Bab 13 Tidak saling menyentuh
by Irma W
09:50,Aug 02,2021
Pernikahan selesai sore hari. Setelah kedua keluarga berpamitan pulang, mereka pulang ke rumah masing-masing. Andrew dan Renita sudah sampai di rumah mereka, turun dari mobil Renita langsung masuk rumah untuk segera menemui anaknya Sonya.
Renita yang terburu-buru ke kamar Sonya, melihatnya sedang duduk memakan cemilan di ruang tamu. “Sonya kau baik-baik saja?” tanya Renita duduk di samping Sonya. Andrew yang baru masuk juga ikut duduk.
“Kenapa semua orang selalu bertanya. Kau baik-baik saja? Ada apa? Dan kau kenapa?” Sonya menjawab. “Aku baik-baik saja.” tegasnya.
Renita tahu sebenarnya Sonya tidak baik-baik saja, ia mengatakannya supaya dia tidak di kasihani. “Ibu sangat khawatir padamu tajut kau akan nekat melakukan sesuatu yang buruk.”
“Itu hanya pernikahan biasa, tidak ada cinta diantara mereka. Demian sangat mencintaiku, untuk apa aku merasa sedih.” ujar Sonya. “Pernikahannya pasti sudah selesai, karena kalian sudah pulang. Baiklah aku sudah kenyang memakan cemilan ini jadi aku akan pergi ke kamarku.” Sambung Sonya meninggalkan Andrew dan Renita.
Air matanya berlinang ketika Sonya mengatakan hal itu, ia mengatakannya hanya untuk menghibur dirinya sendiri. Untuk menghilangkan sedikit kepedihan dalam hatinya. Kini dia sudah seperti orang gila, kehilangan dirinya sendiri dan larut dalam kesedihannya.
Renita hancur melihat putrinya sedih hingga seperti ini. Andrew mencoba menenangkan istrinya yang menangis melihat sikap Sonya. “Dia akan baik-baik saja dalam beberapa hari.” Andrew menepuk pundak istrinya untuk tenang
Di rumah Demian kini Laura tengah memasukkan bajunya ke lemari. Ia juga mengeluarkan barang-barangnya dari dalam tasnya. Sedangkan Demian, ia sedang duduk menonton tv di kamarnya sambil menunggu baterai ponselnya penuh. Selesai merapikan kamarnya, Laura pun keluar dari kamar.
“Demian!” Teriak Laura memanggil Demian berkali-kali.
Mendengar suara Laura, Demian mulai merasakan pusing lagi. Tidak tahu apa yang akan Laura perbuat padanya saat ini.
“Iyaa, ada apa?” Demian pergi menghampiri Laura yang teriak-teriak memanggil namanya berulang kali.
Demian turun dan menemuinya di ruang tamu. “Kenapa kau berteriak-teriak memanggil namaku, aku masih bisa mendengar jelas suaramu, apa kau pikr ini hutan?” sewot Demian.
“Jika kau mendengar suaraku, lalu kenapa kau baru menjawabnya?” Laura menjawab dengan santainya.
Demian tidak tahu lagi harus berbuat apa pada Laura dengan sikapnya itu. “Baiklah, cepat katakan. Ada apa?” Demian bertanya pasrah.
“Duduklah dulu.” Laura menyuruh Demian untuk duduk. “Aku ingin mengatakan beberapa hal kepadamu.”
“Cepat katakan!” perintah Demian.
“Meskipun aku sah menjadi istrimu, tapi kau tidak bisa menyentuhku. Aku akan membuat garis di depan pintu kamarku. Jika kau berani melangkahi garisnya dan menginjakan kakimu di lantai kamarku, maka kau harus mengepel lantai kamarku.” tegas Laura.
Demian tertawa mendengar ucapan Laura. “Kau pikir aku berniat menyentuhmu?” Demian menjawab dengan sinis. “Sama sepertimu, aku juga akan membuat garis di depan pintu kamarku. Jika kau melewatinya maka kau harus mengepel lantai seluruh rumah ini.” sambung Demian.
Laura dan Demian akhirnya membuat sebuah kesepakatan untuk membatasi diri mereka masing-masing.
“Tunggu sebentar.” Demian menghentikan Laura yang hendak berdiri. “Jika aku tidak salah dengar, kau tadi mengatakan jika kau adalah istri sahku. Jadi, kau harus memenuhi tanggung jawabmu.” ucap Demian tersenyum penuh arti.
Laura tidak mengerti apa yang di maksudkan Demian, padahal tadi dia sudah mengatakan bahwa dia tidak boleh menyentuhnya, lalu apa yang dimaksud dengan memenuhi tanggung jawabnya.
“Bukankah sudah ku katakan, kau tidak boleh menyentuhku.” jawab Laura.
“Siapa yang berniat menyentuhmu? Maksudku adalah, karena kau sudah sah menjadi istriku maka kau yang harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Mulai memasak sarapan untukku, mencuci pakaianku, dan membersihkan rumah, kecuali kamarku. Bagaimana?” Demian menjelaskan pada Laura.
Laura sangat kesal, Laura tahu sebenarnya Demian menyuruhnya untuk melakukan semua itu untuk membalas atau mengerjainya. “Baiklah aku setuju.” Sahut Laura. “Tunggu saja pembalasanku.” Batin Laura kemudian.
Demian tersenyum senang dan meninggalkan Laura yang masih kesal di ruang tamu.
Keesokan harinya garis yang mereka bicarakan sudah terpampang nyata di depan pintu mereka masing-masing. Mereka membuat garis dengan lakban hitam.
Demian keluar kamar untuk bersiap berangkat ke kantornya. Laura sudah selesai memasak untuknya. Demian turun ke ruang makan untuk sarapan pagi.
“Ini sarapanmu sudah siap.” Laura memberikan sarapannya. Demian senang ketika melihat wajah Laura yang kesal itu. Ia kemudian berulah lagi. Demian bukannya memakan masakan yang di buat Laura malah ia mengambil selembar roti yang ada di kulkas dan memakannya.
“Aku akan makan ini saja, sepertinya aku sudah terlambat pergi ke kantor.” Demian berniat mengerjai Laura lagi.
“Aku sudah lelah memasak untukmu kenapa kau tidak memakannya!” kesal Laura sembari mengejar Demian keluar.
Demian tidak menggubris perkataan Laura dan langsung keluar membuka pintu rumah dan kemudian melajukan mobilnya pergi ke kantor.
Laura yang berada di ambang pintu sangat kesal melihat Demian sudah pergi dengan mobilnya. “Dasar! dia menyuruhku untuk memenuhi tanggung jawabku sebagai istri kini dia malah tidak memperdulikanku!"
Laura masuk kemudian membereskan dapur dan segera masuk kamarnya untuk bersiap berangkat bekerja.
Demian mengendarai dan tersenyum puas karena berhasil membuat Laura kesusahan. Demian sampai di kantor, beberapa karyawan menyapanya dan member selamat atas pernikahannya itu. Demian hanya tersenyum membalas. Disisi lain karyawan yang menyelamatinya karena di sudah menikah justru membuat teman dekat Sonya sangat marah melihat wajah mantan kekasih temanya itu. “Dasar laki-laki penipu, berpacaran dengan siapa menikah dengan siapa.”
Di tengah sibuknya bekerja, Demian mendapat telfon masuk dari Sonya. Demian lupa dari kemarin dia belum memeberi kabar pada Sonya karena baterai ponselnya habis kemarin.
“Halo?” Demian mengangkat telfon tersebut.
“Demian, aku ingin bertemu denganmu.”
“Baiklah selesai bekerja aku akan mengabarimu di mana aku akan menemuimu.” jawab Demian. "Aku juga sudah merindukanmu."
“Baiklah, aku akan menunggumu.” Sonya menutup telfonya.
Di rumah Sonya benar-benar kacau, yang ia lakukan hanya menunggu Demian menemuinya, Sonya juga tidak bisa sebebas dulu bertemu dengan Demian, karena kini ia sudah menyandang setatus menikah. Sonya juga tidak mau gossip beredar tentangnya. Jadi, dia hanya menunggu Demian menyuruhnya baru dia bisa meneminya.
Pekerjaan Demian hampir selesai, langsung memberi pesan untuk Sonya. (Aku sudah selesai bekerja, pergilah ke taman biasanya, aku akan segera menemuimu.)
Pesan Demian sudah di baca Sonya. Sonya buru-buru pergi ke taman yang biasa mereka kunjungi untuk bertemu. Demian juga sedang bergegas menyelesaikan pekerjaanya itu. Setelah memastikan pekerjaannya selesai Demian juga bergegas menemui Sonya yang pasti sudah menunggunya. Benar saja Sonya sudah menunggunya di taman itu.
***
Renita yang terburu-buru ke kamar Sonya, melihatnya sedang duduk memakan cemilan di ruang tamu. “Sonya kau baik-baik saja?” tanya Renita duduk di samping Sonya. Andrew yang baru masuk juga ikut duduk.
“Kenapa semua orang selalu bertanya. Kau baik-baik saja? Ada apa? Dan kau kenapa?” Sonya menjawab. “Aku baik-baik saja.” tegasnya.
Renita tahu sebenarnya Sonya tidak baik-baik saja, ia mengatakannya supaya dia tidak di kasihani. “Ibu sangat khawatir padamu tajut kau akan nekat melakukan sesuatu yang buruk.”
“Itu hanya pernikahan biasa, tidak ada cinta diantara mereka. Demian sangat mencintaiku, untuk apa aku merasa sedih.” ujar Sonya. “Pernikahannya pasti sudah selesai, karena kalian sudah pulang. Baiklah aku sudah kenyang memakan cemilan ini jadi aku akan pergi ke kamarku.” Sambung Sonya meninggalkan Andrew dan Renita.
Air matanya berlinang ketika Sonya mengatakan hal itu, ia mengatakannya hanya untuk menghibur dirinya sendiri. Untuk menghilangkan sedikit kepedihan dalam hatinya. Kini dia sudah seperti orang gila, kehilangan dirinya sendiri dan larut dalam kesedihannya.
Renita hancur melihat putrinya sedih hingga seperti ini. Andrew mencoba menenangkan istrinya yang menangis melihat sikap Sonya. “Dia akan baik-baik saja dalam beberapa hari.” Andrew menepuk pundak istrinya untuk tenang
Di rumah Demian kini Laura tengah memasukkan bajunya ke lemari. Ia juga mengeluarkan barang-barangnya dari dalam tasnya. Sedangkan Demian, ia sedang duduk menonton tv di kamarnya sambil menunggu baterai ponselnya penuh. Selesai merapikan kamarnya, Laura pun keluar dari kamar.
“Demian!” Teriak Laura memanggil Demian berkali-kali.
Mendengar suara Laura, Demian mulai merasakan pusing lagi. Tidak tahu apa yang akan Laura perbuat padanya saat ini.
“Iyaa, ada apa?” Demian pergi menghampiri Laura yang teriak-teriak memanggil namanya berulang kali.
Demian turun dan menemuinya di ruang tamu. “Kenapa kau berteriak-teriak memanggil namaku, aku masih bisa mendengar jelas suaramu, apa kau pikr ini hutan?” sewot Demian.
“Jika kau mendengar suaraku, lalu kenapa kau baru menjawabnya?” Laura menjawab dengan santainya.
Demian tidak tahu lagi harus berbuat apa pada Laura dengan sikapnya itu. “Baiklah, cepat katakan. Ada apa?” Demian bertanya pasrah.
“Duduklah dulu.” Laura menyuruh Demian untuk duduk. “Aku ingin mengatakan beberapa hal kepadamu.”
“Cepat katakan!” perintah Demian.
“Meskipun aku sah menjadi istrimu, tapi kau tidak bisa menyentuhku. Aku akan membuat garis di depan pintu kamarku. Jika kau berani melangkahi garisnya dan menginjakan kakimu di lantai kamarku, maka kau harus mengepel lantai kamarku.” tegas Laura.
Demian tertawa mendengar ucapan Laura. “Kau pikir aku berniat menyentuhmu?” Demian menjawab dengan sinis. “Sama sepertimu, aku juga akan membuat garis di depan pintu kamarku. Jika kau melewatinya maka kau harus mengepel lantai seluruh rumah ini.” sambung Demian.
Laura dan Demian akhirnya membuat sebuah kesepakatan untuk membatasi diri mereka masing-masing.
“Tunggu sebentar.” Demian menghentikan Laura yang hendak berdiri. “Jika aku tidak salah dengar, kau tadi mengatakan jika kau adalah istri sahku. Jadi, kau harus memenuhi tanggung jawabmu.” ucap Demian tersenyum penuh arti.
Laura tidak mengerti apa yang di maksudkan Demian, padahal tadi dia sudah mengatakan bahwa dia tidak boleh menyentuhnya, lalu apa yang dimaksud dengan memenuhi tanggung jawabnya.
“Bukankah sudah ku katakan, kau tidak boleh menyentuhku.” jawab Laura.
“Siapa yang berniat menyentuhmu? Maksudku adalah, karena kau sudah sah menjadi istriku maka kau yang harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Mulai memasak sarapan untukku, mencuci pakaianku, dan membersihkan rumah, kecuali kamarku. Bagaimana?” Demian menjelaskan pada Laura.
Laura sangat kesal, Laura tahu sebenarnya Demian menyuruhnya untuk melakukan semua itu untuk membalas atau mengerjainya. “Baiklah aku setuju.” Sahut Laura. “Tunggu saja pembalasanku.” Batin Laura kemudian.
Demian tersenyum senang dan meninggalkan Laura yang masih kesal di ruang tamu.
Keesokan harinya garis yang mereka bicarakan sudah terpampang nyata di depan pintu mereka masing-masing. Mereka membuat garis dengan lakban hitam.
Demian keluar kamar untuk bersiap berangkat ke kantornya. Laura sudah selesai memasak untuknya. Demian turun ke ruang makan untuk sarapan pagi.
“Ini sarapanmu sudah siap.” Laura memberikan sarapannya. Demian senang ketika melihat wajah Laura yang kesal itu. Ia kemudian berulah lagi. Demian bukannya memakan masakan yang di buat Laura malah ia mengambil selembar roti yang ada di kulkas dan memakannya.
“Aku akan makan ini saja, sepertinya aku sudah terlambat pergi ke kantor.” Demian berniat mengerjai Laura lagi.
“Aku sudah lelah memasak untukmu kenapa kau tidak memakannya!” kesal Laura sembari mengejar Demian keluar.
Demian tidak menggubris perkataan Laura dan langsung keluar membuka pintu rumah dan kemudian melajukan mobilnya pergi ke kantor.
Laura yang berada di ambang pintu sangat kesal melihat Demian sudah pergi dengan mobilnya. “Dasar! dia menyuruhku untuk memenuhi tanggung jawabku sebagai istri kini dia malah tidak memperdulikanku!"
Laura masuk kemudian membereskan dapur dan segera masuk kamarnya untuk bersiap berangkat bekerja.
Demian mengendarai dan tersenyum puas karena berhasil membuat Laura kesusahan. Demian sampai di kantor, beberapa karyawan menyapanya dan member selamat atas pernikahannya itu. Demian hanya tersenyum membalas. Disisi lain karyawan yang menyelamatinya karena di sudah menikah justru membuat teman dekat Sonya sangat marah melihat wajah mantan kekasih temanya itu. “Dasar laki-laki penipu, berpacaran dengan siapa menikah dengan siapa.”
Di tengah sibuknya bekerja, Demian mendapat telfon masuk dari Sonya. Demian lupa dari kemarin dia belum memeberi kabar pada Sonya karena baterai ponselnya habis kemarin.
“Halo?” Demian mengangkat telfon tersebut.
“Demian, aku ingin bertemu denganmu.”
“Baiklah selesai bekerja aku akan mengabarimu di mana aku akan menemuimu.” jawab Demian. "Aku juga sudah merindukanmu."
“Baiklah, aku akan menunggumu.” Sonya menutup telfonya.
Di rumah Sonya benar-benar kacau, yang ia lakukan hanya menunggu Demian menemuinya, Sonya juga tidak bisa sebebas dulu bertemu dengan Demian, karena kini ia sudah menyandang setatus menikah. Sonya juga tidak mau gossip beredar tentangnya. Jadi, dia hanya menunggu Demian menyuruhnya baru dia bisa meneminya.
Pekerjaan Demian hampir selesai, langsung memberi pesan untuk Sonya. (Aku sudah selesai bekerja, pergilah ke taman biasanya, aku akan segera menemuimu.)
Pesan Demian sudah di baca Sonya. Sonya buru-buru pergi ke taman yang biasa mereka kunjungi untuk bertemu. Demian juga sedang bergegas menyelesaikan pekerjaanya itu. Setelah memastikan pekerjaannya selesai Demian juga bergegas menemui Sonya yang pasti sudah menunggunya. Benar saja Sonya sudah menunggunya di taman itu.
***
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved