Bab 7 MURKA
by Dentik
10:46,Aug 05,2023
Ia segera menyeka bekas air mata di wajahnya.
“Masuk,” ucap Dea.
Terlihat Bik Asih yang nongol sembari membawa sarapan untuknya.
“Mbak Dea, tadi ada yang kirim sarapan.”
“Siapa?”
“Andre.” Bik Asih mengatur meja lipat di depan Dea.
‘Andre? Kenapa dia sampai mengirimkanku sarapan?’ batin Dea yang penasaran.
“Ini sendoknya Mbak.” Perempuan paruh baya itu langsung menyondorkan garpu dan sendok pada Dea.
Ketika dia menyelesaikan sarapannya hingga tandas, Dea segera merapikan bekas makanan miliknya sendiri. Lagi-lagi pintunya terketuk dan menyembulkan kepala orang tersayangnya.
“Adik,” panggil Nala. Disusul dengan mama mertuanya yang terlihat khawatir. Kevin sempat mengatakan jika Mama akan datang ke rumah.
“Ya ampun Sayang!” pekik Rita, mama mertuanya yang berada di belakang Nala.
“Bagaimana bisa kamu kecelakaan? Kevin kemana Sayang? Astaga! Lututmu sampai luka seperti ini,” cerocos Mama mertuanya histeris mendapati menantu kesayangannya mendapat musibah.
“Aduh, anak Mama bagaimana bisa kamu kecelakaan Nak,” ucap Nala yang ikut khawatir. Perempuan itu langsung mencium kening Dea.
“Hehe, kemarin kelelahan Ma jadinya tidak fokus dan berakhir seperti ini. Mas Kevin lagi kerja,” jawab Dea dengan bibir yang tersungging manis. Kedatangan dua orang kesayangannya itu membuat hati Dea terhibur dan tenang.
“Aduh, dasar Kevin! Bisa-bisanya dia tinggalin kamu sendirian di rumah. Kamu sudah makan?” tanya Mama mertuanya.
“Sudah Ma, ini tadi dikirim Mas Andre,” jawab Dea.
“Andre?” kening Nala berkerut mendengar nama itu.
“Iya Ma, jadi kemarin aku tabrak mobil. Dan itu mobilnya Mas Andre.”
“Siapa Andre?” tanya Rita.
“Teman kerja Dea Jeng,” jawab Nala.
“Dia minta ganti rugi?” tanya Rita pada Dea.
“Tidak, justru Mas Andre yang bawa aku ke rumah sakit. Terus tadi pagi di kirim sarapan ini,” jawab Dea sembari menunjuk kotak makan di nakas meja.
Raut wajah Nala terlihat aneh. Sedangkan Mama mertuanya penasaran dengan sosok yang disebut-sebut itu.
Kedua perempuan itu menemani Dea hingga siang hari.
“Dik, Mama pulang dulu ya. Itu sudah ada Mbok Lastri, tidak apa-apa kan?” tanya Nala pada putrinya yang sedang berbaring di ranjang.
Mbok Lastri adalah asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya, hanya pada siang hari.
“Iya Ma,” jawab Dea.
“Mama juga mau pulang ya Sayang. Papamu minta jemput di bandara,” ucap Rita.
“Iya Ma, salam buat Papa ya. Jangan bilang Papa kalau Dea kecelakaan,” pinta Dea dengan puppy eyes andalannya, nampak sangat menggemaskan.
Mama mertuanya langsung meringis,“ Hehe... Mama terlanjur bilang Papa Sayang. Besok pagi Papa minta kesini, maaf ya.” Dea hanya menghela napasnya dengan pelan.
“Lekas sembuh ya Sayang, Mama sayang kamu,” ujar Rita dengan tangan yang mengelus pipi menantunya. Sedangkan Nala memperhatikan interaksi antara mertua dan menantu yang harmonis. Ia sangat terharu melihat putrinya begitu disayang oleh Rita. Tak banyak mertua yang bisa memperlakukan menantunya seperti putri kesayangan.
“Iya Ma, salam buat Papa.” Dea tersenyum mendapatkan tatapan tulus dari mertuanya. Hatinya terenyuh mengingat rencananya yang akan menceraikan Kevin beberapa bulan ke depan.
Rita menganggukkan kepalanya, menatap sendu menantunya. “Iya, assalamualaikum,” salam Rita mengakhiri percakapan mereka.
“Waalaikumsalam,” jawab Dea. Nala melambaikan tangannya pada Dea sembari menutup daun pintu kamarnya.
Kedua perempuan itu sudah pergi, meninggalkan Dea sendirian di dalam kamar.
Tanpa sadar ia melamun hingga mentari mengubah langit menjadi jingga.
Ia segera mengambil ponselnya, mencari kontak salah satu sahabat suaminya, Nino. Ada hal penting yang harus ia tanyakan pada lelaki itu.
Ketika sudah menemukan nomor itu, Dea segera menekan ikon telepon. Nino adalah salah satu sahabat suaminya yang sangat dekat. Dea sangat tau jika Kevin sering berkeluh kesah pada lelaki itu, karena tak jarang Nino memberikan nasihat padanya soal suaminya. Kepercayaan Kevin pada lelaki itu sering membuat Dea cemburu, karena ia merasa gagal menjadi seorang istri yang baik. Suaminya lebih percaya mengeluarkan unek-uneknya pada orang lain ketimbang dirinya.
Tutt... Tutt... Tut... butuh waktu yang cukup lama menunggu jawaban dari panggilannya. Dea bahkan harus mengulang panggilan itu kembali karena tak kunjung mendapatkan jawaban. Ketika telepon ketiga, “Hallo assalamualaikum,” salam Nino di seberang telepon.
“Waalaikumsalam Mas Nino,” jawab Dea.
“Ada apa Dea?” tanya Nino yang kebingungan tiba-tiba istri temannya menelpon.
“Aku mau nanya sesuatu Mas, kemarin malam Mas Nino dan Kevin nongkrong dimana?” tanya Dea.
“Aku tidak nongkrong De,” jawab Nino. Namun, tiba-tiba hening. “Eh! Kemarin malam di cafe Popstar, hehe aku lupa,” lanjut Nino.
“Oh jadi semalam tidak bersama Mas Kevin ya, oke Mas. Terima kasih informasinya, Ass-” ucapan Dea terpotong.
“Kita beneran nongkrong kok De, kamu jangan mikir aneh-aneh ya,” potong Nino dengan nada panik.
“Aku sudah tau kok Mas, Kevin semalam sama Icha,” Dea menjawab dengan senyum miris. Hatinya terasa perih lantaran banyak yang mendukung kasus pengkhianatan ini. Mereka begitu lihai dan kompak menyembunyikan bangkai.
“T-Tidak Dea, Kevin semalam bersamaku,” sanggah Nino.
“Mas Nino sahabat yang baik buat Kevin. Tapi aku tahu kamu bohong Mas, jangan gini lagi ya Mas. Istri sahabatmu ini sakit hati. Terima kasih informasinya, assalamualaikum.” Dea segera memutus sambungan telepon itu. Air mata kembali lolos dari kelopak matanya. Rasanya sangat menyakitkan mendapati banyak orang yang membantu pengkhianatan Kevin kepada dirinya.
Apa yang akan dia lakukan pada suaminya? Dea kebingungan menghadapi Kevin, tak tau harus membuat rencana apa untuk membalas dendam pengkhianatan suaminya.
Suara motor Kevin memasuki rumah terdengar dengan nyaring di telinganya. Dada wanita itu berdegup kencang mendengar kedatangan suaminya. Rasanya sangat menyakitkan mengetahui Kevin memiliki perempuan lain selain dirinya. Ditambah kali ini lelaki itu pulang cukup telat. Dugaannya kembali mengarah pada Icha, istri siri Kevin.
Cukup lama ia menunggu suaminya masuk ke dalam kamar. Entah apa yang akan diucapkannya pada pria itu tentang masalah ini. Kini Kevin sedang membuka pintu kamar. Nampak suaminya yang sedang menggaruk-garuk rambut yang lepek. Penampilan lelaki itu terlihat sangat berantakan!
“Kamu semalam sama siapa Mas?” Mulutnya sangat gatal dan ingin mananyakan langsung pada suaminya. Batinnya sudah terlalu sakit menahan gejolak yang tiada habisnya. Kevin terdiam di daun pintu.
“Sama Nino,” jawab Kevin dengan raut wajah yang tak bisa diartikan.
“Kenapa kamu berbohong Mas?” Dea menatap suaminya dengan begitu dalam.
Kevin mengerutkan dahinya, “apa yang kau bicarakan?”
“Apa yang kamu lakukan sepanjang malam?” tanya Dea dengan nada lemah. Dirinya benar-benar lemas melihat suaminya berbohong.
“Aku dengan Nino,” tegas Kevin. Lelaki itu nampak tak nyaman mendengar perkataan istrinya.
“Ya Tuhan! Kau bajingan pembohong Vin. Kau membuatku sangat muak!” Mata Dea berair mendengar jawaban Kevin.
Mendengar makian istrintanya membuat lelaki itu terkejut. Ini pertama kalinya Dea mengeluarkan sarkas padanya.
“Aku dengan Nino, aku bersumpah.”
Dea menutup mulut dengan tangannya.
“Masuk,” ucap Dea.
Terlihat Bik Asih yang nongol sembari membawa sarapan untuknya.
“Mbak Dea, tadi ada yang kirim sarapan.”
“Siapa?”
“Andre.” Bik Asih mengatur meja lipat di depan Dea.
‘Andre? Kenapa dia sampai mengirimkanku sarapan?’ batin Dea yang penasaran.
“Ini sendoknya Mbak.” Perempuan paruh baya itu langsung menyondorkan garpu dan sendok pada Dea.
Ketika dia menyelesaikan sarapannya hingga tandas, Dea segera merapikan bekas makanan miliknya sendiri. Lagi-lagi pintunya terketuk dan menyembulkan kepala orang tersayangnya.
“Adik,” panggil Nala. Disusul dengan mama mertuanya yang terlihat khawatir. Kevin sempat mengatakan jika Mama akan datang ke rumah.
“Ya ampun Sayang!” pekik Rita, mama mertuanya yang berada di belakang Nala.
“Bagaimana bisa kamu kecelakaan? Kevin kemana Sayang? Astaga! Lututmu sampai luka seperti ini,” cerocos Mama mertuanya histeris mendapati menantu kesayangannya mendapat musibah.
“Aduh, anak Mama bagaimana bisa kamu kecelakaan Nak,” ucap Nala yang ikut khawatir. Perempuan itu langsung mencium kening Dea.
“Hehe, kemarin kelelahan Ma jadinya tidak fokus dan berakhir seperti ini. Mas Kevin lagi kerja,” jawab Dea dengan bibir yang tersungging manis. Kedatangan dua orang kesayangannya itu membuat hati Dea terhibur dan tenang.
“Aduh, dasar Kevin! Bisa-bisanya dia tinggalin kamu sendirian di rumah. Kamu sudah makan?” tanya Mama mertuanya.
“Sudah Ma, ini tadi dikirim Mas Andre,” jawab Dea.
“Andre?” kening Nala berkerut mendengar nama itu.
“Iya Ma, jadi kemarin aku tabrak mobil. Dan itu mobilnya Mas Andre.”
“Siapa Andre?” tanya Rita.
“Teman kerja Dea Jeng,” jawab Nala.
“Dia minta ganti rugi?” tanya Rita pada Dea.
“Tidak, justru Mas Andre yang bawa aku ke rumah sakit. Terus tadi pagi di kirim sarapan ini,” jawab Dea sembari menunjuk kotak makan di nakas meja.
Raut wajah Nala terlihat aneh. Sedangkan Mama mertuanya penasaran dengan sosok yang disebut-sebut itu.
Kedua perempuan itu menemani Dea hingga siang hari.
“Dik, Mama pulang dulu ya. Itu sudah ada Mbok Lastri, tidak apa-apa kan?” tanya Nala pada putrinya yang sedang berbaring di ranjang.
Mbok Lastri adalah asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya, hanya pada siang hari.
“Iya Ma,” jawab Dea.
“Mama juga mau pulang ya Sayang. Papamu minta jemput di bandara,” ucap Rita.
“Iya Ma, salam buat Papa ya. Jangan bilang Papa kalau Dea kecelakaan,” pinta Dea dengan puppy eyes andalannya, nampak sangat menggemaskan.
Mama mertuanya langsung meringis,“ Hehe... Mama terlanjur bilang Papa Sayang. Besok pagi Papa minta kesini, maaf ya.” Dea hanya menghela napasnya dengan pelan.
“Lekas sembuh ya Sayang, Mama sayang kamu,” ujar Rita dengan tangan yang mengelus pipi menantunya. Sedangkan Nala memperhatikan interaksi antara mertua dan menantu yang harmonis. Ia sangat terharu melihat putrinya begitu disayang oleh Rita. Tak banyak mertua yang bisa memperlakukan menantunya seperti putri kesayangan.
“Iya Ma, salam buat Papa.” Dea tersenyum mendapatkan tatapan tulus dari mertuanya. Hatinya terenyuh mengingat rencananya yang akan menceraikan Kevin beberapa bulan ke depan.
Rita menganggukkan kepalanya, menatap sendu menantunya. “Iya, assalamualaikum,” salam Rita mengakhiri percakapan mereka.
“Waalaikumsalam,” jawab Dea. Nala melambaikan tangannya pada Dea sembari menutup daun pintu kamarnya.
Kedua perempuan itu sudah pergi, meninggalkan Dea sendirian di dalam kamar.
Tanpa sadar ia melamun hingga mentari mengubah langit menjadi jingga.
Ia segera mengambil ponselnya, mencari kontak salah satu sahabat suaminya, Nino. Ada hal penting yang harus ia tanyakan pada lelaki itu.
Ketika sudah menemukan nomor itu, Dea segera menekan ikon telepon. Nino adalah salah satu sahabat suaminya yang sangat dekat. Dea sangat tau jika Kevin sering berkeluh kesah pada lelaki itu, karena tak jarang Nino memberikan nasihat padanya soal suaminya. Kepercayaan Kevin pada lelaki itu sering membuat Dea cemburu, karena ia merasa gagal menjadi seorang istri yang baik. Suaminya lebih percaya mengeluarkan unek-uneknya pada orang lain ketimbang dirinya.
Tutt... Tutt... Tut... butuh waktu yang cukup lama menunggu jawaban dari panggilannya. Dea bahkan harus mengulang panggilan itu kembali karena tak kunjung mendapatkan jawaban. Ketika telepon ketiga, “Hallo assalamualaikum,” salam Nino di seberang telepon.
“Waalaikumsalam Mas Nino,” jawab Dea.
“Ada apa Dea?” tanya Nino yang kebingungan tiba-tiba istri temannya menelpon.
“Aku mau nanya sesuatu Mas, kemarin malam Mas Nino dan Kevin nongkrong dimana?” tanya Dea.
“Aku tidak nongkrong De,” jawab Nino. Namun, tiba-tiba hening. “Eh! Kemarin malam di cafe Popstar, hehe aku lupa,” lanjut Nino.
“Oh jadi semalam tidak bersama Mas Kevin ya, oke Mas. Terima kasih informasinya, Ass-” ucapan Dea terpotong.
“Kita beneran nongkrong kok De, kamu jangan mikir aneh-aneh ya,” potong Nino dengan nada panik.
“Aku sudah tau kok Mas, Kevin semalam sama Icha,” Dea menjawab dengan senyum miris. Hatinya terasa perih lantaran banyak yang mendukung kasus pengkhianatan ini. Mereka begitu lihai dan kompak menyembunyikan bangkai.
“T-Tidak Dea, Kevin semalam bersamaku,” sanggah Nino.
“Mas Nino sahabat yang baik buat Kevin. Tapi aku tahu kamu bohong Mas, jangan gini lagi ya Mas. Istri sahabatmu ini sakit hati. Terima kasih informasinya, assalamualaikum.” Dea segera memutus sambungan telepon itu. Air mata kembali lolos dari kelopak matanya. Rasanya sangat menyakitkan mendapati banyak orang yang membantu pengkhianatan Kevin kepada dirinya.
Apa yang akan dia lakukan pada suaminya? Dea kebingungan menghadapi Kevin, tak tau harus membuat rencana apa untuk membalas dendam pengkhianatan suaminya.
Suara motor Kevin memasuki rumah terdengar dengan nyaring di telinganya. Dada wanita itu berdegup kencang mendengar kedatangan suaminya. Rasanya sangat menyakitkan mengetahui Kevin memiliki perempuan lain selain dirinya. Ditambah kali ini lelaki itu pulang cukup telat. Dugaannya kembali mengarah pada Icha, istri siri Kevin.
Cukup lama ia menunggu suaminya masuk ke dalam kamar. Entah apa yang akan diucapkannya pada pria itu tentang masalah ini. Kini Kevin sedang membuka pintu kamar. Nampak suaminya yang sedang menggaruk-garuk rambut yang lepek. Penampilan lelaki itu terlihat sangat berantakan!
“Kamu semalam sama siapa Mas?” Mulutnya sangat gatal dan ingin mananyakan langsung pada suaminya. Batinnya sudah terlalu sakit menahan gejolak yang tiada habisnya. Kevin terdiam di daun pintu.
“Sama Nino,” jawab Kevin dengan raut wajah yang tak bisa diartikan.
“Kenapa kamu berbohong Mas?” Dea menatap suaminya dengan begitu dalam.
Kevin mengerutkan dahinya, “apa yang kau bicarakan?”
“Apa yang kamu lakukan sepanjang malam?” tanya Dea dengan nada lemah. Dirinya benar-benar lemas melihat suaminya berbohong.
“Aku dengan Nino,” tegas Kevin. Lelaki itu nampak tak nyaman mendengar perkataan istrinya.
“Ya Tuhan! Kau bajingan pembohong Vin. Kau membuatku sangat muak!” Mata Dea berair mendengar jawaban Kevin.
Mendengar makian istrintanya membuat lelaki itu terkejut. Ini pertama kalinya Dea mengeluarkan sarkas padanya.
“Aku dengan Nino, aku bersumpah.”
Dea menutup mulut dengan tangannya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved