Bab 13 Pose Menggoda
by Renko
11:05,Feb 02,2021
Lunar masih tidak mengerti kenapa Arkan tiba-tiba menciumnya. Bertanya pun percuma karena pria itu hanya diam saja sampai mereka tiba di apartemen tanpa memberikan jawaban apa pun. Kini mereka berada di kamar masing-masing dengan dia yang menempati kamar utama di apartemen tersebut.
Kembali pada apa yang membuat dia ingin meluruskan masalah ciuman mereka di dalam mobil. Tadi sungguh membuatnya kehilangan akal saat Arkan menariknya duduk di pangkuan. Walaupun dia tahu kalau mereka hanya berpura-pura dan Arkan ingin mengurungkan rencana, tetapi dia tidak bisa berbuat hal yang sama. Pikirannya sungguh gila tadi. Bagaimana dia bisa berpikir untuk tidur bersama Arkan?
Di saat pikirannya berkecamuk, suara ketukan pintu terdengar sebelum Arkan muncul dari luar sana. Memang dia tidak mengunci pintu sehingga Arkan bisa masuk ke dalam kamar tanpa menunggu persetujuan darinya. Kenapa Arkan datang ke kamarnya? Apa karena ingin berbicara mengenai ciuman mereka?
"Aku yang akan menempati kamar ini. Kau bisa menggunakan kamar tamu yang ada di lantai bawah," ucap Arkan sambil melipatkan tangan ke dada.
Lunar ternyata salah prediksi karena yang dibicarakan sangat jauh dari apa yang ada dalam pikiran. Bukan membahas apa yang telah mereka lakukan, nyatanya Arkan membahas perihal kamar yang akan ditempati.
Tetapi dia yang tinggal di apartemen lebih dulu. Dia datang ke tempat tinggal yang sekarang setelah diusir. Lalu, orang yang mengusir ingin tinggal di tempat yang menjadi pengasingannya?
Tidak bisa! Ingin diletakkan di mana harga dirinya? Meskipun mereka hanya hidup sebagai orang asing namun dia yang berstatus sebagai istrinya Arkan masih memiliki harga diri untuk itu. Dia tidak ingin diusir untuk yang ke dua kalinya.
Lunar mengangkat kedua kaki hingga bisa dibalut selimut seluruhnya. Sengaja menggeser duduknya ke tengah ranjang agar bisa dikuasai. Baru setelah itu dia berbaring dan memejamkan mata.
Arkan yang tidak digubris perkataannya menjadi naik darah. Dia menarik selimut secara paksa agar orang yang belum lama memejamkan mata segera bangun. Tidak mudah karena Lunar seperti mati-matian bertahan dengan menarik kembali selimut untuk tidak disingkirkan.
"Aku tidak akan pergi ke mana pun! Ini kamarku! Aku yang menempatinya pertama kali!"
"Apa yang kau anggap kamar adalah milikku. Apa kau tahu itu?" ucap Arkan dengan nada meninggi.
"Pokoknya aku tidak akan pergi! Titik!"
Perdebatan yang tidak ada habisnya itu membuat Arkan mau tidak mau harus mencari jalan lain. Enak saja! Dia yang membeli apartemen, kenapa dia yang harus menempati kamar lantai bawah?
Dia beranjak ke salah satu sisi ranjang dan rebah di sana. Mendorong tubuhnya dan mendesak Lunar agar bergeser. Sehingga dia bisa mendapatkan ruang yang cukup untuk berbaring. Tidak memedulikan rangkaian kalimat protes yang dilontarkan padanya.
Lunar yang sudah di posisi duduk lantaran tubuhnya digeser secara paksa semakin dibuat kesal. Pria itu sama sekali tidak menyerah. Sebaliknya berbaring di ranjang yang sama seolah dia tidak berada di sana saat ini. Sungguh menjengkelkan!
Mereka tidak seharusnya berada di tempat yang sama, tetapi dia juga tidak ingin mengalah dengan meninggalkan kamar yang sudah menjadi miliknya. Kalau memang begitu lebih baik jangan usir dia sehingga tidak ada yang perlu merasa sakit hati. Ya, walau dia pun juga setuju untuk pergi dari hadapan kedua pasangan itu. Siapa juga yang ingin menjadi obat nyamuk?
"Terserah dengan apa yang kau lakukan! Kau harus tahu kalau aku tidak akan pernah meninggalkan kamar ini!" dia menghempaskan tubuhnya dengan kesal, "Sudah sepantasnya suami istri tidur di ranjang yang sama," bersungut-sungut.
Sementara itu berbeda dengan Arkan yang kini hati dan pikirannya berkecamuk. Sejak memutuskan untuk berbaring, dia tidak berhenti mengutuk diri sendiri. Bersama Lunar membuatnya merasakan suasana yang sangat aneh. Mendebarkan, dan bagaimana bisa dia memikirkan wanita lain?
Raya, Raya, Raya. Dia harus mengingat nama kekasihnya sendiri.
***
Lunar membalut rambut basahnya dengan handuk, lalu keluar dari kamar mandi. Pagi itu sungguh menyegarkan baginya karena tadi malam bisa tidur dengan nyenyak. Padahal sebelumnya sangat sulit karena harus tinggal di apartemen yang belum lama ditempati. Dia takut ada penyusup atau semacamnya.
Sesaat dia lupa kalau ada seseorang yang berada di kamarnya. Keluar dari kamar mandi matanya langsung berserobok dengan Arkan yang tidak lagi berbaring dan memejamkan mata. Seperti ketika dia bangun tidur tadi, Arkan masih sangat lelap. Bahkan tidak bangun ketika dia mencubit hidung mancung pria tersebut. Dia beranggapan kalau Arkan akan tidur lebih lama. Maka dari itu dia berani menggunakan kamar mandi tanpa beranjak ke kamar mandi lain.
Nyatanya kini Arkan dengan mata terbuka lebar tengah duduk di tepi ranjang. Menghadap kamar mandi yang mana terdapat di depan mata. Memperhatikan bagaimana Lunar yang berdiri mematung di depan pintu.
"Kau pura-pura tidur? T-tapi aku mencubit hidungmu ...."
Arkan mengerutkan dahi, "Apa maksudmu dengan mencubit hidungku?" sekali lagi dia memperhatikan penampilan wanita itu, "Kau sudah selesai mandi?"
Lunar menggelengkan kepala dengan cepat untuk menyadarkan diri. Bahwa dia baru saja selesai mandi. Pandangannya diturunkan ke bawah. Untung saja dia mengenakan jubah mandi, bukan handuk yang bisa saja menampakkan kulit bahunya. Jubah itu juga menutupi sampai di atas lutut.
Sebuah ide tiba-tiba terlintas di benaknya. Bagaimana jika dia mengusir Arkan dengan situasi sekarang? Arkan tidak akan betah dengan seorang wanita di dalam kamar, bukan? Ada Raya di dalam hari pria itu dan menggoda adalah cara terbaik untuk mengusir.
"Kenapa? Apa kau akan menggunakan kamar mandi?" menyandarkan tubuhnya pada pintu dengan pose yang menurutnya bisa menggoda seorang pria.
Benar saja hal itu bisa mengundang orang yang digoda untuk datang menghampiri. Lunar tidak mengira jika "Pose menggoda" bisa membuat Arkan merespons. Mungkin dia akan melanjutkan rencana dengan memerangkap. Menarik dan mendesak hingga punggung lebar pria itu agar bisa menempel sepenuhnya di pintu. Dengan begitu dia bisa menguasai Arkan.
Sayang sekali rencana yang sudah disusun matang tidak berjalan dengan baik. Kekuatannya kalah dibandingkan dengan Arkan. Dia tidak bisa menarik tubuh kekar itu untuk dibanting ke pintu. Seolah dia saat ini sedang menarik batu yang sangat berat. Arkan bergeming di tempat tanpa bergeser sedikit pun.
"Ya. Aku memang akan menggunakan kamar mandi karena ini kamarku. Jadi menyingkirlah dari hadapanku," menjauhkan Lunar agar penghalangnya tidak ada lagi.
Lunar hanya bisa diam saja tanpa bisa berkata-kata. Apalagi mendengar pintu ditutup, dia kehabisan cara untuk menggoda Arkan. Mereka tidak bisa terus-menerus seperti ini.
Di kamar ini dia tidur, di kamar ini dia mengganti pakaian, di kamar ini pula dia membersihkan diri. Bagaimana bisa semua itu harus diperlihatkan pada Arkan? Tidak bisa! Dia harus memikirkan cara untuk mengeluarkan Arkan segera dari kamarnya.
Lunar melepaskan handuk yang sudah membuat rambutnya setengah kering. Handuk tersebut disampirkan pada kursi. Kemudian dia duduk di atas ranjang sambil menyandarkan diri. Satu lututnya diangkat, lalu pipinya direbahkan di sana. Tatapannya tidak lepas menunggu Arkan sampai keluar dari dalam kamar mandi. Itu adalah pose menggoda selanjutnya.
Sampai ketika Arkan menampakkan diri, dia yang terkejut karena pemandangan yang dilihat. Ludahnya ditelan kasar sembari menenangkan diri. Bukan hanya sekali dia melihat Arkan bertelanjang dada, bukan? Di mobil juga.
Ingatan itu membawanya pada ciuman yang pernah mereka lakukan. Menggetarkan dadanya jika dia mengingat kembali kejadian tersebut. Kesadarannya ditarik paksa kembali ke permukaan. Dia tidak boleh lengah jika memang ingin mengusir Arkan dari dalam kamar.
"Arkan, bisakah kau membantuku membaluri kaki dengan pelembap?" pintanya dengan nada manja.
Arkan mengernyitkan alis mencerna setiap perkataan. Dia memperhatikan sebuah botol berdesain cantik yang ada di meja nakas. Sejak tadi malam botol pelembap itu sudah berada di sana. Namun, untuk apa memintanya memakaikan? Lunar tidak mendapatkan luka apa pun yang mengharuskannya untuk membantu.
"Kau bisa memakainya sendiri."
"Tapi ...," pikirannya sibuk mencari alasan, "Ketika kau mendorongku tadi, bahuku terasa sakit," menggerak-gerakkan bahu perlahan sambil meringis. Di balik itu semua dia khawatir apakah alasannya berhasil mengelabui Arkan.
Arkan mengingat kembali akan apa yang dia lakukan tadi. Dia memang mendorong Lunar agar tidak menghalangi jalan. Dorongan itu tidak kuat dan seharusnya tidak mencederai. Dia sangat yakin akan hal itu.
Namun, tidak ada keuntungan apa-apa jika Lunar berbohong. Apalagi wanita itu sepertinya benar-benar sakit bahunya. Mungkin dia telah menyakiti bahu itu tanpa disadari.
Dia mendekati ranjang, lalu sambil lalu mengambil botol pelembap sebelum duduk. Menuangkan cairan yang langsung menguar keharumannya. Itu adalah bau yang selalu didapatkan ketika berada dekat dengan Lunar.
"Aku tidak bisa membantumu," ucapnya kemudian mengambil beberapa lembar tisu untuk mengelap tangan, "Aku akan memanggil dokter untuk menyembuhkan bahumu secepatnya."
"A-apa? Bukankah kau ingin membantuku tadinya? Kenapa tiba-tiba saja berubah pikiran?"
Lunar bangkit dari posisinya sekarang, lalu berdiri di samping Arkan. Masih berusaha menahan agar rencananya tidak gagal. Masih berpura-pura kesakitan sembari memegangi bahu.
"Untuk pagi ini kau tidak usah memakai pelembap. Nanti siang saja setelah dokter menyembuhkanmu," beranjak menuju ruang ganti.
Lunar masih tidak terima tampaknya karena kini mengekori ke mana Arkan pergi, "Aku ingin memakainya sekarang, bukan nanti. Kau harus membantuku."
Arkan terbakar emosi akan sikap keras kepala yang dihadapinya saat ini. Pada akhirnya dia harus tetap meladeni agar Lunar mengerti kalau dia tidak ingin membantu.
"Kenapa kau sangat ingin sekali memakainya sekarang? Kulitmu tidak akan rusak jika tidak memakainya sehari saja."
Lunar menggeragap memikirkan alasan apa yang cocok untuk menjawab pertanyaan itu. Jawaban sesungguhnya adalah dia ingin mengusir Arkan. Tetapi tidak mungkin dia bilang begitu, bukan?
"Aku ... ingin kau yang memakaikannya," itu adalah jawaban yang bisa dia berikan saat ini.
Arkan yang sudah meraih kemeja dari gantungan semakin lambat gerakannya. Dia menatap Lunar yang masih bersikeras untuk dia memakaikan pelembap. Apa yang dia dengar barusan juga tidak masuk akal sebagai jawaban.
"Kenapa kau ingin aku yang memakaikannya?"
Justru jawaban yang diberikan membuat keadaan semakin menyulitkan Lunar. Astaga! Apa yang dikatakannya barusan? Pasti Arkan saat ini berpikir kalau dia wanita yang sangat aneh. Kenapa dia yang hanya ingin mengusir, kini harus terjebak dalam situasi menyulitkan itu?
Kembali pada apa yang membuat dia ingin meluruskan masalah ciuman mereka di dalam mobil. Tadi sungguh membuatnya kehilangan akal saat Arkan menariknya duduk di pangkuan. Walaupun dia tahu kalau mereka hanya berpura-pura dan Arkan ingin mengurungkan rencana, tetapi dia tidak bisa berbuat hal yang sama. Pikirannya sungguh gila tadi. Bagaimana dia bisa berpikir untuk tidur bersama Arkan?
Di saat pikirannya berkecamuk, suara ketukan pintu terdengar sebelum Arkan muncul dari luar sana. Memang dia tidak mengunci pintu sehingga Arkan bisa masuk ke dalam kamar tanpa menunggu persetujuan darinya. Kenapa Arkan datang ke kamarnya? Apa karena ingin berbicara mengenai ciuman mereka?
"Aku yang akan menempati kamar ini. Kau bisa menggunakan kamar tamu yang ada di lantai bawah," ucap Arkan sambil melipatkan tangan ke dada.
Lunar ternyata salah prediksi karena yang dibicarakan sangat jauh dari apa yang ada dalam pikiran. Bukan membahas apa yang telah mereka lakukan, nyatanya Arkan membahas perihal kamar yang akan ditempati.
Tetapi dia yang tinggal di apartemen lebih dulu. Dia datang ke tempat tinggal yang sekarang setelah diusir. Lalu, orang yang mengusir ingin tinggal di tempat yang menjadi pengasingannya?
Tidak bisa! Ingin diletakkan di mana harga dirinya? Meskipun mereka hanya hidup sebagai orang asing namun dia yang berstatus sebagai istrinya Arkan masih memiliki harga diri untuk itu. Dia tidak ingin diusir untuk yang ke dua kalinya.
Lunar mengangkat kedua kaki hingga bisa dibalut selimut seluruhnya. Sengaja menggeser duduknya ke tengah ranjang agar bisa dikuasai. Baru setelah itu dia berbaring dan memejamkan mata.
Arkan yang tidak digubris perkataannya menjadi naik darah. Dia menarik selimut secara paksa agar orang yang belum lama memejamkan mata segera bangun. Tidak mudah karena Lunar seperti mati-matian bertahan dengan menarik kembali selimut untuk tidak disingkirkan.
"Aku tidak akan pergi ke mana pun! Ini kamarku! Aku yang menempatinya pertama kali!"
"Apa yang kau anggap kamar adalah milikku. Apa kau tahu itu?" ucap Arkan dengan nada meninggi.
"Pokoknya aku tidak akan pergi! Titik!"
Perdebatan yang tidak ada habisnya itu membuat Arkan mau tidak mau harus mencari jalan lain. Enak saja! Dia yang membeli apartemen, kenapa dia yang harus menempati kamar lantai bawah?
Dia beranjak ke salah satu sisi ranjang dan rebah di sana. Mendorong tubuhnya dan mendesak Lunar agar bergeser. Sehingga dia bisa mendapatkan ruang yang cukup untuk berbaring. Tidak memedulikan rangkaian kalimat protes yang dilontarkan padanya.
Lunar yang sudah di posisi duduk lantaran tubuhnya digeser secara paksa semakin dibuat kesal. Pria itu sama sekali tidak menyerah. Sebaliknya berbaring di ranjang yang sama seolah dia tidak berada di sana saat ini. Sungguh menjengkelkan!
Mereka tidak seharusnya berada di tempat yang sama, tetapi dia juga tidak ingin mengalah dengan meninggalkan kamar yang sudah menjadi miliknya. Kalau memang begitu lebih baik jangan usir dia sehingga tidak ada yang perlu merasa sakit hati. Ya, walau dia pun juga setuju untuk pergi dari hadapan kedua pasangan itu. Siapa juga yang ingin menjadi obat nyamuk?
"Terserah dengan apa yang kau lakukan! Kau harus tahu kalau aku tidak akan pernah meninggalkan kamar ini!" dia menghempaskan tubuhnya dengan kesal, "Sudah sepantasnya suami istri tidur di ranjang yang sama," bersungut-sungut.
Sementara itu berbeda dengan Arkan yang kini hati dan pikirannya berkecamuk. Sejak memutuskan untuk berbaring, dia tidak berhenti mengutuk diri sendiri. Bersama Lunar membuatnya merasakan suasana yang sangat aneh. Mendebarkan, dan bagaimana bisa dia memikirkan wanita lain?
Raya, Raya, Raya. Dia harus mengingat nama kekasihnya sendiri.
***
Lunar membalut rambut basahnya dengan handuk, lalu keluar dari kamar mandi. Pagi itu sungguh menyegarkan baginya karena tadi malam bisa tidur dengan nyenyak. Padahal sebelumnya sangat sulit karena harus tinggal di apartemen yang belum lama ditempati. Dia takut ada penyusup atau semacamnya.
Sesaat dia lupa kalau ada seseorang yang berada di kamarnya. Keluar dari kamar mandi matanya langsung berserobok dengan Arkan yang tidak lagi berbaring dan memejamkan mata. Seperti ketika dia bangun tidur tadi, Arkan masih sangat lelap. Bahkan tidak bangun ketika dia mencubit hidung mancung pria tersebut. Dia beranggapan kalau Arkan akan tidur lebih lama. Maka dari itu dia berani menggunakan kamar mandi tanpa beranjak ke kamar mandi lain.
Nyatanya kini Arkan dengan mata terbuka lebar tengah duduk di tepi ranjang. Menghadap kamar mandi yang mana terdapat di depan mata. Memperhatikan bagaimana Lunar yang berdiri mematung di depan pintu.
"Kau pura-pura tidur? T-tapi aku mencubit hidungmu ...."
Arkan mengerutkan dahi, "Apa maksudmu dengan mencubit hidungku?" sekali lagi dia memperhatikan penampilan wanita itu, "Kau sudah selesai mandi?"
Lunar menggelengkan kepala dengan cepat untuk menyadarkan diri. Bahwa dia baru saja selesai mandi. Pandangannya diturunkan ke bawah. Untung saja dia mengenakan jubah mandi, bukan handuk yang bisa saja menampakkan kulit bahunya. Jubah itu juga menutupi sampai di atas lutut.
Sebuah ide tiba-tiba terlintas di benaknya. Bagaimana jika dia mengusir Arkan dengan situasi sekarang? Arkan tidak akan betah dengan seorang wanita di dalam kamar, bukan? Ada Raya di dalam hari pria itu dan menggoda adalah cara terbaik untuk mengusir.
"Kenapa? Apa kau akan menggunakan kamar mandi?" menyandarkan tubuhnya pada pintu dengan pose yang menurutnya bisa menggoda seorang pria.
Benar saja hal itu bisa mengundang orang yang digoda untuk datang menghampiri. Lunar tidak mengira jika "Pose menggoda" bisa membuat Arkan merespons. Mungkin dia akan melanjutkan rencana dengan memerangkap. Menarik dan mendesak hingga punggung lebar pria itu agar bisa menempel sepenuhnya di pintu. Dengan begitu dia bisa menguasai Arkan.
Sayang sekali rencana yang sudah disusun matang tidak berjalan dengan baik. Kekuatannya kalah dibandingkan dengan Arkan. Dia tidak bisa menarik tubuh kekar itu untuk dibanting ke pintu. Seolah dia saat ini sedang menarik batu yang sangat berat. Arkan bergeming di tempat tanpa bergeser sedikit pun.
"Ya. Aku memang akan menggunakan kamar mandi karena ini kamarku. Jadi menyingkirlah dari hadapanku," menjauhkan Lunar agar penghalangnya tidak ada lagi.
Lunar hanya bisa diam saja tanpa bisa berkata-kata. Apalagi mendengar pintu ditutup, dia kehabisan cara untuk menggoda Arkan. Mereka tidak bisa terus-menerus seperti ini.
Di kamar ini dia tidur, di kamar ini dia mengganti pakaian, di kamar ini pula dia membersihkan diri. Bagaimana bisa semua itu harus diperlihatkan pada Arkan? Tidak bisa! Dia harus memikirkan cara untuk mengeluarkan Arkan segera dari kamarnya.
Lunar melepaskan handuk yang sudah membuat rambutnya setengah kering. Handuk tersebut disampirkan pada kursi. Kemudian dia duduk di atas ranjang sambil menyandarkan diri. Satu lututnya diangkat, lalu pipinya direbahkan di sana. Tatapannya tidak lepas menunggu Arkan sampai keluar dari dalam kamar mandi. Itu adalah pose menggoda selanjutnya.
Sampai ketika Arkan menampakkan diri, dia yang terkejut karena pemandangan yang dilihat. Ludahnya ditelan kasar sembari menenangkan diri. Bukan hanya sekali dia melihat Arkan bertelanjang dada, bukan? Di mobil juga.
Ingatan itu membawanya pada ciuman yang pernah mereka lakukan. Menggetarkan dadanya jika dia mengingat kembali kejadian tersebut. Kesadarannya ditarik paksa kembali ke permukaan. Dia tidak boleh lengah jika memang ingin mengusir Arkan dari dalam kamar.
"Arkan, bisakah kau membantuku membaluri kaki dengan pelembap?" pintanya dengan nada manja.
Arkan mengernyitkan alis mencerna setiap perkataan. Dia memperhatikan sebuah botol berdesain cantik yang ada di meja nakas. Sejak tadi malam botol pelembap itu sudah berada di sana. Namun, untuk apa memintanya memakaikan? Lunar tidak mendapatkan luka apa pun yang mengharuskannya untuk membantu.
"Kau bisa memakainya sendiri."
"Tapi ...," pikirannya sibuk mencari alasan, "Ketika kau mendorongku tadi, bahuku terasa sakit," menggerak-gerakkan bahu perlahan sambil meringis. Di balik itu semua dia khawatir apakah alasannya berhasil mengelabui Arkan.
Arkan mengingat kembali akan apa yang dia lakukan tadi. Dia memang mendorong Lunar agar tidak menghalangi jalan. Dorongan itu tidak kuat dan seharusnya tidak mencederai. Dia sangat yakin akan hal itu.
Namun, tidak ada keuntungan apa-apa jika Lunar berbohong. Apalagi wanita itu sepertinya benar-benar sakit bahunya. Mungkin dia telah menyakiti bahu itu tanpa disadari.
Dia mendekati ranjang, lalu sambil lalu mengambil botol pelembap sebelum duduk. Menuangkan cairan yang langsung menguar keharumannya. Itu adalah bau yang selalu didapatkan ketika berada dekat dengan Lunar.
"Aku tidak bisa membantumu," ucapnya kemudian mengambil beberapa lembar tisu untuk mengelap tangan, "Aku akan memanggil dokter untuk menyembuhkan bahumu secepatnya."
"A-apa? Bukankah kau ingin membantuku tadinya? Kenapa tiba-tiba saja berubah pikiran?"
Lunar bangkit dari posisinya sekarang, lalu berdiri di samping Arkan. Masih berusaha menahan agar rencananya tidak gagal. Masih berpura-pura kesakitan sembari memegangi bahu.
"Untuk pagi ini kau tidak usah memakai pelembap. Nanti siang saja setelah dokter menyembuhkanmu," beranjak menuju ruang ganti.
Lunar masih tidak terima tampaknya karena kini mengekori ke mana Arkan pergi, "Aku ingin memakainya sekarang, bukan nanti. Kau harus membantuku."
Arkan terbakar emosi akan sikap keras kepala yang dihadapinya saat ini. Pada akhirnya dia harus tetap meladeni agar Lunar mengerti kalau dia tidak ingin membantu.
"Kenapa kau sangat ingin sekali memakainya sekarang? Kulitmu tidak akan rusak jika tidak memakainya sehari saja."
Lunar menggeragap memikirkan alasan apa yang cocok untuk menjawab pertanyaan itu. Jawaban sesungguhnya adalah dia ingin mengusir Arkan. Tetapi tidak mungkin dia bilang begitu, bukan?
"Aku ... ingin kau yang memakaikannya," itu adalah jawaban yang bisa dia berikan saat ini.
Arkan yang sudah meraih kemeja dari gantungan semakin lambat gerakannya. Dia menatap Lunar yang masih bersikeras untuk dia memakaikan pelembap. Apa yang dia dengar barusan juga tidak masuk akal sebagai jawaban.
"Kenapa kau ingin aku yang memakaikannya?"
Justru jawaban yang diberikan membuat keadaan semakin menyulitkan Lunar. Astaga! Apa yang dikatakannya barusan? Pasti Arkan saat ini berpikir kalau dia wanita yang sangat aneh. Kenapa dia yang hanya ingin mengusir, kini harus terjebak dalam situasi menyulitkan itu?
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved