Bab 11 What Lie?
by Liora
08:20,Aug 02,2021
Aelyn menatap cermin di depannya dengan harapan jika pakaian yang dia kenakan pantas untuk menghadiri sebuah acara, jika bukan karena permintaan Revan sungguh dirinya tidak akan bersedia memakai gaun, apalagi heels yang lebih tinggi, gaun yang sedikit mengekspos punggungnya dan kaki jenjangnya.
Dering nada ponselnya mengalihkan pandangan Aelyn, dia mengambilnya.
“Kamu sudah ada dibawah? Baiklah aku akan segera turun.” ucap Aelyn, mengambil tas selempang berwarna hitam, dia segera meninggalkan apartemennya.
Di Dalam lift-pun dirinya masih sibuk untuk menatap dirinya, dia sengaja mengurai rambut panjangnya untuk menutupi gaun yang memang sedikit mengekspos tubuh bagaimana atas, jika Aelyn tidak memikirkan malu yang akan Revan katakan mungkin dirinya sudah memilih memakai pakaian kantornya.
Aelyn menghela nafas setelah lift terbuka, kaki jenjangnya melangkah keluar dari lantai dasar, melihat Revan yang sudah berdiri di belakang mobilnya, pria itu selalu tampan dengan apapun yang dia kenakan, Aelyn sangat bangga memiliki teman sepertinya.
“Kenapa lama sekali datangnya?” tanya Revan, malam ini setelan jas hitam yang dia pilih untuk menggandeng Aelyn dalam acara seminar dan juga lelang, sebenarnya itu hanya alasan agar pria itu bisa mengajak Aelyn keluar.
Seperti yang Revan kenal, Aelyn sangat sulit untuk diajak keluar apalagi jika tidak ada alasan yang kuat, maka Aelyn akan menolaknya dengan mudah dan membuat Revan tidak ada pilihan lain.
“Bagaimana penampilanku?” tanya Aelyn.
Revan tersenyum, gaun yang Aelyn kenakan benar-benar memancarkan kecantikannya, apalagi warna peach yang begitu cocok dengan kulitnya, walau sedikit membuat Revan ingin memberikan jasnya karena terlalu mengekspos punggung indahnya.
“Aku harus berkata jujur atau bohong?” pria itu membukakan pintu mobilnya, membiarkan Aelyn masuk kedalam terlebih dahulu.
“Aku tidak tahu jika kamu memiliki mobil yang mewah, apa ini edisi terbatas?” Aelyn bukannya menjawab pertanyaan Revan, wanita itu malah terpesona dengan desain mobil itu, apalagi terlihat mewah dengan warna merah maroon.
“Aku jarang menggunakannya, hanya diwaktu tertentu.” ucap Revan, tangannya mulai menyalakan mesin mobilnya, dengan gaya kerennya dia mulai meninggalkan area apartemen Aelyn.
Aelyn menghirup udara malam dengan mata yang terpejam, dia sangat menyukai suasana malam hari, sangat suka dan benar-benar mengagumi keindahan malam, sudah lama dia tidak bepergian di dalam hari seperti ini.
Revan berinisiatif untuk membuka atap mobilnya, dia ikut terbawa suasana senang Aelyn, dia sungguh pemandangan paling indah dari pemandangan lainnya, tatapan sendu dan senyum tenang itu mampu membuat degup jantungnya berdetak lebih cepat, belum lagi Revan yang harus pandai menyembunyikan semu merah di pipinya.
“Kau terlihat cantik dengan gaun itu.” ucap Revan, dia berkata jujur walau sedikit ditutupi dengan ucapan biasa, indah itu menyembunyikan sebuah perasaannya sejak satu tahun yang lalu.
Seakan tidak ada kata lelah mencintainya padahal jelas jika tidak ada satupun harapan jika itu akan direspon olehnya.
“Kau memuji seakan terdengar terpaksa!” balas Aelyn, tatapan masih tertuju pada jalanan kota, banyak sekali lampu yang menghiasi malam dan sungai yang tenang membentang di hadapannya.
“Daripada aku berkata jujur ka—,”
“aku lebih suka kejujuran, biarpun itu menyakitkan tapi itu hanya sekali daripada harus dibohongi setiap saat, aku membenci sebuah kebohongan apalagi menyembunyikan sesuatu dariku.” Sela Aelyn, karena selama hidupnya dia selalu membohongi dirinya, mengatakan jika dia baik-baik saja padahal dia begitu kesepian di dunia yang luas ini.
Revan terdiam, tidak ada kalimat yang bisa dibela untuk itu, kejujuran memang hal yang sulit dilakukan apalagi jujur pada perasaannya.
Seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami, hanya 1% untuk yakin dan sisanya hanya rasa takut kehilangan.
Mobil lamborghini itu memasuki area yang sudah berisi oleh berbagai jenis mobil. Setelah memarkirkan mobilnya Revan dan Aelyn melangkah bersama melewati red carpet yang disedia untuk para undangan, ada beberapa media yang jyga mengisi di sisi samping.
Aelyn bersembunyi pada Revan saat flash kamera menyoroti dirinya, tangannya menggenggam erat lengan pria itu, sampai akhirnya dia harus berlari untuk segera masuk kedalam gedung.
“Kamu merasa terganggu dengan paparazzi?” tanya Revan, dia khawatir dan terkejut dengan reaksi Aelyn tadi, dia belum pernah melihat gadis itu ketakutan, apalagi genggamnya begitu kuat.
Aelyn menggelengkan kepalanya, dia mengatur nafas secara perlahan, bukannya takut hanya saja Aelyn tidak terbiasa dengan semua ini, dia tidak bisa beradaptasi dengan baik, itulah kenapa dia begitu gugup datang kesini.
Revan menarik kursi untuk Aelyn dan memberikan jasnya, dia sampai berjongkok untuk memastikan kondisi Aelyn dan menyesal telah membawanya kesini. “Aku akan mengambil minuman untukmu.”
Aelyn hanya mengangguk, dia menatap ke seluruh ruangan yang begitu banyak orang dan itu membuatnya merasa tidak nyaman, dia sedikit menundukkan pandangannya, kenapa sulit sekali mengendalikan diri.
‘Aelyn tenanglah, mereka tidak akan melakukan apapun padamu! Kau hanya perlu diam di sana sampai acara selesai,’ ucap Aelyn dalam hatinya, dalam keramain itu dia mencoba menepis rasa takutnya.
“Minumlah atau kamu ingin pulang?” tanya Revan, dia menarik kursi agar bisa duduk dihadapan gadis itu, jika bukan karena Revan sahabat Aelyn, dia sudah pasti memberikan pelukan pada gadis itu.
“Aku baik Van, aku hanya terkejut, jangan terlalu dipikirkan.” ucap Aelyn, dia terpaksa tersenyum untuk membuat Revan yakin, Aelyn tidak mungkin minta pulang, ini acara penting untuk Revan.
“Kau yakin?” Tanya Revan.
“Sudahlah, jangan berlebihan. Aku baik,”
Revan tersenyum, dia hanya bisa mengusap surai dan wajah Aelyn agar gadis itu sedikit tenang, “Jika kamu tidak nyaman, aku tidak masalah jika kamu meminta pulang.”
Dan acara-pun dimulai dengan pembukaan dari seorang wanita cantik, di sampingnya ada seorang pria, Tunggu? Ethan ada disini?
Bola mata Aelyn melebar sempurna, terkejut melihat kehadiran pria itu, dia sedikit menundukkan pandangannya dan menghindar agar pria itu tidak melihat dirinya, dia menyesal mengatakan jika dunia ini luas ternyata begitu sempit sampai terus bertemu dengan pria itu.
“Bukankah itu Tuan Ste—,”
Aelyn segera menutup mulut Revan, dia menggelengkan kepala ke arahnya dan mengisyaratkan pria itu untuk tidak melanjutkan kalimat.
Revan hanya mengangguk, entah kenapa hal itu berhasil membuatnya senang, apalagi aroma khas Aelyn sangat tercium dari tangannya, aroma dari bunga mawar, sangat tenang dan menyejukkan.
“Aku—aku ingin ke toilet sebentar,” ucap Aelyn, dia langsung menjauhkan tangannya, kenapa tubuhnya begitu refleks jika dengan Revan, seharusnya dia menghormati pria itu, bagaimanapun Revan adalah atasannya dan seniornya.
Aelyn membuka pintu dan keluar dari ruangan itu, dia membuang nafas lega setelah merasa angin menerpa dirinya, kaki bukan melangkah ke toilet, dia menaiki anak tangga dan terkejut melihat siapa yang sedang ada dihadapan.
“Aelyn?” panggilan Ethan, pria itu terkejut dengan penampilan gadis itu yang begitu berbeda, dia bahkan terlihat cantik dan begitu feminim.
Aelyn menggigit bibir bawahnya, dia benar-benar mengutuk pria itu yang terus bertemunya, Aelyn langsung membalik badannya dan meninggalkan pria itu.
Tapi bodohnya heels yang dia kenakan membuatnya tidak stabil menuruni anak tangga hingga membuatnya terjauh, dia melewati beberapa anak tangga dan membuat kakinya terkilir.
“Kamu baik-baik saja?”
Dering nada ponselnya mengalihkan pandangan Aelyn, dia mengambilnya.
“Kamu sudah ada dibawah? Baiklah aku akan segera turun.” ucap Aelyn, mengambil tas selempang berwarna hitam, dia segera meninggalkan apartemennya.
Di Dalam lift-pun dirinya masih sibuk untuk menatap dirinya, dia sengaja mengurai rambut panjangnya untuk menutupi gaun yang memang sedikit mengekspos tubuh bagaimana atas, jika Aelyn tidak memikirkan malu yang akan Revan katakan mungkin dirinya sudah memilih memakai pakaian kantornya.
Aelyn menghela nafas setelah lift terbuka, kaki jenjangnya melangkah keluar dari lantai dasar, melihat Revan yang sudah berdiri di belakang mobilnya, pria itu selalu tampan dengan apapun yang dia kenakan, Aelyn sangat bangga memiliki teman sepertinya.
“Kenapa lama sekali datangnya?” tanya Revan, malam ini setelan jas hitam yang dia pilih untuk menggandeng Aelyn dalam acara seminar dan juga lelang, sebenarnya itu hanya alasan agar pria itu bisa mengajak Aelyn keluar.
Seperti yang Revan kenal, Aelyn sangat sulit untuk diajak keluar apalagi jika tidak ada alasan yang kuat, maka Aelyn akan menolaknya dengan mudah dan membuat Revan tidak ada pilihan lain.
“Bagaimana penampilanku?” tanya Aelyn.
Revan tersenyum, gaun yang Aelyn kenakan benar-benar memancarkan kecantikannya, apalagi warna peach yang begitu cocok dengan kulitnya, walau sedikit membuat Revan ingin memberikan jasnya karena terlalu mengekspos punggung indahnya.
“Aku harus berkata jujur atau bohong?” pria itu membukakan pintu mobilnya, membiarkan Aelyn masuk kedalam terlebih dahulu.
“Aku tidak tahu jika kamu memiliki mobil yang mewah, apa ini edisi terbatas?” Aelyn bukannya menjawab pertanyaan Revan, wanita itu malah terpesona dengan desain mobil itu, apalagi terlihat mewah dengan warna merah maroon.
“Aku jarang menggunakannya, hanya diwaktu tertentu.” ucap Revan, tangannya mulai menyalakan mesin mobilnya, dengan gaya kerennya dia mulai meninggalkan area apartemen Aelyn.
Aelyn menghirup udara malam dengan mata yang terpejam, dia sangat menyukai suasana malam hari, sangat suka dan benar-benar mengagumi keindahan malam, sudah lama dia tidak bepergian di dalam hari seperti ini.
Revan berinisiatif untuk membuka atap mobilnya, dia ikut terbawa suasana senang Aelyn, dia sungguh pemandangan paling indah dari pemandangan lainnya, tatapan sendu dan senyum tenang itu mampu membuat degup jantungnya berdetak lebih cepat, belum lagi Revan yang harus pandai menyembunyikan semu merah di pipinya.
“Kau terlihat cantik dengan gaun itu.” ucap Revan, dia berkata jujur walau sedikit ditutupi dengan ucapan biasa, indah itu menyembunyikan sebuah perasaannya sejak satu tahun yang lalu.
Seakan tidak ada kata lelah mencintainya padahal jelas jika tidak ada satupun harapan jika itu akan direspon olehnya.
“Kau memuji seakan terdengar terpaksa!” balas Aelyn, tatapan masih tertuju pada jalanan kota, banyak sekali lampu yang menghiasi malam dan sungai yang tenang membentang di hadapannya.
“Daripada aku berkata jujur ka—,”
“aku lebih suka kejujuran, biarpun itu menyakitkan tapi itu hanya sekali daripada harus dibohongi setiap saat, aku membenci sebuah kebohongan apalagi menyembunyikan sesuatu dariku.” Sela Aelyn, karena selama hidupnya dia selalu membohongi dirinya, mengatakan jika dia baik-baik saja padahal dia begitu kesepian di dunia yang luas ini.
Revan terdiam, tidak ada kalimat yang bisa dibela untuk itu, kejujuran memang hal yang sulit dilakukan apalagi jujur pada perasaannya.
Seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami, hanya 1% untuk yakin dan sisanya hanya rasa takut kehilangan.
Mobil lamborghini itu memasuki area yang sudah berisi oleh berbagai jenis mobil. Setelah memarkirkan mobilnya Revan dan Aelyn melangkah bersama melewati red carpet yang disedia untuk para undangan, ada beberapa media yang jyga mengisi di sisi samping.
Aelyn bersembunyi pada Revan saat flash kamera menyoroti dirinya, tangannya menggenggam erat lengan pria itu, sampai akhirnya dia harus berlari untuk segera masuk kedalam gedung.
“Kamu merasa terganggu dengan paparazzi?” tanya Revan, dia khawatir dan terkejut dengan reaksi Aelyn tadi, dia belum pernah melihat gadis itu ketakutan, apalagi genggamnya begitu kuat.
Aelyn menggelengkan kepalanya, dia mengatur nafas secara perlahan, bukannya takut hanya saja Aelyn tidak terbiasa dengan semua ini, dia tidak bisa beradaptasi dengan baik, itulah kenapa dia begitu gugup datang kesini.
Revan menarik kursi untuk Aelyn dan memberikan jasnya, dia sampai berjongkok untuk memastikan kondisi Aelyn dan menyesal telah membawanya kesini. “Aku akan mengambil minuman untukmu.”
Aelyn hanya mengangguk, dia menatap ke seluruh ruangan yang begitu banyak orang dan itu membuatnya merasa tidak nyaman, dia sedikit menundukkan pandangannya, kenapa sulit sekali mengendalikan diri.
‘Aelyn tenanglah, mereka tidak akan melakukan apapun padamu! Kau hanya perlu diam di sana sampai acara selesai,’ ucap Aelyn dalam hatinya, dalam keramain itu dia mencoba menepis rasa takutnya.
“Minumlah atau kamu ingin pulang?” tanya Revan, dia menarik kursi agar bisa duduk dihadapan gadis itu, jika bukan karena Revan sahabat Aelyn, dia sudah pasti memberikan pelukan pada gadis itu.
“Aku baik Van, aku hanya terkejut, jangan terlalu dipikirkan.” ucap Aelyn, dia terpaksa tersenyum untuk membuat Revan yakin, Aelyn tidak mungkin minta pulang, ini acara penting untuk Revan.
“Kau yakin?” Tanya Revan.
“Sudahlah, jangan berlebihan. Aku baik,”
Revan tersenyum, dia hanya bisa mengusap surai dan wajah Aelyn agar gadis itu sedikit tenang, “Jika kamu tidak nyaman, aku tidak masalah jika kamu meminta pulang.”
Dan acara-pun dimulai dengan pembukaan dari seorang wanita cantik, di sampingnya ada seorang pria, Tunggu? Ethan ada disini?
Bola mata Aelyn melebar sempurna, terkejut melihat kehadiran pria itu, dia sedikit menundukkan pandangannya dan menghindar agar pria itu tidak melihat dirinya, dia menyesal mengatakan jika dunia ini luas ternyata begitu sempit sampai terus bertemu dengan pria itu.
“Bukankah itu Tuan Ste—,”
Aelyn segera menutup mulut Revan, dia menggelengkan kepala ke arahnya dan mengisyaratkan pria itu untuk tidak melanjutkan kalimat.
Revan hanya mengangguk, entah kenapa hal itu berhasil membuatnya senang, apalagi aroma khas Aelyn sangat tercium dari tangannya, aroma dari bunga mawar, sangat tenang dan menyejukkan.
“Aku—aku ingin ke toilet sebentar,” ucap Aelyn, dia langsung menjauhkan tangannya, kenapa tubuhnya begitu refleks jika dengan Revan, seharusnya dia menghormati pria itu, bagaimanapun Revan adalah atasannya dan seniornya.
Aelyn membuka pintu dan keluar dari ruangan itu, dia membuang nafas lega setelah merasa angin menerpa dirinya, kaki bukan melangkah ke toilet, dia menaiki anak tangga dan terkejut melihat siapa yang sedang ada dihadapan.
“Aelyn?” panggilan Ethan, pria itu terkejut dengan penampilan gadis itu yang begitu berbeda, dia bahkan terlihat cantik dan begitu feminim.
Aelyn menggigit bibir bawahnya, dia benar-benar mengutuk pria itu yang terus bertemunya, Aelyn langsung membalik badannya dan meninggalkan pria itu.
Tapi bodohnya heels yang dia kenakan membuatnya tidak stabil menuruni anak tangga hingga membuatnya terjauh, dia melewati beberapa anak tangga dan membuat kakinya terkilir.
“Kamu baik-baik saja?”
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved