Bab 10 Chaotic Holiday
by Liora
08:20,Aug 02,2021
Keesokan pagi hari.
Ethan membuka kedua matanya saat suara nada dering terus mengganggu telinganya, tangannya menggapai ponselnya yang tergeletak di meja, satu panggilan masuk dari asisten yang ada di rumahnya.
Bukannya menjawab pria itu sengaja mematikan ponselnya, dia sudah bisa menebak apa yang akan asistennya katakan dan sangat malas untuk Ethan menjawabnya, tatapannya tertuju pada gadis yang tertidur dengan memeluk bantal.
“Jadi semalam itu benar dirinya?” tanya Ethan, suara yang dia keluar cukup kecil, bahkan seperti mengudara tanpa angin, kalimat yang tidak mungkin bisa Aelyn dengar.
Ethan tersenyum tipis, luka di perutnya sudah tidak sesakit tadi malam dan bahkan dia melakukan rasa sakit sang miliknya ditendang oleh gadis itu, untuk pertama kalinya dan itu benar-benar sakit.
Tapi jika Ethan tidak menarik Aelyn lagi, mungkin dia bisa mati ditangan rombongan itu, dia terlalu bertindak bodoh dan mencoba untuk mencari tahu sendiri, lalu berakhir dengan sebuah tusukkan di perut bagian kiri, tatapan menjelajah ke seluruh ruangan itu.
Apartemen yang cukup terlihat simpel dan tenang, dari tata letak barang di ruangan ini, Ethan bisa tahu jika Aelyn sangat menyukai kerapihan dan juga kenyamanan, kombinasi warna ruangan yang selaras dengan sinar matahari masuk dan indah saat malam hari.
Jarang sekali wanita seperti dirinya, padahal jika diperhatikan lagi Aelyn tidak se-feminim wanita yang lain, dia bahkan lebih nyaman pakai sepatu daripada heels yang membuat kakinya tersiksa.
Menyadari saat Aelyn menggerakkan tubuhnya Ethan kembali memutuskan untuk memejamkan matanya, dia tidak ingin langsung diusir oleh gadis itu, apalagi keadaan yang sedang tidak baik untuknya keluar.
Aelyn langsung berduduk silang, menggerakkan anggota tubuhnya satu persatu untuk mengurangi rasa tegang karena tidur di sofa, dia menatap jam dinding yang baru menunjukkan pukul 8 pagi.
“Selamat pagi dunia menyeramkan,” ucap Aelyn, seperti biasa. Dia sangat suka jika cahaya matahari masuk kedalam, dia kembali mendekati sofa dimana Ethan masih tertidur, tangannya terulur untuk menyentuh kening pria itu, merasakan apakah suhu tubuhnya sudah kembali normal.
“Setidaknya demamnya sudah berkurang.” lanjut Aelyn, dia membuka pintu apartemen untuk mengambil susu yang biasa diantarkan di pagi hari, meletakkannya ke dalam lemari ice.
“Seperti tempat ini harus diisi, persediaan makanku sudah mulai menipis.”
Aelyn mengambil note dan mencatat apa yang akan dibeli nanti di supermarket, karena biasanya lemari ice itu selalu terpenuhi oleh berbagai jenis makanan dan bahan lainnya, entah kenapa Aelyn malas melakukan itu dan menyibukkan diri dengan pekerjaan.
Hanya tersisa roti dan juga selai, dia tidak punya makan untuk diberikan Ethan, karena biasanya menu sarapan pagi Aelyn adalah sereal dan susu. Dia jarang makan roti dengan selai.
“Apa yang sedang kau buat?” tanya Ethan, dia berdiri disana tanpa mengenakan pakaian atas, menunjukkan indah tubuhnya dan juga tampan pria itu.
Aelyn menatapnya, dia jadi tidak bisa fokus dengan sarapannya karena melihat pria itu, dia benci pikirannya saat ini, “Apa itu penting?”
Ethan berjalan mendekati gadis itu, semalam dia begitu perhatian dan sekarang sikap ketus itu kembali, sungguh Aelyn memang menarik untuk dijinakkan tapi Ethan malas menyeret gadis itu, dia tidak suka ada perasaan lebih.
Apalagi itu cinta, hanya membuang waktu dan rasanya begitu lelah.
“Aku lapar,” ucap Ethan, melihat Aelyn sedang menikmati sarapan paginya, entah kenapa dia juga ingin. Walau dia bukan orang yang wajib untuk sarapan pagi.
“Kau punya rumah, pulanglah. Disini tidak ada makanan,” ucap Aelyn, dia mengalihkan pandangannya, kembali menikmati semangkuk sereal dengan susu dingin adalah hal yang mampu mengembalikkan mood baiknya.
“Lalu apa yang kau makan, Nona Isabelle?” tanya Ethan.
Aelyn mengangkat kepalanya saat suara pria itu dekat dengannya, dia menemukan Ethan yang sudah berada di sampingnya, dia berdiri disana tanpa terasa jika Aelyn begitu risih dengan tubuhnya.
“Tuan Stevano, Kamu berada dirumah seorang gadis. Jadi tolong hormati aku sebagai pemilik apartemen ini! Tolong kenakan pakaianmu!”
Aelyn menghentakan meja dan berdiri di hadapan pria itu, dia ingin menikmati hari liburnya setelah penak dengan segala penolakan pria itu di kantor, haruskan dia juga mengganggu di rumahnya? Aelyn sungguh menyesal telah memilih jalur itu!
“Aku sering berada dirumah wanita,” ucapnya, Ethan mengambil sendok yang Aelyn gunakan dan menyendokan sereal di dalam mangkok, dengan santai menikmati sarapan pagi milik Aelyn.
“Kau!”
“Apa?” Ethan bahkan tidak memperdulikan wajah Aelyn yang sudah sangat marah dengan sikapnya.
“Menyebalkan!” Aelyn menghentakkan kakinya dan langsung meninggalkan dapur, percuma saja berbicara dengan pria itu, apapun yang Aelyn katakan tidak akan didengarkan oleh pria itu dan bodohnya Aelyn lebih memiliki mengalah.
Gadis itu mengambil pakaian pria itu yang sudah kering, memberikan pada Ethan yang sedang berdiri di depan balkon, pria itu benar-benar tidak malu menunjukkan tubuhnya.
“Pergilah dari rumahku!” ucap Aelyn, dia langsung memberikan pakaian itu.
Ethan tak suka sikap kasar gadis itu saat memberikan pakaiannya, dengan cepat Ethan menarik tangan gadis itu dan membuat Aelyn kembali menatapnya.
“Apa?”
“Aku sudah mengatakan bukan? Aku tidak akan pergi,” ucap Ethan, dia menggunakan tangannya untuk mencengkram erat tubuh Aelyn tanpa sadar.
“Ethan! Apa kau gila? Tidak cukupkah kau merasa malu telah melakukan ini pada gadis yang sudah menolongmu! Aku bukan gadis seperti diluar sana, aku tidak akan terayu oleh sikapmu ataupun ketampananmu itu! Jadi pergilah.” Aelyn terengah, dia memberikan tatapan kesal padanya dan bahkan tidak ragu untuk meninggikan suaranya, dia melepas cekalan di lengannya.
“Apakah kau seorang mafia? Jangan katakan jika kemarin malam mereka mengincar dirimu,” lanjut Aelyn, ini sungguh aneh karena seharusnya pria itu berpikir untuk berterima kasih atau setidaknya memberikan apa yang dia katakan tadi malam.
Ethan menjauh dari gadis itu, dia meninggalkan Aelyn begitu saja dan memakaikan pakaiannya kembali, mengabaikan kalimat terakhir yang membuatnya sedikit terkejut.
Aelyn menyusul pria itu yang sedang memakai jasnya dan kembali mengambil ponselnya.
“Katakan berapa uang yang kau inginkan?” ucap Ethan, dia tidak lupa dengan janjinya tadi malam.
“Lupakan saja hal itu,” Aelyn lelah, dia ingin berbaring di ranjangnya dan memainkan ponselnya, menikmati hari libur yang biasanya dilakukan.
Sekali lagi Ethan menarik tangan gadis itu, kali ini dia tidak sekasar sebelumnya, tapi entah itu malah membuat Aelyn menabrakan tubuhnya, membuat keduanya seperti sedang berpelukan.
“Maaf,”
Aelyn terdiam, suara lembutnya membuat dirinya urung untuk kembali memarahinya, Aelyn merasa jantungnya kembali berdetak tak teratur, dan saat wajahnya terangkat tatapannya langsung bertemu dengan mata indah Ethan.
“Terima Kasih telah menolongku dan maaf jika aku mengganggu hari liburmu, aku akan mengirimkan biayanya nanti,” ucap Ethan, dia sedikit menjauh dari Aelyn, bohong jika Ethan tidak terkejut, belum lagi jika melihat Aelyn seperti ini, rasa ingin mengecup bibir begitu tinggi, mungkin dirinya sudah gila karena begitu kecanduan dengan bibir mungil itu.
“Aku tidak butuh uangmu,” Aelyn bergerak malu, dia langsung menundukkan pandangannya.
“Aku akan pergi,” Ethan sudah rapi dengan pakaiannya, dia langsung mendekati pintu tanpa mengatakan apapun lagi, mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
Aelyn menggelengkan kepalanya dan menghela nafas, menyandarkan tubuhnya di sofa, sungguh aneh karena pria itu begitu mudah mengacak pikirannya dan juga sikap anehnya.
Ethan membuka kedua matanya saat suara nada dering terus mengganggu telinganya, tangannya menggapai ponselnya yang tergeletak di meja, satu panggilan masuk dari asisten yang ada di rumahnya.
Bukannya menjawab pria itu sengaja mematikan ponselnya, dia sudah bisa menebak apa yang akan asistennya katakan dan sangat malas untuk Ethan menjawabnya, tatapannya tertuju pada gadis yang tertidur dengan memeluk bantal.
“Jadi semalam itu benar dirinya?” tanya Ethan, suara yang dia keluar cukup kecil, bahkan seperti mengudara tanpa angin, kalimat yang tidak mungkin bisa Aelyn dengar.
Ethan tersenyum tipis, luka di perutnya sudah tidak sesakit tadi malam dan bahkan dia melakukan rasa sakit sang miliknya ditendang oleh gadis itu, untuk pertama kalinya dan itu benar-benar sakit.
Tapi jika Ethan tidak menarik Aelyn lagi, mungkin dia bisa mati ditangan rombongan itu, dia terlalu bertindak bodoh dan mencoba untuk mencari tahu sendiri, lalu berakhir dengan sebuah tusukkan di perut bagian kiri, tatapan menjelajah ke seluruh ruangan itu.
Apartemen yang cukup terlihat simpel dan tenang, dari tata letak barang di ruangan ini, Ethan bisa tahu jika Aelyn sangat menyukai kerapihan dan juga kenyamanan, kombinasi warna ruangan yang selaras dengan sinar matahari masuk dan indah saat malam hari.
Jarang sekali wanita seperti dirinya, padahal jika diperhatikan lagi Aelyn tidak se-feminim wanita yang lain, dia bahkan lebih nyaman pakai sepatu daripada heels yang membuat kakinya tersiksa.
Menyadari saat Aelyn menggerakkan tubuhnya Ethan kembali memutuskan untuk memejamkan matanya, dia tidak ingin langsung diusir oleh gadis itu, apalagi keadaan yang sedang tidak baik untuknya keluar.
Aelyn langsung berduduk silang, menggerakkan anggota tubuhnya satu persatu untuk mengurangi rasa tegang karena tidur di sofa, dia menatap jam dinding yang baru menunjukkan pukul 8 pagi.
“Selamat pagi dunia menyeramkan,” ucap Aelyn, seperti biasa. Dia sangat suka jika cahaya matahari masuk kedalam, dia kembali mendekati sofa dimana Ethan masih tertidur, tangannya terulur untuk menyentuh kening pria itu, merasakan apakah suhu tubuhnya sudah kembali normal.
“Setidaknya demamnya sudah berkurang.” lanjut Aelyn, dia membuka pintu apartemen untuk mengambil susu yang biasa diantarkan di pagi hari, meletakkannya ke dalam lemari ice.
“Seperti tempat ini harus diisi, persediaan makanku sudah mulai menipis.”
Aelyn mengambil note dan mencatat apa yang akan dibeli nanti di supermarket, karena biasanya lemari ice itu selalu terpenuhi oleh berbagai jenis makanan dan bahan lainnya, entah kenapa Aelyn malas melakukan itu dan menyibukkan diri dengan pekerjaan.
Hanya tersisa roti dan juga selai, dia tidak punya makan untuk diberikan Ethan, karena biasanya menu sarapan pagi Aelyn adalah sereal dan susu. Dia jarang makan roti dengan selai.
“Apa yang sedang kau buat?” tanya Ethan, dia berdiri disana tanpa mengenakan pakaian atas, menunjukkan indah tubuhnya dan juga tampan pria itu.
Aelyn menatapnya, dia jadi tidak bisa fokus dengan sarapannya karena melihat pria itu, dia benci pikirannya saat ini, “Apa itu penting?”
Ethan berjalan mendekati gadis itu, semalam dia begitu perhatian dan sekarang sikap ketus itu kembali, sungguh Aelyn memang menarik untuk dijinakkan tapi Ethan malas menyeret gadis itu, dia tidak suka ada perasaan lebih.
Apalagi itu cinta, hanya membuang waktu dan rasanya begitu lelah.
“Aku lapar,” ucap Ethan, melihat Aelyn sedang menikmati sarapan paginya, entah kenapa dia juga ingin. Walau dia bukan orang yang wajib untuk sarapan pagi.
“Kau punya rumah, pulanglah. Disini tidak ada makanan,” ucap Aelyn, dia mengalihkan pandangannya, kembali menikmati semangkuk sereal dengan susu dingin adalah hal yang mampu mengembalikkan mood baiknya.
“Lalu apa yang kau makan, Nona Isabelle?” tanya Ethan.
Aelyn mengangkat kepalanya saat suara pria itu dekat dengannya, dia menemukan Ethan yang sudah berada di sampingnya, dia berdiri disana tanpa terasa jika Aelyn begitu risih dengan tubuhnya.
“Tuan Stevano, Kamu berada dirumah seorang gadis. Jadi tolong hormati aku sebagai pemilik apartemen ini! Tolong kenakan pakaianmu!”
Aelyn menghentakan meja dan berdiri di hadapan pria itu, dia ingin menikmati hari liburnya setelah penak dengan segala penolakan pria itu di kantor, haruskan dia juga mengganggu di rumahnya? Aelyn sungguh menyesal telah memilih jalur itu!
“Aku sering berada dirumah wanita,” ucapnya, Ethan mengambil sendok yang Aelyn gunakan dan menyendokan sereal di dalam mangkok, dengan santai menikmati sarapan pagi milik Aelyn.
“Kau!”
“Apa?” Ethan bahkan tidak memperdulikan wajah Aelyn yang sudah sangat marah dengan sikapnya.
“Menyebalkan!” Aelyn menghentakkan kakinya dan langsung meninggalkan dapur, percuma saja berbicara dengan pria itu, apapun yang Aelyn katakan tidak akan didengarkan oleh pria itu dan bodohnya Aelyn lebih memiliki mengalah.
Gadis itu mengambil pakaian pria itu yang sudah kering, memberikan pada Ethan yang sedang berdiri di depan balkon, pria itu benar-benar tidak malu menunjukkan tubuhnya.
“Pergilah dari rumahku!” ucap Aelyn, dia langsung memberikan pakaian itu.
Ethan tak suka sikap kasar gadis itu saat memberikan pakaiannya, dengan cepat Ethan menarik tangan gadis itu dan membuat Aelyn kembali menatapnya.
“Apa?”
“Aku sudah mengatakan bukan? Aku tidak akan pergi,” ucap Ethan, dia menggunakan tangannya untuk mencengkram erat tubuh Aelyn tanpa sadar.
“Ethan! Apa kau gila? Tidak cukupkah kau merasa malu telah melakukan ini pada gadis yang sudah menolongmu! Aku bukan gadis seperti diluar sana, aku tidak akan terayu oleh sikapmu ataupun ketampananmu itu! Jadi pergilah.” Aelyn terengah, dia memberikan tatapan kesal padanya dan bahkan tidak ragu untuk meninggikan suaranya, dia melepas cekalan di lengannya.
“Apakah kau seorang mafia? Jangan katakan jika kemarin malam mereka mengincar dirimu,” lanjut Aelyn, ini sungguh aneh karena seharusnya pria itu berpikir untuk berterima kasih atau setidaknya memberikan apa yang dia katakan tadi malam.
Ethan menjauh dari gadis itu, dia meninggalkan Aelyn begitu saja dan memakaikan pakaiannya kembali, mengabaikan kalimat terakhir yang membuatnya sedikit terkejut.
Aelyn menyusul pria itu yang sedang memakai jasnya dan kembali mengambil ponselnya.
“Katakan berapa uang yang kau inginkan?” ucap Ethan, dia tidak lupa dengan janjinya tadi malam.
“Lupakan saja hal itu,” Aelyn lelah, dia ingin berbaring di ranjangnya dan memainkan ponselnya, menikmati hari libur yang biasanya dilakukan.
Sekali lagi Ethan menarik tangan gadis itu, kali ini dia tidak sekasar sebelumnya, tapi entah itu malah membuat Aelyn menabrakan tubuhnya, membuat keduanya seperti sedang berpelukan.
“Maaf,”
Aelyn terdiam, suara lembutnya membuat dirinya urung untuk kembali memarahinya, Aelyn merasa jantungnya kembali berdetak tak teratur, dan saat wajahnya terangkat tatapannya langsung bertemu dengan mata indah Ethan.
“Terima Kasih telah menolongku dan maaf jika aku mengganggu hari liburmu, aku akan mengirimkan biayanya nanti,” ucap Ethan, dia sedikit menjauh dari Aelyn, bohong jika Ethan tidak terkejut, belum lagi jika melihat Aelyn seperti ini, rasa ingin mengecup bibir begitu tinggi, mungkin dirinya sudah gila karena begitu kecanduan dengan bibir mungil itu.
“Aku tidak butuh uangmu,” Aelyn bergerak malu, dia langsung menundukkan pandangannya.
“Aku akan pergi,” Ethan sudah rapi dengan pakaiannya, dia langsung mendekati pintu tanpa mengatakan apapun lagi, mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
Aelyn menggelengkan kepalanya dan menghela nafas, menyandarkan tubuhnya di sofa, sungguh aneh karena pria itu begitu mudah mengacak pikirannya dan juga sikap anehnya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved