Bab 12 Pernikahan pun datang

by Irma W 09:49,Aug 02,2021
Hari pernikahan telah tiba, keluarga Andrew sedang menunggu sang putri selesai untuk didandani. Sedangkan Demian sudah berada di aula pernikahan dengan mengenakan setelan jas hitam putih yang kini sedang menunggu di ruangan yang sudah di fasilitasi pihak gedung. Deru dn Mika sedang menyambut para tamu yang sudah memulai berdatangan.

Sembari menunggu anaknya selesai didandani, Andrew dan Renita juga mempersiapkan diri tampil dengan sebaik mungkin, supaya pantas memiliki besan pengusaha ternama.

Laura sudah selesai di dandani, ia keluar kamar. Semua orang takjub melihat kecantikan Laura. “Kau cantik sekali, Nak.” Andrew menyentuh pipi anaknya dengan kagum.

Renita memalingkan wajahnya setelah Laura keluar kamar, ia malah pergi ke kamar Sonya dan menyuruhnya untuk tidak ikut.

Renita membuka kamar Sonya. “Sonya?” panggil Renita.

Sonya yang sedang berdiri di depan cermin itu menoleh ke arah pintu. “Iya, masuklah ibu.” Sonya menjawab.

Ibunya datang menghampirinya. “Apa kau akan ikut ke sana?”

Sonya masih berdiri membelakangi ibunya dan menatap dirinya di cermin dengan air mata yang mengalir di wajahnya. “Aku tidak akan ikut,” singkat Sonya.

Sonya yang terlihat di cermin sedang menangis membuat hati Renita hancur. Anaknya yang satu dia akan menikah, sedangkan anak yang satunya sedang bersedih dengan pernikahan tersebut

“Itu lebih baik untukmu.” ucap Renita penuh iba pada Sonya.

Renita berlalu meninggalkan Sonya sendirian. Semua sudah siap tinggal menunggunya. “Ayo, kita berangkat. Sonya tidak akan ikut.”

“Ayo pergi sekarang.” ajak Andrew supaya Laura tidak merasa sedih karena Sonya tidak ikut. Mereka semua masuk mobil dan melaju menuju tempat pernikahan mereka berdua.

Mika yang melihat mobil keluarga Andrew sudah datang, ia segera mendatangi mobil itu yang sudah berada di tempat parkir. Mika membawa Laura ke ruang tunggu yang sudah di sediakan. Andrew dan Renita masuk ke aula pernikahan, membantu Deru untuk menyambut tamu.

Sampai di ruang tunggunya Laura merasa jantungnya berdetak dengan cepat. Ini seperti mimpi, tapi ini adalah kenyataan.

Mika meninggalkan Laura sendiri untuk kembali menyambut tamu. “Tunggulah di sini.”

Di ruang tunggunya, Demian sedang mengkhawatirkan Sonya. Ia mencoba menelfonya berkali-kali namun tidak ia angkat. Karena Sonya tidak mengangkatnya, Demian memilih keluar ruangan untuk memastikan.

Setelah keluar dari ruang tunggu, Demian menoleh ke sana-kesini. Namun, tidak menemukan Sonya. Ia malah mendapatkan sapaan dari para kerabatnya.

Demian kemudian pergi menemui Renita yang sedang menyambut tamu untuk bertanya padanya. “Bibi Renita,” Panggil Demian pelan.

“Iya Demian, ada apa?” tanya Renita heran.

“Sonya di mana?”

“Sonya tidak ikut Nak, hatinya pasti akan sangat hancur jika dia ikut.” Renita menjawab.

“Baiklah Bibi, terimakasih.” sahut Demian. Hatinya juga sekarang sedang tidak karuan, ia sangat khawatir tentang kondisi Sonya, ia juga sangat membenci memikirkan dia akan menikah saat ini.

Semua tamu undangan telah hadir saat ini, pernikahan segera di mulai. Andrew datang ke ruang tunggu dan menjemput Laura. Ia menggandengnya. Andrew dan Laura membuka pintu ruang tunggu dan berjalan menuju panggung. Semua tamu tertuju pada Laura dan ayahnya.
Andrew hanya mengantarkan Laura di bawah panggung yang berbentuk huruf T itu. Laura akan berjalan bergandengan dengan Demian di panggung melewati Para tamu.

Andrew akhirnya menyerahkan Laura pada Demian yang sudah menunggunya. Laura tidak ingin melingkarkan tangam pada lengan Demian begitu juga sebaliknya. Setelah mereka berdampingan akan berjalan. Tiba- tiba Mika menarik lengan mereka berdua dan melingkarkan lengan mereka satu sama lain.

“Kalian bisa berjalan sekarang.” ucap Mika tersenyum bahagia. Demian dan Laura hanya pasrah mengikuti, mereka kemudian berjalan menaiki tangga yang hanya terdiri dari dua tanjakan saja dan berjalan di panggung melewati para tamu. Setelah sampai di panggung inti, mereka menghadap ke arah para tamu yang hadir.

Pendeta meminta mereka untuk berhadapan, Laura dan Demian saling berhadapan, dan pendeta memulai mengucapkan janji pernikahan mereka berdua. Setelah selesai ikrar tersebut, kemudian mereka saling melingkarkan cincin di jari manis masing-masing. Laura meneteskan air mata setelah Demian memasukkan cincin itu di jari manisnya. Ia kini sudah menyandang status sebagai istri orang tidak pernah ia cintai sama sekali.

Suara tepuk tangan para tamu memenuhi seluruh gedung. Pernikahan berjalan lancar. Setelah pernikahan selesai beberapa tamu menyumbangkan beberapa lagu untuk memeriahkan acaranya.

Selesai acara pernikahan. Mereka akan pergi ke rumah Demian. Mika menyuruhnya untuk tinggal bersama ibunya tapi dia mengatakan jika dia sudah punya rumah sendiri. “Kau yakin akan tinggal di sana?” Mika khawatir.

Demian memang sudah berniat membawa Laura ke rumah yang sebenarnya dibelinya untuk Sonya. Demian berpikir jika ia tinggal bersama ibunya, rencananya yang akan tetap menjalin kasih dengan Sonya akan ketahuan.

“Aku sangat yakin, aku memang membelinya untuk aku tinggali setelah menikah,” ujar Demian yang sedang memasukkan koper Laura ke dalam mobil. “Ayo laura,” ajak Demian.

Laura yang sudah berganti baju itu menurut dengan perkataan Demian. Laura tahu jika ini semua bagian rencana Demian dan kakaknya. Setelah berpamian dengan orang tua masing-masing mereka melajukan mobilnya pergi. Deru dan Andew pun saling berpamitan pulang.

Demian dan Laura sudah sampi di rumah yang dituju. Demian kemudian memarkirkan mobilnya dan menyuruh Laura untuk turun.

Laura turun dari mobil. Demian turun dan berjalan masuk. “Bagaimana dengan kopernya?” tanya Laura yang masih berdiri di samping mobil.

Demian menoleh ke belakang. “Kau punya dua tangankan, jadi kau pasti bisa membawanya. Bawakan juga punyaku.” jawab Demian dan berjalan kembali dengan acuh.

Laura sangat kesal mendengar jawaban dari Demian. Ia berjalan ke bagasi mobil dan mengambil kopernya sendiri. “Kau juga punya tangan, jadi kau juga harus membawa kopermu sendiri.” Laura mengambil koper dan membawanya masuk.

Masuk ke dalam rumah ia melihat Demian sedang memejamkan mata duduk bersandar di sofa dengan santainya. Lalu Demian membuka matanya setelah mendengar suara koper masuk. “Dimana koperku?” Setelah melihat Laura hanya membawa satu koper dan satu tas milik Laura.

“Kau juga punya dua tangan, lalu kenapa kau menyuruhku?” sinis Laura.

Jawaban Laura membuat wajah Demian berubah menjadi kesal. Belum sempat bicara, Laura sudah memotong lagi.

“Dimana kamarku? Aku akan merapikan pakaianku.” tanya Laura sambil melihat-lihat rumah yang indah itu.

“Aku hanya punya satu kamar di sini. Jadi kau tidur di sofa.” jawab Demian asal

Laura tertawa. “Bagaimana mungkin rumah seluas ini hanya memiliki satu kamar?

“Kenapa kau tidak percaya, aku yang punya rumah ini jadi terserah diriku untuk punya berapa kamar,” jawab Demian meyakinkan Laura.

“Baiklah, aku akan tidur di kamar itu dan kau yang di sofa.” Laura kembali membuat Demian kesal.

“Hei, siapa kau beraninya mengatur. Aku yang punya rumah ini jadi aku yang berhak tidur di rumah ini.” teriak Demian kesal.

“Apa kau benar-benar lelaki jantan?” tanya Laura sambil menatap Demian.

“Apa maksudmu, berkata seperti itu?” Demian semakin kesal melihat tatapan Laura padanya.

“Aku ini seorang wanita, apa kau tidak bisa mengalah pada seorang. Jika kau laki-laki jantan kau pasti akan mengalah padaku dan menyuruhku untuk menempati kamar itu dank au tidur di sofa.” jelas Laura panjang lebarm

Demian semakin kesal serasa darah tinggi. Kedua tangannya bahkan sudah mengepal dan gigi saling beradu. “Baiklah, jika kau berjalan lurus kau akan menemukan kamar tamu di sana, kau bisa tmenempatinya.” Demian akhirnya menyerah.

Laura tersenyum. “Bukankah begitu lebih baik?” Laura pergi berjalan mencari kamarnya. “Kau ingin membuatku menjadi pembantumu, kita lihat saja nanti.” Batin Laura.

Demian duduk di kursi, ia pusing meladeni Laura tadi.

***

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

100