Bab 5 NEGATIVE

by Dentik 10:45,Aug 05,2023
Insiden yang ia alami menyebabkan tubuhnya lemas, bahkan ia tak sanggup untuk berjalan.

“Dea,” panggil seseorang yang kaget melihat perempuan terduduk di jalanan.

Dea mendongakkan kepalanya ke arah seseorang yang memanggilnya. Sosok lelaki bertubuh tinggi namun sedikit kurus itu segera berjongkok.

“Are you okay?” tanyanya cemas. Pria itu adalah Andre, teman seinstansi yang notabenya sebagai penggemar dirinya. Yah, Andre menyukai Dea hingga sekarang, bahkan dia mengakui hal itu.

Dea hanya mengangguk mendapatkan pertanyaan dari Andre.

Tanpa aba-aba, lelaki itu langsung mebopong Dea masuk ke dalam mobil. Mobil Merchendez Benz berwarna hitam yang akan menabrak tubuhnya beberapa waktu lalu.

“Sepedaku,” lirih Dea.

“Nanti di antar bapak itu,” jawab Andre dengan menunjuk seseorang di depan mobil yang sibuk mengambil semua barang. Beberapa orang lainnya menyingkirkan sepeda motornya di tengah jalanan.

Andre meninggalkan Dea sendirian di dalam mobil dan berbicara pada bapak tersebut. Terlihat ia mengeluarkan beberapa lembar uang di sana. Lalu, Andre segera masuk ke dalam mobil dan melajukannya secara perlahan meninggalkan tempat terjadinya laka.

“Kita ke rumah sakit sebentar ya,” ucap Andre yang melirik lutut dan siku Dea. Pakaian itu terlihat sobek yang menampakkan kulit tersobek karena tergores aspal.

Dea hanya bisa pasrah karena tubuhnya masih terasa lemas tak berdaya. Beberapa waktu kemudian Dea merasa perih di bagian lukanya. Tanpa sadar ia sampai nangis sesenggukan. Tak hanya rasa perih pada lukanya, namun hatinya yang telah hancur pun ditangisinya dengan pilu.

Sesampainya di rumah sakit, Andre kembali membopong Dea. Menemaninya hingga dokter selesai memasangkan perban.

“Mau pulang sekarang?” tanya Andre. Raut wajahnya yang kalem membuat Dea terpana. Ada kenyamanan tersendiri ketika melihat lelaki itu. Padahal sebelumnya ia merasa sangat risih ketika Andre mendekat bahkan dalam jarak satu meter darinya.

“Iya,” jawab Dea.

Andre bersiap untuk menggendongnya, namun dengan cepat Dea menolak.

“Aku bisa jalan sendiri.” Ia segera turun dari ranjang. Dengan telaten Andre memapah Dea hingga masuk ke dalam mobil yang ada di parkiran rumah sakit.

“Hati-hati,” ucap Andre ketika Dea akan duduk di kursi penumpang. Dengan perlahan, Dea mengangkat kakinya yang kaku karena lilitan perban di lututnya.

Andre memberikan sebungkus salep dan obat pada Dea setelah ia duduk di kursi kemudi.

“Ini ada beberapa obat dan salep. Sudah ada keterangannya,” jelas Andre.

“Thanks,” ujar Dea menerima bungkus itu.

“Jaga kesehatan ya, tadi dokter beritahu kalau kamu kurang darah. Minum semua obat ini secara teratur biar lekas membaik,” tutur lelaki itu dengan tatapan sendu.

Dea hanya menganggukkan kepala tanda mengerti ucapan Andre. Ia mengakui jika dirinya terlalu menvorsir tubuhnya, dan berimbas pada kesehatannya yang terganggu baik itu secara fisik, kesehatan maupun sosial.

“Besok kamu tidak perlu masuk De, aku sudah mengabari orang kantor jika kamu kecelakaan,” oceh Andre sembari memutar setirnya dan meninggalkan rumah sakit.

“Terimakasih Pak.” Dea hanya mampu berucap kata itu dari mulutnya.

“Tidak masalah, kalau perlu bantuan kamu bisa hubungi aku. Jangan sungkan sama aku Dea, yang lalu biarlah berlalu.” Andre tersenyum namun tatapannya fokus ke jalanan.

***

Sesampainya di kediaman Dea, terlihat gerbang yang terbuka. Andre segera menurunkannya dari dalam mobil, membopong Dea masuk ke dalam rumah.

Tiba-tiba Kevin muncul dengan penampilan yang rapi. Ia melihat Andre dan Dea bergantian, tatapan tajam terarah pada Andre.

“Ada apa kamu dengan istri saya?” tanya Kevin ketus dan langsung menghampiri mereka berdua. Tatapan elangnya mampu menghunus jantung siapa saja.

“Maaf Mas, tanpa segaja tadi saya menabrak Dea. Kami baru saja dari rumah sakit,” jelas Andre.

Kevin mengernyitkan dahinya, melihat tampilan istrinya yang di penuhi perban dengan baju yang sobek di beberapa bagian. Dengan gesit Kevin segera mengambil alih tubuh istrinya dari Andre.

“Bagaimana bisa, kenapa kau tidak hubungiku?” tanya Kevin ketus. Ia tak terima istrinya dilukai oleh lelaki lain. Andre meringis dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia tak bisa memikirkan alasan apapun.

“Mas aku capek,” keluh Dea yang sudah tidak kuat. Ia tak ingin suaminya berdebat dengan Andre lebih lama lagi.

“Mas Andre, tas saya,” pinta Dea dengan tangan yang menengadah menunggu Andre memberikan tasnya.

“Oh iya ini.” Andre segera memberikan tas itu pada Dea. Namun, buru-buru di sahut oleh Kevin. Dea tersenyum kaku melihat tingkah suaminya, lalu ia memberikan kode pada Andre untuk segera meninggalkan rumahnya.

“Hehe... Kalau begitu saya pamit dulu ya Mas, Dea,” ujar Andre yang melangkah mundur.

“Iya Mas, terima kasih ya,” ucap Dea.

“Sama-sama, Assalamualaikum,” tutup Andre yang berlari ke arah mobilnya.

Tinggal Dea dan Kevin di teras. Keduanya masuk ke dalam rumah dengan hati-hati. Tak mengeluarkan sepatah katapun setelah kepergian Andre.

Kini Kevin merebahkan tubuh Dea di atas ranjang. Setelah menaruh tas di atas nakas, lelaki itu langsung keluar dari kamar.

Mulut Dea terkatup rapat, mengingat bagaimana dirinya yang akan dilindas ban mobil beberapa waktu lalu. Lamunan itu terpecah dengan kedatangan Kevin yang membawa segelas air dan beberapa buah.

“Aku mau keluar, kamu tidak apa-apa di rumah sendirian kan?” tanya Kevin.

Dea mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Kevin, bibirnya manyun. Merasa kesal karena Kevin memilih pergi ketimbang menemaninya.

“Oke, kalau begitu aku pergi dulu. Hubungi aku kalau ada urgent,” ucap Kevin yang langsung meninggalkan Dea sendiri di kamar. Rasa dongkol langsung menyelimuti hati perempuan itu.

Kevin memanglah seseorang yang cuek, tapi ini sangat keterlaluan. Dea hanya mendengus kesal menatap punggung Kevin yang menghilang di balik pintu. Ia memilih untuk memejamkan mata menyudahi berbagai kejadian hal yang buruk di hari ini.

Mata itu terlelap dan menghadirkan alam mimpi tempat Dea merasakan kebahagian semu.

***

Cahaya silau menerpa kedua kelopak mata Dea. Sinar mentari di pagi hari memaksa perempuan yang terkapar di ranjang membuka mata. Menyesuaikan ketahanan pupilnya dalam merespon cahaya menyebabkan Dea harus mengedipkan mata beberapa kali.

“Sudah pagi?” tanya Dea dengan suara serak.

Ia menelusuri kamarnya, tidak ada Kevin. Dilihat jam dinding yang menunjukkan pukul 06.15 WIB.

Tiba-tiba... Brummmm... Suara sepeda motor Kevin yang baru saja masuk ke dalam rumah.

“Dia baru pulang?” penasarannya. Ia terdiam menunggu kedatangan suaminya.

Ckelekk... Suara ganggang pintu yang di buka. Menghadirkan Kevin yang masih dalam penampilan kemarin malam.

Kecurigaan Dea menyeruak begitu saja di pikirannya.

“Baru pulang Mas?” tanyanya pelan.

“Iya, semalam begadang sama Nino,” jawab Kevin tanpa melihat istrinya. Pria itu sibuk melepaskan pakaiannya dan mengganti ke baju dinas.

“Yakin sama Nino?” tanya Dea dengan rasa curiga.

“Iya, memang mau sama siapa lagi. Kamu jangan mikir yang aneh-aneh.” Nada bicara Kevin terdengar ketus. Dea memilih diam.

Ting! Ada notifikasi masuk di ponselnya.

“Aku berangkat dulu. Aku sudah bicara pada Bik Asih untuk membawa sarapan buatmu. Oh iya! Mama sama mama mertua akan kesini,” ujar lelaki itu.

Kevin keluar kamar dengan tergesa-gesa.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

169