Bab 7 fits Perfectly
by Liora
08:15,Aug 02,2021
Aelyn meletakan barangnya di bawah mejanya, dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat penampilan make-up walau tidak begitu tebal, setidaknya wajahnya tidak terlihat seperti bangun tidur, dia memoleskan sedikit lipcream pada bibirnya dan memutuskan untuk menguncir rambutnya.
“Kopi untukmu,” ucap Revan, meletakan secangkir kopi panas, mengabaikan beberapa orang menatap ke arahnya.
“Dan aku sudah menyelesaikannya, kita hanya perlu memberikan pada Nona Ellena.”
Aelyn menoleh ke arah Revan, pria itu memang sangat bisa diandalkan, alasan kenapa Aelyn begitu senang bertemu dengannya karena bukan seperti karyawan lain yang hanya ingin tahu tanpa ingin membantu, pada seperti Aelyn yang terlalu banyak merepotkan pria itu.
“Terimakasih Van, kamu memang yang terbaik, tak terhitung aku akan terus mengucapkan terimakasih pada kamu hari ini,” Aelyn menyesap kopi, tersenyum karena rasanya begitu sesuai seleranya yang tidak terlalu suka manis.
“Selagi aku bisa membantu, aku akan mencoba menyelesaikannya, anggap saja ini imbalan karena ide berlian itu datang tepat waktu.”
Aelyn mengangguk, dia baru menyadari beberapa orang menatap ke arahnya, apakah ada yang salah dalam dirinya?
“Kamu terlihat cocok dengan pakaian itu,” ucap Revan saat akan kembali meja kantornya, karena sudah waktu untuk bekerja dan sebentar lagi atasan mereka akan melewati ruangan divisi Advertising.
Aelyn terdiam, alisnya terangkat, kenapa dia harus menyadari, alasan kenapa karyawan menatapnya itu karena pakaiannya, hal yang jarang sekali dirinya kenakan, apalagi Aelyn sangat jarang memakai rok selutut dan kemeja berwarna peach, biasanya dia berpakaian serba hitam dan hanya kemeja putih.
Apalagi heels merah, sungguh saat pertama kali Aelyn bercermin juga dirinya terkejut, hidupnya terlalu datar dan hingga dia melupakan jika ada banyak warna untuk menghiasi hidupnya.
“Wow, lihatlah temanku terlihat berbeda dari ini!” ucap Kiera, menatap heran pada temannya, dia bahkan berhasil membuat satu ruangan menoleh ke arah Aelyn lagi.
Aelyn menghela nafas, dia menyesal berteman Keira, entah sihir apa yang bisa membuatnya begitu kuat tahan dengan sikapnya, “Keira, ini masih pagi, kesibukan apa yang ingin kamu buat?”
“Kapan kamu berhenti berbicara seperti itu? Aku temanmu Aelyn, bukan orang asing!” ucap Keira, dia melipat kedua tangannya di depan dadanya dan menatap kesal pada Aelyn, dia datang karena ingin tahu tentang kehebohan yang ada di kantor ini.
Aelyn tersenyum paksa, dia menarik Keira untuk duduk disampingnya yang kebetulan kursinya kosong, “Gosip apa yang ingin kamu sampaikan? Aku tidak banyak.”
“Ini tentang kau, Aelyn.”
“Aku? Why?” Aelyn menunjukan wajah serius, apakah karena pakaian yang berbeda jadi topik hangat di perusahaan ini? Wow sungguh mengerikan mulut disini, Aelyn bahkan merinding hanya dengan membayangkan dirinya menjadi buah bibir mereka.
“Kau ini bodoh atau pura-pura tahu? Kau membuat wanita diperusahaan ini iri padamu.” ucapnya, Kiera begitu semangat menyampaikan gosip terpanas.
“Apa yang mereka irikan dariku?”
Kiera menghela nafas, Aelyn memang pintar tapi dia begitu lambat dalam menanggapi sesuatu hal.
“Mereka iri karena kau bisa sedekat itu dengan Tuan Stevano! Dan bahkan dia membantumu, padahal kamu yang salah karena tidak memperhatikan jalan,” ucap Keira, suara penuh semangat seakan yang diucapkan adalah dirinya.
Respon apa yang harus Aelyn tunjukan, karena yang mereka lihat adalah hal yang begitu romantis, sebaliknya jika mereka tahu Aelyn yakin mereka akan berhenti menceritakan pria itu, tapi rasanya jika Aelyn menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, dia yakin tidak ada yang percaya.
“Hanya itu? Hanya itu aku jadi perbicaraan karyawan disini, Ayolah Kiera, kita bekerja untuk kemajuan perusahaan ini bukan berlomba-lomba mendekati pria itu Dan yang kamu lihat itu bisa memiliki arti yang berbeda.”
“Ta—tapi—Aelyn, itu hal yang mustahil terjadi padaku atau wanita lain disini.” ucap Kiera, dia menahan saat Aelyn menarik untuk segera meninggalkan ruangan ini.
“Jika kau ingin hal itu terjadi, tabrak saja dia saat kalian kebetulan melintas!” ucap Aelyn, dia menutup pintu sebelum Kiera masuk kedalam lagi.
“Kau menyebalkan!” dengan kesal Kiera meninggalkan ruangan divisi Advertising.
“Van, sekarang kita keruangan Nona Ellena.” ucap Aelyn, dia mengambil dokumen yang tadi malam dia sudah siapkan.
Revan hanya mengangguk, di memakai jasnya dan mengambil dokumen miliknya juga, mengikuti langkah Aelyn yang berada di depannya, dia bahkan cantik tanpa harus menjadi wanita lain, tanpa sadar Revan tersenyum dan merasa senang karena Aelyn tidak marah dengan pakaian yang dia berikan.
Ruangan Nona Ellena begitu dekat dengan ruangan Ceo baru mereka yang berada lantai 15.
Revan membuka pintu agar Aelyn bisa masuk duluan ke dalam ruangan Nona Ellena.
“Kamu tidak perlu melakukan hal itu Van, tanganku masih berfungsi.” ucap Aelyn, karena sudah dibukakan pintunya, jadi Aelyn langsung melangkah ke dalam.
“Morning, Nona Ellena.” sapa Aelyn dengan sopan, gadis itu menunjukan senyuman pada atasannya, saat ini karena Tuan Kevano sedang dinas keluar, Nona Ellena juga pemimpin project ini.
Wanita cantik yang sudah beranjak diusia 35 tahun, memiliki dua anak dan sangat menyayangi siapapun, dia tepi wanita yang tenang walau terkadang juga dia memiliki standar tinggi dalam penilaian.
“Hai, Aelyn.” ucapnya, Ellena sibuk dengan dokumen yang mulai menumpuk di meja kerjanya, sangat sulit karena harus tetap berada di posisi dimana menjadi sekretaris Tuan Stevano, padahal usianya harus disibukkan dengan mengurus anak-anaknya.
“Nona Ellena, kali ini aku yakin kamu akan menyukai ide yang aku berikan,” ucap Aelyn, menarik kursi yang ada di depannya, dengan cepat menyerahkan dokumen miliknya dan Revan.
halaman demi halaman dengan penuh penasaran Ellena baca, dia tersenyum senang karena semua proposal itu begitu sesuai dengan yang diminta Ethan sebelumnya.
“I Like It! Aku berikan apresiasi tinggi untukmu, aku juga akan segera memberitahu Tuan Ethan,” ucap Nona Ellena, dia menyimpan dokumen itu.
Aelyn dan Revan saling menatap, seakan keduanya saling berbicara jika semua akan terselesai, Aelyn segera bangkit dari kursi dan menerima uluran tangan Nona Ellena, “Terimakasih Nona Ellena, maaf jika mengganggu waktu kerjamu.”
Gadis itu membungkuk dan segera meninggalkan ruangan Nona Ellena yang diikuti oleh Revan dibelakangnya.
“Hari ini aku bisa pulang lebih awal!” ucap Aelyn, dia meregangkan tubuhnya dan merasa seluruh beban di tubuhnya menghilang, hari ini walau dimulai dengan insiden menyebalkan setidaknya ada kabar baik.
“Makan siang bersama?” tanya Revan, dia merangkul tubuh Aelyn saat keduanya sedang menuju lift terdekat.
“Aku sudah janji jika berhasil, aku akan mentraktirmu, bagaimana jika kita makan di restoran Cina?” lanjut Revan.
Aelyn menatap ke arahnya, jarak wajahnya begitu dekat dengan Revan, tapi tidak ada hal canggung apapun yang dia rasakan, sebaliknya dia malah risih dengan tatapan karyawan yang berpapasan dengan mereka, mengabaikan itu Aelyn memilih untuk menekan tombol lift agar terbuka.
“Baiklah, sudah lama aku tidak makan siang diluar.”
Chapter 08 - Giving Up
Aelyn melangkahkan kakinya di sepinya lorong lantai 15, apalagi tujuannya kesini?
Setelah kembali ke kantor dan baru saja ingin duduk di kursi, Aelyn di panggil untuk langsung menghadap keruangan Tuan Stevano, entah kenapa rasa gugup terus mengikuti langkahnya, untuk pertama kalinya dia melangkah ke sana dan ada hal apa penting apa yang ingin pria itu sampaikan?
Aelyn kurang nyaman jika harus berada didalam ruangan dengan orang yang masih asing dengannya, dia memang sulit beradaptasi tapi dia bukan seorang yang pengecut dan langsung menolaknya, yang di hadapannya adalah atasan, pemegang tunggal Stevano Vic Crop.
Jauh sebelum Aelyn lahir, perusahaan ini sudah mudah beroperasi, menghela nafas sejenak Aelyn menguatkan kakinya untuk berdiri dengan ‘Room Ceo.’ kalimat yang membuat degup jantungnya berpacu.
Dia tidak bisa bohong dan melupakan bagaimana sikap kurang sopannya pagi ini, padahal jelas dirinya yang salah karena tidak memperhatikan jalan, lalu menabrak pria itu dan bahkan memarahinya dengan ucapan yang sedikit kasar.
Tangan mungilnya mengetuk pintu dan dia segera memutar knop pintu, dengan langkah profesional-nya Aelyn mendekati meja Ceo, dan tak lupa menunjukkan senyuman manisnya.
“Selamat Siang Tuan Stevano, saya menghadap untuk mendengarkan panggilan anda.” ucap Aelyn dengan suara formalnya, ini pertama kalinya dia bersikap itu. Padahal pada Tuan Kevano saja Aelyn tidak pernah seperti ini.
Ethan menoleh, tadinya dia memperdulikan siapa yang menghadap tapi siapa sangka jika gadis itu berdiri di hadapannya dengan sopan, Ethan jadi lupa kejadian tadi pagi, dia menemukan dua sisi berbeda Aelyn saat tadi pagi dan sekarang.
Cukup menarik, gadis itu memiliki karakter yang seimbang, dia bisa begitu profesional dan ketus di waktu tertentu, hal itu membuat sedikit Ethan penasaran, bagaimana jika dia yang melangkah menggodanya.
“Aku memanggilmu sebelum makan siang, kenapa anda baru menemuiku sekarang Nona Isabelle?” tanyanya, Ethan melepaskan ballpoint di tangannya, menatap tajam ke arahnya dengan kedua tangan yang saling bersilang.
Aelyn terteguh, suasana apa yang dia rasakan saat ini, dia merasa tidak nyaman dengan tatapan pria itu, membuat tubuhnya kikuk untuk bergerak dan seakan tatapan itu mengunci tubuhnya.
“Ak—aku, maaf Tuan Stevano. Lain kali aku akan langsung menemuimu,” Aelyn terbata-bata sambil membungkukkan tubuhnya, kenapa dia jadi begitu gugup dan anehnya lagi tubuhnya bercucuran keringat.
“Kau yakin? Kau akan datang jika malam hari aku memanggilmu?” tanyanya, Ethan meringai dan sekali lagi dia dibuat merasa jika Aelyn sama seperti wanita yang ada perusahaan ini, dia juga bisa gugup.
Aelyn yang tadinya menunduk langsung menatap kearah pria itu, memberikan tatapan tidak suka padanya, apakah pria itu pikir dirinya sama seperti wanita diluar sana? Yang sedang mudahnya terbuai oleh rayuannya.
“Diluar pekerjaan? Aku tidak akan melakukannya, aku punya hak untuk menolak!” Ucap Aelyn, dia memberikan jawaban terbaik untuk menjatuhkan ucapan pria itu.
‘Dia akan menjadi wanita yang sulit dijinakan,’ Ucap Ethan dalam pikirannya, dia tidak begitu tertantang untuk membuat gadis itu sampai menyukainya, dia langsung kembali pada tujuan awal.
“Aku ingin kamu yang presentasi di depan para investor, dan untuk ide-mu kali ini, aku menyukainya.” ucap Ethan, dia memberikan materi yang sudah Nona Ellena buatkan.
“Aku? Tunggu Tuan Stevano! Aku belum pernah melakukannya.” Protes Aelyn. Dia menolak keras saat Ethan memberikan dokumen itu secara langsung.
Ethan menoleh, dia harus segera pergi ke ruang rapat, dengan kedua tangan yang berada di balik saku celana, pria itu membalik tubuhnya dan melangkah ke arah Aelyn.
Sudah otomatis tubuh Aelyn refleks mundur, tapi tubuhnya tersentak dengan ujung meja, dengan ragu menegakkan air liurnya dan menatap Ethan yang semakin dekat dengannya.
“Apa sulitnya untuk belajar hal itu sekarang Nona Isabelle? Atau kamu ingin aku mengajarinya nanti malam?” Tanya Ethan, tangannya menahan dagu gadis itu dan berbicara dengan jarak yang begitu dekat.
“Maaf Tuan Stevano—,”
Kedua langsung menoleh mendengar suara asing, dengan gugup Aelyn langsung menjauh walau harus mendorong pria itu, dengan langkah terburu-buru Aelyn meninggalkan ruangan itu tanpa mengatakan apapun.
Aelyn menyandarkan tubuhnya di dalam lift, dia membuang nafas lega, rasanya seperti keluar dari ruangan yang begitu menyiksa pernafasannya dan Aelyn merasa pacu jantung yang tidak stabil, mungkinkah dia sakit jantung sekarang?
Bukankah usianya masih muda untuk mendapatkan penyakit itu?
“Aku harus menghindarinya,” Aelyn keluar dari lift, dia menggenggam erat dokumen, pikirannya melayang pada ucapan Ethan untuk presentasi? Apakah pria itu ingin menghancurkan idenya, dia tidak pernah melakukan hal itu.
*******
Aelyn meninggalkan gedung pencakar langit itu, udara malam menyejukan dirinya saat keluar dari sana, rasanya dunia yang rumit kembali berdamai disaat waktu pulang, dia menghirup udara seperti melepaskan satu persatu beban pikirannya.
Persetanan dengan utusan presentasi, semenjak pria itu datang. Rasanya sehari Aelyn tidak bisa menikmati pekerjaannya, hidupnya yang tenang seakan dibuat terganggu dengannya.
Dia memberhentikan taksi yang melintas, entah kenapa hari ini dia tidak ingin berada di dalam keramaian kereta, apalagi jam pulang kerja begitu padat, Aelyn ingin menenangkan pikirannya, kebetulan besok adalah akhir pekan, dia bisa seharian memanjakan dirinya di rumah, entah itu membaca buku atau seharian tidur diranjang, apapun itu intinya dia tidak ingin memikirkan presentasi itu.
Aelyn menurunkan kaca jendela mobil, tatapannya melihat seluruh kota chicago, sudah banyak yang berubah. Setiap jalan dipenuhi gedung pencakar langit dan restoran mewah atau sederhana, jalan kota yang tidak pernah lepas dari turis maupun pejalan kaki.
Dia teringat pada kenangan dimana setiap malam ketika dirinya punya waktu, biasanya sang Ibu akan mengajaknya ke pasar malam, menikmati makan seafood dan banyak hal lainnya, dia merindukan kenangan itu. Aelyn tersadar satu hal, hidupnya penuh kesepian, tidak ada lagi warna yang mendekati kehidupannya saat ini, begitu hitam dan putih.
Untuk apa bertahan hingga saat ini?
Tidak ada yang bisa Aelyn memberikan untuk sang Ibu, dia bekerja hanya untuk tetap bertahan di dunia yang serba mahal, hingga dia melupakan apa itu sebuah kencan dan berteman.
“Pak, aku ingin turun disini,” ucap Aelyn, dia memutuskan turun di halte dekat jalur apartemennya, padahal taksi itu bisa menghantar dirinya sampai di depan gedung apartemennya tapi kali ini Aelyn ingin lebih lama menghirup udara malam.
Setelah memberikan beberapa dollar, Aelyn segera melangkah, hanya melewati beberapa area untuk sampai, tapi biasanya dia memilih jalan lain yang cepat sampai, yaitu sebuah gang sepi yang jarang terdapat lampu sorot, memang beresiko bahaya tapi Aelyn sering melintas di sana dan hingga saat ini dia belum terjadi apapun.
Tapi kali ini rasa keras kepalanya harus disalahkan, karena jalur itu dia menemukan sebuah inside menyebalkan lainnya.
“Kopi untukmu,” ucap Revan, meletakan secangkir kopi panas, mengabaikan beberapa orang menatap ke arahnya.
“Dan aku sudah menyelesaikannya, kita hanya perlu memberikan pada Nona Ellena.”
Aelyn menoleh ke arah Revan, pria itu memang sangat bisa diandalkan, alasan kenapa Aelyn begitu senang bertemu dengannya karena bukan seperti karyawan lain yang hanya ingin tahu tanpa ingin membantu, pada seperti Aelyn yang terlalu banyak merepotkan pria itu.
“Terimakasih Van, kamu memang yang terbaik, tak terhitung aku akan terus mengucapkan terimakasih pada kamu hari ini,” Aelyn menyesap kopi, tersenyum karena rasanya begitu sesuai seleranya yang tidak terlalu suka manis.
“Selagi aku bisa membantu, aku akan mencoba menyelesaikannya, anggap saja ini imbalan karena ide berlian itu datang tepat waktu.”
Aelyn mengangguk, dia baru menyadari beberapa orang menatap ke arahnya, apakah ada yang salah dalam dirinya?
“Kamu terlihat cocok dengan pakaian itu,” ucap Revan saat akan kembali meja kantornya, karena sudah waktu untuk bekerja dan sebentar lagi atasan mereka akan melewati ruangan divisi Advertising.
Aelyn terdiam, alisnya terangkat, kenapa dia harus menyadari, alasan kenapa karyawan menatapnya itu karena pakaiannya, hal yang jarang sekali dirinya kenakan, apalagi Aelyn sangat jarang memakai rok selutut dan kemeja berwarna peach, biasanya dia berpakaian serba hitam dan hanya kemeja putih.
Apalagi heels merah, sungguh saat pertama kali Aelyn bercermin juga dirinya terkejut, hidupnya terlalu datar dan hingga dia melupakan jika ada banyak warna untuk menghiasi hidupnya.
“Wow, lihatlah temanku terlihat berbeda dari ini!” ucap Kiera, menatap heran pada temannya, dia bahkan berhasil membuat satu ruangan menoleh ke arah Aelyn lagi.
Aelyn menghela nafas, dia menyesal berteman Keira, entah sihir apa yang bisa membuatnya begitu kuat tahan dengan sikapnya, “Keira, ini masih pagi, kesibukan apa yang ingin kamu buat?”
“Kapan kamu berhenti berbicara seperti itu? Aku temanmu Aelyn, bukan orang asing!” ucap Keira, dia melipat kedua tangannya di depan dadanya dan menatap kesal pada Aelyn, dia datang karena ingin tahu tentang kehebohan yang ada di kantor ini.
Aelyn tersenyum paksa, dia menarik Keira untuk duduk disampingnya yang kebetulan kursinya kosong, “Gosip apa yang ingin kamu sampaikan? Aku tidak banyak.”
“Ini tentang kau, Aelyn.”
“Aku? Why?” Aelyn menunjukan wajah serius, apakah karena pakaian yang berbeda jadi topik hangat di perusahaan ini? Wow sungguh mengerikan mulut disini, Aelyn bahkan merinding hanya dengan membayangkan dirinya menjadi buah bibir mereka.
“Kau ini bodoh atau pura-pura tahu? Kau membuat wanita diperusahaan ini iri padamu.” ucapnya, Kiera begitu semangat menyampaikan gosip terpanas.
“Apa yang mereka irikan dariku?”
Kiera menghela nafas, Aelyn memang pintar tapi dia begitu lambat dalam menanggapi sesuatu hal.
“Mereka iri karena kau bisa sedekat itu dengan Tuan Stevano! Dan bahkan dia membantumu, padahal kamu yang salah karena tidak memperhatikan jalan,” ucap Keira, suara penuh semangat seakan yang diucapkan adalah dirinya.
Respon apa yang harus Aelyn tunjukan, karena yang mereka lihat adalah hal yang begitu romantis, sebaliknya jika mereka tahu Aelyn yakin mereka akan berhenti menceritakan pria itu, tapi rasanya jika Aelyn menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, dia yakin tidak ada yang percaya.
“Hanya itu? Hanya itu aku jadi perbicaraan karyawan disini, Ayolah Kiera, kita bekerja untuk kemajuan perusahaan ini bukan berlomba-lomba mendekati pria itu Dan yang kamu lihat itu bisa memiliki arti yang berbeda.”
“Ta—tapi—Aelyn, itu hal yang mustahil terjadi padaku atau wanita lain disini.” ucap Kiera, dia menahan saat Aelyn menarik untuk segera meninggalkan ruangan ini.
“Jika kau ingin hal itu terjadi, tabrak saja dia saat kalian kebetulan melintas!” ucap Aelyn, dia menutup pintu sebelum Kiera masuk kedalam lagi.
“Kau menyebalkan!” dengan kesal Kiera meninggalkan ruangan divisi Advertising.
“Van, sekarang kita keruangan Nona Ellena.” ucap Aelyn, dia mengambil dokumen yang tadi malam dia sudah siapkan.
Revan hanya mengangguk, di memakai jasnya dan mengambil dokumen miliknya juga, mengikuti langkah Aelyn yang berada di depannya, dia bahkan cantik tanpa harus menjadi wanita lain, tanpa sadar Revan tersenyum dan merasa senang karena Aelyn tidak marah dengan pakaian yang dia berikan.
Ruangan Nona Ellena begitu dekat dengan ruangan Ceo baru mereka yang berada lantai 15.
Revan membuka pintu agar Aelyn bisa masuk duluan ke dalam ruangan Nona Ellena.
“Kamu tidak perlu melakukan hal itu Van, tanganku masih berfungsi.” ucap Aelyn, karena sudah dibukakan pintunya, jadi Aelyn langsung melangkah ke dalam.
“Morning, Nona Ellena.” sapa Aelyn dengan sopan, gadis itu menunjukan senyuman pada atasannya, saat ini karena Tuan Kevano sedang dinas keluar, Nona Ellena juga pemimpin project ini.
Wanita cantik yang sudah beranjak diusia 35 tahun, memiliki dua anak dan sangat menyayangi siapapun, dia tepi wanita yang tenang walau terkadang juga dia memiliki standar tinggi dalam penilaian.
“Hai, Aelyn.” ucapnya, Ellena sibuk dengan dokumen yang mulai menumpuk di meja kerjanya, sangat sulit karena harus tetap berada di posisi dimana menjadi sekretaris Tuan Stevano, padahal usianya harus disibukkan dengan mengurus anak-anaknya.
“Nona Ellena, kali ini aku yakin kamu akan menyukai ide yang aku berikan,” ucap Aelyn, menarik kursi yang ada di depannya, dengan cepat menyerahkan dokumen miliknya dan Revan.
halaman demi halaman dengan penuh penasaran Ellena baca, dia tersenyum senang karena semua proposal itu begitu sesuai dengan yang diminta Ethan sebelumnya.
“I Like It! Aku berikan apresiasi tinggi untukmu, aku juga akan segera memberitahu Tuan Ethan,” ucap Nona Ellena, dia menyimpan dokumen itu.
Aelyn dan Revan saling menatap, seakan keduanya saling berbicara jika semua akan terselesai, Aelyn segera bangkit dari kursi dan menerima uluran tangan Nona Ellena, “Terimakasih Nona Ellena, maaf jika mengganggu waktu kerjamu.”
Gadis itu membungkuk dan segera meninggalkan ruangan Nona Ellena yang diikuti oleh Revan dibelakangnya.
“Hari ini aku bisa pulang lebih awal!” ucap Aelyn, dia meregangkan tubuhnya dan merasa seluruh beban di tubuhnya menghilang, hari ini walau dimulai dengan insiden menyebalkan setidaknya ada kabar baik.
“Makan siang bersama?” tanya Revan, dia merangkul tubuh Aelyn saat keduanya sedang menuju lift terdekat.
“Aku sudah janji jika berhasil, aku akan mentraktirmu, bagaimana jika kita makan di restoran Cina?” lanjut Revan.
Aelyn menatap ke arahnya, jarak wajahnya begitu dekat dengan Revan, tapi tidak ada hal canggung apapun yang dia rasakan, sebaliknya dia malah risih dengan tatapan karyawan yang berpapasan dengan mereka, mengabaikan itu Aelyn memilih untuk menekan tombol lift agar terbuka.
“Baiklah, sudah lama aku tidak makan siang diluar.”
Chapter 08 - Giving Up
Aelyn melangkahkan kakinya di sepinya lorong lantai 15, apalagi tujuannya kesini?
Setelah kembali ke kantor dan baru saja ingin duduk di kursi, Aelyn di panggil untuk langsung menghadap keruangan Tuan Stevano, entah kenapa rasa gugup terus mengikuti langkahnya, untuk pertama kalinya dia melangkah ke sana dan ada hal apa penting apa yang ingin pria itu sampaikan?
Aelyn kurang nyaman jika harus berada didalam ruangan dengan orang yang masih asing dengannya, dia memang sulit beradaptasi tapi dia bukan seorang yang pengecut dan langsung menolaknya, yang di hadapannya adalah atasan, pemegang tunggal Stevano Vic Crop.
Jauh sebelum Aelyn lahir, perusahaan ini sudah mudah beroperasi, menghela nafas sejenak Aelyn menguatkan kakinya untuk berdiri dengan ‘Room Ceo.’ kalimat yang membuat degup jantungnya berpacu.
Dia tidak bisa bohong dan melupakan bagaimana sikap kurang sopannya pagi ini, padahal jelas dirinya yang salah karena tidak memperhatikan jalan, lalu menabrak pria itu dan bahkan memarahinya dengan ucapan yang sedikit kasar.
Tangan mungilnya mengetuk pintu dan dia segera memutar knop pintu, dengan langkah profesional-nya Aelyn mendekati meja Ceo, dan tak lupa menunjukkan senyuman manisnya.
“Selamat Siang Tuan Stevano, saya menghadap untuk mendengarkan panggilan anda.” ucap Aelyn dengan suara formalnya, ini pertama kalinya dia bersikap itu. Padahal pada Tuan Kevano saja Aelyn tidak pernah seperti ini.
Ethan menoleh, tadinya dia memperdulikan siapa yang menghadap tapi siapa sangka jika gadis itu berdiri di hadapannya dengan sopan, Ethan jadi lupa kejadian tadi pagi, dia menemukan dua sisi berbeda Aelyn saat tadi pagi dan sekarang.
Cukup menarik, gadis itu memiliki karakter yang seimbang, dia bisa begitu profesional dan ketus di waktu tertentu, hal itu membuat sedikit Ethan penasaran, bagaimana jika dia yang melangkah menggodanya.
“Aku memanggilmu sebelum makan siang, kenapa anda baru menemuiku sekarang Nona Isabelle?” tanyanya, Ethan melepaskan ballpoint di tangannya, menatap tajam ke arahnya dengan kedua tangan yang saling bersilang.
Aelyn terteguh, suasana apa yang dia rasakan saat ini, dia merasa tidak nyaman dengan tatapan pria itu, membuat tubuhnya kikuk untuk bergerak dan seakan tatapan itu mengunci tubuhnya.
“Ak—aku, maaf Tuan Stevano. Lain kali aku akan langsung menemuimu,” Aelyn terbata-bata sambil membungkukkan tubuhnya, kenapa dia jadi begitu gugup dan anehnya lagi tubuhnya bercucuran keringat.
“Kau yakin? Kau akan datang jika malam hari aku memanggilmu?” tanyanya, Ethan meringai dan sekali lagi dia dibuat merasa jika Aelyn sama seperti wanita yang ada perusahaan ini, dia juga bisa gugup.
Aelyn yang tadinya menunduk langsung menatap kearah pria itu, memberikan tatapan tidak suka padanya, apakah pria itu pikir dirinya sama seperti wanita diluar sana? Yang sedang mudahnya terbuai oleh rayuannya.
“Diluar pekerjaan? Aku tidak akan melakukannya, aku punya hak untuk menolak!” Ucap Aelyn, dia memberikan jawaban terbaik untuk menjatuhkan ucapan pria itu.
‘Dia akan menjadi wanita yang sulit dijinakan,’ Ucap Ethan dalam pikirannya, dia tidak begitu tertantang untuk membuat gadis itu sampai menyukainya, dia langsung kembali pada tujuan awal.
“Aku ingin kamu yang presentasi di depan para investor, dan untuk ide-mu kali ini, aku menyukainya.” ucap Ethan, dia memberikan materi yang sudah Nona Ellena buatkan.
“Aku? Tunggu Tuan Stevano! Aku belum pernah melakukannya.” Protes Aelyn. Dia menolak keras saat Ethan memberikan dokumen itu secara langsung.
Ethan menoleh, dia harus segera pergi ke ruang rapat, dengan kedua tangan yang berada di balik saku celana, pria itu membalik tubuhnya dan melangkah ke arah Aelyn.
Sudah otomatis tubuh Aelyn refleks mundur, tapi tubuhnya tersentak dengan ujung meja, dengan ragu menegakkan air liurnya dan menatap Ethan yang semakin dekat dengannya.
“Apa sulitnya untuk belajar hal itu sekarang Nona Isabelle? Atau kamu ingin aku mengajarinya nanti malam?” Tanya Ethan, tangannya menahan dagu gadis itu dan berbicara dengan jarak yang begitu dekat.
“Maaf Tuan Stevano—,”
Kedua langsung menoleh mendengar suara asing, dengan gugup Aelyn langsung menjauh walau harus mendorong pria itu, dengan langkah terburu-buru Aelyn meninggalkan ruangan itu tanpa mengatakan apapun.
Aelyn menyandarkan tubuhnya di dalam lift, dia membuang nafas lega, rasanya seperti keluar dari ruangan yang begitu menyiksa pernafasannya dan Aelyn merasa pacu jantung yang tidak stabil, mungkinkah dia sakit jantung sekarang?
Bukankah usianya masih muda untuk mendapatkan penyakit itu?
“Aku harus menghindarinya,” Aelyn keluar dari lift, dia menggenggam erat dokumen, pikirannya melayang pada ucapan Ethan untuk presentasi? Apakah pria itu ingin menghancurkan idenya, dia tidak pernah melakukan hal itu.
*******
Aelyn meninggalkan gedung pencakar langit itu, udara malam menyejukan dirinya saat keluar dari sana, rasanya dunia yang rumit kembali berdamai disaat waktu pulang, dia menghirup udara seperti melepaskan satu persatu beban pikirannya.
Persetanan dengan utusan presentasi, semenjak pria itu datang. Rasanya sehari Aelyn tidak bisa menikmati pekerjaannya, hidupnya yang tenang seakan dibuat terganggu dengannya.
Dia memberhentikan taksi yang melintas, entah kenapa hari ini dia tidak ingin berada di dalam keramaian kereta, apalagi jam pulang kerja begitu padat, Aelyn ingin menenangkan pikirannya, kebetulan besok adalah akhir pekan, dia bisa seharian memanjakan dirinya di rumah, entah itu membaca buku atau seharian tidur diranjang, apapun itu intinya dia tidak ingin memikirkan presentasi itu.
Aelyn menurunkan kaca jendela mobil, tatapannya melihat seluruh kota chicago, sudah banyak yang berubah. Setiap jalan dipenuhi gedung pencakar langit dan restoran mewah atau sederhana, jalan kota yang tidak pernah lepas dari turis maupun pejalan kaki.
Dia teringat pada kenangan dimana setiap malam ketika dirinya punya waktu, biasanya sang Ibu akan mengajaknya ke pasar malam, menikmati makan seafood dan banyak hal lainnya, dia merindukan kenangan itu. Aelyn tersadar satu hal, hidupnya penuh kesepian, tidak ada lagi warna yang mendekati kehidupannya saat ini, begitu hitam dan putih.
Untuk apa bertahan hingga saat ini?
Tidak ada yang bisa Aelyn memberikan untuk sang Ibu, dia bekerja hanya untuk tetap bertahan di dunia yang serba mahal, hingga dia melupakan apa itu sebuah kencan dan berteman.
“Pak, aku ingin turun disini,” ucap Aelyn, dia memutuskan turun di halte dekat jalur apartemennya, padahal taksi itu bisa menghantar dirinya sampai di depan gedung apartemennya tapi kali ini Aelyn ingin lebih lama menghirup udara malam.
Setelah memberikan beberapa dollar, Aelyn segera melangkah, hanya melewati beberapa area untuk sampai, tapi biasanya dia memilih jalan lain yang cepat sampai, yaitu sebuah gang sepi yang jarang terdapat lampu sorot, memang beresiko bahaya tapi Aelyn sering melintas di sana dan hingga saat ini dia belum terjadi apapun.
Tapi kali ini rasa keras kepalanya harus disalahkan, karena jalur itu dia menemukan sebuah inside menyebalkan lainnya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved