Bab 9 Menentukan tanggal pernikahan
by Irma W
09:47,Aug 02,2021
Andrew, Renita, dan Laura bersiap pergi ke rumah Demian, untuk memenuhi ajakan dari Mika. Laura sebenarnya enggan ikut, ia baru pulang bekerja dan langsung diajak pergi ke rumah Demian. Sedangkan Sonya, Renita menyuruhnya untuk tidak ikut. Khawatir jika anaknya akan sedih lagi.
Sonya ikut mengantarkan orangtuanya dan Laura sampai di depan rumah. Ia hanya bisa melihat keluarganya masuk mobil dan pergi ke rumah Demian. Jujur saja Sonya sedih, ia ingin ikut pergi ke rumah Demian dan bertemu dengan Demian. Menyadari air matanya keluar Sonya segera menghapus air matanya dan berjalan masuk ke dalam rumah.
"Aku harus bersabar," gumam Sonya sambil mengusap air matanya.
Mika sangat antusias menyambut keluarga Andrew, ia mempersilahkan mereka masuk. Mika mengantar mereka ke ruang makan lalu menyuruh mereka duduk. Demian yang melihat keluarga Sonya sudah datang celingukan mencari Sonya tapi dia tidak ikut.
"Kenapa dia tidak ikut?" batin Demian.
Mereka semua sudah duduk di meja makan untuk makan malam bersama. Sembari makan Andrew dan Deru saling berbincang tentang pekerjaan, Renita dan Mika pun juga berbincang membahas masalah rumah tangga. Tinggal dua orang saja yang diam dan fokus berselancar pada telfon mereka masing-masing.
Demian sibuk berchatingan dengan Sonya di ponsel menanyakan alasannya tidak ikut ke rumahnya, sedangkan Laura sedang sibuk membalas beberapa pesan yang masuk dari Rafa. Tadinya Demian sangat berharap Sonya bisa ikut datang.
Makan malam sudah selesai, mereka pindah ke ruang tamu, memulai untuk membahas masalah pernikahan Demian dan Laura.
Mulanya Demian ingin mengelak, tapi saat diam-diam curi pandan ke arah Laura, bibirnya bergerak dan … "Dia cantik juga." Kalimat lirih itu terucap tanpa ada yang mendengar.
“Menurutmu kapan tanggal yang pas untuk pernikahan mereka?” Deru menanyakan pada Andrew. “kami harus cepat-cepat menikahkan mereka berdua untuk mencegah hal buruk terjadi lagi.” Sambung Deru cemas.
“Apa Tuan sudah punya waktu yang tepat untuk mereka?” Andrew bertanya balik, karena sepertinya keluarga Demian menginginkan pernikahan sesuai dengan keinginan mereka.
“Sebenarnya kami berniat menikahkan mereka hari Rabu besok.” Mika yang menjawab pertanyaan dari Andrew.
“Hari Rabu?” tanya Renita terkejut. “Bukankah itu terlalu cepat. Sonya juga masih sedih karena gagal menikah dengan Demian, apa tidak sebaiknya kita tunggu beberapa bulan lagi.” Sambung Renita yang cemas pada Sonya.
Pasti nanti anaknya itu akan sangat sedih mendengar ini. Ia bermaksud meminta beberapa bulan supaya Sonya bisa benar-benar mengikhlaskan Demian. Bagi Renita memilih antara Sonya dan Laura sangat sulit. Mereka berdua anak kesayangannya, tapi ini harus terjadi demi menghindari mala petaka kedua belah pihak.
Laura juga terkejut kenapa secepat itu, padahal ia baru bertemu dengannya dua hari dengan malam ini. Sekarang saja sudah hari Senin, dua hari lagi hari Rabu, pernikahannya.
"Apa aku siap?" Laura tengah membatin.
“Kami sudah tidak bisa menundanya.” Dengan tegas Deru menjawab.
Andrew menatap Renita yang menganggukan kepala padanya. “Baiklah, karena menghormati Tuan, kami setuju.”
Demian tampak santai yang berbalik respon dengan Laura. Bagaimana tidak santai, meskipun ia menikah dengan Laura, pernikahan itu hanya sebatas untuk menangkal kutukan itu, sedangkan dia akan tetap berhubungan dengan Sonya.
Mika memandang Demian dan Laura “Apakah kalian siap?”
Dengan mantap Demian berkata. “iya, aku mau saja.”
Mendengar jawaban dari Demian, niatan Laura untuk membantah ataupun protes jika dia keberatan pun sirna. Sebelumnya ia berfikir Demian tidak akan setuju , tapi pikirannya salah, Demian malah mengiyakan keputusan tersebut. Daripada nanti menjadi perdebatan, Laura juga setuju dengan keputusan itu.
“Aku ikut saja apa mau orangtuaku.” Laura menjawab pasrah.
Hari pernikahan Demian dan Laora sudah ditetapkan. Andrew, Renita, Deru, dan Mika melanjutkan perbincangan mereka. Disela perbincangan mereka, Demian meminta izin untuk berbicara dengan Laura sebentar.
“Bibi, bisa saya ajak Laura pergi sebentar.” ucapan Demian membuat perbincangan berhenti.
“Silahkan saja, nak.” Renita memperbolehkan Demian membawa Laura.
“Tenang saja, Bini. Aku hanya mengajaknya mengobrol di depan rumah.” Demian pergi menarik tangan Laura keluar.
Laura yang ditarik tangannya hanya pasrah mengikuti. Sampai di depan rumah, Laura meminta Demian untuk melepaskan tangannya.
Demian melepas tangan Laura sambil berdehem. “Langsung saja, aku bersedia menikah denganu hanya untuk menangkal kutukan itu. aku juga akan tetap berhubungan dengan Sonya meskipun nanti kita sudah menikah," jelas Demian.
Laora kaget dengan pernyataan Demian, “Pantas saja dengan mudahnya, menyetujui keputusan tadi.” batin Laura.
“Jika kau juga punya kekasih, kau juga bebas berhubungan dengannya sama sepertiku.” Demian kembali menjelaskan.
“Baiklah terserah saja.” Laura melengos lalu masuk ke dalam.
“Ayah, ibu ini sudah malam. Sebaiknya kita pulang.” ucap Laora sesampainya di ruang tengah lagi. Wajahnya yang datar tidak bisa ia sembunyikan.
Andrew dan Renita menyetujui permintaan anaknya, dan pamit pulang. Deru dan Mika mengantar mereka sampai kedepan rumah dan bertemu dengan Demian yang masih berdiri disana.
Laura langsung masuk ke dalam mobil karena marah, meninggalkan ayah dan ibunya berrpamitan dengan orangtua Demian.
“Terimakasih untuk makan malamnya.” ucap Andrew sambil tersenyum.
Andrew dan Renita masuk ke dalam mobil dan pergi. Setelah mereka pergi Demian masuk ke dalam rumah dan mengambil kunci mobilnya kemudian keluar lagi.
“Mau pergi kemana kau?” tanya Deru penasaran.
Demian pergi dengan terburu-buru. “Aku ada urusan Sebentar.” Sembari masuk ke dalam mobil.
Demian menirimkan pesan pada Sonya setelah Laura masuk ke dalam tadi. Demian meminta Sonya untuk menemuinya di taman.
Andrew, Renita dan Laura sudah sampai di rumahnya. Laora membuka pintu mobil dan buru-buru masuk ke rumah untuk menemui kakanya dan meminta penjelasan darinya. Namun, saat masuk ke kamar Sonya, dia tidak ada di dalam. Laura mencari ke dapur dan kamar mandi tapi tidak menemukan Sonya.
“Kemana Sonya?” gerutu Laora sambil marah-marah, setelah mencarinya dan tidak menemukannya.
Orang yang sedang dicari Laura kini tengah berduaan dengan Demian di taman. Sonya penuh isak tangis memeluk Demian untuk meluapkan kesedihanya. Sonya sedih, Meskipun setelah Demian dan Laura menikah nanti, tapi tetap saja mereka sah dimata hukum. Sedangkan ia hanya bisa berhubungan gelap dengannya.
“Sudahlah jangan menangis.” Demian mencoba membuatnya untuk berhenti menangis.
“Bgaimana tadi makan malamnya?” tanya Sonya dengan wajah yang dipenuhi air mata.
Demian memang belum sempat menjelaskannya tadi, saat Demian tiba di sana, Sonya langsung menangis dan memeluknya. Jadi, dia belum memberitahunya tentang apapun.
“Tidak ada yang sepesial, makan malam biasa. Aku juga sudah memberitahu adikmu tentang rencana kita dan juga...” Demian tidak tega mengatakan jika mereka sudah menentukan hari pernikahan.
“Juga apa?” Sonya pensaran dengan apa yang sebennya ingin Demian katakan.
“Kami sudah menentukan hari pernikahan .” Demian dengan terpaksa mengatakan itu.
“Kapan?” Sonya semakin penasaran.
“Besok Hari Rabu.” Demian menatap wajah Sonya.
Air mata Sonya kembali membendung. Ia tidak bisa menahan kepedihanya. Sonya memeluk Demian dengan erat. Dia hatinya dia tidak mau membiarkan Demian menikah dengan Laura. Demian pun sedih melihat Sonya. Keinginanya untuk menikah dengannya ia hancurkan begitu saja waktu itu. Dia juga harus menerima adiknya lah yang akan menggantikan posisinya besok dipelaminan.
Sonya pulang ke rumah dengan mata yang sembab. Laura yang dari tadi menunggu kakaknya pulang, merasa heran dengan sikap Sonya.
“Kau kenapa, kak.” tanya Laura cemas. Perasaan marah Laura berubah menjadiperasaan khawatir.
Sonya tersenyum padanya. “Selamat untukmu, hari pernikahan sudah ditentukan. Rabu besokkan?” Sonya tersenyum sembari meneteskan air mata kesedihanya. Kemudian ia berjalan ke kamarnya.
Laura sangat sedih mendengar ucapan kakaknya. “Hatiku juga hancur, aku harus menikah dengan orang yang tidak aku cintai.” ucapnya yang masih berdiri di ruang tamu menitikkan air mata.
“Bukankah kau yang memintaku untuk bersedia menikah dengannya, kau juga sudah merencanakan sesuatu dengannya, lalu kenapa kau sedih.” Laura mengusap airmatanya dan pergi ke kamarnya.
Siapa yang egois di sini? Harusnya aku yang paling menderita. Laura menangis di sudut ranjangnya.
***
Sonya ikut mengantarkan orangtuanya dan Laura sampai di depan rumah. Ia hanya bisa melihat keluarganya masuk mobil dan pergi ke rumah Demian. Jujur saja Sonya sedih, ia ingin ikut pergi ke rumah Demian dan bertemu dengan Demian. Menyadari air matanya keluar Sonya segera menghapus air matanya dan berjalan masuk ke dalam rumah.
"Aku harus bersabar," gumam Sonya sambil mengusap air matanya.
Mika sangat antusias menyambut keluarga Andrew, ia mempersilahkan mereka masuk. Mika mengantar mereka ke ruang makan lalu menyuruh mereka duduk. Demian yang melihat keluarga Sonya sudah datang celingukan mencari Sonya tapi dia tidak ikut.
"Kenapa dia tidak ikut?" batin Demian.
Mereka semua sudah duduk di meja makan untuk makan malam bersama. Sembari makan Andrew dan Deru saling berbincang tentang pekerjaan, Renita dan Mika pun juga berbincang membahas masalah rumah tangga. Tinggal dua orang saja yang diam dan fokus berselancar pada telfon mereka masing-masing.
Demian sibuk berchatingan dengan Sonya di ponsel menanyakan alasannya tidak ikut ke rumahnya, sedangkan Laura sedang sibuk membalas beberapa pesan yang masuk dari Rafa. Tadinya Demian sangat berharap Sonya bisa ikut datang.
Makan malam sudah selesai, mereka pindah ke ruang tamu, memulai untuk membahas masalah pernikahan Demian dan Laura.
Mulanya Demian ingin mengelak, tapi saat diam-diam curi pandan ke arah Laura, bibirnya bergerak dan … "Dia cantik juga." Kalimat lirih itu terucap tanpa ada yang mendengar.
“Menurutmu kapan tanggal yang pas untuk pernikahan mereka?” Deru menanyakan pada Andrew. “kami harus cepat-cepat menikahkan mereka berdua untuk mencegah hal buruk terjadi lagi.” Sambung Deru cemas.
“Apa Tuan sudah punya waktu yang tepat untuk mereka?” Andrew bertanya balik, karena sepertinya keluarga Demian menginginkan pernikahan sesuai dengan keinginan mereka.
“Sebenarnya kami berniat menikahkan mereka hari Rabu besok.” Mika yang menjawab pertanyaan dari Andrew.
“Hari Rabu?” tanya Renita terkejut. “Bukankah itu terlalu cepat. Sonya juga masih sedih karena gagal menikah dengan Demian, apa tidak sebaiknya kita tunggu beberapa bulan lagi.” Sambung Renita yang cemas pada Sonya.
Pasti nanti anaknya itu akan sangat sedih mendengar ini. Ia bermaksud meminta beberapa bulan supaya Sonya bisa benar-benar mengikhlaskan Demian. Bagi Renita memilih antara Sonya dan Laura sangat sulit. Mereka berdua anak kesayangannya, tapi ini harus terjadi demi menghindari mala petaka kedua belah pihak.
Laura juga terkejut kenapa secepat itu, padahal ia baru bertemu dengannya dua hari dengan malam ini. Sekarang saja sudah hari Senin, dua hari lagi hari Rabu, pernikahannya.
"Apa aku siap?" Laura tengah membatin.
“Kami sudah tidak bisa menundanya.” Dengan tegas Deru menjawab.
Andrew menatap Renita yang menganggukan kepala padanya. “Baiklah, karena menghormati Tuan, kami setuju.”
Demian tampak santai yang berbalik respon dengan Laura. Bagaimana tidak santai, meskipun ia menikah dengan Laura, pernikahan itu hanya sebatas untuk menangkal kutukan itu, sedangkan dia akan tetap berhubungan dengan Sonya.
Mika memandang Demian dan Laura “Apakah kalian siap?”
Dengan mantap Demian berkata. “iya, aku mau saja.”
Mendengar jawaban dari Demian, niatan Laura untuk membantah ataupun protes jika dia keberatan pun sirna. Sebelumnya ia berfikir Demian tidak akan setuju , tapi pikirannya salah, Demian malah mengiyakan keputusan tersebut. Daripada nanti menjadi perdebatan, Laura juga setuju dengan keputusan itu.
“Aku ikut saja apa mau orangtuaku.” Laura menjawab pasrah.
Hari pernikahan Demian dan Laora sudah ditetapkan. Andrew, Renita, Deru, dan Mika melanjutkan perbincangan mereka. Disela perbincangan mereka, Demian meminta izin untuk berbicara dengan Laura sebentar.
“Bibi, bisa saya ajak Laura pergi sebentar.” ucapan Demian membuat perbincangan berhenti.
“Silahkan saja, nak.” Renita memperbolehkan Demian membawa Laura.
“Tenang saja, Bini. Aku hanya mengajaknya mengobrol di depan rumah.” Demian pergi menarik tangan Laura keluar.
Laura yang ditarik tangannya hanya pasrah mengikuti. Sampai di depan rumah, Laura meminta Demian untuk melepaskan tangannya.
Demian melepas tangan Laura sambil berdehem. “Langsung saja, aku bersedia menikah denganu hanya untuk menangkal kutukan itu. aku juga akan tetap berhubungan dengan Sonya meskipun nanti kita sudah menikah," jelas Demian.
Laora kaget dengan pernyataan Demian, “Pantas saja dengan mudahnya, menyetujui keputusan tadi.” batin Laura.
“Jika kau juga punya kekasih, kau juga bebas berhubungan dengannya sama sepertiku.” Demian kembali menjelaskan.
“Baiklah terserah saja.” Laura melengos lalu masuk ke dalam.
“Ayah, ibu ini sudah malam. Sebaiknya kita pulang.” ucap Laora sesampainya di ruang tengah lagi. Wajahnya yang datar tidak bisa ia sembunyikan.
Andrew dan Renita menyetujui permintaan anaknya, dan pamit pulang. Deru dan Mika mengantar mereka sampai kedepan rumah dan bertemu dengan Demian yang masih berdiri disana.
Laura langsung masuk ke dalam mobil karena marah, meninggalkan ayah dan ibunya berrpamitan dengan orangtua Demian.
“Terimakasih untuk makan malamnya.” ucap Andrew sambil tersenyum.
Andrew dan Renita masuk ke dalam mobil dan pergi. Setelah mereka pergi Demian masuk ke dalam rumah dan mengambil kunci mobilnya kemudian keluar lagi.
“Mau pergi kemana kau?” tanya Deru penasaran.
Demian pergi dengan terburu-buru. “Aku ada urusan Sebentar.” Sembari masuk ke dalam mobil.
Demian menirimkan pesan pada Sonya setelah Laura masuk ke dalam tadi. Demian meminta Sonya untuk menemuinya di taman.
Andrew, Renita dan Laura sudah sampai di rumahnya. Laora membuka pintu mobil dan buru-buru masuk ke rumah untuk menemui kakanya dan meminta penjelasan darinya. Namun, saat masuk ke kamar Sonya, dia tidak ada di dalam. Laura mencari ke dapur dan kamar mandi tapi tidak menemukan Sonya.
“Kemana Sonya?” gerutu Laora sambil marah-marah, setelah mencarinya dan tidak menemukannya.
Orang yang sedang dicari Laura kini tengah berduaan dengan Demian di taman. Sonya penuh isak tangis memeluk Demian untuk meluapkan kesedihanya. Sonya sedih, Meskipun setelah Demian dan Laura menikah nanti, tapi tetap saja mereka sah dimata hukum. Sedangkan ia hanya bisa berhubungan gelap dengannya.
“Sudahlah jangan menangis.” Demian mencoba membuatnya untuk berhenti menangis.
“Bgaimana tadi makan malamnya?” tanya Sonya dengan wajah yang dipenuhi air mata.
Demian memang belum sempat menjelaskannya tadi, saat Demian tiba di sana, Sonya langsung menangis dan memeluknya. Jadi, dia belum memberitahunya tentang apapun.
“Tidak ada yang sepesial, makan malam biasa. Aku juga sudah memberitahu adikmu tentang rencana kita dan juga...” Demian tidak tega mengatakan jika mereka sudah menentukan hari pernikahan.
“Juga apa?” Sonya pensaran dengan apa yang sebennya ingin Demian katakan.
“Kami sudah menentukan hari pernikahan .” Demian dengan terpaksa mengatakan itu.
“Kapan?” Sonya semakin penasaran.
“Besok Hari Rabu.” Demian menatap wajah Sonya.
Air mata Sonya kembali membendung. Ia tidak bisa menahan kepedihanya. Sonya memeluk Demian dengan erat. Dia hatinya dia tidak mau membiarkan Demian menikah dengan Laura. Demian pun sedih melihat Sonya. Keinginanya untuk menikah dengannya ia hancurkan begitu saja waktu itu. Dia juga harus menerima adiknya lah yang akan menggantikan posisinya besok dipelaminan.
Sonya pulang ke rumah dengan mata yang sembab. Laura yang dari tadi menunggu kakaknya pulang, merasa heran dengan sikap Sonya.
“Kau kenapa, kak.” tanya Laura cemas. Perasaan marah Laura berubah menjadiperasaan khawatir.
Sonya tersenyum padanya. “Selamat untukmu, hari pernikahan sudah ditentukan. Rabu besokkan?” Sonya tersenyum sembari meneteskan air mata kesedihanya. Kemudian ia berjalan ke kamarnya.
Laura sangat sedih mendengar ucapan kakaknya. “Hatiku juga hancur, aku harus menikah dengan orang yang tidak aku cintai.” ucapnya yang masih berdiri di ruang tamu menitikkan air mata.
“Bukankah kau yang memintaku untuk bersedia menikah dengannya, kau juga sudah merencanakan sesuatu dengannya, lalu kenapa kau sedih.” Laura mengusap airmatanya dan pergi ke kamarnya.
Siapa yang egois di sini? Harusnya aku yang paling menderita. Laura menangis di sudut ranjangnya.
***
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved