevin mengikutinya, dari belakang. Ia tak mau pergi dari rumah ini.
“Dea!” panggil Kevin pada Dea yang terus berjalan. Tanpa menoleh Dea mengatakan,
“Aku akan menelponmu untuk kembali dan mengambil sampahmu dari sini.”
Dea mengambil gelas di rak, berniat meminum sesuatu yang segar untuk membasahi kerongkongannya yang kering.
“Mungkin Icha dapat membantumu berkemas,” lanjut Dea.
“Kau terlalu berlebihan! Aku akan Menalak Icha! Berhentilah MENGUSIRKU!” pekik Kevin pada istrinya. Kewarasannya benar-benar diuji oleh Dea karena perempuan itu tetap kukuh dengan keputusannya.
“Pergi!!!” usir Dea. Ia mengurungkan niatnya mengambil minuman.
“Aku tidak punya tempat tujuan, aku harus kemana?” tolak lelaki itu, ia benar-benar tak ada tempat tujuan. Hanya rumah ini yang dia punya.
“Keluar dari sini! Kembalilah ke Icha sial*nmu itu!” teriak Dea dengan menodong pisau ke Kevin. Suaminya menjauh perlahan dari Dea.
“Apa kau ingin menusukku, Dea?” tanya Kevin histeris melihat pisau di depan dagunya. Wajah Dea berubah menjadi bengis, bekas air mata yang tak sempat mengering kini mulai banjir lagi.
“Keluar!!!” teriak Dea. Logikanya sudah mati menghadapi Kevin. Sifat keras kepalanya memperkuat setan yang di dalam tubuhnya untuk kembali mencuat.
“Apa kau gila?” Kevin merasa ngeri dengan perilaku Dea yang tak terkontrol. Sedangkan langkah perempuan itu semakin mendekat padanya.
PYARRR!!! tanpa sengaja Kevin menyenggol vas bunga yang ada di meja. Tak menggubris semua serpihan kaca di lantai, Dea tetap berjalan mendekati suaminya.
“Pergi, keluar dari sini!” teriak perempuan itu sekali lagi.
“Turunkan pisaumu!” ucap Kevin. Namun perempuan itu mengacuhkannya dan tetap menodong pisau tajam di tangannya.
“Keluar!!!”
“Persetan, sialan kau!!!” bentak Kevin, ia sudah tak bisa mengontrol istrinya yang kesetanan. Rasa takut yang ia tekan daritadi kini tak terbendung lagi.
Kevin langsung keluar dari kediamannya, meninggalkan Dea sendirian disana. Kebengisan Dea membuat lelaki itu melangkahkan kakinya keluar dari rumah.
Kini tinggal Dea yang menangis tersedu-sedu, Mbok lastri yang sebelumnya berada di halaman rumah langsung berlari masuk ke dalam setelah melihat Kevin keluar dari rumah. Melihat majikannya bersimpuh di lantai membuatnya kaget. Tergeletak pisau dapur di sampingnya.
“Mbak Dea,” panggil Mbok Lastri. Ia langsung menuntun perempuan itu kembali ke kamar. Setelah menidurkan Dea dalam tangisan sendunya, ia melihat sekeliling ruangan.
Serpihan kaca tersebar di sana.
Ruangan ini benar-benar kacau. Tanpa banyak bicara, Mbok Lastri langsung membersihkan ruangan itu.
Di satu sisi, Kevin melajukan sepeda motornya dengan kencang. Membelah jalanan kota Surabaya yang padat menjadi pelampiasan emosinya.
Ia tak menyesali perbuatannya, namun karena sudah ketahuan oleh Dea. Tak ada yang bisa ditutupinya lagi. Pikirannya benar-benar kalut.
Tanpa sadar ia sudah berada di depan rumah Icha, istri sirinya.
“Hahh... hahh... hahh...” deru napasnya memburu.
Cklekk... suara pintu terbuka, menampilkan seorang wanita dengan senyum manisnya.
“Mas,” panggil Icha manja.
Kevin turun dari sepeda motornya, tak menggubris istrinya ia langsung masuk ke dalam rumah. Kepalanya terasa berdenyut dengan kuat.
“Mas... kamu kenapa?” tanya Icha yang langsung bergelantungan di lengan suaminya.
“Layani aku sekarang, cepat!” bentak Kevin.
Bukannya takut, wanita itu justru tersenyum genit. Ini adalah hal yang sangat ia tunggu-tunggu. Meskipun semalam mereka telah melakukannya, tapi ia tak merasa lelah melayani pria itu berkali-kali dalam sehari.
Kevin langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang, sedangkan Icha memulai aksinya dengan begitu lihai.
“Lakukan dengan cepat!”
Icha menuruti perintah lelaki itu. Hingga Kevin merasakan puncak kenikmatan yang ia inginkan.
***
Tak hanya perdebatan antara Dea dan Kevin, Levi dan Nina ikut ricuh. Sehabis kedatangan Dea, Levi sibuk membereskan dokumen yang diinginkan adiknya itu hingga ia lupa pesan yang diberikan Dea soal istrinya. Sore ini ia baru mengingatkan dan langsung mendatangi Nina.
“Nina! Apa yang dimaksud adikku kemarin?” tanya Levi spontan ketika berada di dalam kamar.
Nina sontak menoleh ke arah suaminya dengan alis yang tertaut rapat.
“Maksud Mas?” Nina kebingungan dengan pertanyaan suaminya.
Levi memperhatikan perut istrinya, mengingat jika Nina sedang hamil. Sekarang usia kandungannya berjalan 3 bulan, ini adalah masa yang rentan untuk ibu hamil.
“Ekhem,” Levi mencairkan suasana tak ingin membuat istrinya sedih. Ia memilih duduk di samping istrinya, membelai perut itu dengan lembut.
“Kemarin Dea kan kesini, dia ingin kamu segera menyelesaikan masalah yang kamu buat Nin. Mas ingin tau, kamu bikin masalah apa sampai adik aku marah seperti itu?” tanya Levi kalem.
“Bukannya Dea kemarin marah itu gara-gara kamu ya Mas,” jawab Nina.
Lelaki itu terdiam, ucapan Nina memang benar. Namun, Adiknya juga sempat menyinggung soal Nina.
“Iya, tapi Dea kemarin bilang kamu disuruh ke rumahnya. Kalian ada masalah apa?” selidik Levi.
Dengan polos Nina menjawab, “Aku tidak ada masalah dengan adikmu Mas. Justru kemarin Dia menjambak rambutku.”
“Hahh...” Levi menghela nafasnya. “Besok lusa kita ke rumah Dea ya.”
“Aku tidak mau Mas, adikmu kasar banget sama aku, kepalaku bahkan masih terasa sakit,” tolak Nina. Ia bergidik ngeri mengingat kegarangan Dea ketika menjambak rambutnya.
“Kita harus kesana Nina, aku tidak mau membuat adikku murka lagi. Kamu mau semua harta kita dirampas olehnya?” bujuk Levi pada istrinya.
“Kenapa dirampas Dea?” tanya Nina bingung.
“Hahh... sebenarnya rumah ini dibeli memakai uang warisan Dea yang diberikan oma. Aku tidak bilang pada siapapun kalau uang itu kuhabiskan,” jelas Levi pelan. Ia benar-benar malu mengatakan ini, namun ia tak mau merahasiakan masalah ini dari Nina.
Nina tak percaya dengan perkataan suaminya. Dia terkejut mendengarnya.
“J-Jadi selama ini?”
“Selama ini kita hidup pakai uang Dea Nin, gajiku tidak mencukupi kebutuhanmu. Jadi mau tidak mau aku harus memakai uang adikku untuk memenuhi semua permintaanmu. Ditambah semenjak hamil kamu minta yang aneh-aneh, bahkan mobil baru dan tas branded. Itu semua memakai uang adikku,” jelas Levi.
Nina menatap suaminya tak percaya, ia menganggap selama ini suaminya kaya raya hasil dari kerjanya. Ternyata pemikirannya salah, dadanya berdetak cepat.
Dia tak bisa memikirkan apa yang akan dilakukan ketika bertemu adik iparnya itu.
“Jadi kita ke rumah Dea ya besok lusa?” pinta Levi.
Tak menjawab apapun, Nina hanya menatap manik Levi dengan ragu. Ia sangat ketakutan menghadapi Dea. Entah rahasia apa yang diketahui adik iparnya itu sampai berani menakuti suaminya seperti ini.
“Aku memang salah, berikan satu kesempatan lagi, aku mohon.”
Dea membuang mukanya, tak mau menatap wajah suaminya yang terasa menjijikkan. Hatinya terlanjur sakit menerima semua kebohongan itu. Segalanya sudah hancur sekarang.
“Pergilah, rumah ini tak sudi diinjak kakimu itu Mas. Bahkan keberadaanmu terasa menjijikkan disini,” usir Dea.
“Tidak! Aku tidak akan pergi,” tolak Kevin. Ucapan Dea membuat lelaki itu sakit hati.
“Keluar sekarang.” Dea berdiri, dengan langkah tertatih meninggalkan Kevin sendirian di dalam kamar. Perempuan itu sudah sangat muak menghadapi perdebatan ini.
Kevin mengikutinya, dari belakang. Ia tak mau pergi dari rumah ini.
“Dea!” panggil Kevin pada Dea yang terus berjalan. Tanpa menoleh Dea mengatakan,
“Aku akan menelponmu untuk kembali dan mengambil sampahmu dari sini.”
Dea mengambil gelas di rak, berniat meminum sesuatu yang segar untuk membasahi kerongkongannya yang kering.
“Mungkin Icha dapat membantumu berkemas,” lanjut Dea.
“Kau terlalu berlebihan! Aku akan Menalak Icha! Berhentilah MENGUSIRKU!” pekik Kevin pada istrinya. Kewarasannya benar-benar diuji oleh Dea karena perempuan itu tetap kukuh dengan keputusannya.
“Pergi!!!” usir Dea. Ia mengurungkan niatnya mengambil minuman.
“Aku tidak punya tempat tujuan, aku harus kemana?” tolak lelaki itu, ia benar-benar tak ada tempat tujuan. Hanya rumah ini yang dia punya.
“Keluar dari sini! Kembalilah ke Icha sial*nmu itu!” teriak Dea dengan menodong pisau ke Kevin. Suaminya menjauh perlahan dari Dea.
“Apa kau ingin menusukku, Dea?” tanya Kevin histeris melihat pisau di depan dagunya. Wajah Dea berubah menjadi bengis, bekas air mata yang tak sempat mengering kini mulai banjir lagi.
“Keluar!!!” teriak Dea. Logikanya sudah mati menghadapi Kevin. Sifat keras kepalanya memperkuat setan yang di dalam tubuhnya untuk kembali mencuat.
“Apa kau gila?” Kevin merasa ngeri dengan perilaku Dea yang tak terkontrol. Sedangkan langkah perempuan itu semakin mendekat padanya.
PYARRR!!! tanpa sengaja Kevin menyenggol vas bunga yang ada di meja. Tak menggubris semua serpihan kaca di lantai, Dea tetap berjalan mendekati suaminya.
“Pergi, keluar dari sini!” teriak perempuan itu sekali lagi.
“Turunkan pisaumu!” ucap Kevin. Namun perempuan itu mengacuhkannya dan tetap menodong pisau tajam di tangannya.
“Keluar!!!”
“Persetan, sialan kau!!!” bentak Kevin, ia sudah tak bisa mengontrol istrinya yang kesetanan. Rasa takut yang ia tekan daritadi kini tak terbendung lagi.
Kevin langsung keluar dari kediamannya, meninggalkan Dea sendirian disana. Kebengisan Dea membuat lelaki itu melangkahkan kakinya keluar dari rumah.
Kini tinggal Dea yang menangis tersedu-sedu, Mbok lastri yang sebelumnya berada di halaman rumah langsung berlari masuk ke dalam setelah melihat Kevin keluar dari rumah. Melihat majikannya bersimpuh di lantai membuatnya kaget. Tergeletak pisau dapur di sampingnya.
“Mbak Dea,” panggil Mbok Lastri. Ia langsung menuntun perempuan itu kembali ke kamar. Setelah menidurkan Dea dalam tangisan sendunya, ia melihat sekeliling ruangan.
Serpihan kaca tersebar di sana.
Ruangan ini benar-benar kacau. Tanpa banyak bicara, Mbok Lastri langsung membersihkan ruangan itu.
Di satu sisi, Kevin melajukan sepeda motornya dengan kencang. Membelah jalanan kota Surabaya yang padat menjadi pelampiasan emosinya.
Ia tak menyesali perbuatannya, namun karena sudah ketahuan oleh Dea. Tak ada yang bisa ditutupinya lagi. Pikirannya benar-benar kalut.
Tanpa sadar ia sudah berada di depan rumah Icha, istri sirinya.
“Hahh... hahh... hahh...” deru napasnya memburu.
Cklekk... suara pintu terbuka, menampilkan seorang wanita dengan senyum manisnya.
“Mas,” panggil Icha manja.
Kevin turun dari sepeda motornya, tak menggubris istrinya ia langsung masuk ke dalam rumah. Kepalanya terasa berdenyut dengan kuat.
“Mas... kamu kenapa?” tanya Icha yang langsung bergelantungan di lengan suaminya.
“Layani aku sekarang, cepat!” bentak Kevin.
Bukannya takut, wanita itu justru tersenyum genit. Ini adalah hal yang sangat ia tunggu-tunggu. Meskipun semalam mereka telah melakukannya, tapi ia tak merasa lelah melayani pria itu berkali-kali dalam sehari.
Kevin langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang, sedangkan Icha memulai aksinya dengan begitu lihai.
“Lakukan dengan cepat!”
Icha menuruti perintah lelaki itu. Hingga Kevin merasakan puncak kenikmatan yang ia inginkan.
***
Tak hanya perdebatan antara Dea dan Kevin, Levi dan Nina ikut ricuh. Sehabis kedatangan Dea, Levi sibuk membereskan dokumen yang diinginkan adiknya itu hingga ia lupa pesan yang diberikan Dea soal istrinya. Sore ini ia baru mengingatkan dan langsung mendatangi Nina.
“Nina! Apa yang dimaksud adikku kemarin?” tanya Levi spontan ketika berada di dalam kamar.
Nina sontak menoleh ke arah suaminya dengan alis yang tertaut rapat.
“Maksud Mas?” Nina kebingungan dengan pertanyaan suaminya.
Levi memperhatikan perut istrinya, mengingat jika Nina sedang hamil. Sekarang usia kandungannya berjalan 3 bulan, ini adalah masa yang rentan untuk ibu hamil.
“Ekhem,” Levi mencairkan suasana tak ingin membuat istrinya sedih. Ia memilih duduk di samping istrinya, membelai perut itu dengan lembut.
“Kemarin Dea kan kesini, dia ingin kamu segera menyelesaikan masalah yang kamu buat Nin. Mas ingin tau, kamu bikin masalah apa sampai adik aku marah seperti itu?” tanya Levi kalem.
“Bukannya Dea kemarin marah itu gara-gara kamu ya Mas,” jawab Nina.
Lelaki itu terdiam, ucapan Nina memang benar. Namun, Adiknya juga sempat menyinggung soal Nina.
“Iya, tapi Dea kemarin bilang kamu disuruh ke rumahnya. Kalian ada masalah apa?” selidik Levi.
Dengan polos Nina menjawab, “Aku tidak ada masalah dengan adikmu Mas. Justru kemarin Dia menjambak rambutku.”
“Hahh...” Levi menghela nafasnya. “Besok lusa kita ke rumah Dea ya.”
“Aku tidak mau Mas, adikmu kasar banget sama aku, kepalaku bahkan masih terasa sakit,” tolak Nina. Ia bergidik ngeri mengingat kegarangan Dea ketika menjambak rambutnya.
“Kita harus kesana Nina, aku tidak mau membuat adikku murka lagi. Kamu mau semua harta kita dirampas olehnya?” bujuk Levi pada istrinya.
“Kenapa dirampas Dea?” tanya Nina bingung.
“Hahh... sebenarnya rumah ini dibeli memakai uang warisan Dea yang diberikan oma. Aku tidak bilang pada siapapun kalau uang itu kuhabiskan,” jelas Levi pelan. Ia benar-benar malu mengatakan ini, namun ia tak mau merahasiakan masalah ini dari Nina.
Nina tak percaya dengan perkataan suaminya. Dia terkejut mendengarnya.
“J-Jadi selama ini?”
“Selama ini kita hidup pakai uang Dea Nin, gajiku tidak mencukupi kebutuhanmu. Jadi mau tidak mau aku harus memakai uang adikku untuk memenuhi semua permintaanmu. Ditambah semenjak hamil kamu minta yang aneh-aneh, bahkan mobil baru dan tas branded. Itu semua memakai uang adikku,” jelas Levi.
Nina menatap suaminya tak percaya, ia menganggap selama ini suaminya kaya raya hasil dari kerjanya. Ternyata pemikirannya salah, dadanya berdetak cepat.
Dia tak bisa memikirkan apa yang akan dilakukan ketika bertemu adik iparnya itu.
“Jadi kita ke rumah Dea ya besok lusa?” pinta Levi.
Tak menjawab apapun, Nina hanya menatap manik Levi dengan ragu. Ia sangat ketakutan menghadapi Dea. Entah rahasia apa yang diketahui adik iparnya itu sampai berani menakuti suaminya seperti ini.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved